• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PERUSAHAAN PT. KARYA TANAH SUBUR - Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur (Padang Sikabu-Meulaboeh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PERUSAHAAN PT. KARYA TANAH SUBUR - Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur (Padang Sikabu-Meulaboeh)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN

KESELAMATAN KERJA PADA PERUSAHAAN

PT. KARYA TANAH SUBUR

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1. Pengertian Kesehatan Kerja

Menurut Suma’mur Kesehatan Kerja adalah ilmu spesialisasi

dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar para pekerja dan masyarakat

pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau

mental maupun sosial dengan usaha-usaha prevensif dan kuratif terhadap

penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan

lingkungan kerja serta penyakit umum.31)

a. sasaranya adalah manusia

Adapun kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut,

yaitu :

b. bersifat medis

Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah,

bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja, tetapi juga mengarah

pada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaanya

(total health of all at work).

31)

(2)

Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja

dengan kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja

dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya

dan tujuan dari kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan

kesehatan daripada mengobatinya.32)

Sehat senantiasa digambarkan keadaan fisik, mental dan sosial

seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan

lainnya juga menunjukan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan

lingkungan dan pekerjaannya.33)

a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik,

atau anorganik, logam berat atau debu), biologis (virus, bakteri,

mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan dan

pekerjaan).

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar

yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat dan

menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,

perhatian pertama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan

terhadap kemungkinan timbul penyakit serta pemeliharaan kesehatan

seoptimal mungkin.

Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat

faktor yakni :

32)

J.M. Harrinton dan F.S. Gill, “Buku Saku Kesehatan Kerja” (Edisi : 3) (Jakarta : EGC), hal. 3.

(3)

b. Prilaku, yang meliputi : sikap, kebiasaan, dan tingkah laku.

c. Pelayanan kesehatan yang meliputi : promotif, perawatan, pengobatan,

pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.

d. Dan yang terakhir Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap

manusia.

Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi

sebaliknya pekerjaan juga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan

kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian juga status

kesehatan pekerja yang sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya,

pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja baik bila

dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.

Pada tahun 1950 satu komisi bersama ILO dan WHO menyusun

definisi kesehatan kerja. Menurut komisi tersebut kesehatan kerja adalah

merupakan promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan

sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya dan layanan

tersebut memerlukan peran serta para manejer dan serikat kerja.

Sejumlah kaum professional terlibat dalam bidang ini seperti Dokter,

Ahli Higene Kerja, Ahli Toksiologi, Ahli Mikrobiologi, Ahli Ergonomi,

Perawat, Sarjana Hukum, Ahli Labotarium, Ahli Epidemiologi, dan

Insinyur Keselamatan.34)

(4)

Sedangkan tujuan utama kesehatan kerja menurut Suma’ur adalah

sebagai berikut :35)

1. Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan

akibat kerja.

3. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

4. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatgandaan kegairahan serta

kenikmatan kerja.

5. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga

manusia.

6. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan yang bersangkutan.

7. Dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk industri.

Dengan demikian kesehatan kerja termasuk jenis perlindungan

sosial yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha

masyarakat yang tujuannya memungkinkan pekerja atau buruh

mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia

pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan

anggota keluarga.36)

35)

Suma’mur, ”Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja” (Cetakan ke-2) (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 2.

36)

(5)

2. Pengertian Keselamatan Kerja

Menurut Suma’mur keselamatan kerja adalah keselamatan

yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara

melakukan pekerjaan. Dan sasarannya adalah tempat kerja baik di darat,

di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara.37)

Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja menurut Pasal 2

Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah

mencakup keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat,

di tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara.38)

Dan yang dimaksud dengan tempat kerja di dalam Pasal 1 (1) UU

No. 1 tahun 1970 yaitu tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,

bergerak atau tetap, dan halaman dan sekelilingnya yang berhubungan

dengan tempat dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki untuk

keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya.39)

Tujuan dari Keselamatan kerja menurut Suma”mur adalah :40)

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatanya dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi

serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja

c. Sumber produk dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

37)

Suma”mur, “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan” (Jakarta : Haji Masagung 1981), hal. 1.

38)

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 39)Ibid

(6)

Sedangkan sasaran utama dari keselamatan kerja adalah tempat kerja,

yang padanya :41)

a. Dibuat, dicoba dipakai atau dipergunakan mesin, pesewa alat,

perkakas, peralatan atau instansi yang berbahaya atau dapat

menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut,

atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,

menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.

c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkarann rumah, gedung, atau terowongan di bawah tanah.

d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,

pengerjaan hutan, pengolahan kayu, atau hasil hutan lainnya,

peternakan, perikanan, dan lapangan kesehatan.

e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam,

atau biji logam, batu-batuan, gas, minyak, atau mineral lainnya,

baik di permukaan bumi atau di dasar perairan.

f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di

daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air,

maupun udara.

g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,

dok, stasiun atau gudang.

h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain

di dalam air.

(7)

i. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi

atau rendah.

j. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok,

hanyut atau terpelanting.

k. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, semur atau lobang.

l. Terdapat atau menyebar suhu, kelembapan, debu, kotoran, api, asap,

uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara atau getaran.

m. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.

n. Dilakukan pendidikan atau pembinaan, percobaan, penyelidikan atau

riset yang mengunakan alat teknis

o. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan,

atau disalurkan, listrik, gas, minyak atau air.

p. Dilakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang berbahaya.

Lebih lanjut syarat-syarat keselamatan kerja menurut Pasal 3 UU

No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu :42) a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan,

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran,

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri

e. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan

suhu udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan,

mengamankan dan memelihara bangunan.

f. Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya.

42)

(8)

Jadi, Syarat keselamatan kerja mengandung prinsip teknis

ilmiah yang menjadi kumpulan peraturan yang tersusun secara sistematis,

jelas dan praktis, yang menyangkut bidang konstruksi, bahan pengolahan

dan pembuatan alat-alat perlindungan dan lain-lainnya.

B. Dasar Hukum Pengaturan K3 di Indonesia

Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja

Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang

jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita,

peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan wanita,

persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1

Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan

tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan

dan Kesehatan”.43)

Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja,

Undang-Undang Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law)

Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang

mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja

44)

43)

Suma’mur, “Higene Perusahaan dan Kesehatan”, Cetakan ke-2, (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 29.

(9)

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Dan Undang-undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970

dan menggantikan Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).

Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus,

sanksi terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur

tentang Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang merupakan

jenis perlindungan prevensif yang diterapkan untuk mencegah timbulnya

Kecelakaan Kerja (K2) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK). Undang-Undang

No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menegaskan bahwa

perlindungan terhadap Pekerja/buruh di tempat kerja merupakan hak yang

harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh.45) Secara umum perlindungan di tempat kerja (work place) mencakup :46) a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

b. Moral dan Kesusilaan;

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

nilai-nilai agama.

Selain Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah telah

mengeluarkan regulasi guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, berbagai peraturan yang berhubungan dengan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain :47)

45)

Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 73.

46)

UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat 1. 47)

(10)

a. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

b. Permenaker No. 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa Keselamatan

dan Kesehatan Kerja;

c. Instruksi Menaker RI No. 5 Tahun 1996 Tentang Pengawasan dan

Pembinaan K3 pada Kegiatan Konstruksi Bangunan; dan

d. Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang SMK3

Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek

Undang-undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, dalam Pasal 1 butir (1) memberi perlindungan bagi tenaga kerja

dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan

penghasilan yang hilang atau berkurang akibat peristiwa atau keadaan

yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,

bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.48)

Adapun jaminan sosial tenaga kerja menurut UU No. 3 tahun 1992

mengatur empat program pokok yang harus diselengarakan oleh Badan

Penyelenggara Jamsostek. Dan kepada perusahaan yang mempekerjakan

paling sedikit sepuluh orang pekerja atau membayar upah paling sedikit

Rp 1.000.000,- sebulan wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam

program Jamsostek yang tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang

No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Keempat program tersebut adalah :49)

48)

UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 butir 1. 49)

(11)

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

b. Jaminan Kematian

c. Jaminan Hari Tua

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya yang

menyangkut masalah ketenagakerjaan dalam penjelasan umumnya

memuat aturan tentang :50)

a. Pekerja Anak

b. Pekerja Orang Muda

c. Pekerja Wanita/Perempuan

d. Tentang Penyandang Cacat

e. Waktu Kerja, Istirahat dan Megaso

f. Tempat kerja dan perumahan buruh; untuk semua pekerjaan tidak

membeda-bedakan tempatnya, misalnya : di bengkel, di pabrik,

di rumah sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan,

dan lain-lain.

50)

(12)

Pekerja Anak

Anak yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 1 Tahun 1948

tentang Kerja adalah “Setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun”,

sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 70

ayat 2 Anak adalah “Setiap orang yang berumur paling sedikit 14 Tahun”.51)

UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang

norma kerja mulai Pasal 68 sampai Pasal 75 yang mana pasal-pasal tersebut

melarang keras pengusaha mempekerjakan anak-anak di bawah umur 13-15 tahun,

kecuali untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial dan apabila pengusaha

mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan :52) a. Adanya izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. Adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

f. Adanya hubungan kerja yang jelas;

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Dan secara khusus UU No. 1 tahun 1951 tentang kerja tidak

memberi batasan tentang pekerja anak batasan yang dapat digunakan

antara lain :53)

51)

Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 62.

52)

(13)

a. Pekerja anak adalah anak-anak yang bekerja baik sebagai tenaga upahan

maupun pekerja keluarga

b. Pekerja anak adalah anak yang bekerja di sektor formal maupun informal

dengan berbagai status hubungan kerja

Tidak semua pekerjaan dapat diberlakukaan kepada anak, dalam hal ini

ada kategori pekerjaan tertentu yang dianggap tidak baik meliputi :54) a. Segala sesuatu dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, dan menawarkan anak

untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan perjudian;

c. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak

untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika,

dan zat adiktif lainnya; atau

d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral

anak.

Selain UU No. 1 tahun 1948 tentang kerja terdapat beberapa peraturan lain

yang berkaitan dengan pekerja anak adalah :55)

a. UU No. 20 tahun 1999 meratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973

Tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja

b. UU No. 1 Tahun 2000 meratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1973

tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk

Pekerjaan Terburuk Buat Anak

54)Ibid

(14)

c. KEP. 135/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan

Kesehatan, Keselamatan dan Moral Anak

d. KEP.15/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan Bagi Anak yang Melakukan

Pekerjaan untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.

e. Dan lain-lain

Pekerja Orang Muda

Tidak hanya pekerja anak yang mendapat perlindungan akan tetapi orang

muda yang bekerja juga harus diperhatikan baik waktu kerja maupun waktu

istirahat dan tempat kerja agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan larangan

menjalankan pekerjaan pada malam hari kecuali larangan tersebut tidak

dihindarkan karena menyangkut kepentingan atau kesejahteraan umum dan

larangan terhadap orang muda menjalankan pekerjaan berbahaya bagi kesehatan

dan keselamatannya.56)

Orang muda dilarang menjalankan pekerjaannya di tambang, lobang,

di dalam tanah, atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam

tanah, tetapi larangan tersebut tidak berlaku terhadap buruh muda yang

berhubungan dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun ke bawah tanah

dan tidak menjalankan pekerjaannya dengan tangan tetapi dengan menggunakan

alat-alat kerja tertentu.57)

56)

(15)

Pekerja Wanita/Perempuan

Mempekerjakan Perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang

dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :58) a. Para wanita pada umumnya bertenaga lemah, halus, tetapi tekun;

b. Norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh

oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya (laki-laki) terutama

kalau bekerja pada malam hari;

c. Para tenaga kerja wanita pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus sesuai

dengan kehalusan sifat dan tenaganya;

d. Para tenaga kerja wanita yang masih gadis, telah bersuami yang dengan

sendirinya mempunyai beban rumah tangga yang harus dilaksanakan pula.

Dengan demikian UU No. 13 mulai Pasal 76 menentukan norma kerja

perempuan sebagai berikut :59)

a. Pekerja atau buruh Perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang

dipekerjakan antara pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.

b. Pekerja atau buruh Perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter

berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya.

c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh Perempuan antara

pukul 23.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB wajib :

1) Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

2) Menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja

d. Dan pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja yang

berangkat kerja antara pukul 23.00 WIB sampai 05.00 WIB.

58)

Gunawi Kartasapoetra, “Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja” (Bandung : Armico 1983), hal. 43.

59)

(16)

Penyandang Cacat

Pekerja cacat oleh UU diberi perlindungan untuk melakukan hubungan

kerja dengan majikan/pengusaha. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat 1 “Pengusaha yang mempekerjakan penyandang

cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya”

perlindungan tersebut misalnya penyediaan aksebilitas, pemberian alat kerja,

dan alat pelindung diri (APD).

Penyandang Cacat Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang

Cacat adalah “Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental yang dapat

mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan

selayaknya” penyandang cacat menurut undang-undang No. 4 tahun 1997 ayat 1

angka 1 terdiri dari :60)

a. Penyandang Cacat Fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan

pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran dan

kemampuan bicara;

b. Penyandang Cacat Mental adalah kelainan mental atau tingkah laku baik cacat

bawaan maupun akibat penyakit;

c. Penyandang Cacat Fisik dan Mental adalah keadaan seseorang yang

menyandang cacat dua jenis kecacatan sekaligus.

60)

(17)

Waktu Kerja, Istirahat, dan Waktu Megoso

a. Waktu Kerja dan Megoso

Waktu Kerja menurut Ketentuan Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003

adalah :61)

1) 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu untuk 6 (enam)

hari kerja dalam 1 (minggu);

2) 8 (delapan) jam dalam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk

5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Waktu kerja harus diselingi waktu mengoso paling sedikit 30

(tiga puluh menit) setelah pekerja bekerja 4 (empat) jam berturut-turut.

Dan ketentuan tersebut tidak berlaku bagi sektor-sektor tertentu, seperti :62)

Dalam hal demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi

waktu kerja harus memenuhi syarat :

Pekerjaan pengoboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh,

penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut dan penebangan hutan.

63)

1) Adanya persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;

2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam

dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu;

3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja untuk kerja lembur wajib

membayar upah lembur sesuai dengan upah yang berlaku.

61)

UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 77. 62)

Zaeni Asyhadie, ”Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : Raja Grafindo, 2007), hal. 91.

(18)

b. Waktu Istirahat (Cuti)

Waktu istirahat (cuti) pekerja atau buruh hampir sama dengan waktu

istirahat Pegawai Negeri Sipil (PNS)64) tetapi secara yuridis, waktu istirahat bagi pekerja/buruh ada 4 (empat) macam yaitu :65)

1) Istirahat mingguan atau istirahat (cuti) mingguan ditetapkan satu hari

untuk enam hari kerja dalam seminggu.

2) Istirahat (cuti) tahunan (Pasal 76 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003),

cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari setelah pekerja yang bersangkutan

bekerja selama 12 bulan, dan harus dimohonkan kepada pengusaha dan

harus ada persetujuan pengusaha.

3) Istirahat (cuti) panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada

tahun ke 7 (tujuh) dan 8 ( kedelapan) masing-masing 1 bulan yang sudah

bekerja selama 6 tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama dengan

ketentuan pekerja tidak berhak lagi untuk istirahat tuhunan dalam dua

tahun berjalan.

4) Istirahat (cuti) haid, hamil, dan bersalin bagi pekerja perempuan yang

merasa sakit sewaktu mengalami “datang bulan” harus diberitahukan

kepada pengusaha dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua

masa haidnya.

Jadi, aturan yang mengatur masalah K3 di Indonesia baik sebelum dan

sesudah Indonesia merdeka antara lain :66)

64)Ibid 65)Ibid 66)

(19)

a) Aturan yang mengatur masalah K3 sebelum Indonesia Merdeka antara lain :

1) Maatregenlen ter Baperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van

vroewen, yang biasa disingkat Maatregelen yaitu peraturan yang mengatur

tentang pembatasan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari,

yang dikeluarkan dengan ordonantie No. 647 Tahun 1925 dan mulai

berlaku tanggal 1 Maret 1926.

2) Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen

ann Boord van scepen, biasa disingkat Bepalingen Betreffende yaitu

peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal yang

diberlakukan dengan Ordenantie No. 87 Tahun 1926 dan berlaku tanggal

1 Mei 1926.

3) Konvensi ILO No. 4 tentang pekerjaan wanita pada malam hari,

diratifikasi dengan Stb. No. 461 Tahun 1923.

4) Konvensi ILO No. 5 tentang usia terendah bagi anak untuk dapat berkerja

di perusahaan industri, diratifikasi dengan Stb. No. 515 Tahun 1928.

5) Konvensi ILO No. 7 tentang usia terendah untuk bekerja di kapal,

diratifikasi dengan Stb. No. 76 Tahun 1932.

6) Mijn politie reglemen Stb. Nomor 341 Tahun 1931 peraturan tentang

pengawasan di tambang.

7) Voorschrifren Omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der van

motorrijtuigen peraturan tentang waktu kerja dan waktu megaso bagi

pengemudi kendaraan bermotor diumumkan dalam Bijblad 14136.

(20)

9) Aanvaulende Plantersregering atau peraturan tentang perburuhan di

perusahaan perkebunan.

10)Arbeidsregeling nijtverheidsbedrijvn atau peraturan perburuhan di perusahaan

industri

b) Aturan yang mengatur masalah K3 sesudah Indonesia Merdeka antara lain :67) 1) UU No. 33 Tahun 1947 jo. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan;

2) UU No. 12 Tahun 1948 jo. UU 1 Tahun 1951 tentang Kerja;

3) UU No. 23 Tahun 1948 jo. UU. No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan

Perburuhan;

4) UU No. 23 Tahun 1951 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan;

5) UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat

Buruh dengan Pengusaha;

6) UU No. 12 Tahun 1957 tentang Perselisihan Perburuhan;

7) UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada

Perusahaan-perusahaan Swasta;

8) UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

9) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

10) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

11) Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Tentang usia minimum untuk

diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age For Admission to

Employment (Konvensi ILO No. 123 tahun 1973).68)

67)

Zaeni Asyhadie, “Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja“ (Jakarta : Rajawali Grafindo Persada, 2007), hal. 15.

68)

(21)

12) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh;

13) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

14) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

15) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

C. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Karya Tanah Subur

1. Sejarah dan Perkembangan PT. Karya Tanah Subur

PT. Karya Tanah Subur (KTS) adalah Bagian dari PT. Astra

Agro Niaga (AAN) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

perkebunan kelapa sawit yang awal berdirinya perusahaan tersebut

adalah areal PT. Dina Maju (DM) yang bergerak di bidang perkayuan

dan pada Tahun 1987 yang pemilik dulu Bapak Oesman Jakoup

mendirikan PT. Karya Tanah Subur.

Dan pada Tahun 1987 PT. Dina Maju menjadi PT. Karya Tanah

Subur dan Pada Tahun 1991 bergabung menjadi anak Perusahaan

PT. Astra Agro Niaga dan pada tahun 1995 berdirinya Pabrik Karya

Tanah Subur dan mulai beroperasi dengan kapasitas 20 ton TBS

(22)

Pada masa konflik Aceh mulai tahun 1997 sampai 2004

PT. Karya Tanah Subur masih tetap beroperasi dengan Exsist

walau harus kehilangan banyak karyawan yang potensial. Dan pada

tahun 2006 PT. Karya Tanah Subur berhasil memproduksi CPO

sebanyak 22,389 ton yang merupakan jumlah terbesar selama PT. Karya

Tanah Subur berdiri dari tahun 1987 sampai 2009.

2. Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

Dalam pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

Manajemen dan Ahli K3 melaksanakan beberapa hal :69)

1) Awareness K3 melalui five minute talk, training, rambu-rambu,

dan poster yang menyangkut dengan pelaksanaan K3 dan SMK3.

2) Pelaksanaan unsafe patrol untuk perbaikan kondisi lokasi kerja.

3) Teguran kepada karyawan yang melakukan unsafe action

4) Penyediaan APD yang layak sesuai standart keselamatan

5) Pemberitahuan legal terkait K3

6) Sertifikasi operator/karyawan yang bekerja pada alat yang

berdampak K3 besar seperti di pabrik yang berkaitan dengan alat

Boiler, Crane, Alat Berat.

7) Pemeriksaan kondisi fisik lingkungan kerja

8) Penerapan aspek argonomi pada proses panen

69)

(23)

Tabel 1. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Sebelum Diterima Bekerja pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur

No. Pemeriksaan Kesehatan

Pekerja Sebelum Bekerja Diperiksa

Tidak

Setiap calon pekerja pada perusahaan PT. Karya Tanah Subur ternyata

dari responden yang berjumlah 100 orang pada umumnya diperiksa

kesehatan 85% dan yang tidak diperiksa sekitar 15%.

Tabel 2. Pemeriksaan Kesehatan Setelah Bekerja di PT. Karya Tanah Subur

No. Pemeriksaan Kesehatan

Setelah Bekerja Pernah Tidak

Jumlah (%)

1. Pemeriskaan kesehatan secara khusus 40 60 100

2. Pemeriskaan kesehatan secara berkala 75 25 100

Dari Tabel 2 karyawan yang telah bekerja pada PT. Karya Tanah Subur

yang diperiksa kesehatan secara khusus akibat penyakit yang ditimbulkan

dari pekerjaannya misalnya penyakit paru-paru, dan lain-lain sekitar

40% dan yang tidak diperiksa sekitar 15% dan karyawan yang diperiksa

secara berkala setiap tahunnya sekitar 75% dan yang tidak diperiksa 25%

(24)

Tabel 3. Fasilitas Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada PT. Karya Tanah Subur

No. Fasilitas K3 Pada

Dari Tabel 3 peran pimpinan perusahaan dalam mengelola sistem

keselamatan dan kesehatan kerja dengan memberikan fasilitas bagi

karyawan PT. Karya Tanah Subur sudah cukup baik, hal ini dapat

dilihat antara lain didukung oleh fasilitas : Ketersediaan Poliklnik,

Pemberian APD oleh perusahaan, Jumlah WC/Toilet di PT. KTS,

Penjelasan tentang kondisi tempat kerja, Ketersediaan loker,

Pemasangan rambu-rambu, Kondisi WC/Toilet di PT. KTS,

Ketersediaan APAR, Pelatihan kerja, Kondisi tempat kerja,

Ketersediaan air minum di tempat kerja, Sirkulasi dan ventilasi udara,

Pencahayaan di tempat kerja, Ketersediaan kantin di tempat kerja,

(25)

Tabel 4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur

No. Penyakit Akibat Kerja

di PT. KTS Pernah Tidak Sering Jumlah

1. Peremajaan mesin-mesin di

PT. KTS 90 10 - 100

2. Pemberian makanan apabila

kerja lembur 89 11 - 100

3. Penggunaan APD oleh karyawan 64 15 21 100

4. Karyawan yang mengalami

gangguan kesehatan 55 34 11 100

Dari Tabel 4 peran perusahaan dalam mencegah penyakit akibat kerja

baik melalui penggunaan APD oleh karyawan maupun peremajaan

mesin yang dilakukan oleh perusahaan serta memberikan makanan

apabila bekerja lembur sehingga karyawan yang mengalami gangguan

kesehatan hanya 55% dan yang tidak 34%.

Tabel 5. Kerjasama Antara Perusahaan dengan Instansi Pemerintah Daerah Dalam Melindungi K3 di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur

No. Kerjasama dengan Instansi

Pemerintah Pernah Tidak

Jumlah (%)

1. Tidak tahu hak dan kewajiban

(26)

Dari Tabel 5 kerjasama antara perusahaan dengan pemerintah dalam

melindungi K3 di perusahaan belum berjalan dengan bagus karena

banyak karyawan yang tidak tahu adanya pelatihan tentang K3, Balai K3.

Undang-undang yang mengatur K3 dan mereka juga tidak tahu tentang

hak dan kewajiban mereka tentang K3 yang disebabkan kurangnya

sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan tidak menyeluruh

ke setiap karyawan di PT. Karya Tanah Subur.

3. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

Dalam menerapkan K3 dan SMK3 pada PT Karya Tanah Subur

masih menghadapi berbagai macam kendala, misalnya :70)

1) Kebiasaan karyawan dalam mentaati peraturan yang berkaitan

dengan K3

2) Peraturan yang menyangkut dengan K3 masih dianggap sebagai

beban dan aturan yang tidak menyenangkan

3) Pengetahuan tentang K3 oleh karyawan masih rendah

4) Budaya kerja yang belum budaya K3. Apabila Budaya K3

diterapkan maka semua tindakan yang dilakukan karyawan menjadi

lebih safety.

70)

(27)

4. Tanggungjawab Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

Yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kesehatan dan

keselamatan kerja dan SMK3 di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur

yaitu :

1) EGM / Deputy EGM, memiliki Tugas antara lain :71)

a. Mencanangkan dan menetapkan komitmen bagi seluruh

karyawan untuk mengimplementasikan K3 dan SMK3

b. Menyusun dan menetapkan kebijakan K3 sebagai acuan

seluruh karyawan

c. Secara formal menyetujui dan mengesahkan seluruh

dokumen K3

d. Meninjau keseluruhan kinerja dalam perusahaan pada tiap

tahun

e. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan

masalah K3

f. Meninjau kecelakaan atau insident serius dan memantau

tindakan perbaikan

g. Meninjau kinerja K3 dari manajemen menengah

h. Menjamin kesesuaian perusahaan dengan perundangan K3

i. Menjalankan kebijakan K3 yang sudah ditetapkan secara

bersama

71)

(28)

2) General Manager atau Deputy Manager, memiliki tanggungjawab :

a. Bertanggungjawab untuk menerapkan SMK3 di perusahaan tersebut

b. Menjamin semua tindakan yang sesuai diambil untuk menerapkan

kebijakan K3, prosedur K3 dan persyaratan perundangan

c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi tanggung

jawabnya

d. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3

e. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan

jika diperlukan

f. Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini

3) Senior Manager/Operasional Senior Manager, memiliki tanggung

jawab :

a. Bertanggung jawab untuk menerapkan SMK3 di unit kerja

masing-masing

b. Menjamin semua tindakan yang sesuai diambil untuk

menerapkan kebijakan K3, prosedur K3 dan persyaratan

perundangan.

c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi

tanggungjawabnya

d. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3

e. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan

jika diperlukan

(29)

4) Manager, memiliki tanggungjawab;

a. Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3

b. Menjalankan kebijakan K3 yang sudah diterapkan secara bersama

c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi

tanggungjawabnya

d. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan

jika diperlukan

e. Menunjukan komitmen terhadap K3 melalui partisipasi dalam

diskusi formal dan informal, kunjungan tempat kerja dan inspeksi

bahaya

f. Meninjau laporan yang berhubungan dengan K3 dan mengambil

tindakan yang sesuai.

g. Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini

5) Pengawas atau Pekerja, memiliki tanggungjawab;

a. Mematuhi semua prosedur kerja yang aman sesuai dengan

instruksi kerja.

b. Mengambil tindakan yang pantas bagi diri mereka dan orang lain

yang dapat terpengaruh oleh tindakan mereka.

Peran dan tanggungjawab perusahaan dalam K3, Perusahaan berperan

aktif di setiap level manejerial untuk pelaksanaan K3, terutama melalui

P2K3 dengan kegiatan safety patrol. Sedangkan perusahaan

bertanggungjawab dalam pengelolaan SMK3 sesuai amanah dalam

(30)

Salah satu bentuk komitmen PT.Karya Tanah Subur dalam

memberikan perlindungan K3 melalui perbaikan kondisi tempat kerja,

pengamanan mesin dan alat kerja serta penyediaan alat perlindungan diri

yang layak dan sesuai serta pelayanan kesehatan di poliklinik kebun.72)

5. Kerjasama PT. Karya Tanah Subur dengan Instansi Pemerintah

Kerja antara Perusahaan dengan Depnakertrans hanya dalam hal

sertifikasi peralatan proses dan pengecekan kondisi lingkungan kerja

serta koordinasi dan konsultasi saja73)

Hubungan kerjasama PT. Karya Tanah Subur dengan Balai K3,

sesuai dengan fungsi Balai K3 maka kerjasamanya dalam bentuk

koordinasi dengan Balai K3 dalam hal pengukuran dan pengecekan

kondisi tempat kerja. Pengukuran yang dimaksud meliputi pengukuran

faktor kimia, biologi, fisik, non fisik, dan lain-lain. Dari hasil

pengukuran tersebut PT. Karya Tanah Subur melakukan evaluasi intern,

dan menindaklanjuti serta mendokomentasi hasil pengukuran dan

membuat kebijakan sesuai dengan hasil pengukuran dan juga

mendokumentasikannya.

. Konsultasi misalnya, PT. Karya

Tanah Subur beberapa kali berkonsultasi dengan Depnakertrans

terkait sosialisasi peraturan perundangan terbaru tentang masalah K3.

PT. Karya Tanah Subur selalu ingin up to date, dan tidak ketinggalan

bila ada aturan baru.

72)

Hasil wawancara dengan Assisten Safety Health And Enveriont Bapak Muhammad Iqbal 73)

(31)

6. Manfaat dan Keuntungan Pelaksanaan K3 dan SMK3 pada PT. Karya Tanah Subur

Manfaat yang dirasakan oleh PT. Karya Tanah Subur setelah

menerapkan K3 dan SMK3 yaitu :

a. Muncul rasa aman, nyaman dalam menjalankan pekerjaan yang

dapat dirasakan oleh karyawan PT. Karya Tanah Subur

b. Ruangan kerja menjadi bersih, teratur, rapi, indah, sehingga suasana

kerja menjadi kondusif dan produktivitas kerja lebih baik.

c. Semua kelengkapan keselamatan diri dan P3K siap sedia setiap saat

dapat digunakan kapan saja karena kondisi APD dan isi P3K selalu

dipantau dan dievaluasi.

d. Manajemen K3 terorganisasi dengan baik. Apabila perusahaan sudah

memiliki manajemen yang baik tentang pengelolaan K3 dan SMK3

maka implementasi K3 dan SMK3 jadi fokus dan maksimal.

e. Karyawan memiliki pemahaman dan pengetahuan lebih mengenai

masalah K3, SMK3, dan tindakan tanggap darurat.

f. Dengan pemahaman K3 yang cukup para karyawan bertindak dan

bekerja dengan lebih safety.

g. Apabila suatu perusahaan melaksanakan K3 dan SMK3 dengan baik,

maka, Tidak pernah terjadi kecelakaan dan tidak ada mengalami

perselisihan hubungan industrial di bidang K3 maka akan

meningkatkan moralitas, kepercayaan, dan image perusahaan di

(32)

Sedangkan Keuntungan dari pelaksanaan K3 yang dirasakan oleh

PT. Karya Tanah Subur setelah menerapkan K3 yaitu :

a. Keuntungan yang dirasakan Langsung (tangible) yaitu dapat

menghemat uang perusahaan baik melalui :

1) premi asuransi.

2) pengeluaran akibat biaya perkara pengadilan dan

pertanggungjawaban.

3) kompensasi perusahaan.

4) biaya akibat terhambatnya proses produksi

5) peningkatan moralitas karyawan

6) penurunan angka absensi

7) penurunan waktu ‘menganggur’ peralatan

8) meningkatkan nilai saham perusahaan

9) menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena

tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.

b. Keuntungan yang tidak terasa langsung (intangible) yaitu penerapan

K3 dapat meningkatkan keuntungan secara langsung dengan cara :

1) penerapan K3 akan membangun kepercayaan para pemegang

saham akan meningkat transparansi fungsi-fungsi perusahaan dan

mengurangi ketidakkonsistenan.

2) para investor mengenali kwalitas suatu perusahaan sehingga para

(33)

3) pelaksanaan K3 mulai mendapat perhatian lebih luas dari

kalangan masyarakat, LSM, pemerintah, karyawan, rekan bisnis,

dan lain-lain sehingga perusahaan yang melaksanakan K3

mendapat pencitraan yang baik.

4) menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan

perusahaan.

5) perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik,

Gambar

Tabel 2.  Pemeriksaan  Kesehatan  Setelah Bekerja di PT. Karya
Tabel 3.  Fasilitas Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada
Tabel 4.  Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA JALUR 3 DAN 4 PT WIJAYA

Laporan Akhir ini menjelaskan mengenai Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Karyawan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang.. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) karyawan

Secara parsial jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja dan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan PT Danliris Sukoharjo dalam melindungi tenaga kerja dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta upaya-upaya yang

Setalah dilakukan pengamatan pada lori pengangkut Tanda Buah Segar di PT.Karya Tanah Subur terdapat beberapa kerusakan yaitu kerusakan pada Bhusing lori yang mengalami

Pada Tabel 9 dilihat dari nilai angka probabilitas penebangan mengenai persepsi pekerja terhadap pelaksanaan K3 yang ada yaitu sebesar 0,006 dan angka probabilitas tersebut kurang

Skripsi yang berjudul Peningkatan Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Pekerjaan Kehutanan (Studi Kasus: IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan

Pernyataan Perseroan Terbatas PT Persekutuan komanditer CV 1 Kurang kesadaran karyawan pentingnya K3 3 5 2 Kurang terorganisasi antara petugas K3 dengan para pekerja di