• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Dinding Dan Penahan Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jenis Dinding Dan Penahan Tanah"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah merupakan jenis struktur di bidang geoteknik yang berfungsi untuk menahan massa tanah dimana terdapat perbedaan kontur ataupun elevasi yang berbeda. Jenis struktur semacam ini biasa terbuat dari material kayu, batu, beton, ataupun baja. Adapun yang menggabungkan struktur penahan tanah dengan material geosyntetic untuk menaikan stabilitas ataupun kekuatan tanah.

Berdasarkan klasifikasinya struktur penahan tanah pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu :

a. Gravity wall

Gravity wall adalah jenis struktur penahan tanah yang memanfaatkan berat sendiri struktur untuk menahan beban tanah dari kegagalan bearing capacity, overturning, maupun sliding

b. Cantilever wall

Cantilever wall adalah jenis struktur penahan tanah yang biasa terbuat dari material beton bertulang dan memiliki plat pada dasar struktur (key base slab)

c. Counterford wall

(2)

d. Butressed Wall

Butressed wall adalah jenis struktur penahan tanah yang memiliki prinsip kerja yang sama dengan counterford wall dimana terdapat siar penyangga namun di bagian depan struktur

(Sumber : Earth Retaining Wall Structures Manual, 2010)

Gambar 2.1. Struktur Penahan Tanah

Dinding penahan tanah pada dasarnya berfungsi untuk menahan tekanan tanah lateral yang dapat disebabkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Jenis struktur ini biasa banyak diaplikasikan pada dunia teknik sipil terutama untuk proyek-proyek seperti irigasi, pelabuhan, jalan raya, bendungan, dinding basement, pangkal jembatan, dan lain-lainnya. Berikut adalah detail aplikasi yang umum digunakan dengan struktur dinding penahan tanah :

a. Jalan raya atau jalan kereta api yang ditinggikan atau direndahkan sesuai dengan elevasi rencana

b. Jalan raya atau jalan kereta api yang dibangun di daerah lereng

(3)

d. Dinding penahan yang digunakan untuk menahan atau mengurai banjir akibat sungai yang disebut flood walls

e. Dinding penahan tanah yang biasa digunakan pada struktur jembatan yang disebut abutment

f. Dinding penahan sebagai tempat untuk menyimpan material-material tertentu

(Sumber : Hungtington, 1961)

Gambar 2.2. Aplikasi Struktur Penahan Tanah

2.2 Tegangan Tanah Lateral

(4)

Faktor-faktor yang mepengaruhi tegangan tanah lateral antara lain :

a. Besarnya nilai koefisien tegangan lateral dalam keadaan diam (Ko), aktif (Ka), dan pasif (Kp)

b. Besarnya nilai kohesi pada tanah

c. Besarnya pembebanan yang mempengaruhi struktur.

Sedangkan untuk koefisien tegangan tanah lateral dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut :

2.2.1. Koefisien Tanah Lateral dalam Keadaan Diam (Ko)

Koefisien tanah lateral dimana tanah dalam keadaan diam (at rest) sehingga tidak terjadi pergerakan pada struktur penahan tanah. Massa tanah berada dalam kondisi elastic equilibrium

(Sumber :Principles of Geotechnical Engineering, Braja M.Das, 5th , 2002)

(5)

Pada Gambar 2.3. terlihat suatu massa tanah yang ditahan oleh struktur penahan tanah AB dengan tinggi H. Dinding penahan AB berada dalam keadaan diam, sedangkan untuk massa tanah dalam keadaan keseimbangan elastic (elastic equilibrium). Koefisien tekanan tanah lateral dalam keadaan diam dapat dituliskan berdasarkan hubungan empiris yang dikenalkan oleh Jaky (1944) ebagai berikut :

2.2.2. Koefisien Tanah Lateral Aktif (Ka)

Koefisien tanah lateral dimana tanah bergerak mendorong searah dengan pergerakan tanah. Massa tanah telah berada dalam kondisi plastic equilibrium.

(Sumber : Principles of Geotechnical Engineering, Braja M.Das, 5th , 2002)

Gambar 2.4. Tekanan Tanah Lateral Aktif

2.2.3. Koefisien Tanah Lateral Pasif (Kp)

(6)

Terdapat beberapa teori yang biasa digunakan untuk menganalisa besarnya tegangan lateral tanah diantaranya teori Rankine (1857) dan teori Coulomb (1776). Perbedaan dari kedua teori ini berada pada prinsip-prinsip yang digunakan dalam analisa.

(Sumber : Principles of Geotechnical Engineering, Braja M.Das, 5th , 2002)

Gambar 2.5. Tekanan Tanah Lateral Pasif

Berikut adalah beberapa teori yang telah dikembangkan dan digunakan dalam menentukan besarnya nilai tegangan tanah lateral :

2.2.4. Teori Rankine (1857)

Menurut teori Rankine, beberapa anggapan yang digunakan dalam analisis tekanan tanah adalah sebagai berikut :

1. Tanah adalah bahan yang isotropis, homogen, dan tak berkohesi sehingga friksi antara struktur dengan tanah diabaikan.

(7)

3. Kegagalan yang terjadi merupakan sliding wedge yang diasumsikan sebagai kegagalan planar

4. Tekanan tanah lateral bervariasi secara linear dengan kedalaman dan tekanan

pada ketinggian dari dasar dinding

5. Resultan gaya yang dihasilkan sejajar dengan permukaan backfill

Teori dari Rankine tentang koefisien tekanan tanah aktif dan pasif pada permukaan tanah datar dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:

(8)

Ka : Koefisien tekanan tanah aktif

Kp : Koefisien tekanan tanah pasif

c’ : Kohesi

φ’ : Sudut geser dalam tanah

: Tegangan tanah lateral aktif

: Tegangan tanah lateral pasif

: Tegangan vertical efektif

Sedangkan nilai koefisien tanah aktif (Ka) dan pasif (Kp) untuk permukaan backfill yang miring mengunakan rumus berikut :

dimana :

Ka : Koefisien tekanan tanah aktif

Kp : Koefisien tekanan tanah pasif

φ’ : Sudut geser dalam tanah

(9)

2.2.5. Teori Coulomb (1776)

Menurut teori Coulomb, beberapa anggapan yang digunakan dalam analisis tekanan tanah adalah sebagai berikut :

1. Terjadi friksi antara struktur dengan tanah.

2. Tegangan lateral tanah tidakdibatasi pada dinding vertical

3. Kegagalan yang terjadi merupakan sliding wedge yang diasumsikan sebagai kegagalan planar

4. Tekanan tanah lateral bervariasi secara linear dengan kedalaman dan tekanan pada ketinggian dari dasar dinding

5. Resultan gaya yang dihasilkan sejajar dengan permukaan backfill

Teori dari Coulomb mengenai koefisien tekanan tanah aktif (Ka) dan tekanan tanah pasif (Kp) dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

dimana :

(10)

Kp : Koefisien tekanan tanah pasif

φ’ : Sudut geser dalam tanah

c’ : Kohesi

: Sudut kemiringan backfill

: Sudut kemiringan dinding penahan

: Sudut kemiringan tegak lurus tegangan

: Tegangan tanah lateral aktif

: Tegangan tanah lateral pasif

Gambar 2.6. Model Tegangan Coulomb dengan Backfill

2.2.6. Hubungan Pergerakan Dinding dengan Koefisien Tanah Lateral

(11)

(Sumber : Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, Fourth Edition)

Gambar 2.7. Variasi Pergerakan Tekanan Lateral dengan Pergerakan Dinding

(12)

Tabel 2.1. Hubungan ketinggian dengan pergeseran horizontal pada kondisi aktif

Tipe Tanah Pergerakan arah horizontal untukmencapai kondisi aktif

Pasir Padat 0.001 H – 0.002 H

Pasir Lepas 0.002 H – 0.004 H

Tanah Lempung Kaku 0.010 H – 0.020 H Tanah Lempung Lunak 0.020 H – 0.050 H

Tabel 2.2. Hubungan ketinggian dengan pergeseran horizontal pada kondisi pasif

dimana :

H :

Ketinggian dinding penahan

2.3 Jenis-Jenis Beban Eksternal pada Struktur

Dalam melakukan suatu analisis, desain ataupun pemodelan pada struktur perlu diketahui besarnya beban dan pengaruh pembebanan tersebut pada struktur. Berdasarkan jenisnya, maka beban dapat dibedakan menjadi 2 garis besar yaitu :

a. Beban statis merupakan beban yang bekerja pada struktur secara tetap dan memilki sifat steady-states.

b. Beban dinamis merupakan beban yang bekerja pada struktur secara tiba-tiba dan pada umumnya tidak memiliki sifat steady-states dengan lokasi yang berbeda-beda pada struktur.

Beban-beban yang bekerja pada struktur dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori, antara lain :

a. Beban mati (deadloads)

Tipe Tanah Pergerakan arah horizontal untuk mencapai kondisi pasif

Pasir Padat 0.005 H

Pasir Lepas 0.010 H

Tanah Lempung Kaku 0.001 H

(13)

Semua beban yang bersifat tetap terhadap struktur dimana didalamnya termasuk berat struktur itu sendiri.

b. Beban hidup (liveloads)

Beban yang sifatnya dapat berpindah-pindah (beban berjalan) ataupun segala beban yang sifatnya sementara.

c. Beban gempa (earthquakeloads)

Beban pada struktur yang disebabkan adanya pergerakan tanah, dimana dapat dikarenakan gempa bumi (tektonik ataupun vulkanik) sehingga mempengaruhi struktur. Beban gempa ini merupakan jenis pembebanan terhadap fungsi waktu, sehingga respons yang terjadi pada struktur sangat tergantung pada lamanya beban gempa tersebut terjadi.

d. Beban angin (windloads)

Beban pada struktur yang disebabkan adanya hambatan aliran angin oleh struktur, sehingga energi kinetik angin berubah menjadi tekanan energy potensial yang dapat mempengaruhi struktur.

(14)

Beban-beban lain yang dapat terjadi karena faktor-faktor tertentu seperti letak geografis, iklim, dll. Beberapa contoh dari beban ini adalah beban salju ataupun beban hujan pada beberapa negara.

2.4 Tegangan Tanah Lateral saat Gempa

Beban gempa merupakan salah satu jenis pembebanan yang dapat mempengaruhi struktur penahan tanah terutama untuk struktur galian dalam. Hal ini disebabkan adanya penambahan nilai tegangan lateral pada saat terjadinnya gempa sehingga disebut tegangan lateral total. Tegangan total ini terdiri dari tegangan lateral tanah mula-mula (sebelum terjadi gempa) dan tegangan lateral tanah yang disebabkan oleh gempa

Beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang disebabkan saat terjadi gempa. Beberapa pendekatan itu di antaranya :

1. Metode analisis kondisi batas (Limit state analyses) merupakan metode dimana gerakan relatif dinding penahan tanah dan tanah timbunan cukup besar hingga dapat mempengaruhi batas kuat geser tanah (batas keruntuhan)

2. Metode pendekatan elastic merupakan metode dimana pergerakan tanah dengan dinding penahan dibatasi dengan asumsi bahwa deformasi yang diizinkan hanya dalam batasan elastic linier. Pada metode ini tanah dimodelkan sebagai material elasticlinier

(15)

2.4.1. Metode Mononobe-Okabe (1924)

Metode yang dikembangkan berdasarkan metode limit state analyses adalah metode Mononobe-Okabe (Mononobe dan Matsuo, 1929), (Okabe,1924). Studi pengaruh gempa terhadap tegangan lateral pada struktur penahan tanah pertama-tama dilakukan di Jepang oleh Okabe (1924) dan Mononobe-Matsuo (1929) .Pada metode ini diasumsikan dimana sebuah bidang segitiga tanah (soil wedge) dibatasi dengan sebuah dinding penahan yang kaku. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan pada metode ini, antara lain :

- Metode Mononobe-Okabe mengacu pada teori tegangan lateral tanah yang dikembangkan oleh Coulomb (1776)

- Merupakan metode pseudo-static

- Berlaku untuk struktur penahan tanah yang dapat mengalami pergerakan yang cukup besar hingga batas keruntuhan (yieldingwall)

(16)

dimana :

: Total tegangan lateral aktif

: Tegangan lateral aktif Coulomb

: Tegangan lateral aktif gempa

H : Tinggi struktur penahan tanah

Kh : Koefisien gempa horizontal

Kv : Koefisien gempa vertical

: Berat jenis tanah

g : gravitasi

: Percepatan gempa horizontal

: Percepatan gempa vertical

2.4.2. Metode Seed and Whitman (1970)

Metode yang juga dikembangkan berdasarkan metode limit state analyses,

(17)

dimana :

: Total tegangan lateral aktif

: Tegangan lateral aktif Coulomb

: Tegangan lateral aktif saat gempa

H : Tinggi struktur penahan tanah

: Berat jenis tanah

g : gravitasi

(18)

2.4.3. Metode Wood (1973)

Metode yang dikembangkan berdasarkan metode pendekatan elastic adalah metode yang diusulkan oleh Wood dengan menyajikan analisis solusi tepat (exact solution)

respon dinamis tanah pada dinding kaku. Pada metode ini tanah dimodelkan sebagai material homogen elastic linier yang berada diantara dua dinding kaku, dan dasar kaku. Besarnnya nilai Fp didapatkan dari Gambar 2.8. dengan mengunakan nilai

poisson ratio (υ) terhadap perbandingan panjang basement dan tinggi basement (L/H)

(Sumber : Lateral Earth Pressure Static & Seismic Pseudo Static Analysis, Gouw, 2010)

Gambar 2.8. Faktor Resultan Gaya pada Dinding Kaku

(19)

dimana :

: Faktor tekanan dinamis

L : Panjang struktur basement

H : Tinggi struktur basement

: Berat jenis tanah

g : gravitasi

: Percepatan gempa horizontal

υ : Poisson ratio tanah

2.5 Beban Gempa Rencana

(20)

2.5.1. Peraturan Gempa RSNI-03-1726-201X

RSNI-03-1726-201X – Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, merupakan hasil revisi dari SNI 03-1726-2002 oleh Tim Revisi Peta Gepa Indonesia 2010. Pada Peta Gempa Indonesia 2010 pembagian wilayah gempa mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan Peta Gempa Indonesia 2002.

Berikut adalah cara mendesain respons spektra berdasarkan RSNI-03-1726-201X :

1. Menentukan nilai Ss dan S1

Nilai Ss dan S1 didapat dari Peta Gempa Indonesia 2010, dimana

Ss adalah parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible

Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%

S1 adalah parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible

Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (1 detik) dengan redaman 5%

2. Menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan (Ie)

Untuk menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3. Kategori Resiko Bangunan Gedung untuk Beban Gempa

Jenis Pemanfaatan KategoriResiko

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa

manusia pada saat terjadi kegagalan I

(21)

I,III,IV

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan

Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan

Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya , atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

 Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

 Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi serta garasi kendaraan darurat

 Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

 Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

 Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

 Struktur tambahan (termasuk, tidak dibatasi untuk, menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik , tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) disyaratkan dalam kategori resiko IV untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

 Menara

 Fasilitas penampungan air dan struktur pompa yang dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan air pada saat memadamkan kebakaran

 Gedung dan struktur lainnya yang memiliki fungsi yang penting terhadap sistem pertahanan nasional.

Gedung dan struktur lain, yang kegagalannya dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat

Gedung dan struktur lainnya (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya) yang mengandung bahan yang sangat beracun di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat bila terjadi kebocoran.

Gedung dan struktur lainnya yang mengandung bahan yang beracun, sangat beracun atau mudah meledak dapat dimasukkan dalam kategori resiko yang lebih rendah jika dapat dibuktikan dengan memuaskan dan berkuatan hukum melalui kajian bahaya bahwa kebocoran bahan beracun dan mudah meledak tersebut tidak akan mengancam kehidupan masyarakat. Penurunan kategori resiko ini tidak diijinkan jika gedung atau struktur lainnya tersebut juga merupakan fasilitas yang penting.

Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi

(22)

struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori resiko IV.

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

Tabel 2.4. Faktor Keutamaan Gempa dan Angin

Kategori

3. Menentukan koefisien situs Fa dan Fv

Untuk menentukan koefisien situs Fa dan Fv dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.5. Klasifikasi Situs

Kelas Situs vs (m/detik) N atau Nch su (kPa)

SA (Batuan Keras) > 1500 N/A N/A

SB (Batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (Tanah Keras, Sangat Padat, dan

Batuan Lunak) 350 sampai 750 > 50 ≥ 100

SD (Tanah Sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (Tanah Lunak) < 175 < 15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai

berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40 persen, dan

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

 Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

 Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)  Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m

dengan Indeks Plasitisitas PI > 75)

 Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H > 35 m dengan su< 50 kPa

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

dimana :

(23)

ch

N = tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif dalam lapisan

30 m paling atas.

u

s = kuat geser niralir.

u

s = kuat geser niralir rata-rata di dalam lapisan 30 m paling atas.

s

v = kecepatan rambat gelombang geser rata-rata pada regangan geser

yang kecil, di dalam lapisan 30 m paling atas.

Tabel 2.6. Koefisien Situs, Fa

Kelas Situs

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCER

Terpetakan Pada Perioda Pendek, T = 0,2 detik, SS

SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1 SS ≥ 1,25

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

catatan :

a. Untuk nilai-nilai antara Ss dapat mengunakan interpolasi linier

b. Ss = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik dan

analisis respon situs spesifik

Tabel 2.7. Koefisien Situs, Fv

Kelas Situs

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCER

Terpetakan Pada Perioda Pendek, T = 1 detik, S1

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

(24)

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

catatan :

a. Untuk nilai-nilai antara S1 dapat mengunakan interpolasi linier

b. Ss = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik dan

analisis respon situs spesifik

4. Menghitung parameter pecepatan spektral desain

dimana:

SDS = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2

detik) dengan redaman 5%

SD1 = parameter percepatan respons spektral pada perioda 1 detik dengan

redaman 5%

Ss = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%

S1 = parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible

(25)

Fa = koefisien situs untuk perioda pendek (0,2 detik)

Fv = koefisien situs untuk perioda 1 detik

5. Menentukan Kategori Desain Seismik (KDS)

Untuk menentukan Kaegori Desain Seismik (KDS) dapat dilihat pada tabel parameter respon percepatan berikut :

Tabel 2.8. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada Periode Pendek (SDS)

Kategori

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

Tabel 2.9. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Perepatan pada Periode 1 detik (Ss)

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

6. Spektrum Respons Desain

a. Untuk periode yang lebih kecil dari To, spectrum respons percepatan desain

(26)

dimana :

Sa = spektrum respons percepatan desain.

SDS = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%.

SD1 = parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek 1 detik redaman 5%.

T = perioda fundamental bangunanuntuk

b. Untuk periode lebih besar dari ata sama dengan nilai To dan lebih kecil dari

atau sama dengan Ts, spectrum respons percepatan desain Sa = SDS

c. Untuk periode lebih besar dari Ts, spectrum respons percepatan desain Sa,

(27)

Gambar 2.9. Spektrum Respons Desain RSNI-03-1726-201X

2.6 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga (finite element method) adalah suatu metode perhitungan berdasarkan konsep diskretisasi, yaitu membagi sebuah elemen kontinu menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Dengan cara seperti ini, sebuah sistem yang mempunyai derajat kebebasan yang tidak terhingga dapat didekatkan dengan sejumlah elemen yang mempunyai derajat kebebasan tertentu. Jadi dapat dikatakan metode elemen hingga ini adalah suatu analisa pendekatan. Untuk mendapatkan hasil yang cukup akurat, maka elemen kontinu harus dibagi menjadi elemen-elemen hingga yang kecil sehingga setiap elemen bias bekerja secara simultan. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui deformasi ataupun tegangan yang terjadi pada suatu elemen yang disebabkan oleh distribusi beban atau gaya.

2.6.1. Program PLAXIS

(28)

sendiri dapat dilakukan secara grafis, sehingga memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga yang cukup kompleks menjadi lebih cepat dan mudah. Sedangkan untuk semua tools dan komponen di dalam program PLAXIS juga sudah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mendukung hasil komputasi yang mendetail. Untuk tahap perhitungan dalam program PLAXIS sendiri, dilakukan secara otomatis dengan berdasarkan kepada prosedur numerik. Pada bagian output program PLAXIS,

users dapat menampilkan data-data yang diperlukan bilamana diperlukan untuk mendesain suatu proyek. Terdapat pula menu curve yang dapat digunakan untuk membuat kurva dengan meninjau pada poin tertentu yang dikenal dengan nodal.

Perkembangan program PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Delft (Technical University of Delft) atas inisiatif dari Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management). Tujuan awal dari program PLAXIS adalah untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun pada tanah lunak di dataran rendah wilayah Holland. Kemudian program PLAXIS dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat menganalisa dan menyelesaikan masalah-masalah yang lebih kompleks dalam seluruh aspek perencanaan Geoteknik lainnya.

(29)

arah tegak lurus terhadap bidang penampang tetap diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa.

Sedangkan untuk model axi-simetri biasa digunakan untuk struktur Geoteknik yang berbentuk lingkaran dengan bidang penampang radial yang cukup seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial. Untuk deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan tersebar rata mengelilingi arah radial. Dalam model axi-simetri koordinat (x) menyatakan radius, sedangkan untuk koordinat (y) menyatakan sumbu simetris dalam arah aksial.

(Sumber : Manual PLAXIS)

Gambar 2.10. Model Plane strain dan Axi-simetri dalam Plaxis

(30)

menghitung perpindahan dan integrasi numerik dengan mengunakan tiga titik Gauss (titik tegangan). Sedangkan untuk elemen segitiga dengan 15 titik nodal adalah metode interpolasi dengan ordo empat dan integrasi numerik dengan mengunakan 12 titik Gauss. Oleh sebab itu analisa elemen hingga dalam program PLAXIS akan memberikan hasil yang lebih akurat dengan mengunakan segitiga dengan 15 titik nodal dibandingkan dengan analisa dengan hanya 6 titik nodal. Akan tetapi proses perhitungan dengan 15 titik nodal ini akan lebih lambat karena banyaknya jumlah perhitungan yang dilakukan dibandingkan hanya dengan mengunakan 6 titik nodal.

(Sumber : Manual Plaxis)

Gambar 2.11. Letak Titik Nodal dan Titik Tegangan pada Elemen Tanah

Dalam model analisa regangan bidang (plane-strain), gaya yang disebabkan adanya perpindahan dinyatakan dalam gaya persatuan lebar dalam arah tegak urus penampang. Sedangkan dalam model analisa axi-simetri, gaya yang dihasilkan merupakan gaya yang bekerja pada bidang batas yang membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling berhadapan.

2.6.2. Analisa Undrained

(31)

ini dipengaruhi oleh kecepatan air untuk masuk/keluar dari tanah pada waktu tertentu saat tanah tersebut diberikan beban. Sehingga kondisi drained dan undrained dalam program elemen hingga tergantung pada pemodelan yang dilakukan pada saat tanah diberikan beban.

Kondisi undrained adalah kondisi dimana tidak ada pergerakan atau aliran air pori dari tanah dan tidak ada perubahan volume tanah. Pada keadaan ini, beban luar yang bekerja akan menimbulkan tegangan air pori berlebih di dalam tanah karena pembebanan dilakukan dalam waktu yang relatif cepat. Sedangkan yang dimaksudkan untuk kondisi drained adalah kondisi dimana air terdapat pergerakan/aliran air pori dari tanah. Pada keadaan ini beban luar yang bekerja tidak menimbulkan tegangan air pori berlebih karena pembebanan yang dilakukan dalam waktu yang relatif lambat. Oleh sebab itu air masih tetap dapat bergerak masuk atau keluar dari tanah. Secara sederhana kondisi drained dan undrained dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kondisi drained

- Tanah ber-permeabilitas tinggi

- Beban luar bekerja dalam waktu relatif lambat - Perilaku jangka pendek tanah tidak kritis - Perilaku jangka panjang kritis

2. Kondisi undrained

- Tanah ber-permeabilitas rendah

- Beban luar bekerja dalam waktu relatif cepat - Perilaku jangka pendek tanah kritis

(32)

Untuk mengetahui kapan kondisi drained dan undrained harus dianalisa, dapat dilakukan sebagai berikut (Vermeer & Meir, 1998):

T < 0.1 (U = 35%), maka kondisi undrained

T > 0.4 (U = 70%), maka kondisi drained

dimana :

k = Permeabilitas tanah

Eoed = Modulus oedometer

γw = Berat isi tanah

D = Panjang jarak aliran air pori

t = Waktu konstruksi

Tv = Time factor

Secara umum analisa undrained dilakukan dalam parameter tegangan total, sehingga parameter kuat geser yang digunakan adalah sebagai berikut :

- Kuat geser undrained ( C = Cu = Su, φ = 0 ) - Kekakuan Undrained ( E = Eu, υu = 0.5 )

(33)

PLAXIS, kondisi undrained dapat dimodelkan dalam 3 parameter input dengan hasil yang berbeda-beda yang dikenal dengan istilah analisa Undrained A, Undrained B, Undrained C. Berikut adalah detail dan perbedaan dari tiap analisa :

1. Undrained A (Method A)

Perhitungan dengan analisa Undrained A dilakukan dalam analisa tegangan efektif, dimana digunakan parameter kuat geser efektif dan parameter kekakuan efektif. Pada analisa ini dapat dihasilkan nilai tegangan air pori yang terjadi. Namun tepat atau tidaknya perhitungan tergantung pada model dan parameter tanah. Sedangkan untuk kuat geser undrained (Su), bukan merupakan parameter

input melainkan merupakan hasil dari model konstitutif yang akan digunakan. Kuat geser undrained ini harus diperiksa dengan data hasil sesungguhnya.

Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained A :

- Jenis Analisa : Effective Stresses Analysis - Tipe material : Undrained (Undrained A) - Kuat geser tanah efektif : c’ , φ’ , ψ’

- Kekakuan tanah efektif : E50’ , v’

2. Undrained B (Method B)

Perhitungan dengan analisa Undrained B dilakukan dalam analisa tegangan efektif, dimana digunakan parameter kekakuan efektif dan parameter kuat geser

undrained. Pada analisa ini dapat dihasilkan nilai tegangan air pori yang terjadi. Namun hasil yang diberikan sangat tidak akurat sehingga pada umumnya tidakd apat digunakan. Sedangkan untuk kuat geser undrained (Cu = Su) merupakan

(34)

perhitungan dalam kestabilan undrained. Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained B :

- Jenis Analisa : Effective Stresses Analysis - Tipe material : Undrained (Undrained B) - Kuat geser tanah efektif : c = cu , φ = 0 , ψ = 0

- Kekakuan tanah efektif : E50’ , v’

3. Undrained C (Method C)

Perhitungan dengan analisa Undrained C dilakukan dalam analisa tegangan total, dimana digunakan parameter kekakuan undrained dan parameter kuat geser

undrained. Pada analisa ini tidak dapat dihasilkan nilai tegangan air pori, sehingga hasil analisa tegangan efektif harus diinterpretasikan sebagai tegangan total. Sedangkan untuk kuat geser undrained (Cu = Su) merupakan parameter

input. Sehingga analisa ini tidak akan memberikan kesalahan perhitungan dalam kestabilan undrained. Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained C :

- Jenis Analisa : Total Stresses Analysis

- Tipe material : Drained / non-porous (Undrained C) - Kuat geser tanah efektif : c = cu , φ = 0 , ψ = 0

(35)

2.7 Korelasi Empiris Antar Parameter

Untuk mendapatkan data parameter tanah yang diperlukan dalam desain suatu struktur Geoteknik, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu : pengujian langsung di lapangan, pengujian di laboratorium, ataupun dengan mengunakan korelasi empiris antar parameter yang telah direkomendasikan oleh para tenaga ahli. Pada umumnya, parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian di lapangan dan laboratorium. Sedangkan untuk korelasi empiris antar parameter biasanya digunakan apabila data yang diperlukan untuk desain tidak tersedia dari hasil pengujian langsung dilapangan ataupun laboratorium. Selain itu dapat juga digunakan untuk verifikasi hasil data dengan data lainnya. Berikut adalah beberapa korelasi empiris yang telah direkomendasikan oleh para ahli :

1. Korelasi antara modulus Young (Eu) dengan Kohesi (Cu)

(36)

Gambar 2.12. Korelasi Antara Modulus Young (Eu) dan Kohesi Tanah Undrained

Korelasi antara modulus elastisitas dengan nilai kohesi tanah dalam kondisi

undrained juga diberikan oleh Termaat, Vermeer, dan Vergeer (1985) dalam bentuk grafik korelasi pada Gambar 2.13. Adapun persamaan garis dari korelasi ini sebagai berikut :

dimana :

= Modulus young undrained

Cu = Kohesi undrained

(37)

Gambar 2.13. Korelasi Antara Modulus Young dan Kohesi Tanah Undrained

berdasarkan Nilai Indeks Platisitas (PI)

Pada tanah lempung dengan indeks plastisitas yang tinggi (PI > 30 atau tanah organic), maka berlaku :

Eu = 100 ~ 500 Su

Sedangkan untuk tanah lempung dengan indeks platisitas rendah ( PI < 30 atau lempung kaku), maka berlaku :

Eu = 500 ~ 1500 Su

2. Hubungan antara konsistensi tanah dengan kohesi tanah undrained (Cu)

(38)

(Sumb

er : Stabilenka Design Guide)

Gambar 2.14. Interval Nilai Kohesi Tanah Lempung dalam Kondisi Undrained

Berdasarkan Konsistensi Tanah (Hamilton; 1987)

3. Nilai kisaran parameter tanah lempung dalam kondisi undrained

Berikut adalah nilai kisaran parameter tanah lempung terutama untuk nilai kohesi (Cu) dalam kondisi undrained :

Tabel 2.10. Interval Nilai Kohesi Tanah Lempung dalam kondisi undrained Cohesive Soil

N-SPT < 4 4 - 6 6 - 15 16 – 30 31 - 50

State Very Soft Soft Medium Stiff Hard

Cohesion (Cu) 0 – 10 10 - 25 25 - 45 45 – 95 > 100

Unit Weight (γ) 14 – 18 16 - 18 16 - 18 16 – 20 20 - 23

Tabel 2.11. Interval Nilai Sudut Geser Dalam (φ) Tanah Pasir

CohesionlessSoil

N-SPT 0 - 10 11 - 30 31-50 > 50

State Loose Medium Dense Very Dense

Angle of Friction (φ) 25 - 32 28 - 36 30 - 40 > 35

Unit Weight (γ) 12 - 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23

(39)

dimana :

Cu = Kohesi tanah dalam kondisi undrained

= Sudut geser dalam

Ko = Koefisien tanah at rest

= Tegangan vertical efektif

c’ = Kohesi tanah dalam kondisi efektif

6. Korelasi beberapa jenis tanah dengan modulus elastisitas

Berikut adalah korelasi nilai kekakuan tanah dalam kondisi undrained dan

(40)

Gambar

Gambar 2.1.Struktur Penahan Tanah
Gambar 2.2.Aplikasi Struktur Penahan Tanah
Gambar 2.3.Tekanan Tanah Lateral At Rest
Gambar 2.4.Tekanan Tanah Lateral Aktif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada perencanaan dinding penahan ini akan merencanakan dinding penahan tanah di daerah Yogyakarta, jalan Piyungan – Batas Gunung Kidul, dinding yang

Pada perencanaan dinding penahan ini akan merencanakan dinding penahan tanah di daerah Yogyakarta, jalan Piyungan – Batas Gunung Kidul, dinding yang direncanakan

K onstruksi dinding penahan merupakan salah satu jenis konstruksi sipil yang berfungsi untuk menahan gaya tekanan aktif lateral suatu tanah maupun air.. Oleh karena

• Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah... Tanah di kiri dinding turap digali perlahan-lahan sampai

Dinding penahan tanah adalah dinding yang berfungsi menahan massa tanah agar perbedaan elevasi antara permukaan tanah didepan dan dibelakang

Pada perencanaan dinding penahan ini akan merencanakan dinding penahan tanah di daerah Yogyakarta, jalan Piyungan – Batas Gunung Kidul, dinding yang direncanakan

Kesimpulan Dinding penahan tanah yang direncanakan menggunakan tipe gravitasi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Dimensi dinding penahan yang menggunakan tipe gravitasi yang

Menurut teori rankine, untuk tanah pasir tidak kohesif, besarnya gaya lateral pada dinding akibat tekanan tanah pasif setinggi H dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : P = ½ 𝛾 H2