• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara inteligensi, dukungan sosial orang tua, dan konsep diri terhadap prestasi belajar anak - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara inteligensi, dukungan sosial orang tua, dan konsep diri terhadap prestasi belajar anak - USD Repository"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Shiella Saraswati

079114119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Just because t hey're not on your road, doesn't mean t hey've

got t en lost ." (D alai L ama)

"You can have it all. You just can't have it all at once." (Oprah Winfrey)

Hadirat-Mu yang menguatkan aku di dalam pengharapan, membuat

hidupku menjadi indah.

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Papa, Mama, dan adikku tercinta

sebagai ungkapan cinta dan terima kasihku atas

kasih dan

(5)
(6)

vi

HUBUNGAN ANTARA INTELIGENSI, DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA, DAN KONSEP DIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ANAK

Shiella Saraswati ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intelegensi, dukungan sosial orang tua, dan konsep diri terhadap prestasi belajar anak. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 133 siswa/i kelas 2 SD. Untuk Skala Dukungan Sosial uji coba reliabilitas menunjukan koefisien korelasi sebesar 0.725 dan untuk Skala Konsep Diri sebesar 0.803. Taraf signifikansi yang diperoleh (dengan p < 0.05) dari variabel intelegensi sebesar 0.000 sehingga hipotesis intelegensi berkorelasi positif dengan prestasi belajar diterima. Untuk dukungan sosial diperoleh taraf signifikansi sebesar 0.177 sehingga hipotesis dukungan sosial berkorelasi positif dengan prestasi belajar ditolak. Sedangkan untuk konsep diri diperoleh taraf signifikansi sebesar 0.463 sehingga hipotesis konsep diri berkorelasi positif dengan prestasi belajar ditolak.

(7)

vii

CORRELATION BETWEEN INTELLIGENCE, PARENTS SOCIAL SUPPORT, AND SELF-CONCEPT TOWARD CHILDREN’S LEARNING

ACHIEVEMENT

Shiella Saraswati

ABSTRACT

The purpose of this research is to investigate whether there is a correlation between intelligence, parents social support, and self-concept toward children’s learning achievement. Subjects of the reasearch were 133 2nd grade primary student. The reliability coefficient for parents social support scale was 0.725 and Self-concept scale was 0.803. The significance level for intelligence is 0.000 ( p < 0.05), it means that the hypothesis of a positive correlation between intelligence and children’s learning achievement is accepted. As for parents social support, the level of significance is 0.177, it means the hypothesis of a positive correlation between parents social support and children’s learning achievement is denied. The significance level of self-concept is 0.463 it means the hypothesis of a positive correlation between self-concept and children’s learning achievement was denied.

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kasih, karena

berkat dan kuasa serta kasih-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Proses pembuatan skripsi ini, dari awal hingga akhir, telah melibatkan banyak

pribadi yang dengan tangan terbuka memberikan bantuannya. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ungkapan rasa terima kasih yang tulus

kepada :

1. Allah Bapa, Tuhan Yesus ,dan malaikat pelindungku yang selalu menjagaku

setiap hari. Terima kasih karna kasih dan segala berkat-Nya dalam hidupku.

2. Mommy dan Daddy untuk semua perhatian, omelan, semangat dan segala

dukungan yang diberikan, love u both. ^.^

3. Dede tercinta, buat semua dukungannya, dan usahanya tuk selalu membuatku

tersenyum saat mengerjakan skripsi ini...

4. Seluruh keluarga besarku yang tersebar dimana-mana dan telah mendukungku

untuk terus maju dan menyelesaikan skripsi ini..

5. PS. Roy Kartiko,, makasih buat doa dan semangatnya om. dan terima kasih buat

firmannya yang menguatkan.

6. MK Elsadai II Shekina II makasih buat dukungan doanya guys,, Gbu all

7. Temen-temen tambourin, makasih udah ngertiin aku waktu aku tidak bisa ikut

(10)

x

8. My beib, makasih udah menjadi orang yang sabar banget saat aku sensi karena

skripsi ini, perhatiannya, dan semua dukungannya buat aku.. >,<

9. Daniel, untuk jurnal-jurnal yang amat berguna buat penelitian ini.

10. Dr.Ch.Siwi Handayani, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma, yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi ini.

11. Agung Santoso,S.Psi.,M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, menyediakan waktu dan banyak memberi masukan

berharga dari awal hingga akhir pembuatan skripsi ini.

12. A.Tanti Arini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, yang telah

memotivasi agar aku tetap focus dalam mengerjakan skripsi

13. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Mas Muji, Mas

Gandung, dan Pak Gie, yang telah membantu kelancaran selama penulis

menjalankan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

14. Flori, akhirnya selesai juga skripsi ini, makasih buat bantuan,saran, dan

kerjasamanya ya.. buat Misha teman yang gokil abis ( pengalaman “gila” kita

di Psycompilation Maranatha tak kan pernah kulupakan... Im glad to know u

guys ^-*)

15. Kristin, makasih buat cerita-cerita dan dukungannya ya say.. Semua

Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, makasih

ya untuk semua yang telah kita lalui bersama.

16. Skolastika ,Luci, dan Ebi yang sudah menjadi asisten yang sigap dalam

(11)

xi

17. Kepala sekolah, guru, dan murid-murid SD Kanisius Demangan, Sorowajan,

dan Condong Catur yang sudah bersedia membantu proses pengambilan data

penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

dengan rendah hati penulis terbuka menerima kritik dan saran demi kesempurnaan

skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya. Terima

kasih.

Yogyakarta, 19 Mei 2011

(12)

xii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

2. Perkembangan pada akhir masa anak-anak... 7

a. Perkembangan anak menurut Hurlock... 8

b. Perkembangan anak menurut Santrock... 8

c. Perkembangan anak menurut Erikson... 9

B. Prestasi Belajar... 10

1. Pengertian prestasi belajar... 10

2. Pengukuran prestasi belajar... 11

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar... 11

(13)

xiii

b. Faktor eksternal siswa... 14

C. Inteligensi... 15

1. Pengertian Inteligensi... 18

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi... 18

3. Pengukuran Inteligensi... 27

D. Dukungan Sosial... 20

5. Pembentukan Konsep diri... 31

6. Konsep Diri ideal... 33

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri... 34

(14)

xiv

G. Analisis Data... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 50

A. Persiapan penelitian... 50

1. Izin penelitian... 50

2. Uji coba alat ukur... 50

B. Pelaksanaan penelitian... 51

C. Deskripsi data penelitian... 53

D. Hasil Penelitian... 54

1. Uji Asumsi... 54

a. Uji Asumsi normalitas residu... 54

b. Uji Linearitas... 55

c. Uji Homogenitas residu... 56

2. Uji Hipotesis... 56

E. Pembahasan... 57

F. Kelemahan Penelitian... 60

BAB V PENUTUP... 61

A. Kesimpulan... 61

B. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA... 63

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Bentuk akhir skala dukungan sosial... 46

Tabel 2 Bentuk akhir skala konsep diri... 47

Tabel 3 Deskripsi data penelitian... 53

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan memegang peranan yang penting dalam upaya meningkatkan

sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan di harapkan dapat

mengembangkan kemampuan masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan

kualitas sumber daya bangsa. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan

dengan perbaikan, perubahan, dan pembaharuan faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan pendidikan.

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan peserta didik atau siswa. Kualitas

seorang siswa bisa dilihat dari hasil akademis yang diperolehnya. Prestasi

belajar merupakan hasil yang diperoleh atau dicapai siswa setelah mengikuti

proses belajar disekolah melalui tes/evaluasi yang diwujudkan dalam bentuk

angka atau huruf. Dengan mengetahui prestasi belajar anak, orangtua maupun

guru dapat mengarahkan anak untuk terus mengasah potensi yang ada dalam

dirinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang berhasil.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat digolongkan

menjadi tiga, yakni faktor pendekatan belajar, eksternal, dan internal. (Syah,

2004). Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang

meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan

pembelajaran materi-materi pelajaran. Dalam pendekatan ini guru memegang

peranan penting untuk memotivasi siswa sehingga siswa merasa mampu untuk

(17)

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar diri siswa.

Lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor eksternal, antara lain

kompetensi guru, lingkungan sosial, faktor media massa, dan aktivitas anak di

masyarakat. Selain itu dukungan orang tua, turut menentukan prestasi belajar

siswa. Dukungan orang tua meliputi perhatian orang tua, keadaan ekonomi

orang tua, dan hubungan antara anggota keluarga. Penelitian tentang

dukungan sosial dan prestasi belajar pernah dilakukan oleh Widyawati (2005)

Ia berhasil membuktikan adanya hubungan positif antara dukungan sosial dan

prestasi belajar. Anak yang mendapatkan dukungan material yang cukup dari

orangtua akan menjalankan kegiatan belajarnya dengan baik karena pemenuhan

kebutuhan yang membantu kelancaran proses belajar mengajar. Begitupun

dengan pemenuhan kebutuhan emosional dalam bentuk cinta, perhatian,

penghargaan, dengan ini anak menjadi lebih termotivasi lagi untuk mengasah

potensi yang ada pada dirinya yang akan berdampak pada prestasi belajarnya.

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berada di dalam diri siswa, baik

fisiologis maupun psikologis; seperti konsep diri, termasuk di dalamnya self

image, kesadaran diri , motivasi. Semua hal tersebut memerlukan harmonisasi

dalam proses pembelajaran yang akan mendukung hasil belajar

(Wahyuni,2007). Salah satu faktor internal yang penting bagi prestasi belajar

adalah intelegensi. Menurut David Weschler (1982) intelegensi adalah

kemampuan untuk bertindak secara terarah,berpikir secara rasional, dan

menghadapi lingkungan secara efektif. Karena itu makin tinggi intelegensi

(18)

(2006) mengatakan terdapat kontribusi positif antara intelegensi dan hasil

belajar siswa.

Faktor internal lain yang mempengaruhi prestasi belajar adalah konsep diri.

Konsep diri adalah semua persepsi, kepercayaan, perilaku dan nilai-nilai yang

digunakan diri seseorang untuk mendeskripsikan dirinya sendiri. (Perkins,

1958). Konsep diri seorang anak berubah seiring dengan cara pandang dirinya

pada suatu periode waktu konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan

akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri.

Menurut Hurlock (1994) pembentukan konsep diri dalam setiap orang

berlangsung dalam beberapa tahap.

Seseorang dengan konsep diri positif akan mempunyai kemampuan

interpersonal dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan untuk

melakukan evaluasi secara obyektif terhadap dirinya sendiri. Selain itu konsep

diri merupakan kunci untuk membangun komunikasi terbuka antara guru dan

murid sehingga menciptakan partisipasi aktif antara keduanya dalam kegiatan

belajar mengajar. Konsep diri positif akan meminimalkan munculnya

kesulitan belajar dalam diri siswa. Berkurangnya kesulitan belajar inilah yang

pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mendapatkan penguasaan akademik

yang lebih baik.

Penelitian konsep diri yang berhubungan dengan prestasi belajar pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti. Banyak penelitian yang membuktikan adanya

hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar di

(19)

menunjukan adanya perbedaan konsep diri antara siswa yang tergolong

overachieverdan underachiever. Penelitian yang dilakukan oleh Naam (2007)

dan Anita (2001) menunjukan hubungan yang bermakna antara prestasi belajar

dan konsep diri positif.

Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya memiliki beberapa

perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Perbedaan dapat dilihat

dari subjek penelitian juga variabel yang disertakan dalam penelitian. Penelitian

ini berupaya untuk mengetahui hubungan antara prestasi belajar dengan

intelegensi, dukungan sosial yang diberikan orangtua, dan konsep diri pada

siswa kelas 2 SD. Pada tingkat ini siswa memiliki interaksi yang lebih banyak

dengan orang di sekitarnya dibandingkan sebelumnya, sehingga

memungkinkan berkembangnya kemampuan interpersonal yang membentuk

konsep diri.

Selama ini penelitian yang dilakukan mengunakan remaja sebagai subjek

penelitian, sedangkan anak memiliki konsep diri yang berbeda mekanismenya

dengan remaja ataupun orang dewasa. Konsep diri ideal pada anak masih

berorientasi pada hal-hal yang kurang nyata, tetapi remaja dan orang dewasa

memiliki konsep diri ideal yang mengarah pada hal-hal yang nyata.

Begitu pun untuk inteligensi dan dukungan sosial orangtua, penelitian yang

menunjukan hubungan positif antara intelegensi dan dukungan sosial orangtua

terhadap prestasi belajar anak dilakukan puluhan tahun yang lalu dimana

(20)

yang lebih padat karena banyaknya pasangan suami istri yang bekerja, sehingga

kurang memberikan dukungan sosial yang cukup pada anaknya.

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara prestasi belajar dengan intelegensi, dukungan

sosial orang tua, dan konsep diri anak?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan

antara intelegensi, dukungan sosial orang tua, dan konsep diri terhadap prestasi

belajar anak?

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis

dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

memberikan referensi teoritis mengenai hubungan antara kondisi psikologis

anak, khususnya konsep diri, dukungan sosial dengan prestasi belajar.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

(21)

dukungan sosial yang diberikan orangtua, dan konsep diri anak pada

(22)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anak

1. Pengertian anak

Anak merupakan seorang lelaki atau perempuan yang belum

dewasa atau belum mengalami masa pubertas, yang biasa berusia 0-12

tahun. (Junaidi, 2009).

John Locked ( dalam Santrock 1995) berpendapat anak merupakan

individu yang bagaikan selembar kertas kosong. Locked yakin pengalaman

masa kanak-kanak penting dalam menentukan karakteristik saat mereka

dewasa.

Sedangkan menurut Jean Rousseau (dalam Santrock 1995). anak

adalah individu yang meskipun dapat berkembang secara alamiah, perlu

dipantau serta dibimbing oleh orangtua.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan anak adalah seorang individu yang

belum mengalami masa pubertas dan membutuhkan orang yang lebih

dewasa untuk berkembang sehingga dapat memiliki karakteristik yang

baik saat dewasa.

2. Perkembangan Akhir Masa Anak-anak

Periode ini dimulai ketika anak mulai memasuki Sekolah Dasar

(23)

disebut sebagai periode anak usia Sekolah Dasar, karena pada masa ini anak

mulai memasuki sekolah formal.

a. Karakteristik perkembangan pada masa akhir anak-anak menurut

Hurlock sebagai berikut :

1). Masa berkelompok dimana perhatian utama anak-anak tertuju pada

keinginan diterima kelompoknya

2). Proses penyesuaian diri dengan standar yang disetujui kelompoknya

3). Usia kreatif, menunjukkan bahwa anak ketika tidak dihalangi oleh

rintangan-rintangan lingkungan, kritik, cemoohan dari orang dewasa

maka anak akan mengerahkan tenaganya dalam kegiatan-kegiatan

yang kreatif.

4). Usia bermain karena luasnya minat anak

b. Perkembangan pada masa akhir anak-anak menurut Santrock

1). Perubahan fisik (tubuh) pada anak. Diantara aspek-aspek penting

perubahan tubuh di dalam periode perkembangan adalah sistem

rangka, sistem otot, dan ketrampilan motorik

2). Kemampuan menganalisis kata, misalnya anak ketika mendengar

kata “anjing”, anak dapat mengaitkan kata ‘anjing” dengan suatu

kata yang menunjukkan penampilannya (hitam, besar).

3). Memiliki kreativitas

(24)

c. Perkembangan kognisi pada masa akhir anak-anak menurut Piaget

Menurut Piaget akhir masa anak-anak berada pada tahap konkrit

operasional dengan ciri :

1). Berpikir dengan lebih terorganisasi, memikirkan alasan logis

tentang informasi yang konkrit.

2). Menguasai konservasi Piaget, pembagian kelas, masalah-masalah

bersambung termasuk pengambilan kesimpulan.

3). Memperlihatkan spasial reasoning dengan lebih efektif seperti

diperlihatkan pada penguasaan konservasi, kemampuan memberikan

arahan yang jelas, peta kognitif yang lebih terorganisasi dengan

baik.

c. Teori Psikososial Erickson

Menurut Erickson akhir masa anak-anak berada pada tahap Industry

versus inferiority, dengan ciri :

1). Pada tahap ini interaksi sosial anak mulai mengembangkan perasaan

bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.

2). Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru

membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan

yang dimilikinya.

3). Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari

orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan

(25)

4). Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat

dengan pengalaman baru.

5). Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka

mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan

keterampilan intelektual.

6). Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah

berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan

tidak produktif.

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian prestasi belajar

Prestasi belajar ialah tingkat pencapaian atau penguasaan siswa

terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan dalam kurun waktu tertentu

dalam suatu program pengajaran ( Saronson, 1964).

Keberhasilan siswa dalam proses belajarnya dapat dilihat dari

prestasi yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini dapat

dilihat dari nilai yang dibukukan dalam bentuk buku laporan pendidikan

atau raport. Nilai-nilai yang tertera dalam buku tersebut merupakan

penjumlahan nilai dari seluruh mata pelajaran yang diperoleh siswa dalam

satu semester. Dengan demikian besar kecilnya nilai yang diperoleh

(26)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan prestasi belajar adalah hasil yang

telah dicapai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan oleh anak didik

dalam kurun waktu tertentu.

2. Pengukuran prestasi belajar

Keberhasilan seseorang dalam belajar dapat dilihat dari prestasi belajarnya.

Prestasi belajar sendiri dapat diketahui melalui evaluasi belajar. Evaluasi

belajar dapat dilakukan dengan pengukuran yang dibuat dalam bentuk ujian

tertulis, lisan, maupun praktik. Penilaian dibuat berdasar norma yang

dipergunakan. Hasilnya diwujudkan dalam suatu simbol yang biasa

menggunakan angka atau huruf sebagai indeks prestasi. Ada yang

menggunakan rentan 1-10 atau 10-100 ada juga yang mengunakan huruf

A-F (Tirtonegoro,1984).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

M. Alisuf Sabri ( 1996) mengatakan ada berbagai faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa yang secara garis besar dibagi menjadi

dua,yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa.

a. Faktor internal siswa

1) Kesehatan jasmani dan rohani

Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang

yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit kelelahan tidak akan

(27)

Demikian pula gangguan serta cacat-cacat mental pada seseorang sangat

menggangu hal belajar yang bersangkutan.

2) Intelegensi

Intelegensi pada umumnya diartikan dengan kecerdasan. Dalam proses

belajar tingkat intelegensi siswa sangat berpengaruh terhadap prestasi

siswa. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kecerdasan siswa, semakin

besar peluang siswa berhasil dalam proses pelajarannya.

3) Bakat

Bakat adalah potensi atau kemampuan. Orang tua kadang-kadang tidak

memperhatikan faktor bakat ini. Sering anak diarahkan sesuai dengan

kemampuan orang tuanya. Seorang anak yang tidak berbakat teknik

tetapi karena keinginan orang tuanya, anak itu disekolahkan pada

jurusan teknik, akibatnya bagi anak sekolah dirasakan sebagai suatu

beban, tekanan, dan nilai-nilai yang didapat anak buruk serta tidak ada

kemauan lagi untuk belajar.

4)Minat

Minat adalah suatu gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau

aktivitas yang menstimulus perasaan senang pada individu. Seorang

yang menaruh minat pada suatu bidang akan mudah mempelajari bidang

itu.

5) Motivasi

Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif , dan tujuan,

(28)

proses belajar, karena motivasi menggerakkan organisme, mengarahkan

tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi

kehidupan individu.

6)Cara belajar

Anak yang menunggu saat hampir ulangan baru belajar, sehingga

bahan-bahan pelajaran menumpuk, tentu nilainya tidak baik. Anak

sebaiknya dibiasakan belajar sedikit demi sedikit setiap hari secara

teratur, meskipun hanya sebentar.

