BAB II
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA PADA PERUSAHAAN
PT. KARYA TANAH SUBUR
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Pengertian Kesehatan Kerja
Menurut Suma’mur Kesehatan Kerja adalah ilmu spesialisasi
dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar para pekerja dan masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau
mental maupun sosial dengan usaha-usaha prevensif dan kuratif terhadap
penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta penyakit umum.31)
a. sasaranya adalah manusia
Adapun kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut,
yaitu :
b. bersifat medis
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah,
bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja, tetapi juga mengarah
pada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaanya
(total health of all at work).
31)
Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja
dengan kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja
dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya
dan tujuan dari kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan
kesehatan daripada mengobatinya.32)
Sehat senantiasa digambarkan keadaan fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
lainnya juga menunjukan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya.33)
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik,
atau anorganik, logam berat atau debu), biologis (virus, bakteri,
mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan dan
pekerjaan).
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar
yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat dan
menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,
perhatian pertama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan
terhadap kemungkinan timbul penyakit serta pemeliharaan kesehatan
seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat
faktor yakni :
32)
J.M. Harrinton dan F.S. Gill, “Buku Saku Kesehatan Kerja” (Edisi : 3) (Jakarta : EGC), hal. 3.
b. Prilaku, yang meliputi : sikap, kebiasaan, dan tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan yang meliputi : promotif, perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.
d. Dan yang terakhir Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap
manusia.
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi
sebaliknya pekerjaan juga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian juga status
kesehatan pekerja yang sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya,
pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja baik bila
dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.
Pada tahun 1950 satu komisi bersama ILO dan WHO menyusun
definisi kesehatan kerja. Menurut komisi tersebut kesehatan kerja adalah
merupakan promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya dan layanan
tersebut memerlukan peran serta para manejer dan serikat kerja.
Sejumlah kaum professional terlibat dalam bidang ini seperti Dokter,
Ahli Higene Kerja, Ahli Toksiologi, Ahli Mikrobiologi, Ahli Ergonomi,
Perawat, Sarjana Hukum, Ahli Labotarium, Ahli Epidemiologi, dan
Insinyur Keselamatan.34)
Sedangkan tujuan utama kesehatan kerja menurut Suma’ur adalah
sebagai berikut :35)
1. Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan
akibat kerja.
3. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatgandaan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
5. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga
manusia.
6. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan yang bersangkutan.
7. Dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk industri.
Dengan demikian kesehatan kerja termasuk jenis perlindungan
sosial yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
masyarakat yang tujuannya memungkinkan pekerja atau buruh
mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia
pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan
anggota keluarga.36)
35)
Suma’mur, ”Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja” (Cetakan ke-2) (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 2.
36)
2. Pengertian Keselamatan Kerja
Menurut Suma’mur keselamatan kerja adalah keselamatan
yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara
melakukan pekerjaan. Dan sasarannya adalah tempat kerja baik di darat,
di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara.37)
Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja menurut Pasal 2
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah
mencakup keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat,
di tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara.38)
Dan yang dimaksud dengan tempat kerja di dalam Pasal 1 (1) UU
No. 1 tahun 1970 yaitu tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dan halaman dan sekelilingnya yang berhubungan
dengan tempat dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya.39)
Tujuan dari Keselamatan kerja menurut Suma”mur adalah :40)
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatanya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
c. Sumber produk dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
37)
Suma”mur, “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan” (Jakarta : Haji Masagung 1981), hal. 1.
38)
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 39)Ibid
Sedangkan sasaran utama dari keselamatan kerja adalah tempat kerja,
yang padanya :41)
a. Dibuat, dicoba dipakai atau dipergunakan mesin, pesewa alat,
perkakas, peralatan atau instansi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut,
atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkarann rumah, gedung, atau terowongan di bawah tanah.
d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu, atau hasil hutan lainnya,
peternakan, perikanan, dan lapangan kesehatan.
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam,
atau biji logam, batu-batuan, gas, minyak, atau mineral lainnya,
baik di permukaan bumi atau di dasar perairan.
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di
daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air,
maupun udara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,
dok, stasiun atau gudang.
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain
di dalam air.
i. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi
atau rendah.
j. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok,
hanyut atau terpelanting.
k. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, semur atau lobang.
l. Terdapat atau menyebar suhu, kelembapan, debu, kotoran, api, asap,
uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara atau getaran.
m. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.
n. Dilakukan pendidikan atau pembinaan, percobaan, penyelidikan atau
riset yang mengunakan alat teknis
o. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan,
atau disalurkan, listrik, gas, minyak atau air.
p. Dilakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang berbahaya.
Lebih lanjut syarat-syarat keselamatan kerja menurut Pasal 3 UU
No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu :42) a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan,
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran,
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri
e. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan
suhu udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan,
mengamankan dan memelihara bangunan.
f. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya.
42)
Jadi, Syarat keselamatan kerja mengandung prinsip teknis
ilmiah yang menjadi kumpulan peraturan yang tersusun secara sistematis,
jelas dan praktis, yang menyangkut bidang konstruksi, bahan pengolahan
dan pembuatan alat-alat perlindungan dan lain-lainnya.
B. Dasar Hukum Pengaturan K3 di Indonesia
Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja
Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang
jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita,
peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan wanita,
persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1
Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan
tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan
dan Kesehatan”.43)
Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja,
Undang-Undang Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law)
Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang
mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja
44)
43)
Suma’mur, “Higene Perusahaan dan Kesehatan”, Cetakan ke-2, (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 29.
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Dan Undang-undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970
dan menggantikan Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).
Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus,
sanksi terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur
tentang Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang merupakan
jenis perlindungan prevensif yang diterapkan untuk mencegah timbulnya
Kecelakaan Kerja (K2) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK). Undang-Undang
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menegaskan bahwa
perlindungan terhadap Pekerja/buruh di tempat kerja merupakan hak yang
harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh.45) Secara umum perlindungan di tempat kerja (work place) mencakup :46) a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
b. Moral dan Kesusilaan;
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Selain Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah telah
mengeluarkan regulasi guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, berbagai peraturan yang berhubungan dengan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain :47)
45)
Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 73.
46)
UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat 1. 47)
a. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
b. Permenaker No. 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa Keselamatan
dan Kesehatan Kerja;
c. Instruksi Menaker RI No. 5 Tahun 1996 Tentang Pengawasan dan
Pembinaan K3 pada Kegiatan Konstruksi Bangunan; dan
d. Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang SMK3
Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek
Undang-undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, dalam Pasal 1 butir (1) memberi perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan
penghasilan yang hilang atau berkurang akibat peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.48)
Adapun jaminan sosial tenaga kerja menurut UU No. 3 tahun 1992
mengatur empat program pokok yang harus diselengarakan oleh Badan
Penyelenggara Jamsostek. Dan kepada perusahaan yang mempekerjakan
paling sedikit sepuluh orang pekerja atau membayar upah paling sedikit
Rp 1.000.000,- sebulan wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam
program Jamsostek yang tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang
No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Keempat program tersebut adalah :49)
48)
UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 butir 1. 49)
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya yang
menyangkut masalah ketenagakerjaan dalam penjelasan umumnya
memuat aturan tentang :50)
a. Pekerja Anak
b. Pekerja Orang Muda
c. Pekerja Wanita/Perempuan
d. Tentang Penyandang Cacat
e. Waktu Kerja, Istirahat dan Megaso
f. Tempat kerja dan perumahan buruh; untuk semua pekerjaan tidak
membeda-bedakan tempatnya, misalnya : di bengkel, di pabrik,
di rumah sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan,
dan lain-lain.
50)
Pekerja Anak
Anak yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 1 Tahun 1948
tentang Kerja adalah “Setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun”,
sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 70
ayat 2 Anak adalah “Setiap orang yang berumur paling sedikit 14 Tahun”.51)
UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang
norma kerja mulai Pasal 68 sampai Pasal 75 yang mana pasal-pasal tersebut
melarang keras pengusaha mempekerjakan anak-anak di bawah umur 13-15 tahun,
kecuali untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial dan apabila pengusaha
mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan :52) a. Adanya izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. Adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas;
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Dan secara khusus UU No. 1 tahun 1951 tentang kerja tidak
memberi batasan tentang pekerja anak batasan yang dapat digunakan
antara lain :53)
51)
Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 62.
52)
a. Pekerja anak adalah anak-anak yang bekerja baik sebagai tenaga upahan
maupun pekerja keluarga
b. Pekerja anak adalah anak yang bekerja di sektor formal maupun informal
dengan berbagai status hubungan kerja
Tidak semua pekerjaan dapat diberlakukaan kepada anak, dalam hal ini
ada kategori pekerjaan tertentu yang dianggap tidak baik meliputi :54) a. Segala sesuatu dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;
b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, dan menawarkan anak
untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan perjudian;
c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak
untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya; atau
d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral
anak.
Selain UU No. 1 tahun 1948 tentang kerja terdapat beberapa peraturan lain
yang berkaitan dengan pekerja anak adalah :55)
a. UU No. 20 tahun 1999 meratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973
Tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
b. UU No. 1 Tahun 2000 meratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1973
tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk Buat Anak
54)Ibid
c. KEP. 135/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan
Kesehatan, Keselamatan dan Moral Anak
d. KEP.15/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan Bagi Anak yang Melakukan
Pekerjaan untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.
e. Dan lain-lain
Pekerja Orang Muda
Tidak hanya pekerja anak yang mendapat perlindungan akan tetapi orang
muda yang bekerja juga harus diperhatikan baik waktu kerja maupun waktu
istirahat dan tempat kerja agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan larangan
menjalankan pekerjaan pada malam hari kecuali larangan tersebut tidak
dihindarkan karena menyangkut kepentingan atau kesejahteraan umum dan
larangan terhadap orang muda menjalankan pekerjaan berbahaya bagi kesehatan
dan keselamatannya.56)
Orang muda dilarang menjalankan pekerjaannya di tambang, lobang,
di dalam tanah, atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam
tanah, tetapi larangan tersebut tidak berlaku terhadap buruh muda yang
berhubungan dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun ke bawah tanah
dan tidak menjalankan pekerjaannya dengan tangan tetapi dengan menggunakan
alat-alat kerja tertentu.57)
56)
Pekerja Wanita/Perempuan
Mempekerjakan Perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang
dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :58) a. Para wanita pada umumnya bertenaga lemah, halus, tetapi tekun;
b. Norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh
oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya (laki-laki) terutama
kalau bekerja pada malam hari;
c. Para tenaga kerja wanita pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus sesuai
dengan kehalusan sifat dan tenaganya;
d. Para tenaga kerja wanita yang masih gadis, telah bersuami yang dengan
sendirinya mempunyai beban rumah tangga yang harus dilaksanakan pula.
Dengan demikian UU No. 13 mulai Pasal 76 menentukan norma kerja
perempuan sebagai berikut :59)
a. Pekerja atau buruh Perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.
b. Pekerja atau buruh Perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya.
c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh Perempuan antara
pukul 23.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB wajib :
1) Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
2) Menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja
d. Dan pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja yang
berangkat kerja antara pukul 23.00 WIB sampai 05.00 WIB.
58)
Gunawi Kartasapoetra, “Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja” (Bandung : Armico 1983), hal. 43.
59)
Penyandang Cacat
Pekerja cacat oleh UU diberi perlindungan untuk melakukan hubungan
kerja dengan majikan/pengusaha. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat 1 “Pengusaha yang mempekerjakan penyandang
cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya”
perlindungan tersebut misalnya penyediaan aksebilitas, pemberian alat kerja,
dan alat pelindung diri (APD).
Penyandang Cacat Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat adalah “Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
selayaknya” penyandang cacat menurut undang-undang No. 4 tahun 1997 ayat 1
angka 1 terdiri dari :60)
a. Penyandang Cacat Fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan
pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran dan
kemampuan bicara;
b. Penyandang Cacat Mental adalah kelainan mental atau tingkah laku baik cacat
bawaan maupun akibat penyakit;
c. Penyandang Cacat Fisik dan Mental adalah keadaan seseorang yang
menyandang cacat dua jenis kecacatan sekaligus.
60)
Waktu Kerja, Istirahat, dan Waktu Megoso
a. Waktu Kerja dan Megoso
Waktu Kerja menurut Ketentuan Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003
adalah :61)
1) 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (minggu);
2) 8 (delapan) jam dalam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk
5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Waktu kerja harus diselingi waktu mengoso paling sedikit 30
(tiga puluh menit) setelah pekerja bekerja 4 (empat) jam berturut-turut.
Dan ketentuan tersebut tidak berlaku bagi sektor-sektor tertentu, seperti :62)
Dalam hal demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi
waktu kerja harus memenuhi syarat :
Pekerjaan pengoboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh,
penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut dan penebangan hutan.
63)
1) Adanya persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;
2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu;
3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja untuk kerja lembur wajib
membayar upah lembur sesuai dengan upah yang berlaku.
61)
UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 77. 62)
Zaeni Asyhadie, ”Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : Raja Grafindo, 2007), hal. 91.
b. Waktu Istirahat (Cuti)
Waktu istirahat (cuti) pekerja atau buruh hampir sama dengan waktu
istirahat Pegawai Negeri Sipil (PNS)64) tetapi secara yuridis, waktu istirahat bagi pekerja/buruh ada 4 (empat) macam yaitu :65)
1) Istirahat mingguan atau istirahat (cuti) mingguan ditetapkan satu hari
untuk enam hari kerja dalam seminggu.
2) Istirahat (cuti) tahunan (Pasal 76 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003),
cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari setelah pekerja yang bersangkutan
bekerja selama 12 bulan, dan harus dimohonkan kepada pengusaha dan
harus ada persetujuan pengusaha.
3) Istirahat (cuti) panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada
tahun ke 7 (tujuh) dan 8 ( kedelapan) masing-masing 1 bulan yang sudah
bekerja selama 6 tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja tidak berhak lagi untuk istirahat tuhunan dalam dua
tahun berjalan.
4) Istirahat (cuti) haid, hamil, dan bersalin bagi pekerja perempuan yang
merasa sakit sewaktu mengalami “datang bulan” harus diberitahukan
kepada pengusaha dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua
masa haidnya.
Jadi, aturan yang mengatur masalah K3 di Indonesia baik sebelum dan
sesudah Indonesia merdeka antara lain :66)
64)Ibid 65)Ibid 66)
a) Aturan yang mengatur masalah K3 sebelum Indonesia Merdeka antara lain :
1) Maatregenlen ter Baperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van
vroewen, yang biasa disingkat Maatregelen yaitu peraturan yang mengatur
tentang pembatasan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari,
yang dikeluarkan dengan ordonantie No. 647 Tahun 1925 dan mulai
berlaku tanggal 1 Maret 1926.
2) Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen
ann Boord van scepen, biasa disingkat Bepalingen Betreffende yaitu
peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal yang
diberlakukan dengan Ordenantie No. 87 Tahun 1926 dan berlaku tanggal
1 Mei 1926.
3) Konvensi ILO No. 4 tentang pekerjaan wanita pada malam hari,
diratifikasi dengan Stb. No. 461 Tahun 1923.
4) Konvensi ILO No. 5 tentang usia terendah bagi anak untuk dapat berkerja
di perusahaan industri, diratifikasi dengan Stb. No. 515 Tahun 1928.
5) Konvensi ILO No. 7 tentang usia terendah untuk bekerja di kapal,
diratifikasi dengan Stb. No. 76 Tahun 1932.
6) Mijn politie reglemen Stb. Nomor 341 Tahun 1931 peraturan tentang
pengawasan di tambang.
7) Voorschrifren Omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der van
motorrijtuigen peraturan tentang waktu kerja dan waktu megaso bagi
pengemudi kendaraan bermotor diumumkan dalam Bijblad 14136.
9) Aanvaulende Plantersregering atau peraturan tentang perburuhan di
perusahaan perkebunan.
10)Arbeidsregeling nijtverheidsbedrijvn atau peraturan perburuhan di perusahaan
industri
b) Aturan yang mengatur masalah K3 sesudah Indonesia Merdeka antara lain :67) 1) UU No. 33 Tahun 1947 jo. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan;
2) UU No. 12 Tahun 1948 jo. UU 1 Tahun 1951 tentang Kerja;
3) UU No. 23 Tahun 1948 jo. UU. No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan
Perburuhan;
4) UU No. 23 Tahun 1951 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan;
5) UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Buruh dengan Pengusaha;
6) UU No. 12 Tahun 1957 tentang Perselisihan Perburuhan;
7) UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada
Perusahaan-perusahaan Swasta;
8) UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
9) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
10) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
11) Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Tentang usia minimum untuk
diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age For Admission to
Employment (Konvensi ILO No. 123 tahun 1973).68)
67)
Zaeni Asyhadie, “Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja“ (Jakarta : Rajawali Grafindo Persada, 2007), hal. 15.
68)
12) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
13) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
14) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
15) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
C. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Karya Tanah Subur
1. Sejarah dan Perkembangan PT. Karya Tanah Subur
PT. Karya Tanah Subur (KTS) adalah Bagian dari PT. Astra
Agro Niaga (AAN) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
perkebunan kelapa sawit yang awal berdirinya perusahaan tersebut
adalah areal PT. Dina Maju (DM) yang bergerak di bidang perkayuan
dan pada Tahun 1987 yang pemilik dulu Bapak Oesman Jakoup
mendirikan PT. Karya Tanah Subur.
Dan pada Tahun 1987 PT. Dina Maju menjadi PT. Karya Tanah
Subur dan Pada Tahun 1991 bergabung menjadi anak Perusahaan
PT. Astra Agro Niaga dan pada tahun 1995 berdirinya Pabrik Karya
Tanah Subur dan mulai beroperasi dengan kapasitas 20 ton TBS
Pada masa konflik Aceh mulai tahun 1997 sampai 2004
PT. Karya Tanah Subur masih tetap beroperasi dengan Exsist
walau harus kehilangan banyak karyawan yang potensial. Dan pada
tahun 2006 PT. Karya Tanah Subur berhasil memproduksi CPO
sebanyak 22,389 ton yang merupakan jumlah terbesar selama PT. Karya
Tanah Subur berdiri dari tahun 1987 sampai 2009.
2. Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur
Dalam pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur
Manajemen dan Ahli K3 melaksanakan beberapa hal :69)
1) Awareness K3 melalui five minute talk, training, rambu-rambu,
dan poster yang menyangkut dengan pelaksanaan K3 dan SMK3.
2) Pelaksanaan unsafe patrol untuk perbaikan kondisi lokasi kerja.
3) Teguran kepada karyawan yang melakukan unsafe action
4) Penyediaan APD yang layak sesuai standart keselamatan
5) Pemberitahuan legal terkait K3
6) Sertifikasi operator/karyawan yang bekerja pada alat yang
berdampak K3 besar seperti di pabrik yang berkaitan dengan alat
Boiler, Crane, Alat Berat.
7) Pemeriksaan kondisi fisik lingkungan kerja
8) Penerapan aspek argonomi pada proses panen
69)
Tabel 1. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Sebelum Diterima Bekerja pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur
No. Pemeriksaan Kesehatan
Pekerja Sebelum Bekerja Diperiksa
Tidak
Setiap calon pekerja pada perusahaan PT. Karya Tanah Subur ternyata
dari responden yang berjumlah 100 orang pada umumnya diperiksa
kesehatan 85% dan yang tidak diperiksa sekitar 15%.
Tabel 2. Pemeriksaan Kesehatan Setelah Bekerja di PT. Karya Tanah Subur
No. Pemeriksaan Kesehatan
Setelah Bekerja Pernah Tidak
Jumlah (%)
1. Pemeriskaan kesehatan secara khusus 40 60 100
2. Pemeriskaan kesehatan secara berkala 75 25 100
Dari Tabel 2 karyawan yang telah bekerja pada PT. Karya Tanah Subur
yang diperiksa kesehatan secara khusus akibat penyakit yang ditimbulkan
dari pekerjaannya misalnya penyakit paru-paru, dan lain-lain sekitar
40% dan yang tidak diperiksa sekitar 15% dan karyawan yang diperiksa
secara berkala setiap tahunnya sekitar 75% dan yang tidak diperiksa 25%
Tabel 3. Fasilitas Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada PT. Karya Tanah Subur
No. Fasilitas K3 Pada
Dari Tabel 3 peran pimpinan perusahaan dalam mengelola sistem
keselamatan dan kesehatan kerja dengan memberikan fasilitas bagi
karyawan PT. Karya Tanah Subur sudah cukup baik, hal ini dapat
dilihat antara lain didukung oleh fasilitas : Ketersediaan Poliklnik,
Pemberian APD oleh perusahaan, Jumlah WC/Toilet di PT. KTS,
Penjelasan tentang kondisi tempat kerja, Ketersediaan loker,
Pemasangan rambu-rambu, Kondisi WC/Toilet di PT. KTS,
Ketersediaan APAR, Pelatihan kerja, Kondisi tempat kerja,
Ketersediaan air minum di tempat kerja, Sirkulasi dan ventilasi udara,
Pencahayaan di tempat kerja, Ketersediaan kantin di tempat kerja,
Tabel 4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur
No. Penyakit Akibat Kerja
di PT. KTS Pernah Tidak Sering Jumlah
1. Peremajaan mesin-mesin di
PT. KTS 90 10 - 100
2. Pemberian makanan apabila
kerja lembur 89 11 - 100
3. Penggunaan APD oleh karyawan 64 15 21 100
4. Karyawan yang mengalami
gangguan kesehatan 55 34 11 100
Dari Tabel 4 peran perusahaan dalam mencegah penyakit akibat kerja
baik melalui penggunaan APD oleh karyawan maupun peremajaan
mesin yang dilakukan oleh perusahaan serta memberikan makanan
apabila bekerja lembur sehingga karyawan yang mengalami gangguan
kesehatan hanya 55% dan yang tidak 34%.
Tabel 5. Kerjasama Antara Perusahaan dengan Instansi Pemerintah Daerah Dalam Melindungi K3 di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur
No. Kerjasama dengan Instansi
Pemerintah Pernah Tidak
Jumlah (%)
1. Tidak tahu hak dan kewajiban
Dari Tabel 5 kerjasama antara perusahaan dengan pemerintah dalam
melindungi K3 di perusahaan belum berjalan dengan bagus karena
banyak karyawan yang tidak tahu adanya pelatihan tentang K3, Balai K3.
Undang-undang yang mengatur K3 dan mereka juga tidak tahu tentang
hak dan kewajiban mereka tentang K3 yang disebabkan kurangnya
sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan tidak menyeluruh
ke setiap karyawan di PT. Karya Tanah Subur.
3. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur
Dalam menerapkan K3 dan SMK3 pada PT Karya Tanah Subur
masih menghadapi berbagai macam kendala, misalnya :70)
1) Kebiasaan karyawan dalam mentaati peraturan yang berkaitan
dengan K3
2) Peraturan yang menyangkut dengan K3 masih dianggap sebagai
beban dan aturan yang tidak menyenangkan
3) Pengetahuan tentang K3 oleh karyawan masih rendah
4) Budaya kerja yang belum budaya K3. Apabila Budaya K3
diterapkan maka semua tindakan yang dilakukan karyawan menjadi
lebih safety.
70)
4. Tanggungjawab Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur
Yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan kerja dan SMK3 di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur
yaitu :
1) EGM / Deputy EGM, memiliki Tugas antara lain :71)
a. Mencanangkan dan menetapkan komitmen bagi seluruh
karyawan untuk mengimplementasikan K3 dan SMK3
b. Menyusun dan menetapkan kebijakan K3 sebagai acuan
seluruh karyawan
c. Secara formal menyetujui dan mengesahkan seluruh
dokumen K3
d. Meninjau keseluruhan kinerja dalam perusahaan pada tiap
tahun
e. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan
masalah K3
f. Meninjau kecelakaan atau insident serius dan memantau
tindakan perbaikan
g. Meninjau kinerja K3 dari manajemen menengah
h. Menjamin kesesuaian perusahaan dengan perundangan K3
i. Menjalankan kebijakan K3 yang sudah ditetapkan secara
bersama
71)
2) General Manager atau Deputy Manager, memiliki tanggungjawab :
a. Bertanggungjawab untuk menerapkan SMK3 di perusahaan tersebut
b. Menjamin semua tindakan yang sesuai diambil untuk menerapkan
kebijakan K3, prosedur K3 dan persyaratan perundangan
c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi tanggung
jawabnya
d. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3
e. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan
jika diperlukan
f. Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini
3) Senior Manager/Operasional Senior Manager, memiliki tanggung
jawab :
a. Bertanggung jawab untuk menerapkan SMK3 di unit kerja
masing-masing
b. Menjamin semua tindakan yang sesuai diambil untuk
menerapkan kebijakan K3, prosedur K3 dan persyaratan
perundangan.
c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi
tanggungjawabnya
d. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3
e. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan
jika diperlukan
4) Manager, memiliki tanggungjawab;
a. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3
b. Menjalankan kebijakan K3 yang sudah diterapkan secara bersama
c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi
tanggungjawabnya
d. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan
jika diperlukan
e. Menunjukan komitmen terhadap K3 melalui partisipasi dalam
diskusi formal dan informal, kunjungan tempat kerja dan inspeksi
bahaya
f. Meninjau laporan yang berhubungan dengan K3 dan mengambil
tindakan yang sesuai.
g. Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini
5) Pengawas atau Pekerja, memiliki tanggungjawab;
a. Mematuhi semua prosedur kerja yang aman sesuai dengan
instruksi kerja.
b. Mengambil tindakan yang pantas bagi diri mereka dan orang lain
yang dapat terpengaruh oleh tindakan mereka.
Peran dan tanggungjawab perusahaan dalam K3, Perusahaan berperan
aktif di setiap level manejerial untuk pelaksanaan K3, terutama melalui
P2K3 dengan kegiatan safety patrol. Sedangkan perusahaan
bertanggungjawab dalam pengelolaan SMK3 sesuai amanah dalam
Salah satu bentuk komitmen PT.Karya Tanah Subur dalam
memberikan perlindungan K3 melalui perbaikan kondisi tempat kerja,
pengamanan mesin dan alat kerja serta penyediaan alat perlindungan diri
yang layak dan sesuai serta pelayanan kesehatan di poliklinik kebun.72)
5. Kerjasama PT. Karya Tanah Subur dengan Instansi Pemerintah
Kerja antara Perusahaan dengan Depnakertrans hanya dalam hal
sertifikasi peralatan proses dan pengecekan kondisi lingkungan kerja
serta koordinasi dan konsultasi saja73)
Hubungan kerjasama PT. Karya Tanah Subur dengan Balai K3,
sesuai dengan fungsi Balai K3 maka kerjasamanya dalam bentuk
koordinasi dengan Balai K3 dalam hal pengukuran dan pengecekan
kondisi tempat kerja. Pengukuran yang dimaksud meliputi pengukuran
faktor kimia, biologi, fisik, non fisik, dan lain-lain. Dari hasil
pengukuran tersebut PT. Karya Tanah Subur melakukan evaluasi intern,
dan menindaklanjuti serta mendokomentasi hasil pengukuran dan
membuat kebijakan sesuai dengan hasil pengukuran dan juga
mendokumentasikannya.
. Konsultasi misalnya, PT. Karya
Tanah Subur beberapa kali berkonsultasi dengan Depnakertrans
terkait sosialisasi peraturan perundangan terbaru tentang masalah K3.
PT. Karya Tanah Subur selalu ingin up to date, dan tidak ketinggalan
bila ada aturan baru.
72)
Hasil wawancara dengan Assisten Safety Health And Enveriont Bapak Muhammad Iqbal 73)
6. Manfaat dan Keuntungan Pelaksanaan K3 dan SMK3 pada PT. Karya Tanah Subur
Manfaat yang dirasakan oleh PT. Karya Tanah Subur setelah
menerapkan K3 dan SMK3 yaitu :
a. Muncul rasa aman, nyaman dalam menjalankan pekerjaan yang
dapat dirasakan oleh karyawan PT. Karya Tanah Subur
b. Ruangan kerja menjadi bersih, teratur, rapi, indah, sehingga suasana
kerja menjadi kondusif dan produktivitas kerja lebih baik.
c. Semua kelengkapan keselamatan diri dan P3K siap sedia setiap saat
dapat digunakan kapan saja karena kondisi APD dan isi P3K selalu
dipantau dan dievaluasi.
d. Manajemen K3 terorganisasi dengan baik. Apabila perusahaan sudah
memiliki manajemen yang baik tentang pengelolaan K3 dan SMK3
maka implementasi K3 dan SMK3 jadi fokus dan maksimal.
e. Karyawan memiliki pemahaman dan pengetahuan lebih mengenai
masalah K3, SMK3, dan tindakan tanggap darurat.
f. Dengan pemahaman K3 yang cukup para karyawan bertindak dan
bekerja dengan lebih safety.
g. Apabila suatu perusahaan melaksanakan K3 dan SMK3 dengan baik,
maka, Tidak pernah terjadi kecelakaan dan tidak ada mengalami
perselisihan hubungan industrial di bidang K3 maka akan
meningkatkan moralitas, kepercayaan, dan image perusahaan di
Sedangkan Keuntungan dari pelaksanaan K3 yang dirasakan oleh
PT. Karya Tanah Subur setelah menerapkan K3 yaitu :
a. Keuntungan yang dirasakan Langsung (tangible) yaitu dapat
menghemat uang perusahaan baik melalui :
1) premi asuransi.
2) pengeluaran akibat biaya perkara pengadilan dan
pertanggungjawaban.
3) kompensasi perusahaan.
4) biaya akibat terhambatnya proses produksi
5) peningkatan moralitas karyawan
6) penurunan angka absensi
7) penurunan waktu ‘menganggur’ peralatan
8) meningkatkan nilai saham perusahaan
9) menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena
tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
b. Keuntungan yang tidak terasa langsung (intangible) yaitu penerapan
K3 dapat meningkatkan keuntungan secara langsung dengan cara :
1) penerapan K3 akan membangun kepercayaan para pemegang
saham akan meningkat transparansi fungsi-fungsi perusahaan dan
mengurangi ketidakkonsistenan.
2) para investor mengenali kwalitas suatu perusahaan sehingga para
3) pelaksanaan K3 mulai mendapat perhatian lebih luas dari
kalangan masyarakat, LSM, pemerintah, karyawan, rekan bisnis,
dan lain-lain sehingga perusahaan yang melaksanakan K3
mendapat pencitraan yang baik.
4) menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan
perusahaan.
5) perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik,