• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM ASPIRASI MEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM ASPIRASI MEK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM ASPIRASI MEKONIUM (SAM)

DISUSUN OLEH :

ARIEF SETIYO PAMBUDI

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

(2)

BAB I

MEKONIUM ASPIRASI SYNDROM

A. DEFENISI

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium kedalam saluran pernafasan bayi. Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.

Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban, sindroma ini sangat parah. Mekonium yang Terhirup lebih kental sehingga penyumbatan saluran udara lebih berat.

B. ETIOLOGI

Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekental yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

(3)

Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir.

Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium:

 Kehamilan post-matur

 Pre-eklamsi

 Ibu yang menderita diabetes

 Ibu yang menderita hipertensi

 Persalinan yang sulit

 Gawat janin

 Hipoksia intra-uterin (kekurangan oksigen ketika bayi masih berada dalam rahim).

C. PATOFISOLOGI

SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion. Apa yang terjadi bila mekonium terhisap ke dalam saluran pernafasan? Mekonium tersebut akan menyumbat (sebagian ataupun seluruh) saluran pernafasan bayi dimana dalam hal ini akan menjadi berbahaya jika tidak segera ditangani.

D. GEJALA DAN TANDA Gejalanya berupa:

 Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya mekonium di

dalam cairan ketuban

 Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama

sebelum persalinan)

 Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah

 Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)

(4)

 Apneu (henti nafas) menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik.

Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian

F. PENGOBATAN

Setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut bayi. Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah selang ke dalam trakeabayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini dilakukan secara berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat mekonium. Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta kulitnya berwarna kehijauan, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak melakukan pengisapan trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadipneumonia aspirasi.

Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk mencuci saluran udara. Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat. Pengobatan lainnya adalah:

 Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada)

 Antibiotik (untuk mengatasi infeksi)

 Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu tubuh)

(5)

Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari, meskipun takipneu bisa menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-uterin atau hipoksia akibat komplikasi aspirasi mekonium bisa menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi mekonium jarang menyebabkan kerusakan paru-paru yang permananen

G. PENATALAKSANAAN

Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi :

1. Umum

Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikoksigen. 2. Farmakoterapi

Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.

3. Fisioterapi

Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.

Pada SAM berat dapat juga dilakukan:

 Pemberian terapi surfaktan.

 Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke dalam

paru bayi.

 Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di dalam

(6)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero

posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat obstruksi dan terdapatnya pneumothorax ( gambaran infiltrat kasar dan iregular pada paru )

 Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan

(7)
(8)

PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEKONIUM ASPIRASI SYNDROM A. PENGKAJIAN FISIK

1. Riwayat antenatal ibu 2. Status infant saat lahir

- Stress intra uterin

- Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan - Apgar skor dibawah 5

- Terdapat mekonium pada cairan amnion

- Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen

- Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring

- Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru

- Cyanosis

- Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP)

3. Pengkajian Behavioral - Disminished activity

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN

1. Resiko tingi insufisiensi pernafasan berhubungan dengan aspirasi meconium

2. Koping keluarga yang tidak efektif berhubungan dengan kecemasan, rasa bersalah dan kemungkinan perawatan jangka panjang

3. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori.

4. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan IWL dari peningkatan pernafasan

(9)

6. Resiko tinggi injury karena peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan sistem saraf pusat yang immature dan respon stress fisiologik

7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pulmonary dan neuromuskular, penurunan energi dan kelelahan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Resiko Tingi Insufisiensi Pernafasan Berhubungan Dengan Aspirasi Meconium

Tujuan : Mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir atau setelahnya.

KH : Pernafasan Dalam Batas Normal, Tidak Terjadi Aspirasi, Gagal Nafas Tidak terjadi.

Intervensi

a) Observasi kebutuhan akan suctioning nasofaring saat kepala bayi lahir.

R : Mekonium dalam cairan amnion merupakan indikasi dilakukan suction sebelum bayi baru lahir bernafas

b) Lakukan suction pada trakhea infant dengan selang endotrakheal setelah kelahiran.

R : Prosedur ini dilakukan sebelum menstimulasi infant jika ditemukan mekonium untuk mencegah aspirasi lebih lanjut

c) Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar.

R : Infant yang teraspirasi mekonium memerlukan resusitasi, khususnya infant yang mengalami disstress pernafasan

d) Berikan istirahat dan ketenangan pada infant.

(10)

2. Koping Keluarga Yang Tidak Efektif Berhubungan Dengan Kecemasan, Rasa Bersalah Dan Kemungkinan Perawatan Jangka Panjang

Tujuan : Meminimalkan kecemasan, rasa bersalah dan memberikan dukungan selama krisis situasi.

KH : keluarga tidak merasa cemas lagi, Intervensi dan Rasional

a) Kaji ekpressi verbal dan non verbal, perasaan dan penggunaan koping mekanisme. R : Data tersebut diperlukan untuk membantu perawat untuk membangun koping yang konstruktif pada keluarga

b) Anjurkan orangtua mengungkapkan perasaannya tentang keadaan sakit anaknya, perawatan yang lama, dan prosedur yang dilakukan pada anaknya.

R : Verbalisasi membantu mempertahankan rasa percaya, menurunkan tingkat kecemasan orangtua dan meningkatkan keterlibatan orangtua

c) Berikan informasi yang konsisten dan akurat tetang kondisi dan perkembangan bayinya, perawatan di masa yang akan datang, dan potensial problem pernafasan. R : Informasi akan menurunkan kecemasan terhadap keadaan bayinya.

d) Informasikan kepada orangtua tentang kebutuhan setelah pulang dan intruksikan prosedur yang penting saat di rumah.

R : Beberapa infant membutuhkan bantuan ventilator setelah pulang ke rumah. e) Rujuk orangtua pada perawat komunitas dan informasikan tentang fasilitas

kesehatan yang bisa dihubungi.

R : Rujukan memberikan support kepada keluarga untuk terus mengontrol keadaan bayinya.

3. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Imaturitas Pulmonary Dan Neuromuskular, Penurunan Energi Dan Kelelahan

Tujuan : Pasien dapat mempertahankan oksigenasi secara adekua KH :

 Jalan nafas tidak terhambat

 Pola dan frekuensi nafas sesuai dengan umur dan berat badan bayi

(11)

Intervensi dan Rasional

a) Berikan posisi untuk mengoptimalkan pertukaran udara :

R : Berikan posisi prone jika memungkinkan, dimana posisi ini membantu oksigenasi, mentolerir lebih baik terhadap feeding, dan lebih memberikan kenyamanan saat tidur

R : Berikan posisi supinasi dengan leher ektensi dan hidung yang memungkinkan untuk bersin untuk mencegah penyempitan jalan nafas

b) Hindari hiperektensi leher

R : menurunkan diameter trachea

c) Observasi deviasi fungsi nafas, seperti tanda grunting, cyanosis, nasal flaring, apnea

R : mencegah terjadinya kekurangan oksigen dalam tubuh d) Lakukan suction dengan tehnik yang benar

R : tehnik yang tidak benar dapat menyebabkan infeksi, kerusakan saluran nafas, pneumothorak dan perdarahan intraventrikuler pada infant

e) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainase bila perlu R : untuk memfasilitasi drainase secret

f) Observasi tanda distress pernafasan seperti masal flaring, retraksi, takipnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi O2 rendah

R : mencegah tubuh kekurangan oksigen g) Pertahankan suhu lingkungan normal

R : untuk tidak meningkatkan kebutuhan oksigen

4. Resiko Tinggi Injury Karena Peningkatan Tekanan Intrakranial Berhubungan Dengan Sistem Saraf Pusat Yang Immature Dan Respon Stress Fisiologik

Tujuan : Pasien dapat memperlihatkan nilai TIK normal

KH :Infant menunjukkan tidak terjadinya peningkatan TIK atau perdarahan intra ventrikular

Intervensian Rasional

(12)

R : Stimulasi akan meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial

b) Kurangi tindakan rutin yang mengganggu periode istirahat R : Meminimalkan stress

c) Atur perawatan selama periode terjaga selama memungkinkan R : Untuk mencegah gangguan saat istirahat/tidur

d) Tutup inkubator dengan kain atau penutup

R : menurunkan rangsang cahaya dan gangguan dari luar terhadap periode istirahat infant

e) Kaji tanda stress fisik dan over stimulasi R : Untuk menentukan intervensi yang tepat f) Hindarkan medikasi dan solution hipertonik

R : Dapat meningkatkan aliran darah ke otak g) Berikan oksigenasi adekuat karena hipoksia

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait