• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 ANALISA SOSIAL - DOCRPIJM 43ec469fd5 BAB IVBab 4 analisa ekonomi sosial 8122016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "4.1 ANALISA SOSIAL - DOCRPIJM 43ec469fd5 BAB IVBab 4 analisa ekonomi sosial 8122016"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

4.1

ANALISA SOSIAL

Pembangunan selain memberikan manfaat kepada masyarakat juga sering

memberikan dampak lainnya bagi masyarakat dikarenakan di dalam proses

perencanaan, pelaksanakan dan pasca pembangunan kurang memperhatikan

kebutuhan dan permaslahan yang ada di masyarakat sebagai penerima dampak

langsung yang merasakan manfat dari keberadaan pembangunan yang

dilaksanakan.

Dampak sosial pembangunan tidak sama terhadap semua lapisan

masyarakat, disebabkan oleh anggota-anggota masyarakat berada dalam

keadaan yang tidak sama secara sosial, ekonomi. Ketidak samaan tersebut

menyebabkan perbedaan kemampuan anggota masyarakat untuk memecahkan

masalah yang ditimbulkan oleh dampak atau beradaptasi dengan

dampak.Anggota masyarakat masyarakat yang bearda pada situasi yang lemah

secara ekonomi dan sosial biasanya kelompok yang lebih merasakan dampak

karena merekalah yang memiliki berbagai rintangan untuk beradaptasi.

Permasalahan sosial selalu terjadi pada kegiatan pembangunan

infrastruktur termasuk pembangunan di bidang Cipta Karya.Untuk itu,

pelaksanaan pembangunan infrastruktur perlu memperhatikan berbagai

komponen yang menyangkut mengenai masalah sumber daya air, sumber daya

lahan, lingkungan dan masyarakat sekitarnya.Pemerintah atau Pemerintah

Daerah, pelaksana pembangunan dan masyarakat seringkali menghadapi

berbagai macam permasalahan sosial yang perlu tangani dalam pembangunan

(2)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

PENGARUSUTAMAAN GENDER merupakan suatu strategi untuk

mencapai kesetaraan dan keadilan Gender, melalui kebijakan, program dan

kegiatan yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan

permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaaan,

pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program berbagai bidang

pembangunan sehungga diperoleh kesetaraan AKPM ( Akses, Kontrol, Partisipasi

dan Manfaat) dalam pembangunan.

Pengarusutamaan Gender bukan hanya konsep yang memprioritaskan

pemberdayaan perempuan, melainkan mengakomodasi dan memperhatikan

kebutuhan semua jenis kelamin (baik laki-laki maupun perempuan) dan orang

dengan kebutuhan khusus seperti: lansia, anak-anak dan diffable.

Ada kebijakan, program, kegiatan pembangunan tertentu yang luput dari

adanya kebutuhan, aspirasi, hambatan yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan, sehingga menyebabkan adanya kesejangan gender antara lain:

1. Kesenjangan bagi perempuan dalam memperoleh informasi tentang

pentingnya menjaga kualitas sungai.

2. Adanya kesejangan bagi kelompok tertentu (perempuan, difable,

lansia) dalam penyediaan sarana jalan dan jembatan serta bangunan

pelengkapnya (contoh: Rest Area, Jembatan penyebarangan, trotoar).

3. Terabaikannya perempuan untuk memperoleh akses informasi dan

pernyataan aspirasi dalam penguasaan kepemilikan asset, lahan,

rumah, terkait proses pengadaan tanah dan rencana pembangunan

infrastruktur PU dan Permukiman.

4. Adanya kesenjangan bagi laki-laki (pekerjaan konstruksi) untuk

mendapatkan akses informasi tentang pencegahan penyakit HIV/ AIDS,

yang akan berdampak negatif bagi keluarganya.

5. Adanya kesenjangan dalam peran dan partisipasi perempuan pada

penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

antara lain: air minum dan persampahan.

6. Kurangnya prasarana dan sarana yang memadai bagi kebutuhan

perempuan, difable pada bangunan, gedung dan lingkungan (antara

(3)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

7. Kurang terakomodasinya aspirasi kebutuhan kelompok tertentu dalam

penyusunan regulasi zona (antara lain: zona aman sekolah, ruang

publik, ruang terbuka hijau).

8. Adanya kesengajan bagi peserta perempuan yang sedang menyusui

untuk berpartisipasi secara maksimal dalam Pendidikan dan Pelatihan.

Sampai saat ini yang baru teridentifikasi ada sembilan kegiatan responsif

gender Cipta Karya. Antara lain Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri Perkotaan,

Neighborhood Upgradingand Shelter Sector Project

(NUSSP), Pengembangan infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program

Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP),

Rural Infrastructure Support

(RIS)

to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan

Masyarakat bidang Cipta Karya.

Identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pembangunan

Permasalahan Sosial yang muncul pasca pembangunan di bidang cipta

karya diantaranya adalah: a) Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti

pentingnya infrastruktur bidang ciptakarya;b)Perubahan mata pencaharian

masyarakat (bertambahnya pengangguran akibatnya hilangnya mata

pencaharian sebelumnya); d) Ketidaksesuaian keterampilan masyarakat dengan

mata pencaharian yang baru; e) Kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan

peluang usaha baru akibat terbatasnya keterampilan dan permodalan; f) Masih

adanya masyarakat yang membuang limbah ke bendungan atau di sekitar

bendungan; g) Kurang tertatanya pemanfaatan lahan pasang surut dan

pemanfaatan lahan dikawasan bendungan; h) Masih terdapatnya penambangan

pasir atau galian golongan C di sekitar bendungan.

4.2 ANALISA EKONOMI

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi

makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan

ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2012 atas dasar

(4)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 4.855.364,56juta rupiah, dan

tanpa migas sebesar 4.764.340,78 juta rupiah.Lajupertumbuhan PDRB atas dasar

harga konstan atau LPE KabupatenMajalengka tahun 2012 yaitu sebesar 4,76

persen. Pertumbuhan ini mengalami percepatan dibanding tahun sebelumnya,

pada tahun 2011 LPE Kabupaten Majalengka sebesar 4,67 persen.

Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh

distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi

nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2012 dicapai oleh sektor

Pertanian disusul oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor

Industri Pengolahan; masing-masing sebesar 32,53 persen, 18,87 persen, dan

15,53 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Listrik, Gas dan

Air Bersih sebesar 0,52 persen.

PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai nilai

10.065.473 rupiah, dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut

sebesar 1.189.191 jiwa.

Miskin biasanya dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan dari sisi

ekonomi untk memenuhi kebutuhan pangan maupun nonpangan yang bersifat

mendasar (sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan). Kemiskinanpun

dipandang sebagai ketiadaan aset–aset dan kesempatan esensial yang menjadi

hak setiap manusia.Setiap orang harus mempunyai akses pada pendidikan dasar

dan rawatan kesehatan primer, mempunyai hak untuk menunjang hidupnya

dengan penghasilan yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri, dan mereka

mempunyai perlindungan terhadap gangguan dari luar yang tak terduga

sebelumnya.

PERMASALAHAN KEMISKINAN

Kemiskinan merupakan permasalahan multidimensional yang meliputi

dimensi sosial, ekonomi, fisik, politik, kelembagaan, dan bersifat unik untuk tiap

kawasan karena tiap kawasan mengandung karakteristik

tertentu.Penanggulangan kemiskinan tidak semata mencakup warga yang miskin,

tetapi juga lingkungannya, baik lingkungan sosial, ekonomi, fisik, politik maupun

(5)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan, namun

belum ada evaluasi yang mendalam dan menyeluruh terhadap efektifitas dan

efesiensinya.Secara garis besar, pelaksanaan berbagai program penanggulangan

kemiskinan di hadapkan pada beberapa permasalahan operasional, misalnya

belum adanya sistem pendataan yang akurat dan terintegrasi, serta ketidak

tepatan sasaran.

BERDASARKAN PEMIKIRAN SOSIAL DAN UMUM

Chambers (dalam Nasikun) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu

integrated concept

yang memiliki 5 dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (

proper

), 2)

ketidak berdayaan (

powerless

), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (

state

of emergency

), 4) ketergantungan (

dependence

), dan 5) keterasingan (

isolation

)

baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya

hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga

banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak

adil dalam hukum, kerentangan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak

berdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan

jalan hidupnya sendiri.

DATA TERKINI MASYARAKAT MISKIN DI MAJALENGKA

Pada akhir tahun 2008, angka kemiskinan dan angka pengangguran di

Kabupaten Majalengka terus meningkat, sementara laju pertumbuhan ekonomi

mengalami penurunan.Belasan penghargaan yang diterima Kabupaten

Majalengka selama setahun, secara umum tidak berdampak pada kesejahteraan

ekonomi rakyat.

Dalam catatan tersebut, angka pengangguran terbuka di Kabupaten

Majalengka mengalami peningkatan dari 7,49% menjadi 7,98%. Sedangkan laju

pertumbuhan ekonomi (LPE) terjadi penurunan dari 4,87% pada 2007 dan

menjadi 4,60% pada 2008, atau turun sebesar 0,27%.

Sedangkan indeks pembangunan manusia(IPM) meski mengalami

peningkatan, ternyata hanya bergeser sedikit saja dari tahun 2007. Itupun

dibawah rata–rata Jawa Barat, yakni sebesar 69,56 pada 2008, sedangkan tahun

(6)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

PROGRAM BEDAH RUMAH

Kegiatan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni dan Modal Ekonomi

Masyarakat Produktif merupakan kegiatan prioritas dalam program kerja seratus

hari pasangan SUKA (H.Sutrisno,S.E.,M.Si. dan DR.H.Karna Sobahi,M.M.Pd.)

sebagai Bupati dan Wakil Bupati Majalengka masa bakti 2008 – 2013 serta

menjadi ikon primadona kegiatan selama 5 (lima) tahun kedepan. Dalam

pelaksanaannya memerlukan pengelolaan yang terpadu dan terarah agar

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam upaya mengentaskan kemiskinan di Majalengka tahun 2009

Pemerintah Kabupaten Majalengka telah mencanangkan bantuan program bedah

rumah sebesar Rp 2,6 Miliar dari APBD Kabupaten Majalengka.Besarnya bantuan

diberikan kepada masing – masing penerima Rp 10.000.000, dengan rincian Rp

6.000.000 untuk biaya bedah rumah, dan sisanya Rp 4.000.000 untuk bantuan

modal usaha.

PROGRAM PEMBENAHAN INFRASTUKTUR

Negara yang maju adalah negara yang memperhatikan kesejahteraan

masyarakatnya di segala sektor, baik itu transportasi, pertanian, kesehatan,

pendidikan, dll.Untuk itu diperlukan pembenahan infrastuktur di beberapa sektor

tersebut.

Rencana strategis dalam Program Pembenahan Infrastruktur ini, antara

lain peningkatan kesehatan lingkungan berupa pembangunan sarana air minum

di lokasi atau kawasan masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus

pembangunan sanitasi masyarakat. Selain itu, diperlukan pula upaya guna

pengembalian dan pemastian fungsi embung, waduk, bendung, dan bendungan,

serta jaringan irigasi secara holistik dan terintegrasi.

Jaringan Infrastruktur memegang peranan penting dalam memfasilitasi

arus barang, jasa, dan manusia maupun finansial secara lintas pulau atau

antarkota, serta menjadi penentu bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang

ada saat ini.

Fokus program pembenahan Infrastruktur harus diarahkan pada 3 tujuan

(7)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

isolasi daerah–daerah terpencil, serta menjembatani jurang antara daerah–

daerah yang kaya dan miskin.

Beberapa Program–program unggulan dalam penanggulangan kemiskinan

di Majalengka:

1. Program Keluarga Harapan (PKH) Kesehatan

2. Program Sambung Rasa

3. Program Bedah Rumah

4. Program Padat Karya

5. Program Subsidi Langsung Tunai (SLT)

6. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

7. Program Pengembangan Desa Mandiri Pangan (MAPAN)

8. Program Pembenahan Infrastuktur

9. Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin)

4.3 ANALISA LINGKUNGAN

UU NO 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib

melaksanakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ke dalam penyusunan

atau evaluasi terhadap dokumen berikut ini. Pertama, rencana tata ruang wilayah

(RTRW) beserta rencana rincinya.Kedua, rencana pembangunan jangka panjang

(RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi,

dan kabupaten/kota.Ketiga, kebijakan, rencana, dan/atau program yang

berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (Pasal 15, UU

NO 32 Tahun 2009).Dengan adanya UU tersebut, KLHS merupakan instrumen

pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat mandatory, yakni wajib dilakukan

oleh para penyusun kebijakan, rencana dan program.Hal ini merupakan

terobosan di tengah-tengah degradasi lingkungan hidup yang semakin

mengkhawatirkan, karena unsur lingkungan sudah di pertimbangkan sejak dini

pada tahap perumusan kebijakan.

Uraian hasil analisis

baseline data

ini disajikan dalam tabel deskripsi yang

(8)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

1. Tema Isu: Sumber Daya Air

Isu Kunci/Strategis : Ketersediaan AirBersih

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

1. Kondisi Hidrologi Kabupaten Majalengka dibagi ke dalam dua bagian, yaitu air

permukaan dan air tanah.

Air permukaan,

dilewati 2 (dua) sungai besar, yaitu

Sungai Cimanuk dan Cilutung yang menjadi sumber air baku terutama untuk

kegiatan pertanian

2. Selain itu, Kabupaten Majalengka mempunyai beberapa potensi air permukaan

lainnya berupa situ/danau yaitu di wilayah Desa Cipadung, Payung, Sangiang,

dan Talagaherang.

Air Tanah,

berdasarkan kondisi potensi yang ada secara

umum Wilayah Utara dan Tengah Kabupaten Majalengka merupakan daerah

yang memiliki potensi Air Bawah Tanah (ABT) yang cukup baik.

