• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merancang Strategi dan Media Pembelajara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Merancang Strategi dan Media Pembelajara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MERANCANG STRATEGI DAN MEDIA PEMBELAJARAN SASTRA UNTUK PENGEMBANGAN APRESIASI DAN NILAI-NILAI HUMANISME

ALVI FITRI RAHAYU Universitas Negeri Padang

BAB I PENDAHULUAN

Pada pendahuluan ini akan dibahas tentang hakikat strategi pembelajaran sastra, hakikat media pembelajaran sastra, apresiasi pembelajaran sastra, dan nilai-nilai humanisme dalam pembelajaran sastra. Berikut penjelasan pada masing-masing sub bab berikut.

A. Hakikat Strategi Pembelajaran Sastra

Menurut Trianto (2011: 139) dihubungkan dengan belajar mengajar strategi mempunyai berarti pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Strategi pembelajaran menurut Burden dan Byrd (dalam Suprihatiningrum, 2013: 148) mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai an instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help student achieve a learning objective. Artinya, strategi pembelajaran merupakan metode untuk mengirim pesan pembelajaran yang direncanakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities desained to achieves a particular educational goal (J.R. david, dalam Sanjaya 2013: 186). Dapat diartikan strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Jadi berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah cara yang dilakukan pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Menurut Wena (2011:5), strategi pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.

(2)

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, dan Menarik (Mohamad, 2011:10-16).

a. Pembelajaran yang Aktif

Aktif dalam strategi ini adalah memosisikan guru sebagai orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam belajar, sementara siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif.

b. Pembelajaran yang Inovatif

Inovatif disini, guru tidak saja tergantung dari materi pembelajaran yang ada pada buku, tetapi dapat mengimplementasikan hal-hal baru yang menurut guru sangat cocok dan relevan dengan masalah yang sedang dipelajari siswa.

c. Pembelajaran yang Menggunakan Lingkungan

Konsep pembelajaran ini berangkat dari belajar kontekstual dengan lebih mengedepankan bahwa hal yang perlu dipelajari terlebih dahulu oleh siswa adalah apa yang ada pada lingkungannya.

d. Pembelajaran yang Kreatif

Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.

e. Pembelajaran yang Efektif

Segala pertimbangan dalam strategi ini menyangkut tujuan yang disusun berdasarkan kemampuan siswa, pemilihan materi yang benar-benar menunjang tujuan, penetapan metode yang sesuai dengan karakteristik siswa, penggunaan media yang pas serta evaluasi yang tertuju pada tujuan yang telah ditetapkan, pada akhirnya tetap terpulang pada bagaimana peran seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran. f. Pembelajaran yang Menarik

Inti dari strategi pembelajaran yang menarik terletak pada bagaimana memberikan pelayanan kepada siswa sebab posisi siswa jika diibaratkan dalam sebuah perusahaan, maka siswa merupakan pelanggan yang perlu dilayani dengan baik.

B. Hakikat Media Pembelajaran Sastra

(3)

“between”, the term refers “to anything that carries information between a source and receiver”. Selanjutnya Lesle J. Bringgs (dalam Sanjaya, 2013: 204) menyatakan bahwa media pembelajaran sebagai “the physicalmean of conveying instructional content”, yang artinya media pembelajaran adalah alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar.

Selanjutnya Lesle J. Briggs (dalam Sanjaya, 2013: 204) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Namun denikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang dapat memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Seanjutnya Gerlach (dalam Sanjaya, 2013: 204) menyatakan secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memperoleh siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti tv, radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan. Selain itu, media pembelajaran jugameliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Jadi berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga dapat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.

C. Apresiasi Pembelajaran Sastra

(4)

(estetika) yang terdapat pada sesuatu (misalnya orang, benda, atau peristiwa) untuk diberikan penghargaan atau penilaian mengenai kualitas sesuatu tersebut.

Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa. Pembelajaran sastra penting bagi siswa karena berhubungan erat dengan keharuan. Sastra dapat menimbulkan rasa haru, keindahan, moral, keagamaan, khidmat terhadap Tuhan, dan cinta terhadap sastra bangsanya. Di samping memberikan kenikmatan dan keindahan, karya sastra juga memberikan keagungan kepada siswa pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sastra Indonesia secara umum dapat dipakai sebagai cermin, penafsiran, pernyataan, atau kritik kehidupan bangsa. Pada proses pembelajaran sastra tentunya melibatkan guru sastra (dalam hal ini guru bahasa Indonesia) sebagai pihak yang mengajarkan sastra, dan siswa sebagai subjek yang belajar sastra. Dalam pembelajaran sastra ada suatu metode sebagai suatu alternatif yang menawarkan keefektifan kerja guru bahasa Indonesia. Jika berbicara masalah metode tidak dapat lepas dari masalah pendekatan atau ancangan (approach) yang menurunkan metode (method). Untuk selanjutnya, suatu metode ternyata akan menyarankan penggunaan teknik-teknik tertentu pula. Dengan demikian, secara hirarkis akan dikemukakan adanya tiga tataran, yaitu: pendekatan (approach), metode (method), dan teknik (technique).

D. Nilai-nilai Humanisme dalam Pembelajaran Sastra

Gani (1988: 51) menjelaskan bahwa tujuan utama pengajaran sastra adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman sastra dan mampu mengapresiasi cipta sastra. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu ditetapkan strategi yang efektif. Strategi yang hendak digunakan didasarkan pada pendekatan yang paling serasi dan mendukung dalam pengajaran sastra. Pendekatan humanistik menggarisbawahi bahwa membaca sastra memberikan prioritas utama pada upaya memberikan warna yang indah pada kehidupan. Tujuan strategi dalam pembelajaran sastra menggiring siswa masuk dalam dan lebih dalam lagi ke analisis wacana karena hal ini menghasilkan kegiatan ujian yang terperinci yang hampir mustahil tidak membosankan siswa. Tujuan pendekatan pengajaran sebaiknya berpola divergen yang kebermaknaannya terutama dalam hubungan sastra dengan masyarakat daripada hubungan sastra dengan sastra itu sendiri.

(5)

psikologi, filosofi dan sejarah. Sedangkan sastra kontemporer terfokus pada masalah dan perilaku seseorang, kejelasan bahasa dan tuturan, ketaksaan dalam hubungan pertanyaan benar atau salah, penekanan pada plot dan perwatakan yang tersaji secara jelas, kilasan tentang dilema etik dan hubungannya dengan peristiwa sosial dan politik dunia. Peran pendidik dalam pengembangan apresiasi dan nilai-nilai humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para siswa. Pendidik memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Pendidik memberi fasilitas pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.

Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran pendidik lebih mengarahkan peserta didik untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga peserta didik dapat mengemukakan pendapatnya masing-masing di depan kelas. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan. Beberapa hal yang harus dilakukan pendidik terhadap peserta didik dalam pengembangan apresiasi dan nilai-nilai humanisme adalah, (1) pendidik menciptakan suasana kelas yang memberi peluang kepada peserta didik untuk memperoleh hasil yang diinginkan dan membuat peserta didik bersikap positif terhadap pembelajaran, dan (2) pendidik menyediakan sumber-sumber dan media pembelajaran.

Dimensi humanisme manusia meliputi empat hal, yaitu dimensi humanisme manusia sebagai makhluk individu, dimensi humanisme manusia sebagai makhluk sosial, dimensi humanisme manusia sebagai makhluk susila, dan dimensi humanisme manusia sebagai makhluk beragama. Adapun dimensi humanisme tersebut adalah sebagai berikut.

