1
UJI TOKSISITAS LOGAM BERAT (Cd DAN Cu) TERHADAP PERTUMBUHAN
Porphyridium
sp.
ARTIKEL SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Oleh :
HERA MARGARETA
NIM. 145080600111001
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2
ARTIKEL SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh :
HERA MARGARETA
NIM. 145080600111001
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
4
UJI TOKSISITAS LOGAM BERAT (Cd DAN Cu) TERHADAP PERTUMBUHAN
Porphyridium
sp.(TOXICITY TESTING OF HEAVY METALS (Cd AND Cu) ON GROWTH OF
Porphyridium sp.
)Hera Margareta1, Defri Yona2, Dwi Hindarti3
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Porphyridium sp. adalah salah satu mikroalga merah uniseluler yang tersebar luas di sebagian lautan dunia. Porphyridium sp. memiliki plastida yang dapat menyediakan karbon organik 25-50% per tahunnya di lautan. Porphyridium sp. juga memiliki komponen aktif yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
biodiesel, antivirus, antibakteri, dan antioksidan. Komponen aktif tersebut bersifat tidak stabil dan
sensitif terhadap perubahan lingkungan. Porphyridium sp. juga memiliki efisiensi penyerapan logam berat relatif cepat. Ketidakstabilan komponen aktif Porphyridium sp. terhadap bahan pencemar dan penyerapan logam berat yang efisien tersebut dapat dimanfaatkan menjadi parameter perubahan lingkungan, salah satunya adalah kontaminasi logam berat di perairan. Peningkatan konsentrasi logam berat di perairan akibat aktivitas antropogenik akan mempengaruhi pertumbuhan organisme di dalamnya termasuk mikroalga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek logam berat Cd dan Cu terhadap pertumbuhan sel Porphyridium sp.. Penelitian ini menggunakan metode uji toksisitas akut sub letal dalam
waktu paparan 96 jam. Berdasarkan hasil penelitian, nilai IC50-96 jam (konsentrasi toksikan yang
menghambat pertumbuhan separuh populasi), LOEC50-96 jam (konsentrasi toksikan terendah yang
memberi efek signifikan terhadap populasi) dan NOEC50-96 jam (konsentrasi toksikan tertinggi yang
tidak memberikan efek signifikan terhadap populasi) logam berat Cu lebih rendah daripada Cd. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Cu lebih toksik terhadap pertumbuhan Porphyridium sp. dibandingkan
dengan Cd. Hal tersebut dikarenakan oleh sifat Cd yang tidak mudah larut dalam lemak dan membutuhkan difusi terfasilitasi agar dapat masuk ke dalam sel.
Kata kunci : IC50, LOEC, NOEC, Porphyridium sp., Toksisitas
ABSTRACT
Porphyridium sp. is one of the most widely unicellular red microalgae in most of the ocean. Porphyridium sp. has plastids that can provide organic carbon 25-50% per year in the oceans. Porphyridium sp. also has an active component that can be used as a material for producing biodiesel, antiviral, antibacterial, and antioxidant. The active components are unstable and sensitive to environmental changes. Porphyridium sp. also has a fast heavy metal absorption efficiency. Instability of the active component Porphyridium sp. to the pollutants and the fast heavy metal absorption efficiency can be utilized as a parameters to monitor environmental change, one of which is the contamination of heavy metals in the ocean. Increasing concentration of heavy metals in water due to anthropogenic activity will affect the growth of organisms including microalgae. This study was conducted to determine the effect of heavy metals Cd and Cu on cell growth of Porphyridium sp.. This study used the method of subacous acute toxicity
test of 96 hours exposure time. Results showed that IC50-96 hours (the concentration of toxicant that
can inhibite the growth of half population), LOEC50-96 hours (the lowest toxicant concentration that
give a significant effect on population) and NOEC50-96 hours (the highest toxicant concentration that
did not have significant effect on population) of Cu lower than the ones of Cd. It shows that Cu is more
toxic to Porphyridium sp. than Cd. This is because characteristic of Cd is not easily soluble in fat and
requires facilitated diffusion in order to enter the cell.
Keywords : IC50, LOEC, NOEC, Porphyridium sp., Toxicity1
1Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan UB
2Dosen Program Studi Ilmu Kelautan UB
5
PENDAHULUANPorphyridium sp. adalah salah satu
mikroalga merah uniseluler yang ada di lautan
(Levy-Ontman et al., 2014). Porphyridium sp.
memiliki plastida yang dapat menyediakan
karbon organik 25-50% per tahunnya di lautan
(Bhattacharya et al., 2013). Porphyridium sp. juga
memiliki komponen aktif yang dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan biodiesel (Irwani et al.,
2013), antivirus, antibakteri, antioksidan.
Komponen aktif tersebut bersifat tidak stabil dan
sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kondisi
lingkungan yang buruk akan mempengaruhi
komposisi kimia dari mikroalga tersebut sehingga
untuk pemanfaatan yang lebih lanjut dibutuhkan
mikroalga yang bebas dari bahan pencemar. Di
sisi lain, ketidakstabilan komponen aktif
Porphyridium sp. terhadap bahan pencemar dapat
digunakan sebagai parameter perubahan
lingkungan seperti keberadaan logam berat di
perairan (Triaji et al., 2013).
Porphyridium sp. memiliki efisiensi
penyerapan logam berat relatif cepat (Pranajaya et
al., 2014). Porphyridium sp. memiliki dinding sel
yang tersusun dari polisakarida (Levy-Ontman et
al., 2014), selulosa dan senyawa glikoprotein
lainnya yang dapat mengikat ion logam berat
(Paramata et al., 2014). Protein dan polisakarida
tersebut berikatan dengan ion logam dan
mengalami difusi sehingga logam berat masuk ke
dalam sel (Pranajaya et al., 2014).
Secara alami, logam berat sudah berada di
lingkungan perairan dan dalam konsentrasi yang
rendah diperlukan oleh makhluk hidup untuk
metabolisme. Namun, karena adanya aktivitas
antropogenik, konsentrasi logam berat di
perairan meningkat hingga tidak bisa dinetralisir
oleh lingkungan. Hal ini menyebabkan logam
berat menjadi salah satu bahan pencemar yang
berbahaya dan cenderung mengganggu
kelangsungan hidup organisme perairan salah
satunya adalah mikroalga (Prasetio et al., 2016).
Tingginya konsentrasi logam berat di
perairan akan mempengaruhi metabolisme
mikroalga. Beberapa eksperimen menunjukkan
bahwa paparan logam berat dapat menurunkan
tingkat pertumbuhan mikroalga diantaranya Cu
dapat menurunkan pertumbuhan Isochrysis sp.
(Puspitasari and Purbonegoro, 2011), Cd dan Pb
dapat menurunkan tingkat pertumbuhan
Chaetoceros gracilis (Setiawati, 2009), As, Cd, Co,
Cr, Cu, Hg, Ni, Pb, Se dan Zn dapat menurunkan
tingkat pertumbuhan Scenedesmus obliquus (Napan
et al., 2015). Berdasarkan hal tersebut, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
toksisitas logam berat Cd dan Cu terhadap
pertumbuhan mikroalga Porphyridium sp. dan
membandingkan logam berat mana yang lebih
toksik.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Laut dan Ekotoksikologi,
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Jakarta Utara, pada tanggal 31 Januari 2018 – 27 Februari 2018.
Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dengan toksikan logam berat Cd dan
Cu dan biota uji Porphyridium sp. yang berada pada
fase eksponensial. Penulis melakukan
pengamatan kurva pertumbuhan serta dua
pengujian, yaitu uji pendahuluan (Range-finding
Test) dan uji utama (Definitive Test). Pengamatan
kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui
fase pertumbuhan Porphyridium sp.. Uji
pendahuluan dilakukan untuk mengetahui nilai
IC50 dan menentukan kisaran konsentrasi yang
6
dilakukan untuk mengetahui pengaruh logamberat Cd dan Cu terhadap Porphyridium sp.
berdasarkan nilai LOEC dan NOEC.
Persiapan dan Sterilisasi
Kultur murni Porphyridium sp. didapat dari
Laboratorium Marikultur, Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI. Peralatan yang digunakan
dalam penelitian ini sebelumnya dicuci terlebih
dahulu dengan deterjen non fosfat dan dibilas
dengan HNO3 10%, aseton serta akuades. Air
laut yang digunakan pada seluruh kegiatan
penelitian sebelumnya telah disaring
menggunakan kertas saring berdiameter 0,45 µm
dan disterilkan menggunakan autoklaf dalam
waktu ±15-20 menit dengan suhu 121 0C dan
tekanan 1,5 Pa (ASTM, 2006).
Pelaksanaan Uji
Uji pendahuluan Cd dan Cu dengan
Porphyridium sp. dilakukan karena belum ada
informasi mengenai toksisitas Cd dan Cu
terhadap Porphyridium sp. Pada uji pendahuluan
digunakan perlakuan 1 kontrol dan 4 konsentrasi
berbeda yaitu 0,1; 1; 10; dan 100 ppm logam Cd
dan Cu. Pada uji pendahuluan digunakan larutan
induk CdCl2 dan CuCl2 1000 ppm yang kemudian
diencerkan menggunakan air laut steril untuk
membuat larutan uji dengan seri konsentrasi yang
dibutuhkan. Nilai IC50 hasil uji pendahuluan
digunakan untuk menentukan seri konsentrasi
pada uji utama.
Uji utama logam berat Cd dan Cu
terhadao Porphyridium sp. menggunakan
perlakuan 1 kontrol dan 5 konsentrasi berbeda.
Uji utama menggunakan larutan induk CdCl2 dan
CuCl2 100 ppm Setiap perlakuan menggunakan 3
replika. Konsentrasi yang dipakai untuk logam
berat Cd adalah 0,032; 0,056; 0,1; 0,18; dan 0,32
ppm. Sedangkan konsentrasi yang dipakai untuk
logam berat Cd adalah 0,018; 0,032; 0,056; 0,1;
dan 0,18 ppm. Pada tiap konsentrasi logam berat
dibuat sebanyak 1000 mL dan dibagi menjadi 100
mL untuk tiap replika. Sisanya digunakan untuk
pengukuran kualitas air (DO, pH, suhu dan
salinitas). Tiap 100 mL larutan uji kemudian
diinokulasikan 1 mL kultur Porphyridium sp.
dengan kepadatan 1 x 106 sel/mL. Setelah itu,
dilakukan pengadukan dan pengacakan materi uji
saat pagi dan sore selama 4 hari atau 96 jam.
Setelah 96 jam, peneliti mencuplik sampel tiap
materi uji sebanyak 0,9 mL yang kemudian
ditambahkan lugol 0,1 mL.
Analisis Data
Hasil uji toksisitas menggunakan
fitoplankton dianggap valid jika kepadatan sel
pada kontrol lebih dari 2 x 105 sel/mL (ASTM,
2006). Analisis presentase inhibisi (I%) atau
stimulasi (S%) menggunakan persamaan:
𝐼% =𝐶 − 𝑇𝐶 𝑥 100%
𝑆% =𝑇 − 𝐶𝐶 𝑥 100%
dengan C = respon kontrol dan T = respon
perlakuan (treatment). Presentase inhibisi (I%)
dihitung jika rata-rata kepadatan sel pada kontrol
lebih tinggi dari kepadatan sel pada
perlakuan/treatment. Sebaliknya, presentase
stimulasi (S%) dihitung jika rata-rata kepadatan
sel pada kontrol lebih rendah dari kepadatan sel
pada perlakuan/treatment (Setiawati, 2009)
.
Hasil uji pendahuluan dihitung
menggunakan program komputer ICPIN versi
2.0 milik USEPA, (1993). Sedangkan hasil uji
utama dihitung dengan menggunakan Anova dan
uji Dunnett dalam program komputer
7
HASIL DAN PEMBAHASANKurva Pertumbuhan
Porphyridium
sp.Rata-rata pertumbuhan sel Porphyridium
sp. selama 12 hari disajikan pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1, pada hari 1 sampai
ke-3 Porphyridium sp. mengalami fase lag/adaptasi.
Hari ke-4 hingga ke-8 Porphyridium sp. mengalami
fase logaritmik/eksponensial. Hari ke-9 hingga
ke-11 Porphyridium sp. mengalami fase stasioner
dan hari ke-12 Porphyridium sp. mengalami fase
menuju kematian. Hasil pengamatan kurva
pertumbuhan Porphyridium sp. di atas tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Afriza et al., (2015). Namun, terdapat perbedaan
kepadatan awal sel (initial cell density) yang
digunakan antara penelitian ini dan penelitian
yang dilakukan oleh Afriza et al., (2015).
Penelitian ini menggunakan kepadatan awal sel
kultur sebanyak 1 x 104 sel/mL. Sedangkan
Afriza et al., (2015) menggunakan kepadatan awal
sel kultur sebanyak 35 x 104 sel/mL. Hal tersebut
menyebabkan perbedaan durasi fase
eksponensial dan fase stasioner.
Pada penelitian ini, fase eksponensial
berlangsung pada hari ke-4 hingga ke-8 dan fase
stasioner berlangsung pada hari 9 hingga
ke-11. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Afriza et al., (2015), fase eksponensial
berlangsung lebih lama dari penelitian ini yaitu
pada hari ke-4 sampai ke-9 dan fase stasioner
pada hari ke-10 dan 11. Meskipun terdapat
perbedaan durasi fase eksponensial, namun awal
dari fase eksponensial tersebut tetap pada hari
ke-4. Sesuai dengan ASTM (2006), kepadatan sel
awal (initial cell density) mempengaruhi durasi fase
pertumbuhan. Selain dari kepadatan awal kultur,
pertumbuhan fitoplankton juga dipengaruhi
penggunaan media kultur (Suminto, 2011).
Hadiyanto and Azim (2012) menjelaskan
bahwa fase eksponensial ditandai dengan
terjadinya pertumbuhan yang cepat, laju
pembelahan sel konstan, aktivitas metabolik
konstan, dan keadaan pertumbuhan seimbang
antara supply makanan dan kenaikan mikroalga.
Fogg (1957) juga menjelaskan bahwa pada fase
eksponensial, organisme memiliki kapasitas tinggi
untuk fotosintesis. Berdasarkan hal tersebut,
maka pengujian toksisitas logam berat Cd dan Cu
menggunakan Porphyridium sp. dapat dilakukan
pada hari ke-4 atau pada awal fase eksponensial,
karena kondisi pertumbuhan Porphyridium sp.
sedang optimal sehingga dapat disimpulkan pada
hasil uji bahwa penurunan tingkat pertumbuhan
terjadi karena pengaruh paparan logam berat.
8
Uji Pendahuluan (Range-finding Test
)Pengamatan hasil uji pendahuluan logam
berat Cd dan Cu menggunakan Porphyridium sp.
disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2,
logam berat (a) Cd dan (b) Cu sama-sama
mempengaruhi pertumbuhan sel Porphyridium sp.
pada uji pendahuluan. Namun, ada perbedaan
besarnya pengaruh kedua logam berat tersebut
terhadap rata-rata jumlah sel Porphyridium sp..
Besarnya pengaruh tersebut dapat dilihat pada
konsentrasi 0,1 ppm pada masing-masing logam
berat.
Gambar 2. Rata-rata hasil uji pendahuluan logam
berat (a) Cd dan (b) Cu menggunakan
Porphyridium sp.
Gambar 2 menunjukkan bahwa dengan
konsentrasi terendah yang sama yakni 0,1 ppm,
Cd dan Cu telah menghambat pertumbuhan
Porphyridium sp.. Namun, pada konsentrasi Cd 0,1
ppm (Gambar 2a), Porphyridium sp. masih dapat
tumbuh hingga mencapai kepadatan 19,25 x 104
sel/mL. Sedangkan pada konsentrasi Cu 0,1 ppm
(Gambar 2b), Porphyridium sp. hanya dapat
tumbuh sebanyak 3 x 104 sel/mL. Logam berat
Cd dengan konsentrasi 0,1 ppm dapat
menghambat pertumbuhan Porphyridium sp.
sebesar 53,24 % sedangkan logam berat Cu
dengan konsentrasi yang sama dapat
menghambat pertumbuhan Porphyridium sp. jauh
lebih besar yaitu 93,21 %. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Cu mempengaruhi
pertumbuhan Porphyridium sp. lebih besar
daripada Cd. Meskipun Cu adalah logam esensial,
namun kelebihan sedikit saja logam berat Cu
dapat menyebabkan kematian sel Porphyridium sp..
(Cid et al., 1995).
Adanya perbedaan tren grafik rata-rata
jumlah sel dan presentase inhibisi tersebut
dikarenakan solubilitas dari masing-masing
logam berat dan proses adsorpsi. Cd adalah
logam berat yang tidak mudah larut dalam lemak,
sehingga akan lebih sulit untuk dapat melintasi
membran sel Porphyridium sp. dan membutuhkan
waktu lebih lama untuk masuk ke dalam sel
dibandingkan Cu (Aunurohim and Rahmadiani,
2013). Namun, jika telah terakumulasi di dalam
sel, ion Cd juga dapat mendegradasi kloroplas
dan menyebabkan kerusakan pigmen
fotosintetik. Akibatnya, aktivitas fotosintesis
terganggu dan menyebabkan sel mati total (Sbihi
et al., 2012).
Analisis rata-rata jumlah sel dari uji
pendahuluan logam berat Cd menunjukkan
bahwa nilai IC50 Cd pada Porphyridium sp. adalah
0,0939 ppm. Berdasarkan nilai IC50, kisaran
konsentrasi Cd yang digunakan pada uji utama
adalah 0,032; 0,056; 0,1; 0,18; dan 0,32 ppm.
0
rata-rata jumlah sel % Inhibisi a
9
konsentrasi logam berat Cd (ppm)
0
pendahuluan logam berat Cu menunjukkan
bahwa nilai IC50 Cu pada Porphyridium sp. adalah
0,0536 ppm. Berdasarkan nilai IC50, kisaran
konsentrasi Cu yang digunakan pada uji utama
adalah 0,018; 0,032; 0,056; 0,1; dan 0,18 ppm.
Uji Utama
Hasil pengamatan jumlah sel pada waktu
ke-48, 72, dan 96 jam disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa logam berat Cd
dan Cu mempengaruhi pertumbuhan
Porphyridium sp.. Berdasarkan Gambar 3a
(paparan Cd 48 jam), pada konsentrasi Cd 0,032
ppm, kepadatan sel Porphyridium sp. adalah 26,75
x 104 sel/mL. Tidak jauh berbeda dengan
kepadatan sel pada Kontrol, yaitu 27,67 x 104
sel/mL. Hal tersebut karena konsentrasi 0,032
ppm masih dibawah nilai IC50 Cd pada
Porphyridium sp. (0,0939 ppm) sehingga
diasumsikan belum ada pengaruh nyata pada
pertumbuhan sel. Hal yang sama juga terjadi pada
konsentrasi 0,056 ppm.
konsentrasi logam berat Cu (ppm)
Gambar 3. Rata-rata hasil uji utama logam berat Cd dan Cu menggunakan
Porphyridium sp. pada waktu paparan 48 jam (a,b), 72 jam (c,d) dan
10
Namun, pada konsentrasi 0,1 ppm terjadikenaikan jumlah sel kembali dan menurun secara
signifikan dengan bertambahnya konsentrasi Cd.
Tren grafik yang sama juga terjadi pada pengujian
toksisitas Cd dengan Chaetoceros gracilis (Suratno et
al., 2015). Hal ini dapat terjadi karena solubilitas
Cd yang rendah terhadap air (Satria et al., 2015),
sehingga dimungkinkan Cd tidak larut maksimal
saat pengadukan Cd pada konsentrasi 0,1 ppm.
Tren grafik yang sama juga terjadi pada waktu
paparan Cd 72 jam (Gambar 3c).
Berdasarkan Gambar 3b (paparan Cu 48
jam), rata-rata jumlah sel Porphyridium sp. pada
konsentrasi Cu 0,018 ppm lebih rendah dari
kontrol namun pada konsentrasi Cu 0,032 ppm
rata-rata jumlah sel mengalami peningkatan.
Menurut Larasati (2017), terjadinya kenaikan
jumlah sel pada konsentrasi Cu 0,032 ppm karena
konsentrasi tersebut dapat menstimulasi
pertumbuhan sel fitoplankton, sesuai dengan
manfaat dari Cu yakni sebagai elemen esensial
untuk metabolisme. Kepadatan sel pada
konsentrasi Cu 0,018 ppm lebih rendah dari
kontrol dan 0,032 ppm karena menurut Larasati
(2017), pada konsentrasi tersebut terjadi
penurunan jumlah mikronutrien sehingga
pertumbuhan Porphyridium sp. menjadi melambat.
Namun, pada konsentrasi tersebut belum terjadi
dampak toksisitas logam berat Cu.
Hal tersebut dibuktikan dengan masih
terjadinya penambahan jumlah sel pada
konsentrasi 0,032 ppm. Rata-rata jumlah sel
mulai menurun secara signifikan pada
konsentrasi 0,056 sampai 0,18 ppm. Hal tersebut
dikarenakan logam berat Cu telah memberikan
efek toksik pada pertumbuhan Porphyridium sp.
Hal serupa juga terjadi pada paparan Cu 72 jam
(Gambar 3d). Namun, pada Gambar 3d terlihat
bahwa rata-rata jumlah sel pada konsentrasi 0,018
ppm lebih tinggi dari waktu paparan sebelumnya
(Gambar 3b). Hal ini dikarenakan phytochelatin
yang ada pada mikroalga yang berfungsi sebagai
detoksifikasi logam berat (Setiawati, 2009). Pada
konsentrasi Cu 0,018 ppm, phytochelatin tersebut
aktif sehingga Porphyridium sp. dapat mentolerir
Cu yang masuk pada sel dan dapat melakukan
metabolisme kembali.
Setelah 96 jam pemaparan (Gambar 3e
dan 3f), semakin bertambah konsentrasi logam
berat Cd dan Cu, semakin berkurang rata-rata
jumlah sel Porphyridium sp. serta semakin
meningkatnya nilai presentase inhibisi. Baik
logam berat Cd (a) maupun logam berat Cu (b),
menghambat pertumbuhan Porphyridium sp..
Namun, logam berat Cu lebih toksik
dibandingkan dengan Cd. Hal tersebut dapat
dilihat dengan membandingkan rata-rata jumlah
sel Porphyridium sp. pada paparan konsentrasi Cd
dan Cu yang sama. Misal pada konsentrasi Cd
0,18 ppm, rata-rata jumlah sel Porphyridium sp.
adalah 32,50 x 104 sel/mL dengan presentase
inhibisi 44,05 %. Sedangkan pada konsentrasi Cu
0,18 ppm, rata-rata jumlah sel Porphyridium sp.
adalah 13,50 x 104 sel/mL dengan presentase
inhibisi 78,85 %. Hal tersebut menunjukkan
bahwa dengan konsentrasi yang sama, logam
berat Cu dapat menghambat pertumbuhan
Porphyridium sp. lebih besar daripada logam berat
Cd. Hasil yang sama juga didapatkan oleh
Suratno et al., (2015) bahwa toksisitas logam
berat Cu terhadap Chaetoceros gracilis dan isochrysis
sp. lebih kuat daripada Cd. Perbandingan
toksisitas Cd dan Cu juga dapat dilihat kembali
pada hasil uji pendahuluan dalam penelitian ini.
Berdasarkan tingkatan toksisitasnya, urutan
logam berat dari yang sangat toksik adalah Hg2+
> Ag2+ > Cu2+ > Zn2+ > Ni2+ > Pb2+ > Cd2+ >
11
Secara keseluruhan, pemaparan logamberat Cd dan Cu terhadap pertumbuhan
Porphyridium sp. memiliki respon negatif, yaitu
pemaparan logam berat Cd dan Cu menyebabkan
rata-rata jumlah sel pada perlakuan lebih rendah
dari kontrol. Berdasarkan hasil analisis rata-rata
jumlah sel pada uji pendahuluan dan uji utama,
didapatkan nilai IC50, LOEC dan NOEC logam
berat Cd dan Cu terhadap Porphyridium sp. (Tabel
3). Dari nilai IC50, LOEC dan NOEC logam
berat Cu yang lebih rendah dari nilai IC50, LOEC
dan NOEC logam berat Cd menegaskan bahwa
Cu lebih toksik terhadap Porphyridium sp.
dibandingkan dengan Cd.
Tabel 1. Nilai IC50, LOEC dan NOEC logam
berat Cd dan Cu terhadap
pertumbuhan Porphyridium sp.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nilai IC50-96
jam (Median Inhibition Concentration) Cd dan Cu
terhadap pertumbuhan Porphyridium sp. adalah
0,0939 dan 0,0536 ppm, nilai LOEC-96 jam
(Lowest Observed Effect Concentration) logam berat
Cd dan Cu terhadap pertumbuhan Porphyridium
sp. adalah 0,056 dan 0,018 ppm, serta nilai
NOEC-96 jam (No Observed Effect Concentration)
logam berat Cd dan Cu terhadap pertumbuhan
Porphyridium sp. adalah 0,032 dan <0,018 ppm.
Logam berat Cd dan Cu mempengaruhi
pertumbuhan Porphyridium sp. secara signifikan.
Namun, logam berat Cu lebih toksik terhadap
pertumbuhan Porphyridium sp. dibandingkan
dengan logam berat Cd.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Alm. Bapak Eston Matondang,
teknisi Laboratorium Kimia Laut dan
Ekotoksikologi, Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI, yang telah membantu penulis
menyelesaikan tahap demi tahap dalam
menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Afriza, Z., Diansyah, G., Sunaryo, A.I., 2015.
Pengaruh Pemberian Pupuk Urea (CH4N2O)
dengan Dosis Berbeda Terhadap Kepadatan Sel dan Laju Pertumbuhan Porphyridium sp. pada
Kultur Fitoplankton Skala Laboratorium.
Maspari J. 7, 33–40.
ASTM (American Standard Testing and Material), 2006. Annual Book of ASTM
Standards: Section Eleven, Water and
Environmental Technology. Library of Congress Catalog, Baltimore, MD, U.S.A.
Aunurohim, A., Rahmadiani, W.D.D., 2013. Bioakumulasi Logam Berat Kadmium (Cd) oleh
Chaetoceros Calcitrans pada Konsentrasi
Sublethal. J. Sains Dan Seni ITS 2.
Bhattacharya, D., Price, D.C., Chan, C.X., Qiu, H., Rose, N., Ball, S., Weber, A.P.M., Cecilia Arias, M., Henrissat, B., Coutinho, P.M., Krishnan, A., Zäuner, S., Morath, S., Hilliou, F., Egizi, A., Perrineau, M.-M., Yoon, H.S., 2013. Genome of the red alga Porphyridium
purpureum. Nat. Commun. 4.
https://doi.org/10.1038/ncomms2931
Cid, A., Herrero, C., Torres, E., Abalde, J., 1995. Copper toxicity on the marine microalga
Phaeodactylum tricornutum: effects on
photosynthesis and related parameters. Aquat.
Toxicol. 31, 165–174.
https://doi.org/10.1016/0166-445X(94)00071-W
12
Fogg, G.E., 1957. Relationships between metabolism and growth in plankton algae. Microbiology 16, 294–297.Gulley, D.D., Boelter, A.M., Bergman, H.L.,
1990. TOXSTAT. Fish Physiology and
Toxicology Laboratory, Departmen of Zoology and Physiology, University of Wyoming.
Hadiyanto, Azim, M., 2012. Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan, 1st ed. UPT UNDIP Press Semarang, Semarang.
Irwani, I., Ridlo, A., Widianingsih, W., 2013.
Optimalisasi Total Lipid Mikroalga
Porphyridium cruentum Melalui Pembatasan Nutrien dan Fotoperiod. Bul. Oseanografi Mar. 2, 16–23.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, n.d. No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Larasati, A.W., 2017. Toksisitas Tembaga (Cu) dan Kadmium (Cd) terhadap Pertumbuhan, Kadar Klorofil-A, dan Karotenoid Fitoplankton Nitzschia sp. (Skripsi). Gajah Mada, Yogyakarta.
Levy-Ontman, O., Fisher, M., Shotland, Y., Weinstein, Y., Tekoah, Y., Arad, S., 2014. Genes Involved in the Endoplasmic Reticulum N-Glycosylation Pathway of the Red Microalga Porphyridium sp.: A Bioinformatic Study. Int. J.
Mol. Sci. 15, 2305–2326.
https://doi.org/10.3390/ijms15022305
Napan, K., Teng, L., Quinn, J.C., Wood, B.D., 2015. Impact of heavy metals from flue gas integration with microalgae production. Algal
Res. 8, 83–88.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2015.01.003
Paramata, S.D., Raya, I., Zakir, M., 2014.
Pengaruh Penambahan Glutation pada
Bioakumulasi Ion Pb dan Cr oleh Fitoplankton Laut Porphyridium cruentum. J. Ilmu-Ilmu Perair. Dan Perikan. Indones. 11, 1–10.
Pranajaya, R.H., Djunaedi, A., Yulianto, B., 2014. Tembaga (Cu) Menurunkan Kandungan Pigmen
dan Pertumbuhan Mikroalga Merah,
Porphyridium cruentum (Effect of Copper on Pigments Content and Growth of Red Microalgae, Porphyridium cruentum). Indones. J. Mar. Sci. 19, 97–104.
Prasetio, H., Purwiyanto, A.I., Agussalim, A., 2016. Analisis Logam Berat Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam Plankton di Muara Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari J. 8, 73–82.
Puspitasari, R., Purbonegoro, T., 2011. Efek Tembaga Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Laut, Isochrysis sp. Lingkung. Trop. 5, 121–129.
Satria, R.D., Apriani, I., Utomo, K.P., 2015. Analisis Kandungan Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Di TPA Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. J. Mhs. Tek. Lingkung. UNTAN 1.
Sbihi, K., El gharmali, A., Cherifi, O., Oudra, B., Aziz, F., 2012. Accumulation and toxicological effects of cadmium, copper and zinc on the growth and photosynthesis of the freshwater diatom Planothidium lanceolatum (Brébisson) Lange-Bertalot: A laboratory study. J Mater Env. Sci 3, 497–506.
Setiawati, M.D., 2009. Uji Toksisitas Kadmium dan Timbal pada Mikroalga Chaetoceros gracilis (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suminto, 2011. Penggunaan Jenis Media Kultur Teknis terhadap Produksi dan Kandungan Nutrisi Sel Spirulina platensis. SAINTEK Perikan. Indones. J. Fish. Sci. Technol. 4, 53–61.
Suratno, Puspitasari, R., Purbonegoro, T., Mansur, D., 2015. Copper and Cadmium Toxicity to Marine Phytoplankton, Chaetoceros gracilis and Isochrysis sp. Indones. J. Chem. 15, 172–178.
Triaji, M.R., Radjasa, O.K., Widowati, I., Widianingsih, 2013. Analisis Pigmen R-Fikoeritrin Kultur Mikroalga Porphyridium cruentum Pada Fotoperoid dan Nutrient Berbeda. Semin. Nas. Ke-III Has.-Has. Penelit. Perikan. Dan Kelaut. Fak. Perikan. Dan Ilmu Kelaut. Univ. Diponegoro.
USEPA (U.S. Environmental Protection