• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

PEMBAHASAN KONSEP LAYANAN PENDIDIKAN ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang memiliki karakteristik khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Pada mulanya, pengertian anak berkebutuhan khusus adalah anak cacat (difabel), baik cacat fisik maupun cacat mental. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Pengertian anak berkebutuhan khusus demikian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal. Pengertian anak berkebutuhan khusus tersebut akhirnya mencakup anak yang berbakat, anak cacat, dan anak yang mengalami kesulitan. Dalam hal lain yang termasuk anak berkebutuhan khusus antara lain tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar gangguan perilaku, anak berbakat serta anak dengan gangguan kesehatan. Mengingat

karakteristik dan hambatan yang dimilikinya, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus. Yakni, pola pembelajaran yang

disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Bagi tunanetra misalnya, mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya mengikuti program pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Keberadaan masing-masing SLB sudah disesuaikan dengan kekhususan masing-masing ABK. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita dan lain sebagainya. Jadi, anak berkebutuhan khusus

(2)

disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa, sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat, bisa jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus tetapi cukup dilayani di sekolah umum biasa. 2. Anak

Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen) Anak

berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal serta akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen sama artinya dengan anak penyandang kecacatan (difabel). Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen (penyandang

cacat). Oleh karena itu, apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Maka dari itu, konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan Pendidikan Luar Biasa yang hanya menyangkut anak penyandang cacat. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa konsep anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua, yaitu: anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen). C. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus dan Layanan Pendidikan 1.

Tunanetra Tunanetra adalah individu yang mengalami gangguan pada indra penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu buta total (blind) dan kurang penglihatan (low vision). Buta total bila tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi

(3)

penggunaan tongkat, orientasi dan mobilitas, serta melakukan latihan visual atau fungsional pada penglihatannya. Layanan pendidikan bagi anak tunanetra dapat dilaksanakan melalui sistem segregasi, yaitu suatu sistem yang terpisah dari anak yang masih memilki penglihatan yang masih bagus dan integrasi atau terpadu dengan normal di sekolahan umum lainnya. Tempat pendidikan dengan sistem segregasi meliputi sekolah khusus, yaitu SLB-A, SLB-B dan lainnya. Strategi proses pembelajaran memilki kesamaan dengan strategi pembelajaran anak pada umumnya. Tetapi, ketika dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi agar sesuai dengan anak yang melakukan pembelajaran dengan menggunakan sistem indranya yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber pemberi informasi. 2. Tunarungu Tunarungu adalah kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran. Pada anak tunarungu, ketika dia lahir dia tidak bisa

menangis. Anak tunarungu juga mengalami kesulitan berbicara, karena fungsi pendengarannya yang tidak berfungsi. Agar dapat berkomunikasi dengan orang lain, maka harus menggunakan bahasa isyarat. Anak yang tunarungu bisa diberikan pendidikan berupa keterampilan supaya aman, menjadi bagian dari masyarakat, dan dapat menjadi seorang yang mandiri. Mereka harus berkomunikasi dengan menggunakan

bahasa isyarat atau berbicara dengan menggunakan ejaan huruf isyarat. Yang paling penting adalah bagaimana mebuat nyaman berada di

lingkungan (sekolah, keluarga dan masyarakat). Layanan bagi anak yang tunarungu adalah sekolah yang di dalamnya menyertakan guru pendamping yang berlatarbelakang Pendidik Luar Biasa (PLB),

(4)

kemampuannya. Ada beberapa penggolongan tunadaksa, yaitu tunadaksa golongan murni (umumnya tidak mengalami gangguan mental atau kecerdasan, penyakit lumpuh/polio) dan tunadaksa golongan kombinasi (mengalami gangguan mental). Sistem layanan pendidikan bagi tunadaksa tersebut bervariasi, mulai dari sistem pendidikan reguler sampai pendidikan yang diberikan di suatu rumah sakit. Model pelayanan bagi tunadaksa dibagi menjadi dua kategori, yaitu “sekolah khusus” dan “sekolah terpadu”. Sekolah khusus

dipergunakan bagi anak yang mengalami masalah intelektualnya, seperti retardasi mental/kesulitan gerakan dan emosinya. Sedangkan sekolah terpadu dipergunakan bagi anak tunadaksa yang memiliki intensitas masalah yang relatif ringan dan tidak disertai problem

penyerta. Dengan kata lain, pelayanannya disatukan dengan anak-anak normal lainnya di sekolah reguler. 5. Tunalaras Tunalaras adalah

sebutan untuk orang yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Biasanya anak yang mengalaminya memilki ciri berani melanggar peraturan, mudah emosi dan suka melakukan tindakan agresif. Anak tunalaras biasanya di sekolahkan di Sekolah Luar Biasa C. Namun, anak tunalaras bisa saja belajar di sekolah umum. Dengan kata lain, mereka dibiarkan membaur dengan anak normal lainnya. Kelas khusus diberikan ketika mereka benar-benar tidak bisa bersatu dengan lingkungan sosial. Pengembangan pendidikan

sebaiknya paralel atau dikaitkan dengan mengintensifkan usaha

bimbingan penyuluhan di sekolah reguler. Caranya dengan pendidikan jasmani adaptif, yaitu suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) dan dirancang untuk mengetahui,

menemukan, dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. 6. Autis Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang yang

didapatkannya sejak lahir atau masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat berhubungan sosial atau komunikasi secara normal. Autis

berhubungan dengan sistem persarafan yaitu anak yang mengalami hambatan perkembangan otak, terutama pada area bahasa, sosial dan fantasi. Anak autis seakan memiliki dunianya sendiri tanpa

(5)

pendidikannya tersebut. Suasana belajar yang tepat bagi anak autis adalah sesuai dengan kemampuan anak dan gaya belajar. Pada umumnya anak autis akan mendapatkan hasil yang baik apabila dibaurkan dengan anak-anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus lainnya. Materi yang diajarkan untuk anak autis adalah seperti latihan untuk berkomunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), keterampilan bantu diri, keterampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak, serta tingkat intelegensi pada setiap anak. 7. Down syndrome Merupakan salah satu bagian dari tunagrahita dan kelainan kromosom. Cirinya tampak nyata dilihat dari fisik penderita, misalkan tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil dan lainnya. Anak down syndrome harus mendapatkan pendidikan tambahan. Anak-anak ini bisa menunjukkan kemajuan yang pesat jika mereka bisa diterima dengan baik di masyarakat, tidak hanya dalam keluarga. Pada dasarnya layanan pendidikan bagi mereka adalah menimbulkan

semangat dalam belajar. Mereka juga harus mendapatkan pembelajaran akademis dari anak-anak yang lain, misalkan membaca dan menulis. Jadi, setiap anak yang termasuk dalam anak berkebutuhan khusus harus mendapatkan perhatian yang lebih dari keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang luar biasa, kerenanya mereka memerlukan layanan yang lebih/khusus terhadap anak normal kebanyakan. Layanan yang harus didapat dari ABK salah satunya adalah layanan pendidikan, karena dengan layanan pendidikan yang baik dan terpadu akan menghasilkan anak yang andal serta dapat diterima di dalam kehidupan kemasyarakatan. D. Prinsip-Prinsip Umum dalam Pendidikan ABK Terdapat delapan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak: 1. Prinsip motivasi Guru harus senantiasa memberikan motivasi kepada anak dengan cara personal agar tetap memiliki gairah dan semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar. 2. Prinsip latar/konteks Adanya sebuah pengenalan antara guru dan muridnya, sehingga mempertahankan sebuah kelancaran dalam sebuah proses pencarian jati diri anak

tersebut. Dengan kata lain adanya kedekatan antara guru dan muridnya. 3. Prinsip keterarahan Setiap anak akan mengikuti kegiatan secara mendalam, guru harus merumuskan secara matang tujuan kegiatan pembelajaran secara jelas, beserta alat dan bahan ajar harus sesuai dengan kategori ABK. 4. Prinsip hubungan sosial Guru harus dapat mengembangkan setiap strategi pembelajaran yang mampu

(6)

praktik atau percobaan dan menemukan sesuatu melaui pengamatan serta lainnya. 6. Prinsip individualisasi Guru perlu mengenal

kemampuan awal dan karakteristik setiap anak secara mendalam, baik dari segi kemampuan maupun ketidakmampuannya dalam menyerap materi. 7. Prinsip menemukan Guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu memancing anak untuk terlihat secara aktif, baik fisik, mental, sosial dan emosional. 8. Prinsip pemecahan masalah Guru hendaknya sering mengajukan berbagai persoalan yang ada di lingkungan sekitar dan anak dilatih untuk mencari data, menganalisis, dan memecahkan masalah sesuai dengan kemampuannya. Delapan prinsip di atas harus dilaksanakn oleh tenaga pendidik atau guru

pembimbing dalam proses pembelajaran dengan ABK. Sehingga apabila delapan prinsip tersebut terlaksana dengan baik, maka akan terciptanya output yang baik pula dari para ABK. E. Fasilitas Pendidikan Bagi ABK Pendidikan untuk ABK mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan pihak terkait. Lokakarya nasional di Bandung, 8-14 Agustus 2004 menyepakati program pendidikan sebagai bagian dari proses menuju hidup inklusif bagi ABK. Kesepakatan tersebut didasari atas kenyataan bahwa eksistensi anak berkebutuhan khusus di Indonesia mendapatkan kesamaan hak dalam berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan, kesejahteraan, dan kesehatan. Hak-hak anak tesebut juga telah dijamin oleh UUD 1945. Regulasi yang menyangkut hak dan kewajiban ABK secara umum meliputi pemenuhan hak dan kewajiban secara penuh sebagai warga negara. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948) dan diperjelas oleh Konvensi Hak Anak (1989), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk semua (1990), Peraturan Standar PBB

tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), UU

Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar, UU RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003), dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004). Pada intinya, sistem regulasi itu memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkelainan dan berkebutuhan

(7)

publik yang menjamin dan memenuhi kebebasan anak untuk

berinteraksi secara reaktif maupun proaktif. Seperti institusi pendidikan bagi ABK yaitu SLB (Sekolah Luar Biasa) 3. Merealisasikan harapan bagi terciptanya generasi andal dari kalangan ABK 4. Menyiapkan sumber daya kependidikan (SDM) 5. Mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya. Jaminan pemenuhan hak pendidikan bagi ABK juga ditekankan dalam UU Nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, meliputi jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa

diskriminatif. Sehingga penyelenggaraan pendidikan formal tidak ada lagi sekat sosial yang membedakan ABK dan masyarakat umum.

Orangtua dapat mendaftarkan ABK ke sekolah umum demi tercapainya pendidikan inklusi. UU No. 4 tahun 1997 pasal 12 juga mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan umum menerima para ABK sebagai siswa. Selain itu, melalui PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 41 ayat 1, pemerintah mendorong

terwujudnya pendidikan inklusi. Dengan kala lain, adanya fasilitas dan landasan hukum yang jelas dari negara, maka pendidikan bagi ABK sangat berguna dan harus dijalankan sesuai dengan peraturan yang sudah disepakati. F. Pendidikan Inklusi Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan Inklusi merupakan

Implementasi pendidikan yang berwawasan multikural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis. Pendidikan inklusi bertujuan mendorong

terwujudnya partisipasi aktif dari warga negaranya yang berkemampuan berbeda (difabel) dalam kehidupan bermasyarakat. Serta pendidikan inklusi memiliki misi utama yaitu terbangunnya tatanan masyarakat inklusif (sebuah sistem kemasyarakatan yang dibangun dari spirit saling menghoramati dan menjujung tinggi nilai dan fakta keberagamaan dari relitas kehidupan). G. Faktor Penghambat Pendidikan Inklusi Bagi ABK 1. Letak geografis yang sulit dijangkau oleh ABK dari keluarga miskin 2. Institusi pendidikan bagi ABK seperti SLB di tiap-tiap provinsi tidak selalu mampu menampung keberadaan ABK 3. Ketidaksiapan pada sumber daya manusia (SDM) atau tenaga pendidik di lingkungan

institusi pendidikan 4. Alat peraga dan simulasi untuk pendidikan inklusi lebih kompleks dibanding dengan alat peraga pendidikan formal.

(8)

membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Pada mulanya, pengertian anak berkebutuhan khusus adalah anak cacat (difabel), baik cacat fisik maupun cacat mental. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Pengertian anak

berkebutuhan khusus demikian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal. Pengertian anak berkebutuhan khusus tersebut akhirnya

mencakup anak yang berbakat, anak cacat, dan anak yang mengalami kesulitan. Dalam hal lain yang termasuk anak berkebutuhan khusus antara lain tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar gangguan perilaku, anak berbakat serta anak dengan gangguan kesehatan. Konsep layanan memiliki arti yang sama

meskipun dalam konteks kegiatan yang berbeda, yaitu suatu jasa yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk memenuhi

kebutuhannya. Jaminan pemenuhan hak pendidikan bagi ABK juga ditekankan dalam UU Nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, meliputi jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminatif. Sehingga penyelenggaraan pendidikan formal tidak ada lagi sekat sosial yang membedakan ABK dan masyarakat umum.

Orangtua dapat mendaftarkan ABK ke sekolah umum demi tercapainya pendidikan inklusi B. Penutup Sekian makalah yang dapat kami buat, kami sangat menyadari keterbatasan saya sebagai manusia yang tentunya berpengaruh pada hasil karya saya. Oleh karena itu, apabila karya saya ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, saya mohon maaf yang seikhlasnya kepada segenap pembaca.

Semoga makalah saya ini bermanfaat serta dapat menambah wawasan para pembaca dan saya juga berharap makalah ini dapat diterima

sebagai pemenuhan nilai tugas dan pembelajaran. Terima kasih atas perhatian dan partisipasinya. Wassalamualaikum Wr.Wb. DAFTAR PUSTAKA http://enje14.wordpress.com/2013/10/31/122, di lihat tanggal 22 September 2014, pukul 09.00 wib.

http://melyloelhabox.blogspot.com, dilihat tanggal 22 September 2014, pukul 14.00 wib. Santoso, Satmoko Budi. 2010. Sekolah Alternatif, Mengapa Tidak...?!. Yogyakarta: Diva Press. Smart, Aqila. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Katahati. Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa hambatan yang dialami kebanyakan konselor di kecamatan Gajahmungkur ialah permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan melakukan penelitian tindakan

Mengembangkan perangkat kegiatan Praktikum fisika Dasar yang dapat untuk mengembangkan keterampilan proses mahasiswa (berbasis inquiry) terdiri dari SAP, panduan

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intelegensi, dukungan sosial orang tua, dan konsep diri terhadap prestasi belajar anak1. Subjek dalam penelitian ini

Dalam penelitian ini akan dirancang tari kreatif yang mengambil tema lingkungan hidup sebagai media pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman cinta lingkungan pada

Dari hasil perhitungan standar deviasi masing-masing variabel, dapat diketahui bahwa nilai rxy = 0,986, yang menurut nilai r tabel menunjukkan jika nilai rxy antara 0,90 – 1,00,

Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan kasih-Nya maka penelitian tugas akhir yang berjudul

Semakin banyak paparan media sosial pornografi yang diterima, semakin tinggi perilaku seksualnya (Ruspawan, 2014), hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan