• Tidak ada hasil yang ditemukan

metode COCD dalam pekerjaan sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "metode COCD dalam pekerjaan sosial"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

metode COCD dalam pekerjaan sosial

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pekerjaan sosial merupakan suatu profesi pertolongan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat dalam keberfungsian sosialnya. Prinsip pertolongan pekerjaan sosial adalah “ to help people to help them self ” yang berarti setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan dari kesejahteraan sosial adalah

memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayaagunaan sumber yang ada dengan menekankan adanya partipasi sosial serta menciptakan kondisi kehidupan yang memungkinkan mereka mencapai tujuan. Sehingga metode pelayanan

masyarakat dalam praktek pekerjaan sosial dapat dilakukan dengan cara Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat atau dikenal dengan istilah CO/CD (Community Organization/Community Development). Proses dalam melakukan pengorganisasian dan pengembangan masyarakat merupakan point penting bagaimana pelaku perubahan berkiprah ataupun membangun masyarakat untuk mandiri dan mampu berkembang menjadi masyarakat yang fungsional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat?

2. Apa tujuan dari COCD?

3. Apa prinsip –prinsip dalam pengorganisasian dan pengembangan masyarakat?

4. Keterampilan-keterampilan dasar apa dalam pengorganisasian dan pengembangan msyarakat?

5. Apa peran pekerja sosial dalam pengembangan masyarakat?

1.3 Tujuan Penulisan

(2)

1. Menjelaskan defnisi dari COCD

2. Menjelaskan tujuan dan fungsi dari COCD

3. Menjelaskan prinsip-prinsip dalam pengembangan masyarakat.

4. Menjelaskan teknik-teknik dalam COCD

5. Memahami peranan pekerjaan sosial dalam pengembangan dan pengorganisasian masyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defnisi COCD (Community Organization Community Development)

(3)

kesejahteraan sosial dari suatu masyarakat tertentu atau suatu bidang kegiatan tertentu (Arthur Dunham, 1958). Community Work adalah suatu proses membantu masyarakat untuk memperbaiki masyarakatnya melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama (Alan Twevetrees, 1993)

Masyarakat dalam konteks pengembangan dan pengorganisasian, diartikan sebagai sebuah ‘tempat bersama’ yakni sebuah wilayah geograf yang sama (Mayo, 1998), misalnya RT,RW,kampung di pedesaan, perumahan di

perkotaan. Asumsi dasar pengorganisasian dan pengembangan masyarakat sebagai berikut :

1. Suatu Proses

Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dipandang sebagai suatu siklus maupun paradigma yang berkesinambungan berupa perubahan dari suatu tahap ke tahap berikutnya yaitu tercapainya masyarakat mandiri.

2. Suatu Metode

Menitik beratkan pada cara yang dilakukan yaitu partisipasi masyarakat dan pengorganisasian masyarakat

3. Suatu Program

Didalamnya terdapat unsur proses, metode, cara-cara tertentu dan titik beratnya pada pencapaian tujuan organisasi dan penyelesaian dari serangkaian kegiatan yang terukur secara kualitas dan bisa dilaporkan

4. Suatu Gerakan

Merupakan suatu usaha untuk memberantas hal-hal yang tidak baik sehingga masyarakat menjadi komitmen dan dirancang untuk meningkatkan kehidupan bagi semua warga masyarakat melalui partisipasi aktif

Pengertian secara umum adalah suatu proses untuk membantu masyarakat agar dapat menggali dan menggerakkan sumber- sumber yang ada untuk

mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan.

2.2 Fungsi COCD

(4)

a. Untuk memperoleh data dan fakta sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan melakukan tindakan yang sehat

b. Memulai mengembangkan dan merubah program dan usaha-uasha kesejahteraan untuk memperoleh penyesuaian yang lebih baik antara sumber-sumber dan kebutuhan

c. Meningkatkan standar pekerjaan sosial untuk meningkatkan efektiftas kerja dari lembaga-lembaga

d. Meningkatkan dan memberikan fasilitas interelasi dan meningkatkan

koordinasi antara organisasi, kelompok dan individu-individu yang terlibat dalam program dan usaha kesejahteraan sosial

e. Mengembangkan pengertian umum dari masalah, kebutuhan dan metode pekerjaan sosial

f. Mengembangkan dukungan dan paertisipasi masyarakat dalam aktiftas kesejahteraan sosial

Disisi lain, tujuan utama dari pengembangan dan pengorganisasian masyarakat adalah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui

pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada partisipasi sosial.

2.3 Prinsip Pengembangan Masyarakat

Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat adalah landasan dasar yang harus dimiliki oleh seorang pekerja sosial masyarakat, dan ini harus terinternalisasi dalam diri pekerja sosial masyarakat.

1. Pembangunan yang terintegrasi

Pembangunan sosial, ekonomi, politik, lingkungan, dan personal/spiritual, semuanya mewakili aspek-aspek esensial dari kehidupan masyarakat.

Pengembangan aspek-aspek tersebut “menyatu” dengan kehidupan masyarakat, oleh karena itu, suatu program pengembangan masyarakat harus

memperhitungkan seluruh aspek tersebut.

2. Hak Asasi Manusia

(5)

3. Berkelanjutan

Berbagai aktivitas pengembangan masyarakat harus terjadi dalam suatu kerangka kerja yang mampu mendukung praktik pekerjaan sosial sehingga dapat dipertahankan keberlangsungannya.

4. Pemberdayaan

Aktivitas pengembangan masyarakat harus mampu memberikan sumber-sumber, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada “mereka” untuk menentukan diri mereka sendiri dan untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan.

5. Aspek personal dan politik

Dalam aktivitas pengembangan masyarakat aspek politis akan menjadi bagian dari masalah individu, dan sebaliknya. Kurangnya pemahaman akan interaksi dalam hal ini membuat potensi pengembangan masyarakat menjadi terbatas.

6. Hak milik masyarakat

Aktivitas pengembangan masyarakat bertujuan memperluas

kekayaan/potensi/sumber masyarakat serta berusaha membangun mereka. Dalam pengertian ini terdapat dua aspek, yaitu: kepemilikan terhadap barang (material) dan non material, seperti kepemilikan atau keterlibatan dalam struktur dan proses.

7. Kepercayaan diri

Pengembangan masyarakat berusaha mengidentifkasi, memanfaatkan sumber-sumber yang ada (sumber sendiri) semaksimal mungkin untuk

meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat itu sendiri.

8. Tidak tergantung pada negara

Sesuai dengan prinsip sebelumnya, suatu pendekatan pengembangan

masyarakat akan berusaha meminimalkan dana dari pemerintah, agar masyarakat tidak menjadi tergantung.

9. Tujuan jangka pendek dan visi akhir

(6)

10. Pengembangan organisasi

Pengembangan organisasi memiliki arti bahwa masyarakat akan merasa bangga atau terhormat sesuai dengan nilai dari atribut khusus masyarakat apabila diizinkan dan didukung untuk berkembang dalam mencari unitnya sendiri, Hal ini dilakukan dengan memahami kompleksnya hubungan antara masyarakat dengan lingkungan.

11. Langkah-langkah pengembangan

Pengembangan masyarakat yang berhasil akan bergerak berdasarkan langkah masyarakat itu sendiri dan pekerja masyarakat yang berhasil akan menilai dari langkah dan tindakan itu.

12. Keahlian eksternal

Masing-masing masyarakat mengembangkan pengalaman dengan caranya sendiri. Namun demikian, masyarakat dapat belajar dari pengalaman daerah lain tetapi tidak harus meniru serupa dengan mereka.

13. Membangun masyarakat

Dalam beberapa kondisi, pengembangan masyarakat menjadi tujuan khusus dari proses membangun masyarakat.

14. Proses dan hasil

Proses itu sendiri merupakan hal yang penting dalam menentukan proses dan pencapaian tujuan pengembangan masyarakat. Untuk itu, seorang pekerja sosial masyarakat dalam upaya pengembangan masyarakat harus memperhatikan proses yang terjadi dan hasil yang dicapai.

15. Integritas dari proses

Pendekatan proses yang digunakan dalam membangun masyarakat adalah merupakan hal yang penting dan benar, apabila hal tersebut dilakukan didasarkan pada arah dan tujuan yang ingin dicapai.

16. Tanpa kekerasan

Aktivitas pengembangan masyarakat tidak diarahkan pada tindakan yang memicu terjadinya kekerasan seperti yang sering terlihat dalam berbagai bentuk tindak kekerasan fsik, yaitu militerisasi, kekerasan dalam rumah tangga, dll.

(7)

Pengembangan masyarakat membutuhkan proses yang melibatkan seluruh masyarakat.

18. Kesepakantan

Konsensus dilakukan atas dasar persetujuan seluruh masyarakat dengan maksud untuk mencari jalan keluar atau pemecahan yang disepakati oleh setiap golongan masyarakat.

19. Kerjasama

Kerjasama antara masyarakat dapat membuktikan banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dalam jangka waktu yang lama.

20. Partisipasi

Pengembangan masyarakat harus selalu memaksimalkan partisipasi setiap orang dalam masyarakat yang diwujudkan secara aktif dalam proses dan kegiatan pengembangan.

21. Mendefnisikan kebutuhan

Pengembangan masyarakat harus memperhatikan aspek kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, konsumen, tenaga kerja dan sumberdaya. Bermacam-macam kebutuhan baik yang bersifat progresif maupun regresif yang akan didefnisikan, memerlukan peranan semua orang.

22. Struktur yang merugikan

Pengembangan masyarakat harus konsisten dengan prespektif keadilan sosial dan akan selalu memperhitungkan adanya penekanan-penekanan yang terjadi baik dalam bentuk kelas sosial,gender,dan ras/etnik. Pengembangan masyarakat harus menjamin bahwa mereka tidak dapat memperkuat bentuk-bentuk penekanan secara struktural.

Selain dari prinsip di atas, pandangan lain yang menyebutkan prinsip dari pengorgansasian dan pengembangan masyarakat antara lain:

a. Keseimbangan artinya mencari keseimbangan antara kebutuhan dengan sumber yang ada di masyarakat

b. Individualisasi artinya masyarakat yg satu berbeda dgn masyarakat yg lainnya

(8)

d. Partisipasi artinya semua unsur masyarakat harus dilibatkan sehingga berperan aktif di dalam kegiatan

e. Perubahan dinamis artinya pada dasarnya masyarakat tidak statis tetapi dinamis sehingga terjadinya perubahan-perubahan yang harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi dan kemampuan masyarakat

f. Interdependensi artinya semua unsur yang ada dalam masyarakat tersebut selalu tergantung dan tidak ada yang mampu tanpa berhubungan dengan yang lain. Aplikasi pekerjaan sosial artinya proses pengorganisasian dan pengembangan masyarakat menjadi bagian yang integral dari pekerjaan sosial. Prinsip- prinsip peksos harus diterapkan didalam seluruh kegiatannya.

2.4 Model-Model Pendekatan Intervensi

1. Model Pengembangan Masyarakat Lokal (Locality Develepment)

Model ini biasa juga disebut community development. Model ini memandang bahwa perubahan atau pengembangan masyarakat dapat dilakukan dengan

sangat baik melalui suatu partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Model ini menuntut adanya keterlibatan berbagai golongan atau lapisan masyarakat (termasuk yang kurang beruntung ataupun struktur kekuasaan), terutama dalam mengidentifkasi dan memecahkan permasalahan yang mereka hadapi.

Yang menjadi sasaran dari model ini masyarakat pada level grass root (akar rumput) yang kurang memiliki kemampuanbekerjasama dan memanfaatkan sistem sumber baik di pedesaan maupun perkotaan. Tujuannya adalah menolong

masyarakat lokal dalam menemukan masalah, kebutuhan, potensi dan sumber-sumber; membuat rencana pembangunan;mendampingi pelaksanaan

pembangunan dalam kurun waktu tertentu hingga masyrakat mampu melakukannya sendiri.

Peranan dari pekerja sosial yang menonjol dari model ini adalah: Enabler, mempercepat pencapaian hasil, coordinator, serta guru dalam meningkatkan keterampilan untuk memecahkan masalah serta dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan etik.

Model ini menggangap bahwa konfik antara berbagai kelompok kepentingan yang terjadi dapat ditangani secara kreatif dan konstruktif. Model ini berupaya untuk mendorong agar mengekspresikan aspirasi mereka yang beragam secara bebas, akan tetapi model ini juga yakin bahwa kelompok-kelompok tersebut akan menyampingkan kepentingan-kepentingan pribadinya demi pencapaian bersama.

(9)

serta strategi atau kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut.

2. Model Perencanaan Sosial (Social Planning)

Model ini terutama menekankan pada suatu proses teknik dalam

memecahkan masalah. Model ini meyakini bahwa masalah yang dihadapi oleh masyarakat dengan lingkungan yang kompleks (biasanya masyarakat industri) memerlukan seseorang perencana yang memiliki keterampilan serta terlatih dan mampu membimbing masyarakat dalam melakukan proses perubahan yang kompleks.

Peranan sebagai seorang tenaga ahli sangat ditekankan dalam model ini untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Seorang perencana atau tenaga ahli ini biasanya bekerja sebagai pegawai pada suatu bagian dari struktur kekuasaan, seperti pemerintahan, suatu yayasan, lembaga dan sebagainya. Karena dia bekerja sebagai pegawai pada bagian dari struktur kekuasaan ini, maka terdapat

kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan-kepentingan dari struktur kekuasaan tersebut. Upaya-upaya untuk mengembangkan kemampuan masyarakat, pada umumnya kurang mendapat perhatian dalam model ini.

Peranan perencanaan dalam model ini meliputi pengumpulan data-fakta, menganalisis data, dan bekerja sebagai perancang program. Partisipasi masyarakat dalam model ini dipandang secara sangat bervariasi. Mulai yang sangat kecil

sampai yang moderat/cukupan, tergantung dari sikap masyarakat terhadap masalah yang ingin dipecahkan. Focus utama dari model ini terletak pada upaya untuk mengidentifkasikan kebutuhan masyarakat serta melakukan perancangan pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.Tema sentral dari model ini adalah : “dapatkanlah data, kemudian lakukan tahapan berikut secara rasional”.

3. Model Aksi Sosial (Social Action)

Model ini memiliki pandangan bahwa di dalam masyarakat yang

bersangkutan, terdapat suatu bagian/kleompok yang kurang beruntung (yang seringkali tertindas) yang perlu dibantu, diorganisasikan dalam rangka menekan struktur kekuasaan yang menindasnya. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh sumber-sumber atau perlakuan yang lebih baik sesuai dengan asa demokrasi dan keadilan.

(10)

Peranan pekerja sosial dalam hal ini meliputi : peranan sebagai pembela, penggerak, activist, pemberi semangat juang/partisipan, dan negosiator. Strategi atau taktik yang digunakan dalam model ini meliputi : prostest, boycotts,

konfrontasi, dan negosiasi.

Tema sentral dari model ini adalah : “marilah kita galang kekuatan untuk mengubah penindas kita”. System klien dalam model ini dipandang sebagai

“korban” dari penindasan struktur kekuasaan. Model social action ini tidak banyak dilakukan pekerja social (bahkan di Negara maju sekalipun). Banyak pekerja sosial yang terlibat dalam kegiatan social action ini akan mendapat sanksi dari lembaga yang mempekerjakannya, mendapatkan penurunan jabatan, atau bahkan

pemutusan hubungan kerja. Oleh karena itu, model ini seringkali dimodifkasi sedemikian rupa, sehingga strategi atau taktik yang terlalu radikal diperlunak sampai batas-batas tertentu.

2.5 Keterampilan-Keterampilan Dalam COCD

Ketrampilan pekerja sosial berikut ini merupakan ketrampilan inti dalam pekerjaan sosial dengan masyarakat yang sangat penting bagi sebagian pekerjaan sosial dalam setting apapun dia bekerja.

a. Komunikasi personal.

Ketrampilan komunikasi interpersonal secara baik merupakan ketrampilan yang sangat vital. Kemampuan komunikasi tersebut membutuhkan kemampuan untuk

- Memulai suatu komunikasi atau percakapan

- Menyimpulkan komunikasi atau percakapan

- Mengupayakan agar suatu percakapan yang terfokus

- Menyadari pentingnya lingkungan fsik dalam komunikasi personal.

- Mendengarkan dengan sungguh-sungguh

- Memahami dan mengnterprestasikan apa yang diucapkan

- Menjaga lawan bicara tetap nyaman

- Mengajukan pertanyaan secara tepat

(11)

- Mengungkapkan kesan dalam bahasa yang mudah dipahami

- Mendorong keseriusan

- Meyakinkan bahwa interaksi yang terjadi adalah umum sebuah dialog bukan permainan kekuatan dan kendali

- Menyadari adanya perbedaan budaya dan memiliki sensitivitas dalam komunikasi

- Menggunakan bahasa tubuh untuk memperkuat komunikasi

- Menyadari kendala waktu dan prioritas orang lain.

Program-program pelatihan ketrampilan komunikasi interpersonal secara lebih efektif. Pada kenyataannya akan memberikan feed back serta mendorong kesadaran dan refeksi kritis. Sebagai suatu konteks dimana refeksi kritis dapat dilakukan, maka pelatihan-pelatihan seperti sangat bermanafaat bagi seorang pekerja sosial masyarakat.

b. Kelompok dan pertemuan

Banyak waktu yang dimiliki oleh pekerja sosial tercurah dalam kelompok kecil. Dengan demikian pekerja sosial harus melakukan tugas-tugas tersebut yang memerlukan ketrampilan-ketrampilan yang meliputi kemampuan untuk :

- Mengamati dan sadar tentang dinamika kelompok

- Menyadari pengaruh faktor budaya dan gender yang mungkin menghalangi seseorang untuk berpartisipasi secara penuh

- Memahami pentingnya lingkungan fsik

- Berbicara dalam kelompok secara efektif

- Melaksanakan kepemimpinan, jika diperlukan dalam memfasilitasi proses-proses kelompok

- Melibatkan para partisipan yang terlalu banyak bicara.

- Menginterprestasikan dan melakukan refeksi atas apa yang diucapkan, sehingga seluruh anggota kelompok dapat memahami.

- Membantu kelompok untuk mencapai konsensus.

- Mempersiapkan pertemuan kelompok

- Menyusun agenda

(12)

- Mencegah kelompok keluar dari tujuan

- Mencegah terpecahnya kelompok

- Memahami prosedur pertemuan=pertemuan formal

- Mengupayakan resolusi formal

- Menginterprestasikan konstitusi

- Memanfaatkan humor untuk meredakan ketegangan serta membangun solidaritas.

Ketrampilan-ketrampilan ini terutama berguna untuk bekerja dengan kelompok kecil maupun kelompok-kelompok yang terpusat pada tugas, kelompok yang biasanya ditangani oleh pekerja sosial kelompok. Tanggung jawab pekerja sosial yang utama adalah meyakinkan adanya dukungan lingkungan terhadap berlangsungnya proses-proses pengembangan.

c. Pendidikan masyarakat.

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dari peranan pekerja sosial masyarakat, sehingga keterampilan-keterampilan dalam pendidikan sangatlah penting. Dalam rangka untuk mencapai tujuan pemberdayaan masyarakat penting bagi pekerja social memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

menentukan sendiri agenda pelatihan yang dibutuhkannya.

Bebagai ketrampilan yang berkaitan dengan pendidikan , juga yang berkaitan dengan kelompok dan interaksi interpersonal bukanlah sesuatu yang bersifat membingungkan. Keterampilan-keterampilan ini erat sekali kaitannya dengan pengalaman hidup sehari-hari dari sebagian besar orang. Seorang pekerja sosial yang baik akan selalu berusaha untuk mencari kesempatan masuk dalam upaya-upaya peningkatan landasan maupun dialog-dialog serta menghubungkan pengalaman-pengalaman seseorang dengan konteks sosial, budaya, ekonomi yang lebih luas.

d. Menyediakan sumber bagi struktur dan proses-proses masyarakat.

Pekerja sosial masyarakat seringkali berupaya untuk membantu masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat dalam memperoleh informasi,

sumber-sumber, ketrampilan-ketrampilan maupun tenaga ahli yang dibutuhkan dalam rangka memperkuat struktur maupun tujuan-tujuannya sendiri. Walaupun demikian pekerja sosial tentunya tidak diharuskan untuk memberikan semua yang

(13)

melainkan dituntut untuk mengetahui dimana sumber informasi yang dibutuhkan berada.

Ketrampilan untuk menyediakan sumber bagi proses dan struktur masyarakat ini juga tidak boleh mengingkari prinsip-prinsip pemberdayaan. Pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam masyarakat lebih memberdayakan dibanding memanfaatkan sumber dari luar. Ketrampilan pekerja sosial untuk menaksir hal ini merupakan ketrampilan penting pula yang harus dimiliki.

e. Ketrampilan membuat tulisan

Penting bagi seorang pekerja sosial untuk memiliki kemampuan untuk membuat tulisan. Pekerja sosial seringkali membuat beraneka ragam jenis karya tertulis. Penguasaan atas berbagai bahasa yang baik sangat menunjang dan bermanfaat dan juga diperlukan kemampuan untuk mengekspresikan gagasannya melalui berbagai tulisan yang mudah dipahami.

Sehubungan dengan ketrampilan menulis ini pekerja sosial perlu memiliki kesadaran diri pada tingkat yang tinggi., sehingga dia mampu membuat

assessment terhadap apa yang dapat dilakuikannya dan ketrampilan-ketrampilan apa yang dapat dikembangkannya.

f. Memberi motivasi, meningkatkan antusiasme dan mengaktifkan.

Ketrampilan-ketrampilan pekerja sosial masyarakat yang berkaitan dengan peranan pekerja sosial dalam memberikan motivasi, meningkatkan antusiasme masyarakat merupakan keterampilan yang banyak berasal dari kepribadian pekerja sosial itu sendiri. Ketrampilan ini merupakan aktivitas yang kompleks yang dapat ditempuh pekerja sosial untuk mengembangkan ketrampilannya. Dengan demikian akan sangat berbeda sesuai dengan karakteristik dan situasi individual dari pekerja sosial tersebut.

g. Mengatasi konfik-konfik negoisasi dan mediasi

Ketrampilan negoisasi dan mediasi sangat penting bagi seorang pekerja sosial masyarakat. Ketrampilan ini meliputi berbagai ketrampilan yang akan

diperoleh oleh pekerja sosial karena unsur kemanusiannya. Akan tetapi diperlukan cara khusus untuk memanfaatkannya. Terdapat banyak kursus-kursus yang

ditujukan untuk melatih penanganan konfik, usaha-usaha mediasi dan negoisasi, Dengan demikian, seperti juga ketrampilan-ketrampilan lain, pekerja sosial

masyarakat harus mengembangkan kesadaran nilai yang kuat terhadap isu-isu struktural.

h. Perwakilan/representatif dan advokasi.

(14)

menampilkan kasus yang dihadapi masyarakat pada forum-forum lain. Tugas untuk mendengar dan memahami masyarakat, pekerja sosial perlu memiliki penerimaan serta responsivitas yang didukung oleh kemampuan untuk mendengar, melakukan interprestasi maupun kemampuan untuk memahami situasi yang dihadapi.

Sedangkan tugas untuk menampilkan kasus yang dihadapi kepada forum lain, pekerja sosial perlu memiliki ketrampilan untuk memaparkan secara jelas, tegas dan kemampuan-kemampuan komunikasi.

Hanya dengan kombinasi dari berbagai ketrampilan tersebut, pekerja sosial mampu memerankan diri sebagai pembela yang efektif. Selain itu pekerja sosial juga harus sadar tentang problematik dari peranan advokasi.

i. Presentasi publik

Presentasi kepada publik merupakan keterampilan penting lain yang harus dikembangkan oleh pekerja sosial. Seringkali pekerja sosial harus membuat

presentasi kepada publik, baik dalam masyarakat itu sendiri maupun diluar

masyarakat. Hal ini dapat dilakukan secara efektif, jika pekerja sosial masyarakat itu mampu menyampaikan suatu bahasan secara jelas, lancar dan menarik.

Presentasi kepada publik perlu didukung oleh kemampuan untuk menggunakan alat bantu audio visual.

j. Bekerja dengan media massa.

Terdapat berbagai keterampilan penting yang berkaitan dengan

pemanfaatan media massa ini. Hal ini meliputi pengetahuan tentang trik-trik untuk menghadapi suatu interview atau menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sulit, mengetahui bagaimana menyampaikan pesan dalam suatu interview, mampu membuat tulisan-tulisan yang akan disampaikan kepada media massa. Prinsip utama dalam membuat tulisan untuk mengisi media massa adalah dengan

membuat tulisan sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan secara langsung oleh wartawan. Gaya tulisan dalam surat kabar seringkali sangat berbeda dengan tulisan ilmiah. Sehingga diperlukan nasehat dari orang-orang yang memiliki ketrampilan membuat tulisan-tulisan dalam media massa seperti itu.

k. Manajemen dan organisasi.

Banyak pekerjaan-pekerjaan pengembangan masyarakat yang berhasil berkat adanya organisasi dan manajemen yang efektif. Mungkin lebih dari berbagai aktivitas lain, manajemen dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting yang perlu dilakukan orang-orang yang sangat profesional.

(15)

sesuatu secara terorganisir. Istilah efsien dan organisasi ini dipahami oleh terminologi.

l. Penelitian.

Tugas-tugas yang dilakukan oleh seorang pekerja sosial membutuhkan ketrampilan dalam bidang penelitian dasar, penelitian ini bukanlah suatu penelitian yang sangat kompleks, melainkan pengumpulan dan analisis data dasar yang relevan secara sistematis. Hal ini meliputi kemampuan dalam memanfaatkan data sensus , catatan-catatan pemerintah lokal, merancang dan melaksanakan survey kebutuhan, melakukan evaluasi dan sebagainya. Para pekerja sosial yang tidak memiliki latar belakang penelitian perlu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan penelitian sesuai dengan kebutuhan praktek. Selain itu pekerja sosial juga memperoleh ketrampilan penelitian ini dengan membaca berbagai buku atau makalah-makalah yang relevan.

2.6 Teknik-Teknik Dalam COCD

Penerapan model/pendekatan/metode pengembangan masyarakat perlu menerapkan taktik/teknik yang tepat. Hal penting yang juga menjadi perhatian adalah bahwa setiap upaya perubahan dalam masyarakat, selalu berkaitan dengan persoalan alokasi sumber yang bersifat terbatas. Terdapat 4 aspek utama yang disarankan Brager

dalam pemilihan taktik pemberian pelayanan, yaitu:

• Taktik yang akan diterapkan harus terencana dengan baik

• Taktik yang dipilih digunakan untuk menghasilkan respon-respon spesifk

• Pemilihan taktik dilakukan dengan melibatkan interaksi dengan orang lain

• Pemilihan taktik harus berorientasi pada tujuan (goal oriented).

Brager (1987) dan Holloway (1978) membagi 3 jenis teknik (taktik) dalam pengembangan masyarakat:

1. Kolaborasi (kerjasama)

Kolaborasi dilakukan apabila sistem sasaran setuju (mudah teryakinkan untuk sepakat) dengan sistem kegiatan mengenai perlunya perubahan dan dukungan alokasi sumber. Ada dua jenis teknik kolaborasi, yaitu:

a. Implementasi

(16)

b. Membangun kapasitas (capacity building) yang dilakukan melalui :

- Partisipasi, mengacu pada kegiatan-kegiatan yang berupaya untuk melibatkan anggota sistem klien dalam usaha perubahan.

2. Kampanye (penyuluhan sosial)

Teknik ini diperlukan untuk dilakukan apabila sistem sasaran tidak menolak untuk berkomunikasi dengan sistem kegiatan, akan tetapi konsensus akan perlunya perubahan belum tercapai, atau sistem sasaran mendukung perubahan tetapi tidak ada alokasi sumber untuk perubahan tersebut.

1. Teknik Edukasi

Sistem perubahan berinteraksi dengan sistem sasaran dengan menyajikan berbagai persepsi, sikap, opini, data dan informasi mengenai perubahan yang diinginkan, dengan tujuan untuk meyakinkan sistem sasaran mengubah cara berpikir atau bertindaknya, yang selama ini dianggap kurang sejalan dengan perubahan yang diperlukan.

2. Teknik Persuasi

Mengacu pada seni untuk meyakinkan orang lain agar menerima dan mendukung pandangan-pandangannya atau persepsinya mengenai suatu isu:

- Kooptasi (cooptation)

Meminimalkan kemungkinan terjadinya oposisi dengan cara menyerap atau melibatkan anggota-anggota sistem sasaran ke dalam sistem kegiatan. Pelibatan anggota kelompok sasaran secara individual disebut “informal cooptation”, sedangkan melibatkan sistem sasaran secara kelompok disebut ‘formal cooptation”.

- Lobi (Lobbying)

Lobi adalah bentuk persuasi yang mengarah pada perubahan

kebijakan di bawah jelajah sistem pengendalian. Kegiatan diarahkan pada para elit yang menjadi kunci dalam perumusan kebijakan.

-Penggunaan Media Massa

Mengembangkan dan menayangkan cerita-cerita yang bernuansa berita ke dalam media-media elektronik maupun cetak dengan tujuan untuk mempengaruhi

pendapat umum. Teknik ini digunakan untuk mendesak para pengambil keputusan untuk menyepakati cara-cara pemecahan masalah yang telah teridentifkasi.

(17)

Kontes dilakukan apabila sistem sasaran tidak setuju dengan perubahan dan atau alokasi sumber dan masih terbuka bagi terjadinya komunikasi mengenai ketidaksepakatan ini. Kegiatan yang termasuk kategori teknik ini, adalah:

a. Tawar menawar (bargaining) dan negosiasi

b. Aksi masyarakat (social action)

2.7 Peranan Pekerja Sosial Masyarakat

1. Peranan Fasilitatif

Peranan-peranan yang dikelompokan sebagai peran fasilitatif adalah peranan yang berkaitan dengan menstimulasi atau mendukung pengembangan masyarakat.

a. Animasi Sosial

Animasi sosial menggambarkan suatu peranan yang penting dalam praktek

pekerjaan sosial masyarakat, yaitu kemampuan untuk mengilhami, menyemangati, mengaktifkan, mendukung, menggerakan dan memotivasi orang lain untuk tindak.

b. Mediasi dan Negosiasi

Pekerja sosial masyarakat akan sering berhadapan dengan konfik-konfik ini, seorang pekerja sosial masyarakat kadang-kadang berperan sebagai mediator.

c. Dukungan ( support )

Satu dari peranan pekerja sosial masyarakat yang sangat penting adalah untuk memberikan dukungan kepada orang-orang yang dilibatkan dalam struktur dan aktivitas masyarakat.

d. Membangaun Konsensus

Membangun kesepakatan merupakan perluasan dari peranan mediasi yang dibahas sebelumnya. Peranan ini menekankan pada tujuan umum/bersama,

mengidentifkasi alasan-alasan umum, dan menolong masyarakat untuk mengarah pada kesepakatan yang dapat diterima oleh orang lain.

e. Fasilitasi Kelompok

Dalam berbagai hal, seorang pekerja sosial masyarakat akan memainkan peranan fasilitas dengan suatu kelompok, apakah secara formal sebagai seorang pemimpin, atau secara informal sebagai anggota kelompok yang mampu membantu kelompok untuk mencapai tujuannya dengan cara efektif.

(18)

Peran penting dari pekerja sosial masyarakat adalah untuk mengidentifkasi dan menempatkan sumber-sumber ini, dan membantu masyarakat untuk melihat bagaimana sumber-sumber itu dapat digunakan.

g. Organisasi

Organisasi digambarkan sebagai seseorang yang “membuat sesuatu terjadi”. Peranan ini memerlukan peranan berfkir apa yang perlu dilakukan, dan meyakinkan bahwa hal itu terjadi.

2. Peranan edukasional

Kategori kedua dari peranan pekerja sosial masyarakat adalah peranan edukasional. Jika pada peranan fasilitatif, pekerja terlibat dalam menstimulasi dan mendukung proses-proses masyarakat, maka peranan edukasional menuntut pekerja lebih aktif dalam setting agenda. Peranan seorang pekerja sosial masyarakat terdiri atas:

a. Menumbuhkan kesadaran

Menumbuhkan kesadaran dimulai dengan menghubungkan pribadi dengan politik, atau individu dengan struktural.

b. Menginformasikan

Secara sederhana memberikan informasi yang relevan kepada orang/masyarakat dapat menjadi peranan yang sangat bermanfaat bagi seorang pekerja sosial masyarakat.

c. Mengkonfrontasikan

Dalam beberapa situasi masalah, mungkin merupakan hal yang besar dan bahwa kelompok atau masyarakat tidak mampu menghadapinya, maka pekerja sosial masyarakat perlu mengkonfrontasikan kelompok dengan konsekuensi-konsekuensi tindakannya.

d. Pelatihan

Pelatihan merupakan peranan edukatif yang sangat khusus, peranan ini secara sederhanan menyangkut mengajar orang-orang atau masyarakat bagaimana melakukan sesuatu.

3. Peranan representasi

(19)

a. Memperoleh Sistem Sumber

Disatu sisi, prinsip kepercayaan diri berusaha memanfaatkan sumber-sumber yang mungkin diperoleh dari dalam masyarakat, namun ada waktunya bila seorang pekerja sosial masyarakat perlu mencari sumber-sumber dari sumber eksternal.

b. Advokasi

Disini pekerja sosial masyarakat mewakili kepentingan individu, kelompok dan masyarakat itu dan meletakkan kasus mereka pada urusan yang lebih baik.

Peranan advokasi merupakan peranan yang sangat berkuasa, dan dengan peranan ini pekerja sosial masyarakat mudah berada/masuk dalam posisi yang berwenang.

c. Media Massa

Pekerja sosial masyarakat dalam beberapa hal perlu menggunakan media secara efektif. Peranan ini menyangkut kemampuan pekerja sosial masyarakat dalam penerbitan, melakukan interview di radio, televise atau media cetak atau partisipasi dalam suatu debat atau forum.

d. Hubungan Masyarakat

Pekerja sosial masyarakat perlu menyadari tentang image yang perlu diproyeksikan oleh proyek masyarakat, dan untuk mempromosikan image/gagasan yang tepat dalam konteks yang lebih luas.

e. Jaringan Kerja

Jaringan kerja berarti membangun hubungan dengan banyak orang, dan mampu memanfaatkan mereka untuk mempengaruhi perubahan.

f. Berbagai Pengetahuan dan Pengalaman

Pekerja sosial perlu saling membagi pengalaman dengan orang lain, baik dengan sesame pekerja sosial masyarakat maupun dengan anggota masyarakat.

4. Peranan teknikal

a. Pengumpulan dan analisa data

Peranan ini berkaitan dengan peranan pekerja sosial masyarakat dalam penelitian sosial. Menggunakan berbagai metode penelitian ilmu-ilmu sosial untuk

mengumpulkan data yang relevan dan untuk menganalisa dan menyajikannya.

b. Penggunaan Komputer

(20)

pengembangan masyarakat untuk membantu anggota masyarakat lainnya dalam memperoleh keterampilan computer.

c. Persentasi Lisan dan Tulisan

Pekerja Pekerja sosial masyarakat pasti membuat tulisan-tulisan, tulisan-tulisan ini mencakup laporan tertulis, pengeluaran dana, laporan-laporan pertemuan, kertas diskusi dan surat-surat.

d. Manajemen

Peranan manajemen menjadi penting pada saat pertanggung jawaban pengelolaan proyek. Pada level masyarakat, konsep-konsep seperti manajemen menengah tidak diterapkan secara normal.

e. Kontrol Finansial

Peranan teknis yang terakhir adalah manajemen keuangan. Dalam bidang ini, biasanya pekerja sosial masyarakat memiliki latar belakang atau pengalaman sedikit dalam hal ini, dan mungkin akan lebih baik bila ia mencari asisten yaitu orang yang.

BAB III

(21)

3.1 Kesimpulan

Asumsi dasar pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah sebagai sebuah adalah suatu proses untuk membantu masyarakat agar dapat menggali dan menggerakkan sumber- sumber yang ada untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan. Tujuan utama metode pengorganisasian dan

pengembangan masyarakat adalah untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial.

Sebagai sebuah metode dalam profesi pertolongan, Pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dfdasarkan pada kerangka pekerjaan sosial. Ada prinsip-prinsip, model-model pendekatan, teknik-teknik dalam praktek dan

keterampilan-keterampilan dasar yang harus diperhatikan serta adanya peranan pekerjaan sosial dalam pengorganisasian dan pengembangan masyarakat.

Sebagaimana prinsip pekerjaan sosial “ to helf people to help themself ” yang berati pekerjaan sosial membantu masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri. Maka metode COCD membantu masyarakat agar mampu secara mandiri untuk memobilisir dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Netting, F. Ellen, Peter M. Kettner dan Steven L. McMurtry.2004.Social Work Macro Practice (third edition).Boston:Allyn and Bacon.

(22)

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM

PENANGANAN MASALAH SOSIAL GLOBAL

Oleh: Edi Suharto, PhD

Abstract

This paper aims to identify roles of social workers in the alleviation of global social problems. It argues that globalisation leads to massive change, for better or worse, around the globe. This change provides challenges as well as opportunities for social workers to contribute their expertise in the global arena. As such, in order to respond to the global interdependence as well as its implications, both social welfare development and social workers in Indonesia require more robust commitment to the international dimensions of social work education, professional associations, and human services.

Disampaikan pada Seminar “Isu-Isu Global dan Masalah Sosial Strategis yang Berpengaruh terhadap Pembangunan Kesejahteraan Sosial”Departemen Sosial RI, Jakarta 27-28 Januari 2004

PROLOG

Sejalan dengan hadirnya era milenium baru, perubahan sosial berlangsung secara cepat dan massif, menyentuh setiap sisi kehidupan umat manusia di belahan bumi manapun. Berakhirnya Perang Dingin (The Cold War) ditandai dengan berakhirnya era konflik ideologis yang telah sekian lama membagi dunia kedalam dua kubu yang berlawanan. Kemenangan demokrasi atas totalitarianisme serta keunggulan kapitalisme atas sosialisme telah menawarkan peningkatan interaksi dan kolaborasi antar peradaban yang kemudian memperkuat hegemoni globalisasi.

Makalah ini mengkaji pembangunan kesejahteraan sosial dan peran pekerjaan sosial dalam konteks globalisasi. Dengan menempatkan globalisasi sebagai muara permasalahan sosial global, peran pekerjaan sosial (social work) dalam arena pembangunan kesejahteraan sosial pada skala nasional dan internasional menjadi mudah dipetakan. Selain itu, pandangan ini sejalan dengan paradigma baru pekerjaan sosial. Respon pekerja sosial tidak lagi bersifat reaktif-simptomatif yang hanya berperan sebagai “tukang sapu” sampah sosial. Melainkan, harus pula terlibat dalam perancangan kebijakan sosial strategis menghadapi perubahan sosial yang terjadi dalam matra global. Selain harus mampu menangani persoalan sosial yang muncul di hilir, pekerja sosial harus tanggap pula terhadap isu-isu sosial yang hadir di hulu.

(23)

melainkan pula pada aras internasional. Realitas baru yang terbentang memberi pesan jelas bahwa globalisasi menuntut redefinisi dan reposisi peran pekerjaan sosial serta pembangunan kesejahteraan sosial di Tanah Air yang berdimensi internasional. Alur pikir makalah ini disajikan dalam Gambar 1.

GLOBALISASI

Tidak berlebihan, jika membaik dan memburuknya persoalan global dipandang sebagai dampak dari, atau bermuara pada, globalisasi. Seorang kolumnis Boston Globe menyatakan: “Dalam dunia yang menciut, baik dan buruk dapat dengan mudahnya berpindah-pindah. Saat ini, kekuatan gelap globalisasi tampaknya lebih kuat menggenggam.” (Charles Stein dalam Damanhuri, 2003). Karenanya, mudah dipahami bahwa ketika Standars & Poor mengumumkan bahwa harga saham pada perusahaan-perusahaan AS pada Maret 2000 menurun sekitar 40 persen, dalam waktu singkat situasi ini merembet ke negara-negara Eropa Barat dan Asia. Dalam periode yang sama, Inggris mengalami penurunan saham sebesar 42 persen, Prancis sebesar 57 persen dan Jepang sebanyak 63 persen. Dampak negatif kemerosotan ekonomi ini pada gilirannya menimbulkan atau memperparah situasi kemiskinan dan pengangguran di negara-negara berkembang yang sebelumnya sudah buruk.

(24)

dwitunggal yang sulit dipisahkan. Neoliberalisme sendiri berakar pada ekonomi neo-klasik. Dua tokoh utama pemikiran ini adalah Frederick von Hayek dan muridnya Milton Friedman. Inti ajarannya menekankan pentingnya kebebasan, khususnya kebebasan ekonomi dari campur tangan negara. Negara dipandang sebagai penghambat mekanisme pasar dan karenanya mengganggu pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, neoliberalisme sangat anti terhadap welfare state dan developmental state (Mishra, 1999; Suharto, 2001a.,2001b, 2002).

Kemakmuran versus Kesengsaraan

Dengan dukungan neoliberalisme, kekuatan globalisasi tidak ada yang meragukan. Bermula dari sekte kecil di Universitas Chicago, embusan globalisasi kini menguasai jaringan internasional, lembaga penelitian, pers, dan penerbitan. Sebagian besar ilmuwan dan kepala pemerintahan akan merasa “rendah diri” kalau tidak mengutip doktrin-doktrin neoliberalisme. TINA (There Is No Alternative) adalah jargonnya yang begitu membahana mengisi setiap relung pemikiran ekonom dan ilmuwan sosial. Seakan-akan, pembangunan dunia ini tidak memiliki alternatif lain, selain mengikuti pendekatan neoliberalisme. Dalam tataran praktis, hampir tidak ada satupun negara di dunia ini yang bebas dari Coca-cola, McDonald, KFC, dan Levis, lambang supremasi corporate capitalism yang menguasai sistem ekonomi abad 21 (Suharto, 2002).

Kemajuan standar hidup akibat globalisasi memang mengagumkan (lihat Baasir, 2003; UNDP, 2002:13). Akumulasi kekayaan dunia pada periode 1986-2000 melonjak empat kali lipat, dari 7,2 triliun dollar AS menjadi 27 triliun dollar AS. Jumlah penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan absolut menurun dari 29 persen di tahun 1990 menjadi 23 persen pada tahun 1999. Angka partisipasi Sekolah Dasar juga meningkat dari 80 persen (1990) menjadi 84 persen (1998). Sejak tahun 1990, sekitar 800 juta dan 750 juta orang telah memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi secara berturutan.

Namun di sebalik itu, globalisasi juga telah membawa penderitaan baru bagi dunia. Potret kemajuan di atas ternyata sebagian besar hanya dialami oleh negara-negara maju. Sedangkan kondisi kehidupan di negara-negara berkembang masih tetap atau bahkan semakin terbelakang. Seperti dilaporkan UNDP (2002:13), “But in a globalizing world the increasing interconnectedness of nations and peoples has made the differences between them more glaring.” Penemuan teknologi baru dan peningkatan integrasi ekonomi telah membuka kesempatan ekonomi global yang luar biasa. Tetapi di balik kemakmuran yang umumnya dialami negara-negara maju itu, kini masih terdapat 2,8 milyar orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari. Seorang gadis yang lahir di Jepang saat ini memiliki 50 persen kemungkinan untuk menatap abad ke-22, sedangkan 1 dari 4 bayi yang baru lahir di Afghanistan kemungkinan besar tidak akan pernah merayakan ulang tahunnya yang ke-5 (UNDP, 2002:1-13). UNDP (2002:13) menambahkan:

(25)

Berdasarkan studinya di negara-negara berkembang, Haque (1999) dalam bukunya, Restructuring Development Theories and Policies, menyimpulkan bahwa globalisasi bukan saja telah gagal mengatasi krisis pembangunan, melainkan pula telah semakin memperburuk situasi sosial-ekonomi di Dunia Ketiga (lihat Suharto, 2002:3):

Compared to the socioeconomic situation under the statist governments during the 1960s and 1970s, under the pro-market regimes of the 1980s and 1990s, the condition of poverty has worsened in many African and Latin American countries in terms of an increase in the number of people in poverty, and a decline in economic growth rate, per capita income, and living standards.

Kegagalan globalisasi seperti ini telah sering dibeberkan secara meriah dan meyakinkan oleh banyak tokoh dunia, ilmuwan sosial maupun ekonomi. Paul Krugman, David Korten, Noreena Hertz, Edward Luttwak, William Greider, dan peraih Nobel Ekonomi 2001, Joseph E. Stiglitz adalah beberapa ilmuwan yang lantang menentang dan/atau menunjukkan bahaya globalisasi.

Bahaya

Pertanyaannya, mengapa globalisasi dapat mendatangkan bencana? Sedikitnya ada tiga alasan utama mengapa globalisasi dapat membawa malapetaka bagi dunia.

Pertama, globalisasi didasari ideologi free market fundamentalism yang patuh pada mitos “the invisible hand” dan antipati terhadap peran negara (Stiglitz, 2003). Diyakini bahwa kalau pemerintah mengeliminasi intervensi ekonominya (subsidi, proteksi, kepemilikan), maka pasar privat dapat menjalankan perannya lebih efisien yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial melalui mekanisme “efek rembesan ke bawah” (trickle down effect). Kenyataannya, “tangan tak kelihatan” itu tidak mampu mengatur pasar secara sempurna, utamanya di negara-negara berkembang, karena ketidaksempurnaan informasi dan ketidaklengkapan pasar. Sesungguhnya, dalam kondisi seperti ini, intervensi negara diperlukan untuk merespon ketidak-sempurnaan dan bahkan kegagalan pasar (market failure).

Kedua, globalisasi memperkokoh hegemoni perusahaan-perusahaan multinasional atau transnasional (MNCs/TNCs). Di balik kedok globalisasi, bersembunyi wajah neoliberalisme, dan di belakang neoliberalisme berjajar MNC yang memiliki kepentingan menguasai ekonomi dunia. Tony Clark (2001), dalam bukunya The Case Against The Global Economy, menunjukkan bahwa dari 100 pemegang kekayaan dunia, 52-nya adalah MNC; sebanyak 70 persen perdagangan global di kontrol oleh hanya 500 MNC, dan 443 dari 500 perusahaan tersebut berasal atau berlokasi di AS (185), Eropa (158) dan Jepang (100) (lihat Khudori, 2003).

(26)

pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi bagi negara sejauh memenuhi syarat-syarat yang ditetapkannya (pajak rendah, upah buruh minimum, serikat buruh yang lunak). Melemahnya sistem welfare state di Eropa Barat, misalnya, dapat disebut sebagai bentuk “tunduknya” kepala negara kepada MNC. Seperti dicatat Wibowo (2002), sampai tahun 1980-an tidak ada satu pun negara di Eropa Barat yang berani mengubah kebijakan sosial (kesehatan, pendidikan, jaminan hari tua) yang amat sensitif ini. Di pelopori panji ekonomi “Thatcherisme”, satu demi satu negara-negara yang terkenal dengan “keroyalan” pembangunan kesejahteraan sosial-nya itu “merestrukturisasi” welfare state. (lihat Suharto, 2004, Negara Lemah versus Negara Sejahtera). Alasannya, welfare state dianggap “boros” dan menakutkan para MNC memasukan modalnya ke negara mereka (Esping-Andersen, 1996; Stephens, 1996).

Ketiga, bahaya globalisasi tidak hanya disebabkan oleh saratnya muatan ideologi neoliberalisme dan kepentingan kapitalis dunia. Lebih jauh, ia disokong oleh tiga lembaga internasional penting: Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF) dan World Trade Organization (WTO) yang sanggup mencengkram dunia. Melalui strategy export-oriented production dan pendekatan structural adjustment policy (SAP), Bank Dunia dan IMF bertindak laksana agen kolonialisme baru yang mengeruk kekayaan negara-negara berkembang. Ketika sebuah negara sudah tergantung secara ekonomi karena terjebak pinjaman yang berkedok bantuan, maka WTO dapat dengan leluasa meliberalisasi ekonomi negara tersebut (Wibowo, 2002; Baswir, 2003). Seperti dinyatakan Khudori (2003:4):

Sudah tak terhitung berapa jumlah negara yang jadi korban neoliberalisme, Indonesia salah satunya…Dalam posisi yang lemah, satu per satu sektor-sektor publik yang semula diurus negara dilucuti dan diserahkan kepada mekanisme pasar, seperti sektor pangan, migas, listrik, BUMN, pendidikan, dan kini akan menyusul air.

Jelaslah, secara internasional memburuknya permasalahan sosial global bermuara pada globalisasi. Melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi antara negara maju dan berkembang, meningkatnya ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju, serta menguatnya dominasi negara kapitalis atas faktor-faktor produksi negara berkembang telah melahirkan dan bahkan memperparah tragedi kemanusiaan. Selain itu, melemahnya peran negara dalam pembangunan ekonomi pada gilirannya akan disusul dengan melemahnya peran negara dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Sebagaimana terjadi di banyak negara berkembang, melemahnya peran negara ini seringkali menjadi pemicu disintegrasi sosial dan munculnya permasalahan sosial “lokal”.

PERAN PEKERJAAN SOSIAL

(27)

terhadap isu-isu yang ditawarkan globalisasi. Isu-isu seperti liberalisasi perdagangan, investasi dunia, HAM, lingkungan hidup, hak paten, dan bahkan terma-terma akademis seperti demokratisasi, community empowerment, local participation, indigenous culture, tidak jarang digunakan sebagi “kemasan logis” neoliberalisme agar “jebakan-jebakan kepentingan” dapat menebar dengan masuk akal dan leluasa. Diharapkan ekonomi dunia tetap berada di bawah kendali kelas kapitalis internasional. Melalui kesadaran ini, maka fokus pekerjaan sosial hendaknya tidak hanya diarahkan untuk menanggulangi permasalahan sosial global yang diakibatkan globalisasi. Melainkan pula, dan ini yang lebih penting, harus diarahkan pada usaha perlawanan terhadap agenda-agenda globalisasi, termasuk kepada neoliberalisme sebagai ideologi yang menjadi ruh globalisasi.

Think Globally and Act Globally

Sebagaimana dinyatakan Hokenstad dan Midgley (1997:1), “social work remains a profession with a largely local orientation.” Tampaknya, para pekerja sosial sangat terkesan dengan pemikiran yang berkembang selama ini, yakni: “berpikirlah secara global, namun bertindaklah secara lokal” (think globally and act locally). Sebagian besar pekerja sosial berkiprah dalam konteks pelayanan sosial lokal. Tugas mereka, apakah membantu individu, keluarga atau komunitas, senantiasa berbasis lokal. Meskipun sebagian besar pekerjaan sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan nasionalnya, termasuk pendanaan, kebijakan dan program, pandangan selintas menunjukkan bahwa seolah-olah praktik pekerjaan sosial tidak terpengaruh secara langsung oleh kecenderungan dan isu-isu global (Hokenstad dan Midgley, 1997).

Namun demikian, pekerjaan sosial akan semakin mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsinya secara efektif tanpa pemahaman mengenai lingkungan global. Kekuatan-kekuatan global di luar pembangunan dan kebijakan nasional memiliki pengaruh langsung terhadap kehidupan lokal. Sistem perekonomian semakin terbuka dan mengglobal. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF kini semakin berpengaruh bukan saja terhadap kebijakan ekonomi, melainkan pula kebijakan sosial. Pekerjaan, program jaminan pensiun, serta jenis dan jumlah pelayanan sosial yang tersedia dalam skala lokal secara langsung sangat dipengaruhi oleh agen internasional tersebut. Moynihan (1993) menyatakan bahwa menguatnya globalisasi ekonomi dapat mengubah dan mempengaruhi dunia di luar batas negara-bangsa; sekurang-kurangnya dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap kehidupan individu. Dua alasan berikut ini, memperkuat argumen di atas (lihat Hokenstad dan Midgley, 1997:1-2):

(28)

wilayah lain di negaranya. Fenomena ini merupakan tragedi kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Sebagai akibatnya, semakin banyak pekerja sosial di seluruh dunia yang bekerja membantu pengungsi, baik di negaranya sendiri mapun di luar negeri. Pekerja sosial yang bekerja pada masyarakat dengan kebudayaan berbeda perlu memiliki pemahaman mengenai akar budaya dan ragam etnis.

Kedua, meningkatnya kemiskinan di suatu negara dan ketimpangan ekonomi antar negara merupakan realitas global yang mempengaruhi pekerjaan sosial. Dekade tahun 1980an dan 1990an telah menyaksikan terjadinya kesenjangan pendapatan, bukan saja karena negara kaya semakin kaya, melainkan pula karena negara miskin semakin miskin. Frank dan Cook (1995) menyebut situasi ini dengan istilah “the winner-take-all society”. Banyak negara berkembang, khususnya di Afrika dan Asia Selatan, sangat dipengaruhi oleh peningkatan disparitas kemakmuran ini. Terdapat kesenjangan kualitas hidup diantara umat manusia di dunia ini, dan kesenjangan tersebut tampaknya semakin lebar. Di 19 negara, pendapatan per kapita lebih rendah di bandingkan tahun 1960, dan sebanyak 1,6 milyar orang memiliki kondisi kehidupan yang lebih buruk dibandingkan 15 tahun lalu. Derajat kesengsaraan tersebut bersifat global dan karenanya memiliki dampak terhadap tanggungjawab pekerjaan sosial di seluruh dunia.

Kedua deskripsi di atas hanyalah sebagian kecil dari noktah global yang menantang para pekerja sosial saat ini dan di masa depan. Tantangan berikutnya yang tidak kalah penting adalah pelanggaran HAM, AIDS, penyakit menular, “peperangan” (invasi AS di Irak dan Afghanistan) serta rusaknya lingkungan hidup. Semua itu merupakan masalah sosial global yang harus ditangani secara global pula.

Karenanya, di ufuk fajar milenium baru, menjadi tidak memadai lagi untuk bersandar pada adagium “think globally and act locally”. Masalah-masalah global memerlukan intervensi global. Pekerja sosial kini dituntut untuk merespon persoalan global dengan pikiran dan tindakan global pula; “think globally and act globally”.

Tugas Pekerja Sosial

(29)

Secara langsung, peran pekerja sosial adalah turut menangani masalah-masalah sosial internasional yang diakibatkan globalisasi, seperti pengungsi, konflik, perdagangan manusia, HIV/AIDS, dll. Peranan pekerja sosial yang lebih bernuansa direct practitioner, seperti konselor, fasilitator, pemberdaya, pembela, broker, dan mediator masih tetap relevan dalam konteks ini. Namun demikian, ketiganya tidak dapat dilakukan secara terpisah-pisah dan terjebak pada jargon metodologi “tiga-serangkai”, casework, groupwork dan communitywork. Seperti dinyatakan Hardiman dan Midgley (1982), ketiganya hanyalah merupakan the three major fields of social work practice. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pekerja sosial di lapangan, teknologi pekerjaan sosial tidak lagi dibatasi oleh tiga kerangka pendekatan tersebut, melainkan harus sudah melebur menjadi pendekatan yang tepat sesuai dengan bidang dan karakteristik masalah global yang dihadapi.

Secara tidak langsung, peran pekerja sosial tidak dilakukan dengan membantu mereka yang mengalami masalah sosial atau para “pemerlu pelayanan sosial”, melainkan diarahkan pada keterlibatan dalam analisis dan perancangan kebijakan sosial internasional. Sejumlah ahli, seperti Gosta Esping-Andersen (1996), Ramesh Mishra (1999), Bob Deacon (2000) sudah lama mengusulkan soal international social policy ini. Aktivis dan analis kebijakan sosial adalah dua peranan penting dalam skenario ini yang intinya difokuskan pada perlawanan terhadap globalisasi dan neoliberalisme.

Seperti dijelaskan di muka, persoalan nasional sangat dipengaruhi oleh percaturan internasional. Karenanya, beberapa agenda yang perlu mendapat perhatian pekerja sosial dalam skenario ini mencakup aras internasional maupun nasional (lihat Esping-Andersen, 1996; Mishra, 1999; Deacon, 2000; Baswir, 2003; Khodori, 2003).

Aras internasional:

Perumusan dan penetapan norma dan standar-standar mengenai hak-hak sosial internasional yang mengarah pada terciptanya sebuah tatanan dunia yang lebih baik; yang saling memerlukan, saling bersahabat, saling memajukan dan mensejahterakan dalam keharmonisan, kedamaian, dan kesetaraan.

(30)

yang lebih seimbang dan responsif terhadap persoalan-persoalan kesejahteraan sosial, seperti pencegahan perang sipil, konflik sosial, penularan penyakit, pengungsian, dan degradasi lingkungan internasional.

Penginjeksian tujuan-tujuan sosial internasional kedalam sistem ekonomi global melalui regulasi sosial perekonomian global: (a) penetapan dimensi-dimensi

Penguatan kembali peran publik dan negara demokratis yang memungkinakn pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial dapat dilaksanakan oleh lembaga sosial (pemerintah dan masyarakat) yang tepat.

Pembatasan pasar pada tempat yang tepat sehingga kepentingan pedagang tidak melanggar atau bahkan “merusak” kepentingan publik.

Perluasan konsep dan jangkauan “masyarakat bertanggungjawab” yang mencakup baik tanggungjawab masyakat sipil maupun masyarakat bisnis. Penetapan sistem jaminan sosial nasional yang sedikitnya mencakup dimensi pendidikan, kesehatan dan pemeliharaan penghasilan secara integratif.

Hambatan

Pekerjaan sosial adalah salah satu dari banyak pemain yang memiliki tugas merespon realitas dan konsekuensi sosial globalisasi. Skope kemiskinan global dan intensitas konflik etnis memerlukan respon ekonomi dan politik dari negara-negara dan organisasi-orgaisasi internasional. Tantangan global mengharuskan tindakan pada berbagai tingkatan dan melibatkan berbagai profesi. Namun demikian, masalah-masalah global secara langsung berkaitan dengan komitmen dan keahlian pekerjaan sosial.

Meskipun pekerjaan sosial secara jelas memiliki peran penting dalam menangani masalah sosial global, masih terdapat beberapa hambatan yang menghadang pelaksanaan peran tersebut secara efektif (Hokenstad, Khinduka dan Midgley, 1992). Rendahnya status profesional dan sumberdaya mempengaruhi para pekerja sosial di banyak negara dan membatasi kapasitas mereka dalam memecahkan permasalahan sosial. Di beberapa negara, para pekerja sosial terlibat dalam memperjuangkan keadilan sosial, tetapi mereka seringkali berhadapan dengan tekanan politik dan mengalami resiko pribadi. Selain itu, kebijakan-kebijakan pemerintah dan struktur pelayanan sosial seringkali membatasi, ketimbang memperluas peranan pekerja sosial.

(31)

profesional dituntut untuk senantiasa kreatif dan inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan. Keberhasilan pekerja sosial di beberapa negara dalam menangani masalah sosial global seperti HIV/AIDS mengindikasikan bahwa pekerjaan sosial semakin relevan untuk berkiprah di tingkat global.

Apa yang mesti dilakukan?

Bagaimana agar profesi pekerjaan sosial dapat menempatkan posisinya secara tepat dalam merespon permasalahan global? Bagaimana agar para pekerja sosial semakin siap menjadi pemain yang baik dalam pertandingan lobal? Diskusi dan debat mengenai hal ini selayaknya menjadi prioritas, jika pekerja sosial berharap dapat menjadi pemain penting di ranah internasional. Keterbatasan sumberdaya memang harus diakui adanya, tetapi jawaban atas pertanyaan di atas begitu jelas. Intinya: menyangkut aksi untuk memperkuat dimensi internasional pekerjaan sosial (Hokenstad dan Midgley, 1977:3-6).

Pertama, memperkuat kerangka lembaga profesi internasional. Beberapa organisasi internasional memberi identitas pada pekerjaan sosial. Yang paling jelas adalah Federasi Internasional Pekerja Sosial (International Federation of Social Workers/IFSW) dan Asosiasi Internasional Sekolah-Sekolah Pekerjaan Sosial (International Association of Schools of Social Work/IASSW). Keduanya memiliki program aktif dan melibatkan para pekerja sosial di seluruh dunia. IFSW sangat aktif khususnya dalam memperjuangkan penegakkan HAM. IASSW aktif menyebarkan informasi dan dukungan terhadap program-program pendidikan internasional, serta menyiapkan para pendidik pekerjaan sosial dalam hal pengajaran internasional. Namun demikian, kedua organisasi ini belum menjadi lembaga yang kuat. Dukungan dana masih terbatas. Program mereka masih kurang menyebar secara luas kepada para pekerja sosial di seluruh dunia. Selain melalui kongres-kongres tahunan, hanya beberapa pekerja sosial saja yang memiliki akses terhadap program-program IFSW dan IASSW.

Dewan Internasional untuk Kesejahteraan Sosial (International Council on Social Welfare/ICSW) dan Konsorsium Antar Universitas untuk Pembangunan Sosial Internasional (Inter-University Consortium on International Development/IUCISD) memiliki hubungan erat dengan pekerjaan sosial. Lembaga-lembaga tersebut bergerak dalam arena kesejahteraan sosial dan pembangunan sosial secara luas. Namun sebagian besar kepemimpinannya berasal dari profesi pekerjaan sosial. Sebagian besar program-programnnya juga bersentuhan dengan peranan pekerjaan sosial internasional. Sayangnya, kedua lembaga ini pun masih fragile dan masih jarang diketahui oleh para pekerja sosial.

(32)

dalam arena global. Sebuah kerangka lembaga yang kuat merupakan prasyarat utama yang dapat menegaskan peran dan keberadaan pekerjaan sosial.

Kedua, meningkatkan keterlibatan pekerja sosial di PBB dan lembaga non-pemerintah internasional (INGO/ORNOPI). Para pekerja sosial telah menunjukkan kepemimpinan di UN Centre for Social Development and Humanitarian Affairs (UNCSDHA), UNICEF, UNHCR dan WHO, meskipun masih terbatas pada beberapa individu saja. Sebagian kecil ORNOP internasional, seperti International Social Service, memiliki nuansa pekerjaan sosial, namun sebagian besar tidak. Badan-badan amal dan pembangunan sosial internasional semisal Cooperative for American Relief Everywhere (CARE) dan OXFAM melibatkan sedikit pekerja sosial meskipun memiliki banyak program yang terkait secara langsung dengan fungsi pekerjaan sosial. Di AS, negara dimana pekerjaan sosial telah memiliki tempat penting, ternyata para pekerja sosialnya belum banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan internasional. Healy menyatakan (1995): secara umum para pekerja sosial AS merupakan tenaga profesional yang paling dominan dalam bidang kesejahteraan sosial domestik. Namun, mereka masih belum banyak terlibat di badan-badan pembangunan sosial internasional, belum tersentuh oleh gerakan pendidikan pekerjaan sosial internasional, dan belum tertarik pada kebijakan kesejahteraan sosial yang bermatra internasional. Padahal sangat jelas bahwa organisasi profesi dan para pekerja sosial secara individu harus memiliki kepedulian dan peranan lebih aktif lagi dalam lembaga-lembaga PBB dan ORNOP internasional, jika pekerjaan sosial ingin merespon secara efektif realitas globalisasi.

Ketiga, peningkatan peran pekerjaan sosial dalam merespon isu-isu global memerlukan pendidikan pekerjaan sosial yang berdimensi internasional. Program-program pendidikan bagi para pekerja sosial di seluruh dunia hanya memberi sedikit perhatian terhadap isu-isu sosial yang berada di luar batas negaranya. Sebagian besar mahasiswa hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai peranan-peranan internasional yang dapat dimainkan pekerja sosial. Kurikulum pekerjaan sosial sangat “penuh sesak” dengan berbagai mata kuliah, namun terdapat persepsi diantara para pengajar bahwa konten internasional tidaklah relevan bagi praktik sebagian besar pekerjaan sosial. Sejumlah sekolah pekerjaan sosial memang telah memiliki beberapa materi internasional dalam kurikulumnya, namun masih terfokus pada perbandingan kebijakan dan program antar negara dan bukan pada isu-isu dan peranan-peranan global.

(33)

Program bilateral dalam konteks pendidikan pekerjaan sosial lintas negara telah ada, namun belum meluas. Program pertukaran antar lembaga pelayanan sosial masih sangat jarang terjadi. Interaksi bilateral jangka panjang diantara lembaga atau program pendidikan antar negara dapat berkembang menjadi program kerjasama (kolaborasi). Karenanya, program pertukaran yang melembaga dapat memperluas kesempatan bagi para pekerja sosial untuk lebih terdidik secara internasional. Lebih jauh, program tersebut dapat memperkokoh infrastruktur kelembagaan bagi peningkatan peran pekerja sosial dalam skala global.

EPILOG

Dunia sedang berubah. Perubahan tersebut berlangsung secara massif. Globalisasi adalah terma yang tepat untuk menggambarkan transformasi maha cepat dan luas itu. Globalisasi digerakkan oleh, dan bahkan identik dengan, neoliberalisme. Neoliberalisme memuat doktrin yang sangat yakin pada dogma pasar bebas. Terbukanya pasar ini, di satu sisi, dapat memperluas kesempatan produksi dan meningkatkan kemakmuran. Namun di sisi lain, mitos “tangan-tangan tak kelihatan”, hegemoni MNCs dan cengkraman lembaga-lembaga internasional merupakan tiga kekuatan besar yang dapat melahirkan persoalan-persoalan sosial global. Kesemua isyarat tersebut menggarsikan dengan sangat jelas bahwa pengelolaan dan penanganan masalah sosial global merupakan salah satu tantangan sangat strategis yang perlu mendapat perhatian serius dan terencana sedini mungkin. Sehingga memasuki dan mengisi abad global ini, persoalan-persoalan kemanusiaan tidak lagi menjadi beban berat dan nestapa berkepanjangan. Laksana sebuah labirin yang menyimpan misteri kompleks yang sulit dipecahkan.

Intervensi pekerja sosial hendaknya tidak hanya diarahkan untuk mengatasi masalah sosial global yang muncul akibat globalisasi itu. Melainkan, harus pula tanggap dan piawai merespon agenda-agenda globalisasi dan neoliberalisme yang penuh dengan muatan ideologi dan kepentingan kapitalis internasional itu. Peranan pekerja sosial dalam penanganan masalah sosial global ini dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Konselor, Fasilitator, Pemberdaya, Pembela, Broker, Mediator, Aktivis dan Analis Kebijakan Sosial adalah beberapa contoh peran yang dapat dimainkan pekerja sosial dalam konteks global.

(34)

Adi, Isbandi Rukminto (2002), Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Baasir, Faisal (2003), “Dunia dalam Perangkap AS” dalam Republika, 12 April Bawsir, Revrisond (2003), “Bahaya Globalisasi Neoliberal” dalam Republika, 8 Desember

Damanhuri, Didin S. (2003), “Paradoks Globalisasi dan Ketenagakerjaan”, dalam Republika, 21 Agustus

Deacon, Bob (2000), Globalization and Social Policy: The Threat to Equitable Welfare, Geneva: United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD)

Esping-Andersen, Gosta (1996), “After the Golden Age? Welfare State Dilemmas in a Global Economy” dalam Gosta Esping-Andersen (ed), Welfare States in Transition, London: Sage Publication (UNRISD)

Frank, R.H. dan P.J. Cook (1995), The Winner-Take-All Society, New York: Free Press

Hokenstad M.C., Khinduka S.K., dan James Midgley (1992), Profiles in International Social Work, Washington D.C: NASW Press

Hokenstad M.C. dan James Midgley (1997), “Realities of Global Interdependence: Challenges for Social Workers in a New Century” dalam Hokenstad dan Midgley, Issues in International Social Work: Global Challenges for a New Century, Washington D.C.: NASW Press

Khudori (2003), “Cancun dan Neoliberalisme” dalam Republika, 24 September Hardiman, Margaret dan James Midgley (1982), The Social Dimensions of

Moore, Mick (2000), “States, Social Policies and Globalisations: Arguing on the Right Terrain?” dalam IDS Bulletin, Vol.31, No.4, hal.39-61

Ramia, Gaby (2003), Global Governance, Social Policy and Management in International NGOs: A Theoretical dan Empirical Analysis, makalah yang disampaikan pada the Policy and Politic International Conference on “Policy and Politics in a Globalsing World”, Bristol, UK, 24-26 July

Stephens, John D. (1996), “The Scandinavian Welfare States: Achievements, Crisis, and Prospects” dalam Gosta Esping-Andersen (ed), Welfare States in Transition, London: Sage Publication

Stiglitz, Joseph E. (2003), Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional (terjemahan), Jakarta: PT Ina Publikatama

Suharto, Edi (2001a), “Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan” dalam Republika, 3 Agustus

---, (2001b), “Menyoal Pembangunan Kesejahteraan Sosial” dalam Media Indonesia, 1 Maret

(35)

No.04, hal.1-10

---, (2004), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran (edisi ke-2, forthcoming), Bandung: Lembaga Penerbitan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (LPPKS) STKS

Referensi

Dokumen terkait

Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era kapitalisme liberal perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh, melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara

Dari peran pekerja sosial dalam masing masing tahapan pra reunifikasi hingga reunifikasi dilakukan, dapat dianalisa bahwa pekerja sosial pada UPTD RSAN

Hasil penelitian menunjukkan terselenggarnya penerapan metode pekerja sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Anak dan Remaja yang

Hasil penelitian menunjukkan terselenggarnya penerapan metode pekerja sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Anak dan Remaja yang

Dari Gambar 2 dapat dikatakan bahwa ada tiga skala pelayanan pekerja sosial yaitu skala mikro yaitu pelayanan pada individu dan keluarga, seorang pekerja sosial harus

Tidak hanya itu dukungan informasional ini juga diberikan keluarga dengan pelayanan panti yang menyediakan pekerja sosial dan psikolog sebagai wadah lain untuk

Tanggung jawab etis pekerja sosial profesional terhadap profesi pekerjaan sosial Di dalam tanggung jawab pekerja sosial terhadap profesinya ada tiga point yang harus di

Untuk isu penelitian ini pekerja sosial memiliki peran dalam memberikan pelayanan sosial kepada para klien (wanita tuna susila) dengan cara turut serta dalam