(6)

Manusia sebagai makhluk individu memiliki dua dimensi yaitu dimensi kedirian dan dimensi keegoisan. Dimensi kedirian bermakna bahwa manusia mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri yaitu adanya dorongan untuk mengabdi kepada dirinya sendiri.

b. Dimensi Humanisme Manusia sebagai Makhluk Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain

c. Dimensi Humanisme Manusia sebagai Makhluk Susila

Dimensi humanisme manusia sebagai makhluk susila adalah dengan mengukur sejauh mana kedalaman manusia itu untuk dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Dalam hal ini, manusia ditekankan sebagai makhluk yang menilai.

d. Dimensi Humanisme Manusia sebagai Makhluk Beragama

(7)

BAB II PEMBAHASAN

A. ANALISIS

1. Strategi dan Media yang Digunakan dalam Pembelajaran Apresiasi Cerpen

Strategi dan media ini digunakan di kelas X SMA pada semester ganjil yaitu pada materi “Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi.” Jenis media yang digunakan adalah media visual yang dibuat atau dirancang sendiri oleh guru, materi seperti teks cerpen dan gambar diunduh dari internet.

Berdasarkan silabus untuk kelas X SMA pada semester ganjil, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Materi Pokok, dan Pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berkut.

Standar Kompetensi : Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Kompetensi Dasar : Menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan

diskusi (nilai humanisme). Indikator :

No. Indikator Nilai Karakter

Menjelaskan nilai-nilai dalam karya sastra khususnya cerpen Bersahabat dan komunikatif Mengidentifikasi nilai-nilai humanisme (individu, sosial,

susila, dan religius) dalam cerpen

Bersahabat dan komunikatif

Membandingkan nilai-nilai dalam cerpen dengan kehidupan sehari-hari

Bersahabat dan komunikatif Mendiskusikan keterkaitan nilai-nilai yang terkandung dalam

cerita pendek dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari.

(8)

A. Proses

Membaca cerita pendek, menjelaskan nilai–nilai yang terkandung dalam cerpen, mengidentifikasi nilai–nilai yang terkandung dalam cerpen,membandingkan nilai–nilai dalam cerpen dengan kehidupan sehari-hari.

B. Psikomotor

Mendiskusikan keterkaitan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pendek dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari.

C. Afektif Perilaku berkarakter

Membentuk perilaku siswa bertanggung jawab dan rasa ingin tahu D. Keterampilan Sosial.

Melakukan komunikasi dengan guru dan teman melalui bertanya, berpendapat, dan menjawab pertanyaan, serta menumbuhkan kreatifitas siswa.

E. Tujuan Pembelajaran :

Setelah mempelajari materi ini, siswa mampu :

1. Menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra khususnya cerpen dengan benar.

2. Mengidentifikasi nilai-nilai budaya, moral, agama, dan politik dalam cerpen dengan benar.

3. Membandingkan nilai-nilai dalam cerpen dengan kehidupan sehari-hari dengan benar.

4. Mendiskusikan keterkaitan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pendek dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

F. Langkah-langkah

1. Diberikan cerita pendek, melalui kegiatan tanya jawab siswa mampu menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra khususnya cerpen dengan benar.

(9)

3. Melalui kegiatan diskusi kelompok, siswa mampu membandingkan nilai-nilai dalam cerpen dengan kehidupan sehari-hari dengan benar,

G. Kinerja proses

Melalui kegiatan diskusi kelas siswa mampu menjelaskan keterkaitan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pendek dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

H. Perilaku karakter

Terlibat dalam KBM yang berpusat pada siswa, siswa dapat menunjukkan tanggung jawab, jujur, membantu teman minimal dinilai membuat kemajuan.

I. Ketrampilan Sosial

Dalam KBM, siswa mampu berkomunikasi kepada guru dan temannya melalui bertanya dan berdiskusi , berpendapat, menjawab pertanyaan dan menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen dengan benar.

Metode Pembelajaran : NHT

Langkah - Langkah Pembelajaran Kegiatan Awal

1. Guru menanyakan kepada siswa manfaat membaca karya sastra seperti cerpen, novel selain mendapat penghiburan

2. Guru membacakan cuplikan sebuah cerpen/novel dan menunjukkan nilai yang bisa dipetik

3. Guru mengajak siswa menyadari bahwa dalam setiap cerita ada nilai yang berguna.

4. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran Kegiatan Inti

Eksplorasi

1. Guru menjelaskan materi tentang cerpen serta nilai – nilai yang terkandung dalam cerpen

2. Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami.

(10)

Elaborasi

1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan sembilan orang dengan diberi nomor masing-masing kelompok.

2. Masing–masing kelompok mendapat tugas untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen (nilai-nilai individu, nilai-nilai susila, nilai-nilai sosial, dan nilai ketuhanan) sesuai dengan pertanyaan dari nomor yang mereka dapat.

3. Setelah selesai berdiskusi masing – masing anggota kelompok, kemudian menjelaskan hasil diskusinya kepada teman sekelompok serta membuat laporan hasil diskusi.

Konfirmasi

1. Masing – masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kemudian kelompok yang lain menanggapi.

2. Siswa mengerjakan soal uji kompetensi. Kegiatan Akhir

1. Siswa diajak merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran .

2. Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan. 3. Guru menutup pembelajaran.

Media : cerpen “ Peradilan Rakyat “ Alat : kartu kata , spidol, whiteboard

Evaluasi :

Teknik penilaian : tes tulis Bentuk penilaian: uraian bebas Instrument /soal : terlampir

Bacalah cerpen “Peradilan Rakyat“ ,kemudian diskusikan dengan teman

sekelompokmu dengen menjawab pertanyaan berikut !

(11)

2. Carilah perbandingan nilai dalam cerpen tersebut dengan kehidupan sehari-hari!

3. Kaitkan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita pendek dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari!

No Nama siswa Aspek penilaian Jml.

skor

Nilai

1 2 3 4

Kriteria Skor Penilaian Kognitif

Setiap jawaban lengkap ( 4 unsur atau lebih ) = 3 Jawaban kurang lengkap ( kurang dari 4 unsur ) = 2 Tidak lengkap = 1

Nilai = Jumlah skor yang diperoleh x 100

Jumlah skor tertinggi

Aspek afektif

No Nama siswa Aspek penilaian

(12)

Penilaian Afektif Kriteria Skor Penilaian afektif a. Kerajinan 4 = baik

b. Kedisiplinan 3 = cukup c. Kerja sama 2 = kurang d. Tanggung jawab 1 = sangat kurang

Strategi yang dilakuan guru dan media yang digunakan guru dalam pembelajaran adalah Numbered Head Together (NHT). Menurut Trianto (2011: 82) Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berfikir merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Berikut langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran adalah Numbered Head Together (NHT).

a. Guru menyiapkan media yang berupa nomor yang telah terlebih dahulu di desain oleh guru sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Pertanyaan telah disediakan guru untuk masing-masing nomor yang dapat memancing kreatifitas dan pendapat siswa dalam menentukan nilai-nilai humanisme dalam cerpen, yang berupa nilai individu, sosial, susila, dan agama.

b. Ketika pembelajaran dimulai, guru terlebih dahulu menjelaskan materi apa yang akan dipelajari. Dalam hal ini yaitu materi mengapresiasi teks dalam cerpen untuk menemukan nilai-nilai humanisme dalam cerpen.

c. Selanjutnya, peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Masing-masing kelompok diberi satu nomor antara 1 sampai 4 yang isinya indikator dalam nilai-nilai humanisme. Dengan diberikan nomor tersebut siswa diharapkan dapat menemukan nilai-nilai humanisme dalam cerpen. d. Guru memberikan pertanyaan kepada kelompok sesuai dengan nomor yang ada

pada kelompok.

e. Siswa dan guru melakukan refleksi dengan menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan yang diberikan guru dan meyakinkan setiap anggota kelompok terhadap jawaban yang benar disertai alasan.

2. Contoh Analisis Teks

(13)

ayahnya. Anaknya pengacara muda adalah seorang pemuda yang kritis, tekun, bersemangat, cerdas, dan profesional terhadap pekerjaannya sebagai seorang pengacara. Sedangkan ayanhnya, pengacara tua sering sakit-sakitan, tua, bijaksana, penyayang, dan rendah hati. Pengacara tua tersebut berjulukan singa lapar dari sebuah buku yang ditulis oleh sebuah universitas.

Cerita dalam cerpen ini merupakan cerita yang bertemakan tentang ketidakadilan terhadap rakyat. Pada cerpen ini terkandung nilai-nilai humanisme, yaitu sebagai berikut.

a. Dimensi Humanisme Manusia sebagai Makhluk Individu

Penggambaran dimensi humanisme manusia sebagai makhluk individu yang terdapat cerpen Peradilan Rakyat dapat dilihat dari percakapan yang dilakukan oleh tokoh pengacara muda dan pengacara muda seperti kutipan berikut ini.

"Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang

gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku,"

rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan

mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra.

Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu

bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra

dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada

putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang

penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti

bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?

Kutipan di atas menggambarkan tokoh pengacara muda mempunyai kesadaran akan keindivualisme pada dimensi kediriannya. Hal ini terlihat dari keseluruhan makna kutipan di atas yang menunjukkan tindakan tokoh pengacara muda demi tugasnya dia melupakan ayahnya. Hal tersebut terbukti dari ucapan

sang ayah “. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi

juga seorang putra dari ayahmu.”.

(14)

Dimensi humanisme manusia sebagai makhluk sosial yang terdapat pada cerpen Peradilan Rakyat dapat dilihat dari perilaku tokoh, seperti kutipan berikut.

Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau

perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan

pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para

pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti

para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar

kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh

kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu

diberhalakannya.

Penggambaran dimensi humanisme manusia sebagai makhluk sosial terlihat dari perilaku tokoh pengacara tua yang mementingkan keadilan dan kebenaran untuk membela rakyat. Hal tersebut terlihat dari percakapan tokoh. c. Dimensi Humanisme Manusia sebagai Makhluk Susila

Dimensi humanisme manusia sebagai makhluk susila dalam cerpen ini dapat juga dilihat dari tuturan atau kalimat yang diucapkan oleh pengacara muda, seperti kutipan di bawah ini.

Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun

orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai

pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang

membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan

proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pencerminan dimensi humanisme manusia sebagai makhluk susila terlihat dari kalimat yang diujarkan tokoh. Pengacara muda menganggap tugas yang dia kerjakan adalah sebagai bentuk profesionalnya dan kewajibannya. Padahal sebenarnya keputusan yang diambil pengacara muda tersebut adalah salah, dan ayahnya telah memperingatinya. Pengacara muda tersebut memenangkan penjahat yang berdampak buruk pada negara. Sehingga kemenangan tersebut membuat rakyat marah dan menyiksa pengacara muda tersebut hingga meninggal.

(15)

Penggambaran dimensi humanisme manusia sebagai makhluk beragama dapat dilihat dari tuturan atau kalimat yang diujarkan tokoh pada kutipan berikut.

“Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh

berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari

pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya

akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus

mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang

profesional."

(16)

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

Strategi adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga dapat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Apresiasi merupakan kegiatan mental individu dalam proses penilaian. Pembelajaran apresiasi sastra diperlukan untuk memperkenalkan kepada peserta didik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut dapat berupa Nilai-nilai-Nilai-nilai humanisme. Tujuan utama pengajaran sastra adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman sastra dan mampu mengapresiasi cipta sastra. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu ditetapkan strategi yang efektif. Strategi yang hendak digunakan didasarkan pada pendekatan yang paling serasi dan mendukung dalam pengajaran sastra. Peran pendidik dalam pengembangan apresiasi dan nilai-nilai humanisme adalah menjadi fasilitator bagi para siswa. Pendidik memberi fasilitas pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

B. Implikasi

Tugas akhir ini bisa dijadikan referensi strategi dan media bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia dalam mengajarkan materi mengenai apresiasi cerpen dan menambah referensi berupa contoh cerpen yang ada dalam makalah ini. Sedangkan bagi penulis sendiri dengan dibuatnya makalah ini menambah pengetahuan mengenai strategi dan media pembelajaran sastra dan nantinya dapat diimplikasikan ketika mengajar di sekolah.

C. Saran

(17)

DAFTAR RUJUKAN

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenadamedia Group.

Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. (Cetakan ke-2). Magelang: Indonesiatera.

Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia: Respon dan Analisis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mohamad, Nurdin dan Hamzah B. Uno. 2011. Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: Bumi Aksara.

Muslich, M & Suyono. 2010. Aneka Model Pembelajaran Membaca dan Menulis. Malang: A3 (Asah Asih Asuh).

Sanjaya, Wina. 2013. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Subana, M & Sunarti. 2000. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

(18)

LAMPIRAN

Peradilan Rakya

I Gusti Ngurah Putu Wijaya

Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum. "Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini." Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung.

"Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?" Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?" "Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi

kamu sebagai ujung

tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini." Pengacara muda itu tersenyum. "Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku."

"Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu."

Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa.

"Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri."

(19)

"Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu, "Jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini."

Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang. "Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog."

"Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya." "Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani.

Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan beku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang. Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini."

Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan. "Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya."

(20)

mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata: "Sebab aku kenal siapa kamu."

Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.

"Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya."

Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. "Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?" "Antara lain." "Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku." Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu. "Jadi langkahku sudah benar?" Orang

tua itu kembali mengelus janggutnya.

"Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakkan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?" "Tidak! Sama sekali tidak!" "Bukan juga karena uang?!" "Bukan!" "Lalu karena apa?" Pengacara muda itu tersenyum. "Karena aku akan membelanya." "Supaya dia menang?" "Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku." Pengacara tua termenung. "Apa jawabanku salah?" Orang tua itu menggeleng.

"Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang." "Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan."

"Tapi kamu akan menang." "Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang." "Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini."

Pengacara muda itu tertawa kecil. "Itu pujian atau peringatan?" "Pujian." "Asal Anda jujur saja." "Aku jujur."

(21)

Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi. "Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?" "Bukan! Kenapa mesti takut?!" "Mereka tidak mengancam kamu?" "Mengacam bagaimana?" "Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?" "Tidak." Pengacara tua itu terkejut. "Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?" "Tidak." "Wah! Itu tidak profesional!" Pengacara muda itu tertawa."Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!" "Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?" Pengacara muda itu terdiam. "Bagaimana kalau dia sampai menang?" "Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!" "Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?" Pengacara muda itu tak menjawab. "Berarti ya!" "Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!" Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya. "Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok."

"Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut." "Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?" "Betul." "Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang. Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional." Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan. "Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia." Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan. "Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional."

"Tapi..." Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda. "Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam." Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik.

(22)

ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai."

Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan alat pendeteksi sikap ( attitude ) sudah layak digunakan pada wahana terbang, Hal ini sesuai dengan simpangan rata – rata yang diperoleh dari hasil

[r]

Dalam studi analisis sistem tenaga tidak cukup hanya dengan aliran daya, perlu dilakukan optimisasi untuk menekan biaya operasi sistem tenaga dan diperoleh keuntungan yang

Orientasi Pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap lingkungan perusahaan, dalam pengujian hubungan langsung antara orientasi pasar terhadap lingkungan perusahaan

- Dari India - teknologi India menghasilkan gula daripada tebu, 60 koleksi ilmu astronomi India telah diterjemah ke bahasa Cina ahli astronomi India pernah berkhidmat di China

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko- sosio-spiritual

menggunakan dua jenis sumber data yaitu sumber data primer dan sekunder.. Sumber data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dilokasi

seharusnya pengaturan hukum terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum