• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seputar Badan Arbitrase Nasional Indones

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Seputar Badan Arbitrase Nasional Indones"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA

Muhammad Irsan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian global dewasa ini telah berkembang sangat pesat dalam dimensi kehidupan, perilaku perekonomian, begitu juga dengan perdagangan internasional. Maka tidak jarang kita temui dalam lalu lintas perekonomian, khususnya bidang perdagangan terjadinya persengketaan yang di kemudian hari diselesaikan diluar jalur pengadilan terutama bisnis dan perdagangan internasional. Pada umumnya penyelesaian sengketa melalui mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR) menjadi pilihan utama pihak yang bersengketa sebelum mereka menempuh jalur pengadilan. Penyelesaian melalui jalur pengadilan bisa memakan waktu yang cukup lama dikarenakan banyaknya kasus yang ada. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase pun menjadi pilihan utama bagi para pihak dalam menyelesaikan persengketaan secara cepat. Arbitrase juga merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling umum digunakan. Arbitrase adalah sistem pengadilan yang mandiri, para pihak yang melalui jalur arbitrase telah memutuskan untuk menyelesaikan persengketaanya di luar jalur pengadilan.1 Tidak seperti pengadilan negeri yang masih mempunyai upaya

hukum, arbitrase tidak memiliki upaya hukum, serta putusannya bersifat tetap dan mengikat.

Dengan demikian arbitrase memberikan wewenang serta kontrol atas proses yang akan digunakan untuk menyelesaikan persengketaan antara para pihak, hal ini sangatlah penting di dalam arbitrase dagang internasional karena para pihak tidak mau menjadi subjek terhadap salah satu sistem peradilan pihak yang bersengketa, karena para pihak takut akan salah satu “home court adventage”

(2)

yang ada pada para pihak yang bersengketa.2 Arbitrase menawarkan forum yang

lebih netral di mana para pihak percaya bahwa penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase adalah lebih adil dan tidak memihak pada salah satu pihak untuk diterapkannya suatu sistem hukum atas salah satu pihak yang bersengketa.

Rahmat Rosyandi (2002: 91) Oleh karena itu maka pentinglah lembaga arbitrase untuk menyelesaikan sengketa para pihak secara cepat melalui mekanisne yang disetujui bersama yang bersifat tetap dan mengikat, maka hampir setiap negara mendirikannya untuk keperluan para pebisnis. Apalagi di masa globalisasi ini, frekuensi bisnis sangatlah padat dan hampir tanpa ada pemisah antar negara.3 Dengan demikian, di kemudian hari pasti akan timbul permasalahan

bisnis antara para pihak. Maka arbitrase hadir sebagai lembaga penyelesain sengketa bisnis yang cepat serta putusannya bersifat tetap dan mengikat, yang hadir untuk menggantikan penyelesaian sengketa melalui jalur pengedilan yang penyelesaiannya akan memakan waktu yang lama. Penyelesain perkara di pengadilan selain biayanya mahal, prosedurnya juga berbeli-belit, sehingga akan mempengaruhi kinerja bisnis. Sedangkan penyelesaian perkara melalui badan arbitrase dianggap lebih murah, cepat dan dapat menjada kredibilitas perusahaan.4

Untuk alasan itulah Indonesia juga mempunyai lembaga arbitrase yang dikenal dengan sebutan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang kegunaannya adalah untuk menyelesaikan sengketa baik dalam ruang lingkup nasional maupun internasional di mana BANI memperbolehkan para pihak menetukan “choice of law” para pihak yang bersengketa agar terciptanya sebuah putusan yang nantinya bisa diterima oleh para pihak.

2 Ibid.

3 Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2002, Hal. 92.

(3)

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu BANI dan bagaimana sejarah perkembangan BANI di Indonesia? 2. Apa yang dimaksud Choice of Forum dan Choice of Law dalam arbitrase? 3. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa dalam BANI?

4. Serta bagaimana eksistensi BANI dewasa ini?

1.3. Tujuan

1. Untuk menjelaskan kepada pembaca apa itu BANI dan bagaimana sejarah perkembangannya di Indonesia.

2. Untuk menjelaskan pengertian Choice of Forum dan Choice of Law dalam arbitrase.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Badan Arbitrase Nasional Indonesia

Pada awal nya kebedaraan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Indrustri Indonesia (KADIN) yang didirikan pada tanggal 3 desember 1977. Prakarsa Kamar Dagang dan Indrustri Indonesia dalam mendirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan pengusaha Indonesia, Kamar Dagang dapat melakukan antara lain jasa-jasa baik dalam bentuk pemberian surat keterangan, arbitrase dan rekomendasi mengenai bisnis pengusaha Indonesia, termasuk legalisasi surat-surat yang diperlukan bagi kelancaran usahanya.5

Di beberapa negara berdirinya badan arbitrase selalu diparkasai oleh Kamar dagang. Karena mereka sangat berkepentingan terhadap lembaga ini untuk mengantispasi permasalah bisnis dan sengketa para pihak. Apabila di kemudian hari timbul perselisihan. Seperti halnya di negara Belanda terdapat lembaga arbitrase dengan nama Nederlands Arbitrase Institut, di Jepang terdapat The Japan Commercial Arbitration Association dan di Amerika Serikat terdapat The American Arbitration Association. Semua badan atau lembaga arbitrase tersebut masing-masing telah mempunyai status dan telah menetapkan Rules Of Procedure yang dipakai dalam arbitrase yang diselenggarakan.6

Oleh karena sangat pentingnya keberadaan lembaga arbitrase ini, maka hampir setiap negara mendirikannya untuk keperluan para pebisnis. Apalagi di masa globalisasi ini, frekuensi bisnis sangat padat dan hampir tanpa ada pemisah antarnegara. Dengan demikian, di kemudian hari pasti akan timbul permasalahan

5 A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2002, Hal. 91.

(5)

bisnis antara pihak. Penyelesaian perkara melalui badan arbitrase dianggap lebih murah, cepat dan dapat menjaga kredibilitas perusahaan. Itulah alasannya, mengapa di setiap negara didirikan badan arbitrase dan keberadaannya sangat dibutuhkan.

Dewasa ini, di Indonesia minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase mulai meningkat sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (UU Arbitrase). Perkembangan ini sejalan dengan arah globalisasi, di mana penyelesaian sengketa di luar pengadilan telah menjadi pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Selain karakteristik cepat, efisien dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-lose solution, dan tidak bertele-tele karena tidak ada lembaga banding dan kasasi.

Biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya lebih cepat. Keunggulan lain arbitrase adalah putusannya yang serta merta (final) dan mengikat (binding), selain sifatnya yang rahasia (confidential) di mana proses persidangan dan putusan arbitrase tidak dipublikasikan. Berdasarkan asas timbal balik putusan-putusan arbitrase asing yang melibatkan perusahaan asing dapat dilaksanakan di Indonesia, demikian pula putusan arbitrase Indonesia yang melibatkan perusahaan asing akan dapat dilaksanakan di luar negeri.

(6)

keuangan, pabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi, pelayaran / maritim, lingkungan hidup, penginderaan jarak jauh, dan lain-lain.7

Disamping itu perlu dipertegas bahwasanya setiap putusan arbitrase terhadap penyelesaian sengketa atau beda pendapat pada prinsipnya bersifat final dan mengikat, tidak ada banding ataupun kasasi.8 Pengaturan putusan arbitrase yang

bersifat final dan mengikat dapat dilihat pada pasal 60, UU No. 30 tahun 1999. Yaitu jelas dikatakan di dalam pasal 60 Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.9

Mengenai arbitrase pula, maka tidak jarang pula kita jumpai istilah choice of forum dan choice of law. Maka perlulah diketahui perbedaan antara kedua istilah ini. Menurut Dr. Eman Suparman10, choice of forum adalah pemilihan yang

dilakukan terhadap instansi peradilan atau instansi lain yang oleh para pihak ditentukan sebagai instansi yang akan menangani sengketa mereka jika terjadi di kemudian hari. Jadi, choice of forum hanya merupakan pilihan mengenai di lembaga mana penyelesaian sengketa akan dilakukan. Sedangkan, untuk choice of law adalah mengenai hukum apa yang akan dipakai untuk mengadili sengketa tersebut. Jadi, ketika terjadinya persengketaan diantara para pihak, maka bisa saja memilih choice of forum di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) tetapi menggunakan rules dari Singapore International Arbitration Center (SIAC) atau memilih choice of forum di Singapore International Arbitration Center (SIAC), tetapi menggunakan rules dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Dasarnya adalah kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2.2. Prosedur Penyelesaian Sengketa Dalam BANI

7 Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2003, Hal. 171-172.

8 Ibid, Hal. 106.

9Republik Indonesia,” Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaikan sengketa,” Dalam Munir Fuady, Ibid, Hal. 159.

(7)

Kiprah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam upaya menyelesaikan sengketa bisnis, sejak berdirinya sampai dengan tahun 1995, telah menyelesaikan banyak perkara dan mengeluarkan 60 putusan.11 Dan dalam

beracara menyelesaikan perselisihan para pihak, Badan Arbitase Nasional inonesia memiliki prosedur yang tetap, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.12 Berikut adalah urainnya :13

A. Dimulainya Acara Arbitrase

Acara arbitrase dimulai dengan didaftrakannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase dalam register BANI oleh sekretaris BANI.

B. Surat Permohonan untuk Mengadakan Arbitrase

Agar suatu perkara untuk dapat diperiksa oleh BANI, haruslah diajukan surat permohonan arbitrase. Menurut peraturan prosedur Bani, agar surat permohonan tersebut diterima, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:

a) Surat permohonan sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Nama lengkap dan temapt tinggal/tempat kedudukan kedua belah pihak.

2. Suatu uraian singkat tengtang kedudukan perkara. 3. Apa yang dituntut.

b) Bersama surat permohonan, dilampirkan juga salinan kontrak arbitrase atau naskah kontrak yang secara khusus menyerahkan sengketa kepada arbitrase.

c) Jika diajukan kuasa dari para pihak, maka bersama dengan surat permohonan, dilampirkan juga surat kuasa khusus.

d) Dalam surat permohona dapat dipilih seorang arbiter atau menyerahkan penunjukan arbiter kepada ketua BANI

11 A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Op. Cit, Hal 97 12 Ibid, Hal 94

(8)

e) Sebelum dilakukan pendaftaran terhadap permohonan arbitrase, terlebih dahulu harus dibayar lunas biaya-biaya pendaftaran

C. Jika Permohonan Penyelesaian kepada Arbitrase Ditolak

Sebelum perkara diperiksa, BANI dapat menyatakan menolak (tidak menerima) permohonan arbitrase jika kontrak arbitrase atau klausula arbitrase dianggap tidak cukup kuat untuk menjadi dasar kewenangan BANI. Dalam hal ini, putusan untuk menolak permohonan arbitrase oleh BANI harus diberitahukan kepada pemohon arbitrase dalam jangka waktu paling lama 30 hari. Untuk biaya pemeriksaan dalam hal ini haruslah pula dikembalikan kepada pihak pemohon.

D. Prosedur yang Menyimpang dari Proedur BANI

Pada dasarnya BANI akan menggunakan peraturan prosedur BANI dalam memeriksa perkaranya. Akan tetapi, apabila para pihak menghendakinya, BANI dapat menggunakan prosedur yang menyimpang dari prosedur BANI asalkan persetujuan untuk menyimpang tersebut dinyatakan tegas secara tertulis.

E. Posedur Penunjukan Arbiter

Mengenai penunjukan arbiter ini terdapat berbagai keemungkinan antara lain:

a) Yang paling sering dilakukan adalah masing-masing pihak memilih arbiternya sendiri (yang terdapat dalam list arbiter dar BANI), dan arbiter ketiga yang kan mengetuai pemeriksaan ditunjuk oleh ketua BANI atas usulan dari masing-masing arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak.

(9)

c) Pihak pemohon menunjuk arbiternya (yang terdapat dalam list BANI), tetapi dalam jawabannya, pihak termohon arbitrase tidak menunjuk arbiternya. Maka dalam hal ini arbiter kedua akan ditunjuk oleh ketua BANI. Sedangkan arbiter ketiga sebagai ketua majelis akan ditunjuk oleh ketua BANI dari nama-nama yang diusulkan oleh arbiter masing-masing pihak.

d) Pihak pemohon atau pihak termohon masing-masing tidak menunjuk arbiternya. Maka dalam hal ini, ketua BANI akan menunjuk tim arbitrase 3 orang untuk menangani perkara yang bersangkutan.

e) Atau jika dalam kasus sederhana, para pihak masing-masing tidak menunjuk arbiternya, maka ketua BANI akan menunjuk satu orang arbiter yang akan menjadi arbiter tunggal untuk menangani maslah tesebut.

f) Salah satu pihak atau kedua belah pihak menunjuk arbiternya sendiri dari luar list BANI, tetapi meminta ketua BANI untuk menunjuk arbiter ketiga dari BANI.

F. Arbiter Majelis atau Tunggal

Seperti telah disebutkan bahwa biasanya arbiter berjumlah 3 orang. Akan tetapi untuk kasus-kasus sederhana, arbiter tunggal malahan lebih sesuai dan efisien, baik yang dipilih sendiri oleh para pihak dari list BANI ataupun yang dipilih sendiri ataupun yang dipilih oleh ketua BANI. Bahkan , meski jarang terjadi, arbiter lebih dari tiga secara teoritis masih dimungkinkan, misalnya berjumlah 5 orang. Misalnya untuk suatu kasus besar yang terlalu komplikasi.

(10)

Apabila ada jawaban dari termohon arbitrase telah disampaikan kepada pihak pemohon arbitrase, kedua belah pihak dipanggil untuk mengadap di muka sidang BANI. Sidang BANI tersebut haruslah dilakukan selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak penerbitan perintah menghadap oleh ketua BANI.

H. Jika Termohn Tidak Menyampaikan Jawaban

Mengenai hal ini, jika melewati waktu 30 hari setelah perintah untuk menanggapai oleh ketua BANI, tetapi termohon juga belum menyerahkan jawabannya, maka ketua akan memanggil kedua belah pihak untuk datang menghadap.

I. Tuntutan Reconvensi

Seperti juga dalam pengadilan umum, maka dalam persidangan arbirase juga dikenal adanya apa yang disebut dengan tuntutan rekonvensi. Karena itu, peraturan prosedur BANI juga mengenal dan mengatur tentang tuntutan rekonvensi (tuntutan balasan). Menurut peraturan prosedur BANI, maka tuntutan rekonvensi dapat dilakukan selambat-lambatnya pada hari sidang pertama. Dalam hal ini, tuntutan balasan tersebut akan diperiksa oleh arbitrase yang sama dan akan dihapus bersama-sama dengan tuntutan asli pemohon arbitrase.

J. Jika Termohon Tidak Datang Menghadap Sidang

(11)

Akan tetapi, jika setelah pemanggilan kedua pihak termohon tidak juga datang menghadap tanpa alasan yang sah padahal dia sudah dipanggil secara patut, maka pemeriksaan dilakukan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon akan dikabulkan, kecuali tuntutan tersebut oleh majelis arbitrase dianggap tidak berdasarkan hukum atau keadilan.

K. Jika Pemohon Tidak Datang Menghadap

Apabila pada hari yang telah ditetapkan si pemohon tidak datang menghadap padahal dia telah dipanggil secara patut, maka majelis arbitrase akan menggurkan permohonan arbitrase. Jadi, jika pemohon tidak hadir untuk mengadap, tidak ada pemanggilan yang kedua. Hal ini adalah wajar mengingat pihak pemohon sebagai pihak yang mengambil inisiatif untuk berperkara seyogianyalah jika dia tetap siap untuk menerima panggilan dari pihak arbitrase.

L. Perlawanan Pihak Termohon

Apabila putusan dijatuhkan tanpa hadirnya termohon, maka terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya perlawanan oleh termohon yang bersangkutan. Pengajuan perlawanan tersebut haruslah dilakukan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan.

(12)

M. Usaha Perdamaian oleh Arbitrase

Seperti dalam persidangan pada peradilan umum, maka dalam sidang arbitrase oleh BANI juga terlebih dahulu diusahakan perdamaian antara kedua belah pihak oleh para arbiter. Jika usaha ini berhasil, dalam artian para pihak mau berdamai di depan arbitrase, maka majelis arbitrase akan membuat suatu akta dading (akta perdamaian) dan menghukum kedua belah pihak untuk mematuhi perdamaian tersebut.

Akan tetapi, apabila usaha ini tidak beerhasil dicapai poleh para [ihak, maka majelis arbitase akan meneruskan pemeriksaan terhadap materi sengketa tersebut.

N. Proses Pembuktian

Tetang proses pembuktian di depan BANI, maka berlaku adalah hukum pem buktian secara umum. Jadi, alat-alat bukti dalam hukum pembuktian yang umum tetap berlaku. Termasuk pembuktian lewat saksi, saksi ahli, atau bukti surat.

O. Pemeriksaan Saksi dan/atau Saksi Ahli

Seperti telah disebutkan dalam proses pembuktian dapat didengar saksi atau saksi ahli. Menurut BANI, pendengaran saksi atau saksi ahli dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Pendengaran saksi ahli dilakukan atas perintah BANI atau atas permintaan para pihak yang berkepentingan

b) Biaya saksi atau saksi ahli dibebankan terlebih dahulu kepada pihak yang meminta pemeriksaan saksi atau saksi ahli, dan pembayarannya harus terlebih dahulu dilakukan kepada sekretaris BANI

c) Para saksi atau saksi ahli dapat dimintakan untuk mengangakat sumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangannya. d) Semua pemeriksaan saksi atau saksi ahli dilakukan secara tertutuo

(13)

P. Pemeriksaan Pintu Tertutup

Sebenarnya bukan hanya pemeriksaan saksi atau saksi ahli di depan BANI yang harus dilakukan secara tertutup, tetapi semua acara dalam proses arbitrase BANI harus dilakukan secara tertutup. Hal yang sama juga berlaku untuk hampir seluruh arbitrase yang ada di dunia ini. Dan inilah salah satu kelebihan arbitrase yang diharapkan agar borok-borok bisnis dari pihak para pihak yang bersengketa tidak kelihatan keluar.

Q. Pencabutan Permohonan Arbitrase

Seperti dalam proses beracara diperadilan umum, maka berperkara di arbitrase diperkenankan juga melakukan pencabutan perkara yang sudah diajukan ke arbitrase tersebut. BANI juga mengenal prosedur pencabutan permohonan arbitrase oleh pihak pemohon. Dalam hal ini, BANI menentukan bahwa pencabutan permohonan tersebut diperkenankan selama belum dijatuhkan putusan. Akan tetapi, jika pihak-pihak termohon telah memberikan jawbannya, maka pencabutan permohonan tersebut hanya diperbolehkan jika ada persetujuan dari pihak termohon.

R. Biaya Arbitrase Jika permohonan Dicabut

Mengenai biaya pemeriksaan yang sudah diberikan kepada arbitrase dalam hal dicabutnya permohonan arbitrase, BANI menentukan sebagai berikut:

a) Jika pemeriksaan belum dimulai, maka biaya pemeriksaan dikembalikan seluruhnya kepada pemohon.

b) Jika pemeriksaan sudah dimulai, maka biaya pemeriksaan dikembalikan sebagian yang jumlahnya akan ditetapkan oleh ketua BANI.

S. Penutupan Pemeriksaan

(14)

tutup oleh ketua. Dengan demikian, tidak ada lagi pemeriksaan dalam bentuk apapun terhadap siapapun.

T. Pengambilan dan Pengucapan Putusan

Pada waktu atau setelah pemeriksaan ditutup oleh ketua, maka ketua menetapkan hari sidang untuk mengucapkan putusan yang akan diambil. Dalam hal ini, demi menjaga kepastian hukum, maka menurut BANI, majelis arbitrase harus sudah mengambil (dan mengucapkan) putusan dalam tenggang waktu 1 bulan setelah ditutupnya pemeriksaan.

U. Ekesekusi Putusan Arbitrase

Prosedur untuk eksekusi menurut BANI adalah pertama sekali dipersilahkan pihak yang kalah untuk melaksanakan sendiri putusan arbitrase tersebut. Akan tetapi, tetu saja dalam praktek, pihak yang kalah, pihak yang kalah terutama jika tidak puas dengan putusan arbitrase, tidak akan melaksanakan putusan tersebut secara suka rela. Bahkan, mungkin akan memperlambat atau menghambat pelaksaan putusan tersebut. Oleh karena itu, dalam putusan terhadap permohonan arbitrase yang bersangkutan ditentukan dalam jangka waktu pemenuhan (pelaksanaan) putusan itu. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan putusan tersebut belum juga dilaksanakan oleh para pihak yang berkewajiban melaksanakan putusan itu, maka ketua BANI akan menyerahkan putusan tersebut kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan putusan, bila perlu secara paksa, sesuai hukum acara yang berlaku untuk eksekusi suatu putusan pengadilan umum. Jadi, arbitrase sama kekuatan dn konsekuensinya dengan suatu dari badan peradilan umum.

V. Biaya Arbitrase

(15)

a) Biaya pendaftaran permohonan: ditetapkan dengan sejumlah uang tertentu

b) Biaya administrasi/pemeriksaan konpensasi/rekonpensasi: ditetapkan dengan sejumlah uang uang tertentu yang besarnya menurut besarnya tuntutan, tetapi ada batas maksimum

c) Biaya/fee arbiter: ditetapkan dengan suatu persentase tertentu dari besarnya tuntutan, yang besarnya presentase bervariasi menurut dihitung sesuai kebutuhan dan dibebankan kepada masing-masing pihak secara sama

f) Biaya untuk pendapatan BANI yang mengikat (binding advice), dihitung sesuai dengan kebutuhan menurut berat ringannya persoalan.

(16)

b) Dipikul oleh Pemohon

Apabila tuntutan dari pemohon ditolak oleh majelis arbitrase, maka seluruh beban biaya dibebankan kepada pihak pemohon tersebut c) Dipikul bersama-sama oleh Pemohon dan Termohon

Akan tetapi, adakalanya tuntutan dari pihak pemohon arbitrase sebagian diterima dan sebagiannya lagi ditolak. Maka dalam kasus seperti ini, beban biaya administrasi dan pemeriksaan dipikul kepada kedua belah pihak menurut ketetapan yang dianggap adil oeh BANI.

d) Honor bagi Arbiter

Berbeda dengan hakim-hakim pada badan-badan peradilan umum, maka pihak arbiter berhak untuk mendapat honor. Menurut BANI, honor bagi arbiter ini selamanya ditanggung bersama oleh pihak pemohon dan termohon, masing-masing sebagian.

2.3. Eksistensi Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Indonesia

Rahmat Rosyadi dan Ngatino (2002 :97) menjelaskan14 bahwa kiprah Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam upaya menyelesaikan sengketa bisnis, sejak berdirinya sampai dengan tahun 1995, telah menyelesaikan perkara dan mengeluarkan 60 (enam puluh) putusan. Perkara-perkara itu banyak yang berkenaan dengan sengketa-sengketa tentang kontrak-kontrak kontruksi 60%, perdagangan 20%, asuransi 10%, dan lain-lain 10%. Beberapa dari putusan tersebut melibatkan perusahaan-perusahaan asing, sedangkan sisanya berkaitan dengan kontrak-kontrak dalam negeri. Cukup banyak jumlah aplikasi telah ditolak oleh BANI kerena tidak memenuhi persyaratan yang mengharuskan adanya klausula abitrase dalam perjanjian tentang sengketa atau perjanjian yang terpisah antara kedua belah pihak berkenaan dengan penyelesaian sengketa oleh BANI. Selama berdirinya BANI, BANI belum

(17)

cukup menangani kasus-kasus penyelesaian sengketa. Selama beberapa tahun pertama sejak lahirnya, BANI telah memfokuskan kegiatan-kegiatannya pada aspek keorganisasian dari lembaga tersebut dalam memperkenalkan konsep arbitrase kepada masyarakat bisnis, perdagangan dan industri Indonesia. Namun, satu hal yang dapat dibanggakan bahwa peningkatan yang tajam dari jumlah kasus yang ditangani oleh BANI telah berlangsung selama tiga tahun yang lalu 17 kasus. Fakta ini menunjukan perkembangan arbitrase perdagangan yang membersarkan hati.15

(18)

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Dewasa ini kebutuhan akan adanya badan arbitrase di suatu negara mrupakan hal mutlak. Negara yang memiliki intensitas perdagangan yang tinggi baik dalam ruang lingkup nasional maupun internasional haruslah memiliki badan independen yang mampu memutuskan suatu persengketaan dengan cepat, murah, serta memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Maka dari itu Indonesia menjawab hal itu dengan mendirikan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). BANI sendiri memiliki sejarah dalam perkembangannya di Indonesia. Bukan hanya itu, BANI juga memiliki tata cara dan prosedur dalam menyelesaikan persengketaan. Di dalam badan arbitase, tidak jarang kita jumpai istilah choice of forum dan choice of law, maka para pihak haruslah jeli dalam menentukan tata cara serta prosedur penyeleseain sengketa yang diatur di dalam klausula penyelesaian sengketa yang disetujui oleh para pihak. Penentuan choice of forum dan choice of law diatur berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Maka, tidak ada satu regulasi pun yang mengharuskan penyelesaian sengketa menggunakan hukum national salah satu pihak.

(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino. 2002. Arbitrase Dalam Perspektif Islam Dan Hukum Positif. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.

Eman Suparman. 2004. Pilihan Forum Arbitrase Dalam Sengketa Komersial Untuk Penegakan Keadilan. Jakarta. Tatanusa.

Margaret L. Moses. 2008. The Principles and Practice of International Commercial Arbritation. New York. Cambridge University Press.

Munir Fuady. 2003. Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bandung. PT Aditya Bakti.

Munir Fuady. 2003. Arbitrase Nasional. Bandung. PT Citra Aditya Bakti.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui zonasi daerah yang rawan terhadap kebakaran di Kecamatan Mariso yang terbagi menjadi tiga zona yaitu zona tingkat

Di antara pemuda yang dididik itu tercatat antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan pertama Kesultanan Islam Bintoro, Demak), Raden Makdum

PENGARUH KOMPENSASI, LINGKUNGAN KERJA DAN GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP SEMANGAT KERJA KARYAWAN PADA KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA WILAYAH IV DI TUBAN, BADUNG.

[r]

-pozicioniranje mase na klip moţe biti ruĉno ili automatski s pomno odabranim utezima (po mogućnosti integralnim utezima izraĊenima od nemagnetiĉnog, nehrĊajućeg

Dapat dilihat berat tongkol tanpa kelobot per plot jagung dengan pemberian mol keong mas dan ampas sagu tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan produksi tanaman

Sebaran Poisson biasa digunakan untuk memodelkan jumlah kecelakaan di jalan tol, namun salah satu asumsi yang harus dipenuhi pada sebaran Poisson adalah nilai ragam dan nilai

Periode tahun 1990-an, mulai tumbuh kesadaran dalam diri perempuan perupa untuk memanfaatkan karya seni rupa sebagai media ekspresi mengungkapkan berbagai persoalan gender yang