3. Saat ini terdapat 7 sistem suplai air bersih perkotaan. Kota Majalengka dilayani

oleh sistem dengan sumber air bersih dari air tanah dan mata air. Sistem

suplai air bersih di wilayah Kadipaten berasal dari air sungai Cimanuk,

Kecamatan Ligung sumber air bersihnya berasal dari air tanah dan

permukaan, sedangkan sumber air bersih empat Kecamatan lainnya yaitu

Maja, Talaga, Rajagaluh, dan Cikijing mengambil sumber air bersihnya dari

mata air.Pada saat ini sumber mata air yang dipergunakan untuk keperluan air

bersih masyarakat diantaranya:Mata air Situ Cipadung dengan dengan debit

air  650 liter/detik yang digunakan oleh PDAM untuk melayani Kecamatan

Sukahaji, Majalengka, Cigasong, dan Panyingkiran., mata air Situ Janawi, Situ

Cipeundeuy, Cisadane, dan Talaga Herang, digunakan sebagai sumber air

bersih yang melayani Kecamatan Rajagaluh dan Leuwimunding.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama

yang mempengaruhi trend ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

1. Kabupaten Majalengka

mengalami keterbatasan sumber

air baku (sebagian tergantung

Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan,

maka akan terjadi:

(9)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

dari pasokan daerah lain/DAS

Cimanuk).

2. Pengambilan air tanah untuk

pemenuhan kebutuhan rumah

tangga yang semakin meningkat

karena semakin terbatasnya

kemampuan pelayanan PDAM

Kabupaten Majalengka.

3. pengambilan air tanah melalui

sumur bor baik legal maupun

ilegal yang terus meningkat.

4. Rencana berdirinya BIJB dan

Kertajati

Aerocity

tentunya akan

mendorong adanya peningkatan

penggunaan air dalam jumlah

yang sangat besar dan akan

menuntut adanya ketersediaan

air yang cukup.

dikhawatirkan akan mengakibatkan

krisis air bersih yang berasal dari air

tanah di Kabupaten Majalengka.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

1. Perlunya pengendalian pengambilan air tanah di KabupatenMajalengka.

2. Harus ada kerjasama dengan daerah lain di sekitar Kabupaten Majalengka dalam

konteks penyediaan sumber air baku.

Isu Kunci/Strategis : Pencemaran Air

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

1. Dilihat dari nilai BOD dari air limbah domestik pada tahun 2013, total

mencapai 51.662 mg/l sedangkan nilai COD mencapai 61.809,38 mg/l

2. Dilihat dari data jumlah usaha dan atau kegiatan skala kecil yang mempunyai

sarana pengelolaan air limbah sendiri maupun terpusat, 1) untuk industri tahu,

baru ada dua dari 231 pabrik tahu di tahun 2013; 2) usaha pencelupan jeans,

(10)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

3 unit dari 51 untuk pemotongan batu alam.

3. Penyumbang terbesar nilai BOD dan COD adalah limbah industri pembuatan

tahu. Industri pemotongan batu alam juga salah satu penyumbang terbesar

nilai COD dan BOD

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD Faktor-faktor utama

yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan 1. Sistem pengelolaan limbah cair

di Industri penyumbang

pencemaran masih jauh dari

memadai dan belum efektif.

2. Tingginya aktivitas rumah

tangga dan industri di sekitar

daerah aliran sungai.

Apabila isu kunci ini tidak dilaksanakan,

maka akan terjadi:

Menurunnya kualitas air akibat tingginya

pencemaran dikhawatirkan akan

mengurangi ketersediaan air bersih layak

konsumsi di Kabupaten Majalengka.

Tingginya tingkat pencemaran air sungai

dapat berdampak negatif terhadap

masyarakat penggunanya, terutama dari

segi kesehatan.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

1. KabupatenMajalengka membutuhkan sistem pengelolaan limbah cair yang efektif

agar dapat mengurangi tingkat pencemaran air.

2. Sistem pengelolaan limbah cair di industri tahu dan pencelupan jeans serta

beberapa industri lainnya harus ditingkatkan baik jumlah maupun efektivitasnya.

3. Tingkat pencemaran air sungai yang tinggi dapat menyebabkan munculnya

berbagai penyakit sehingga perlu dikelola dengan baik.

2. Tema Isu: Sampah

Isu Kunci/Strategis : Sampah

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

(11)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

yaitu 124,32 m3 (2011), 126,32 m3 (2012), dan 250 m3 (2013). Ada

peningkatan yang signifikan pada tahun 2013.

2. Kabupaten Majalengka memiliki tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)

seluas 2,9482 Ha berlokasi di Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten. Luas TPA

yang sudah terpakai 2,5 Ha. Akan tetapi tahun mulai beroperasionalnya TPA

ini pada tahun 1994 dan umur TPA hanya 19 tahun, jadi TPA ini sudah hampir

habis masa pakainya. Di dalam RUTR/RTRW direncanakan perluasan TPPAS di

Desa Heuleut Kadipaten dan pembangunan TPPAS yang baru di Kecamatan

Talaga dan/atau Cingambul (Peraturan Daerah Kabupaten Majalengka Nomor

11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majalengka

Tahun 2011-2031) dan master plan Persampahan Kabupaten Majalengka

tahun 2007

3. Terdapat 3 kelompok bank sampah, yaitu 1) paguyuban TPA di Desa Heuleut

dengan jumlah sampah yang dikelola 12 m3 / bln; 2) di SMPN 2 Majalengka, 6

m3/bln; 3) Green Economic Studio (GES) di Kelurahan Babakan Jawa

Kecamatan Majalengka, 12 m3/bln.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari faktor-faktor

utama di masa depan

1. Masih kurang baiknya sistem

pengolahan dan pengelolaan

limbah padat, mengakibatkan

menumpuknya volume

sampah.

Tingginya penumpukan sampah di

Kabupaten Majalengka dapat

menimbulkan masalah di berbagai sektor

kehidupan seperti kesehatan,

kenyamanan, dan keindahan lingkungan.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

1. Perlu adanya sistem pengolahan dan pengelolaan sampah yang efektif untuk

(12)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

2. Pembangunan TPA-TPA baru

3. Tema Isu: Lahan

Isu Kunci/Strategis : Alih Fungsi Lahan

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

1. Hingga saat ini, konversi lahan terbangun semakin meluas ke daerah yang

bukan peruntukannya, baik secara natural ataupun terencana. Semakin tinggi

jumlah penduduk, disertai dengan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal

menjadi salah satu penyebab konversi lahan. Hal ini berimplikasi pada

meningkatnya kerusakan lingkungan.

2. Penggunaan lahan Kabupaten Majalengka sampai dengan tahun 2012 terdiri

atas lahan pertanian seluas 84.703 Ha dengan rincian lahan sawah seluas

51.428 Ha dan lahan bukan sawah seluas 33.275 Ha, sedangkan lahan bukan

pertanian seluas 35.721 Ha dengan sektor dominan pada hutan Negara seluas

17.203 Ha. Khusus untuk lahan sawah, terjadi penurunan luas lahan jika

dibandingkan dengan tahun 2011 yang pada saat itu seluas 51.896, berarti

ada penurunan luas sawah sebesar 468 Ha

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari

faktor-faktor utama di masa depan

1. Jumlah penduduk Kabupaten

Majalengka pada Tahun 2009

mencapai 1.206.702 jiwa sedangkan

jumlah penduduk 10 tahun sebelumnya

(1999) tercatat sebanyak 1.109.705

jiwa. Kondisi ini menunjukkan adanya

pertumbuhan yang relatif rendah

Pertambahan penduduk yang terus

meningkat dengan intensitas

aktivitasnya yang semakin tinggi

dikhawatirkan akan melebihi daya

dukung dan daya tampung

(13)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

dalam kurun waktu 1999–2009 yaitu

mencapai 0,87 %. Menurut data tahun

2009, setelah terjadinya pemekaran

kecamatan pada tahun 2008

kecamatan yang memiliki jumlah

penduduk tertinggi yaitu Kecamatan

Jatiwangi dengan jumlah penduduk

sebesar 83.919 jiwa, sedangkan

Kecamatan yang memiliki jumlah

penduduk terendah adalah Kecamatan

Sindang, yaitu sejumlah 16.279 jiwa.

2. Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) berdasarkan Harga Berlaku

mencapai Rp. 8,297 triliun. Bila

dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar

Rp. 7,250 Triliun, maka PDRB

Kabupaten Majalengka tahun 2008

tumbuh sebesar 14,44 %. Hal ini

menunjukkan pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Majalengka cukup positif.

3. Pendapatan per kapita masyarakat

(PDRB Perkapita) berdasarkan Harga

Konstan mencapai Rp. 3.448.048,44.

Bila dibandingkan tahun 2004, yaitu

sebesar Rp. 2.956.254,02, maka

pendapatan per kapita masyarakat

tahun 2008 naik sebesar 16,64% atau

4,16% per tahun.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup

tinggi dilansir dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat namun perlu

diwaspadai dampaknya terhadap

kondisi fisik kabupatenMajalengka.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

(14)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

dan pengawasan pemanfaatan ruang tidak diperketat.

2. Alih fungsi pemanfaatan lahan akan terus berlanjut jika pertumbuhan

penduduk tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi dipacu tanpa

mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

Kabupaten Majalengka.

Isu Kunci/Strategis : Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Berfungsi

Lindung

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

1. Luas kawasan hutan lindung pada tahun 2012, yaitu 5.813 Ha. Berarti

luasannya hanya 4.82 % dari luas Kabupaten Majalengka yang berarti masih

jauh dari harapan memenuhi amanat RTRW bahwa luas kawasan lindung

harus 30 % dari luas kabupaten.

2. Ada beberapa wilayah yang seharusnya menjadi kawasan hutan lindung dan

kawasan dengan fungsi lindung akan tetapi belum menjadi kawasan hutan

lindung karena menjadi daerah pemukiman, yaitu di Kecamatan Bantarujeg,

Banjaran, Maja dan Majalengka

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari

faktor-faktor utama di masa depan

1. Pertambahan jumlah penduduk

mengakibatkan penambahan

permukiman dan lahan pertanian

sehingga berpotensi mengurangi luas

hutan dan luas kawasan lindung, begitu

juga dengan program pembangunan

jalan dan jembatan

Dampak negatif dari berkurangnya luas

hutan dan kawasan lindung adalah

semakin menurunnya ketersediaan air

tanah dan berpotensi menimbulkan

bencana, khususnya banjir dan tanah

longsor di musim hujan. Kekurangan

(15)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

2. Perpindahan warga dari desa asal

karena pembebasan lahan sebagai

dampak dari BIJB memungkinkan

adanya perambahan hutan atau alih

fungsi lahan hutan menjadi peruntukan

lain. Perambahan kawasan hutan juga

meningkat akibat terbatasnya lapangan

kerja, utamanya mereka yang harus

berpindah karena lahannya

dimanfaatkan kegiatan proyek

pembangunan

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

1. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung (kawasan hutan lindung dan

kawasan yang berfungsi lindung) akan terus berlanjut jika pengendalian dan

pengawasan pemanfaatan ruang tidak diperketat.

2. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung akan terus berlanjut jika

pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi dipacu

tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

Kabupaten Majalengka.

3. Alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan lindung akan terus berlanjut jika lapangan

kerja tidak diupayakan bertambah, khususnya untuk penduduk lokal yang tidak

lagi dapat memanfaatkan lahan pertanian yang telah berubah menjadi lahan

untuk proyek.

Isu Kunci/Strategis : Lahan Kritis

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

(16)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

pada akhir tahun 2012 seluas 12.543 Ha atau 10,42 % dari luas Kabupaten

Majalengka. Persentase ini telah berkurang sekitar 5 % dalam kurun waktu tiga

tahun, karena pada akhir tahun 2009, luas lahan kritis adalah 18.795 Ha atau

15,61 % dari luas Kabupaten Majalengka. Lahan kritis tersebut berada tersebar di

25 kecamatan, yaitu seluruh kecamatan di Kabupaten Majalengka kecuali

Kecamatan Leuwimunding. Sementara itu luasan lahan yang terkategori potensial

kritis sebanyak 3.218,35 Ha yang tersebar di 24 kecamatan yaitu di seluruh

kecamatan di Kabupaten Majalengka kecuali Kecamatan Argapura dan

Leuwimunding.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif dari

faktor-faktor utama di masa depan

Penurunan luasan lahan kritis ini

tentunya dipengaruhi banyak faktor

yang saling berkaitan satu sama lain, di

antaranya terdapatnya peningkatan

luasan eksisting hutan rakyat yang

terbangun serta terkendalinya laju

penebangan kayu.

Pengembangan hutan rakyat

diperkirakan akan mampu mengurangi

luas lahan kritis dari tahun ke tahun.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

Pengembangan hutan rakyat harus mendapat perhatian khusus sehingga mampu

secara terus menerus mengurangi luasan lahan kritis yang ada.

4. Tema Isu Konflik Sosial

Isu Kunci/Strategis : Konflik Sosial

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

(17)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

Kebutuhan lahan untuk khusus bandara adalah 1.800 Ha dan untuk

aerocity

3.200 Ha. Saat ini lahan yang sudah dibebaskan sekitar 800 Ha. Target sampai

awal 2014 ketersediaan lahan sudah mencapai 1.200 Ha. Akan tetapi, dalam

pelaksanaan pembebasan lahan, konflik sering terjadi baik antara warga desa

dengan tim pemerintah atau pun antar warga sendiri menyangkut nilai ganti

rugi tanah. karena nilai ganti rugi yang dulu disepakati sudah tidak relevan lagi

dengan nilai saat ini. Selain itu warga juga meminta kepastian atas lokasi

pemindahan dari desa asalnya.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang

mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak

positif dan negatif oleh penerapan

faktor-faktor utama di masa depan

1. Rencana pembangunan BIJB dan

industrialisasi, khususnya terkait

Target pembebasan lahan masih belum

tercapai, hingga lima tahun ke depan

masih akan terjadi sehingga diperkirakan

konflik vertikal dan horizontal akan masih

mungkin terjadi. Konflik tersebut dapat

bersumber dari ketidaksepakatan harga

tanah dan aset lainya yang akan

digunakan proyek dan ketidakjelasan dan

ketidakpastian lokasi permukiman baru

serta upaya pemulihan ekonomi ke depan.

Selain kemungkinan terjadinya konflik,

dampak jangka panjang yang dapat

terjadi adalah proses pemiskinan warga

terkena proyek, apabila tidak dicarikan

jalan keluarnya sejak awal.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

(18)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan pembebasan lahan, maka konflik

sosial di Kabupaten Majalengka akan terus terjadi sehingga dapat berdampak negatif

bagi masyarakat. Demikian pula penanganan terhadap warga terkena proyek terkait

dengan lokasi permukiman baru dan upaya pemulihan ekonomi jangka panjang

mereka.

Isu Kunci/Strategis : Pengangguran

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

Tingkat pengangguran mengalami fluktuasi dalam kurun waktu lima tahun

terakhir. Pada tahun 2008 tingkat pengangguran adalah 7,98 % dan turun

hingga 5,82 % pada tahun 2010, akan tetapi meningkat lagi pada tahun 2011

mencapai 7,80 %. Pada tahun 2012, tingkat pengangguran turun kembali

menjadi 6,71 %.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang

mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak

positif dan negatif oleh penerapan

faktor-faktor utama di masa depan

Adanya usaha yang serius

dilakukan oleh pemerintah

daerah dalam menanggulangi

pengangguran

Mega proyek BIJB diprediksi akan diikuti

dengan berkembangnya pusat-pusat

ekonomi dan bisnis serta industry

sehingga harapannya tingkat

pengangguran akan terus menurun

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

Apabila terjadi keberpihakan pada tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di

(19)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

masyarakat.

5. Tema Isu Longsor

Isu Kunci/Strategis : Longsor

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

1. Terjadi penurunan frekuensi longsor sejak tahun 2010 (76x), 2011 (50x), 2012

(28 x). Bencana longsor yang terakhir terjadi, yaitu di Cigintung, Malausma

pada 2013.

2. Secara nasional, Majalengka berada pada urutan ke-16 dalam frekuensi

bencana longsor dan ke-7 di Provinsi Jawa Barat.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

kaidah konservasi tanah dan air.

Demikian pula, kemungkinan

tanah longsor meningkat apabila

program penghijauan dan

Apabila tidak dilakukan upaya

pengendalian terhadap pembangunan

pemukiman di daerah rawan bencana dan

tidak diiringi dengan reboisasi,

penghijauan, dan rehabilitasi lahan, maka

bencana longsor di Kabupaten Majalengka

(20)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

memadai.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

Gerakan reboisasi, penghijauan, dan rehabilitasi lahan serta pengendalian

pembangunan pemukiman dan aktivitas pertanian di lahan rawan bencana longsor

perlu mendapat prioritas.

6.Tema Isu Kearifan dan Budaya Lokal

Isu Kunci/Strategis : Kearifan dan BudayaLokal

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

Kearifan dan budaya lokal dapat menjadi modal sosial dan dapat dimanfaatkan

untuk memfasilitasi atau akselerasi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

Selain sebagai modal sosial, tidak diindahkannya kearifan budaya lokal ini juga

dapat mengakibatkan konflik sosial. Contoh kearifan dan budaya lokal yang

ada di Kabupaten Majalengka adalah:

1. Budaya pamali. Pamali atau pantangan/larangan atau tabu artinya

larangan untuk melakukan sesuatu karena tidak sesuai dengan

adat/budaya/kepercayaan setempat. Misalnya, di situ Sangiang, Talaga

adalah pamali untuk menangkap ikan lele. Demikian pula, adalah pamali

merusak pohon di hutan gunung Ciremai.

2. Budaya gotong royong. Di kampung-kampung masih terdapat budaya

gotong royong terutama dalam melakukan kegiatan publik/masyarakat.

Budaya gotong-royong selain mencerminkan semangat kebersamaan

(21)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

secara ekonomi, dan mereduksi terjadinya konflik sosial.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

1. Industrialisasi berpotensi

mengikis kearifan dan budaya

lokal, karena yang

mengemuka adalah budaya

modern, individualistik, dan

serba instant/cepat.

2. Rencana BIJB dan

Aerocity

yang berorientasi pada

modernitas dan pencapaian

target ekonomi tentunya akan

memperbesar potensi

kehilangan kearifan dan

budaya lokal apabila tidak

direncanakan dengan baik

termasuk mempertimbangkan

pentingnya peran

budaya/kearifan lokal.

1. Perlunya program atau kegiatan yang

dapat mempertahankan nilai-nilai

kearifan dan budaya lokal karena jika

tidak, maka modal sosial masyarakat

akan terus terkikis dan dampaknya

akan menimbulkan kehancuran

masyarakat

2. Pemanfaatan nilai kearifan dan budaya

lokal yang bermakna positif untuk

menjaga lingkungan hidup,

kebersamaan dan kepedulian terhadap

warga lokal, dan dengan demikian,

keberlanjutan pembangunan ekonomi

di Kabupaten Majalengka.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

1. Perlunya program atau kegiatan yang dapat mempertahankan nilai-nilai kearifan

dan budaya lokal seiring dengan percepatan pembangunan ekonomi di Kabupaten

Majalengka.

(22)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

keberlanjutan pembangunan dengan tetap menjaga keutuhan lingkungan hidup

dan kebersamaan sosial.

7. Tema Isu Pencemaran Udara

Isu Kunci/Strategis : Pencemaran Udara

Analisis situasi terkini dan sebelumnya

Deskripsi:

1. Hasil Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kadar CH4 (methan) dan NH3 (Amonia) telah dalam tingkatan yang tinggi.

2. Di beberapa daerah telah terjadi pencemaran udara yang cukup serius dan

telah berdampak negatif terhadap kesehatan. Kasus terbaru adalah

pencemaran udara yang ditimbulkan oleh PT Terracotta di daerah Panjalin

Kidul.

3. Sebelumnya, khusus untuk daerah industri genteng di Kecamatan Jatiwangi

memang telah berdampak cukup serius terhadap kondisi udara. Selain

menimbulkan pencemaran, juga mengakibatkan meningkatnya suhu udara.

Kecenderungan tren ke depan tanpa penerapan RPJMD

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tren ke depan

Kemungkinan terjadinya dampak positif dan negatif oleh penerapan faktor-faktor utama di masa depan

1. Rencana relokasi beberapa

kawasan industri dari luar

Majalengka ke kawasan

Kabupaten Majalengka

berpotensi meningkatkan

1. Perlu ada pengendalian untuk relokasi

kawasan industri sehingga dampak

terhadap pencemaran udara dapat

diminimalisir, jika tidak maka

(23)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

pencemaran udara. batas ambang dan membahayakan

masyarakat.

Kesimpulan dari tren kunci tanpa penerapan RPJMD

Kesimpulan:

1. Perlu ada pengendalian untuk relokasi kawasan industri dan sarana untuk

mengendalikan pencemaran udara sehingga dampak terhadap pencemaran udara

dapat diminimalisir, jika tidak, maka pencemaran udara akan melebihi batas

ambang dan membahayakan masyarakat.

2. Program-program pengendalian dan konservasi lingkungan hidup mesti mendapat

prioritas, seperti Ruang terbuka hijau harus segera diperbanyak lokasinya

sehingga mampu meminimalisir dampak pencemaran dan menurunkan suhu

lingkungan.

Kondisi Perekonomian

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi

makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan

ekonomi suatu daerah. PDRB Kabupaten Majalengka Tahun 2012 atas dasar

harga berlaku sebesar 11.969.770,27juta rupiah, dan tanpa migas sebesar

11.811.296,88 juta rupiah.

Sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 4.855.364,56juta rupiah,

dan tanpa migas sebesar 4.764.340,78 juta rupiah.Lajupertumbuhan PDRB atas

dasar harga konstan atau LPE KabupatenMajalengka tahun 2012 yaitu sebesar

4,76 persen. Pertumbuhan ini mengalami percepatan dibanding tahun

sebelumnya, pada tahun 2011 LPE Kabupaten Majalengka sebesar 4,67 persen.

Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh

distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan bahwa kontribusi

nilai tertinggi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2012 dicapai oleh sektor

Pertanian disusul oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor

(24)

RPIJM Kabupaten Majalengka 2015- 2019

15,53 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor Listrik, Gas dan

Air Bersih sebesar 0,52 persen.

PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai nilai

10.065.473 rupiah, dimana jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut

Referensi

Dokumen terkait

e. Hak atas Tanah adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria dan hak lain

Lampung, maka laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu pada tahun. 2009 berada pada peringkat

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi: Ada Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Sikap Sosial

Setelah dipaparkan beberapa pengertian dari kecenderungan narsistik dan media sosial oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan narsistik pengguna Media

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi impulse buying , agar permasalahan yang diteliti lebih terfokus maka dalam

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1)apakah terdapat perbedaan nilai pembelajaran wawancara pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol siswa kelas VIII di

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rachman (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah,

Lokal Kitab Fathul Qorib dalam Meningkatkan Pemahaman Mata Pelajaran Fiqih (Studi Kasus di MTs NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus) ”.