7)Konsep diri

Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep

diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylon (1972)

misalnya, mengemukakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan

hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar di

sekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan

prestasi yang baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di

sekolah memiliki penilaian diri yang tinggi, serta menunjukkan

hubungan antarpribadi yang positif pula. Mereka menentukan target

prestasi belajar yang realistis dan mengarahkan kecemasan akademis

dengan belajar keras dan tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka selalu

(29)

b. Faktor eksternal

1) Faktor lingkungan siswa.

Faktor ini terbagi dua, yaitupertamafaktor lingkungan alam atau non

sosial seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang,

malam), letak sekolah, dan sebagainya. Kedua faktor lingkungan

sosial dan budayanya.

2) Faktor instrumental

Antara lain gedung, media pengajaran, guru ,kurikulum atau materi

pelajaran, serta strategi belajar mengajar.

3) Dukungan dari orangtua

Dukungan terpenting berasal dari keluarga, karena itu pemenuhan

dukungan berupa perhatian dan material sangat penting untuk

memotivasi anak mencapai prestasi belajar yang baik.

4) Ekonomi keluarga

Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan

rumah tangga. Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak

kadang-kadang tidak dapat terlepas dari faktor ekonomi. Begitu pula

faktor keberhasilan seseorang pada keluarga yang ekonominya kurang

mungkin dapat menyebabkan anak kekurangan gizi,

kebutuhan-kebutuhan belajar anak mungkin tidak dapat terpenuhi. Selain

itu ekonomi yang kurang menyebabkan suasana rumah menjadi

muram dan gairah untuk belajar tidak ada. Namun kesulitan ekonomi

(30)

bukan berarti pula ekonomi yang berlebihan tidak akan menyebabkan

kesulitan belajar. Pada ekonomi yang berlebihan anak mungkin akan

selalu dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga perhatian anak

terhadap pelajaran-pelajaran sekolah akan berkurang karena anak

terlalu banyak bersenang-senang, misalnya dengan permainan yang

beraneka ragam atau pergi ke tempat-tempat hiburan dan lain-lain.

C. Intelegensi

1. Pengertian Intelegensi

Menurut David Weschsler (1982) inteligensi adalah kemampuan

untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi

lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses

berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati

secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata

yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Charles Spearman (1904),penemu teori dua faktor berpendapat

bahwa inteligensi meliputi kemampuan umum yang diberi kode “g”

(general factors), dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific

factors). Faktor G, mencakup semua kegiatan intelektual yang dimiliki oleh

setiap orang dalam berbagai derajad tertentu. Faktor G merupakan

kemampuan umum yang dibawa sejak lahir juga bersifat konstan.

(31)

dalam diri seseorang, maka makin besar kemungkinan kesuksesan hidupnya

Sedangkan Faktor S mencakup berbagai faktor khusus yang relevan

dengan tugas tertentu. Specific factor dipelajari dan diperoleh dari

lingkungan, contohnya kemampuan verbal, kemampuan numerik, dan

kemampuan mekanik.

Menurut Spearman, faktor G lebih banyak mewakili segi genetis

dan faktor S lebih banyak diperoleh melalui latihan dan pendidikan. Kedua

faktor diatas sangat penting untuk melihat kemampuan individu saat

berpindah dari situasi satu ke situasi yang lainnya.

Berdasarkan Teori Dua Faktor, J.C Raven menciptakan tes Progessive

Matrices (PM) guna mengukur intelegensi umum. Soal-soal tes PM terdiri

dari suatu set matriks, pada setiap soal terdapat suatu bagian yang

dihilangkan pada ujung kanan bawah dari desain tersebut. Tugas subjek

adalah memilih dari sekian alternative jawaban untuk mengisi bagian yang

hilang. Soal yang mudah menuntut ketepatan diskriminatif, sedangkan yang

lebih susah melibatkan kemampuan analogi dan berpikir logis.

Tes PM mengukur kemampuan orang untuk berpikir non-verbal

dalam bentuk simbol-simbol abstrak, mengukur kemampuan spasial,

penalaran induktif, dan faktor lain yang mempengaruhi performance.

Pengembangan Tes PM :

a. Colour Progessive Matrices

Memiliki norma persentil bagi anak berusia 5-11 tahun, juga terdapat

(32)

keterbelakangan mental. CPM terdiri dari 3 set yaitu A, B, dan AB yang

harus dikerjakan selama 25 menit.

b. Standard Progessive Matrices

Diperuntukan untuk anak 11-16 tahun dan terdiri dari 5 set yaitu

A,B,C,D,dan E. SPM memiliki waktu pengerjaan selama 25 menit.

c. Advance Progessive Matrices

Diperuntukan bagi remaja / dewasa yang diperkirakan memiliki

kemampuan di atas rata-rata. APM terdiri dari 2 set, set 1 terdiri dari 12

soal dengan waktu pengerjaan 5 menit, dan set 2 terdiri dari 36 soal

dengan waktu pengerjaan 25 menit. Dalam APM set 1 hanya diberikan

untuk latihan dan tidak dinilai.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu

kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional yang

dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi

1. Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian Salzmann membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari

satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi

nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90.

Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka

berkorelasi sekitar 0,40– 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan

(33)

anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi

sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.

2.Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir,

ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang

berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan

otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi,

rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan

juga memegang peranan yang amat penting.

3. Pengukuran Intelegensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang

psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai

untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus

(anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon.

Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika

mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya

adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai

rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil

perbaikan ini disebut Tes Stanford Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah

diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern,

(34)

Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai

usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet

adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang

ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri

dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari

faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor

Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor

ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale)untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children)untuk anak-anak.

Raven (1927) membuat alat tes untuk mengukur IQ anak, yakni

Colour Progessive Matrices (CPM).Bentuk tes CPM ada dua macam yaitu berbentuk cetakan buku dan yang lainnya berbentuk papan dan gambar-gambarnya tidak berbeda dengan yang di buku cetak. Materi tes terdiri dari 36 item/gambar. Item ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A, set Ab dan set B. item disusun bertingkat dari item yang mudah ke item yang sukar. Tiap item terdiri dari sebuah gambar besar yang berlubang dan dibawahnya terdapat 6 gambar penutup. Tugas subjek adalah memilih salah satu diantara gambar ini yang tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar. Pada dasarnya kedua bentuk tersebut dalam pelaksanaan tes memberikan hasil yang sama. (Raven, 1974).

(35)

b. Kecakapan pengamatan ruang

c. Kemampuan untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisa dan kemampuan integrasi.

d. Kemampuan berpikir secara analogi.

Tes CPM dapat digunakan untuk mengungkap taraf kecerdasan bagi anak-anak berusia 5 sampai 11 tahun. Di samping itu juga dapat digunakan unuk orang-orang yang lanjut usia dan yuntuk anak-anak defective.

D. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial

Saronson (1991) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat

dianggap sebagai sesuatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang

diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya. Dari keadaan tersebut

individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai,

dan mencintainya.

Menurut Gonollen dan Bloney (As’ari, 2005), dukungan sosial

adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya

sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional

yang dekat dengan orang tersebut. Katc dan Kahn (2000) berpendapat,

dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan

(36)

yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan

langsung dalam bentuk tertentu. Dukungan sosial merupakan transaksi

interpersonal yang mencakup afeksi positif, dan penegasan.

Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai

peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti

seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Johnson and

Johnson berpendapat bahwa dukungan sosial adalah pemberian bantuan

seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap

kesejahteraan manusia. Dukungan sosial jugs dimaksudkan sebagai

keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya

untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu.

Berdasarkan teori-teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Dukungan Sosial adalah bentuk pertolongan yang dapat berupa materi,

emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti

seperti keluarga, sahabat, teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau

orang yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Bantuan atau

pertolongan ini diberikan dengan tujuan individu yang mengalami masalah

merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai.

2. Dukungan sosial orangtua

Dukungan sosial dapat diperoleh dari pasangan suami, istri, anak, anggota

keluarga lain, teman, komunitas, atau masyarakat. Rodin dan Salovey

(37)

keluarga. Orang tua sebagai bagian dalam keluarga merupakan individu

dewasa yang paling dekat dengan anak. Santrock (2002) menjelaskan

bahwa orang tua sebagai tokoh penting dengan siapa anak menjalin

hubungan dan merupakan sebuah sistem dukungan ketika anak menjajaki

dunia sosial yang lebih luas dan kompleks. Dukungan sosial yang diberikan

orang tua memainkan peranan penting terhadap penyesuaian psikologis

anak (Malecki,2003).

3. Bentuk dukungan sosial orangtua

a. Dukungan Instrumental

Menurut Hause (Newman, 1987), dukungan instrumental adalah

merupakan tindakan atau materi yang diberikan oleh orang lain yang

memungkinkan pemenuhan tanggung jawab yang dapat membantu

untuk mengatur situasi yang menekan.

b. Dukungan Informasi

Menurut Hause (Newman, 1987), dukungan informasi adalah

komunikasi tentang opini atau kenyataan yang relevan tentang

kesulitan-kesulitan pada saat ini, misalnya nasehat dan

informasi-informasi yang dapat menjadikan individu lebih mampu untuk

mengatasi sesuatu

c. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan adalah dukungan yang terjadi bila ada ekspresi

(38)

bahwa dukungan ini dapat ditunjukan dengan cara menghargai ,

mendorong seseorang mengungkap ide, menyetujui ide, menghargai

gagasan atau kemampuan yang dimiliki seseorang. Harga diri seseorang

dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan padanya bahwa ia

bernilai dan diterima meskipun ada kesalahan

d. Dukungan Emosi

Menurut Cabb (Nindra, 2003), dukungan sosial emosional merupakan

pernyataan tentang cinta, perhatian, penghargaan, simpati dan menjadi

bagian dari kelompok yang berfungsi untuk memperbaiki perasaan

negatif yang khususnya disebabkan oleh stress.

e. Dukungan Integrasi Sosial

Dukungan Integrasi Sosial adalah perasaan individu sebagai bagian dari

kelompok. Cohen dan Wills (dalam Orford,1992) menyatakan bahwa

dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama-sama dalam

aktivitas, juga melakukan rekreasi di waktu sengang. Barren dan

Ainlaiy (dalam Orford,1992) juga menambahkan bahwa dukungan ini

dapat meliputi membuat lelucon, membicarakan minat, melakukan

kegiatan yang mendatangkan kesenangan.

E. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Sebagai sebuah konstruk psikologi ,konsep diri didefenisikan secara

(39)

diri sebagai pengertian, harapan, dan penilaian seseorang mengenai

bagaimana diri yang dicita-citakan dan dirinya dalam realita yang

sesungguhnya secara fisik maupun psikologis.

Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada

evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987)

menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang

meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan

nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater

mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image,

kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya

sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan

seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain

melihat dirinya.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan konsep diri adalah

pandangan individu tentang diri sendiri yang meliputi 3 dimensi yaitu;

pengetahuan, harapan, dan penilaian.

2. Konsep Diri Anak

Konsep-diri pada anak-anak antara lain diperoleh dari penilaian orang lain

atau lingkungannya. Karena itu, teori pendidikannya mengatakan, sebagian

besar cara belajar anak-anak itu adalah imitasi, mengkopi dan

merefleksikan rangsangan atau stimuli dari luar (pengalaman

(40)

dengan celaan, ia belajar memaki, jika anak dibesarkan dengan ketakutan,

ia belajar gelisah, jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar

mengenali tujuan, jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar

memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Menurut Cooley (1991), pendapat dan penilaian dari luar itu berperan

penting dalam proses pembentukan konsep diri, baik bagi orang dewasa

terlebih bagi anak-anak. Pendapat orang lain berperan membentuk persepsi

seseorang atas dirinya. Penilaian atau kritik orang lain berperan membentuk

persepsi seseorang atas dirinya. Keadaan atau situasi berperan membentuk

persepsi seseorang atas dirinya. Konsep-diri yang terbentuk dalam masa

kanak-kanak umumnya sulit untuk diubah. Ia menjadi semacam apa yang

kita sebut bawaan, watak, sifat, atauculture.

3. Dimensi Konsep Diri

Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan

dimensi-dimensi konsep diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3

dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang

berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi

utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan,

dan dimensi penilaian. Paul J. Centi (1993) menyebutkan ketiga dimensi

konsep diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (self¬image), dimensi

(41)

Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri, dan diri

ideal.

Maka dapat disimpulkan, dimensi konsep diri meliputi :

a.Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui

tentang diri sendiri atau penjelasan dari "siapa saya" yang akan memberi

gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan

membentuk citra diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari

pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai

orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan

kita tentang watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita,

seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan

kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan yang kita miliki,

kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita

lihat melekat pada diri kita. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif)

dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri

kita sebagai pribadi, seperti "saya pintar", "saya cantik", "saya anak baik",

dan seterusnya.

Persepsi kita tentang diri kita seringkali tidak sama dengan

kenyataan adanya diri yang sebenarnya. Penglihatan tentang diri kita

hanyalah merupakan rumusan, definisi atau versi subjektif pribadi kita

tentang diri kita sendiri. Penglihatan itu dapat sesuai atau tidak sesuai

(42)

diri yang kita miliki tentang diri kita seringkali tidak sesuai dengan

gambaran orang lain atau masyarakat tentang diri kita. Sebab, dihadapan

orang lain atau masyarakat kita seringkali berusaha menyembunyikan

atau menutupi segi-segi tertentu dari diri kita untuk menciptakan kesan

yang lebih baik. Akibatnya, di mata orang lain atau masyarakat kita kerap

tidak tampak sebagaimana kita melihat diri sendiri (Centi, 1993).

Gambaran yang kita berikan tentang diri kita juga tidak bersifat

permanen, terutama gambaran yang menyangkut kualitas diri kita dan

membandingkannya dengan kualitas diri anggota kelompok . Bayangkan

bila kita memberi gambaran tentang diri sebagai "anak yang pandai"

karena memiliki nilai tertinggi ketika lulus dari suatu SMA. Namun,

ketika memasuki perguruan tinggi yang sangat sarat dengan persaingan

dan merasakan kita dikelilingi oleh siswa-siswa dari sejumlah SMA lain

yang lebih pandai, maka tiba-tiba kita mungkin merubah gambaran diri

sebagai "mahasiswa yang tidak begitu pandai".

b.Harapan .

Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan atau diri

yang dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah

pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga

mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa

(43)

Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang

dicita-citakan.

Cita-cita diri (self-ideal) terdiri atas dambaan, aspirasi, harapan,

keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita

inginkan. Tetapi, perlu diingat bahwa cita-cita diri belum tentu sesuai

dengan kenyataan yang sebenarnya dimiliki seseorang. Meskipun demikian,

cita-cita diri akan menentukan konsep diri dan menjadi faktor paling

penting dalam menentukan perilaku individu. Apapun standar diri ideal

yang kita tetapkan, sadar atau tidak kita akan senantiasa berusaha untuk

dapat memenuhinya.

Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih

realistis, sesuai dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak

terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah.

c. Penilaian

Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita

sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga

atau kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella,

setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai

apakah kita bertentangan dengan : 1) pengharapan bagi diri kita sendiri

(saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita

sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut

membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar

(44)

gambaran kita tentang siapa kita dan tentang seharusnya kita menjadi atau

dapat menjadi apa, akan semakin rendah rasa harga diri kita (Rogers,

1959).

Konsep diri kita memang tidak pernah terumuskan secara jelas dan

stabil. Pemahaman diri selalu berubah-ubah, mengikuti perubahan

pengalaman yang terjadi hampir setiap saat. Seorang siswa yang memiliki

harga diri tinggi tiba-tiba dapat berubah menjadi rendah diri ketika gagal

ujian dalam suatu mata pelajaran penting. Sebaliknya, ada siswa yang

kurang berprestasi dalam studi dan dihinggapi rasa rendah diri, tiba-tiba

merasa memiliki harga diri tinggi ketika ia berhasil memenangkan suatu

lomba seni atau olah raga.

4. Konsep diri positif dan konsep diri negatif

Dimensi-dimensi yang dikatakan di atas dalam perkembangannya dapat

membentuk konsep diri individu baik positif maupun negatif

(Calhoun,1995). Menurut Hurlock (1992) konsep diri merupakan

pengertian, harapan, penilainan individu mengenai dirinya sendiri. Oleh

karena itu, konsep diri baik positif maupun negatif akan tampak dalam

harapan, pengertian , dan penilaian tersebut.

a. Konsep diri negatif

Menurut Calhoun & Acocella individu dengan konsep diri negatif

(45)

memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Ia benar-benar tidak tahu siapa

dirinya dan kelemahannya.

Harapan individu yang memiliki konsep diri negatif tidak realistis.

Individu ini memiliki keinginan yang sedemikian rupa sehingga pada

kenyataannya ia tidak mencapai apapun yang berharga. Bila ia

mengalami kegagalan, maka kegagalan tersebut akan merusak dirinya.

Individu dengan konsep diri negatif memiliki pandangan negatif

terhadap dirinya. Apapun keadaan dirinya tidak pernah cukup baik.

Mereka juga memiliki pengertian tidak tepat tentang dirinya,

pengharapan yang tidak realistis, dan harga diri yang rendah. Individu

memandang dirinya tidak memiliki potensi, memiliki motivasi yang

rendah untuk belajar, mudah cemas dan putus asa, serta tidak mampu

mengaktualisasikan potensinya.

Individu dengan konsep diri negatif mengganggap suatu

keberhasilan diperoleh bukan karena kemampuan melainkan kebetulan

(Beane & Lipka 1986).

b. Konsep diri positif

Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri secara realistik.

(46)

Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu. Dasarkonsep diripositif adalah penerimaan diri.

5. Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan-balik dari individu lain. Artinya konsep diri terbentuk dari pengalaman individu dalam membangun relasi dengan orang lain. Dalam berinteraksi ini, seiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan menjadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dengan demikian, konsep diri seseorang sebenarnya terbentuk karena hasil belajar atau karena dipelajari.

Menurut Hurlock (1994) pembentukan konsep diri setiap orang berlangsung dalam beberapa tahap, yakni masa bayi (0-2 tahun), awal kanak-kanak (2-6 tahun), akhir masa kanak-kanak (6-10 tahun), masa puber

(10-13 tahun), dan masa remaja (13-18 tahun).

Pertama, masa bayi. Pada masa ini konsep diri individu dipengaruhi

oleh orangtua terutama ibunya. Lingkungan individu terbatas yakni hanya

pada rumah, dan ibu bagi bayi merupakan teman paling dekat. Maka

kepribadian ibu dalam kaitan dengan hubungan ibu-bayi akan sangat

mempengaruhi pola konsep diri sang bayi. Masa bayi merupakan masa

peletakan dasar kepribadian dimana struktur kepribadian dewasa akan

(47)

Kedua, awal masa kanak-kanak. Pola konsep diri yang dasarnya telah

diletakan pada bayi mulai terbentuk pada awal masa kanak-kanak.

Orangtua, saudara kandung dan sanak saudara merupakan dunia sosial bagi

anak-anak. Karena itu, penerimaan dan perlakuan terhadap diri mereka

merupakan faktor yang penting dalam pembentukan konsep diri. Pada

masa ini konsep diri anak dipengaruhi oleh sikap dan cara teman-teman

memperlakukannya. Sikap awal teman-teman dan keluarga berperan

penting karena dasar konsep diri yang telah diletakan pada awal agak sulit

diubah.

Ketiga, Ketika anak-anak masuk sekolah, maka cakrawala sosialnya

semakin meluas. Faktor-faktor baru mulai mempengaruhi perkembangan

kepribadiannya. Akibatnya, anak harus seringkali memperbaiki konsep diri.

Pada masa ini anak mulai mengangumi tokoh-tokoh dalam sejarah, cerita

khayal dalam film, tokoh olahraga, atau tokoh nasional. Anak-anak

kemudian membentuk konsep diri yang ideal. Konsep diri anak pada akhir

masa kanak-kanak mengalami perubahan dari konsep diri mengikuti pola

yang digariskan orangtua, guru, dan teman menjadi konsep diri mengikuti

pola dari tokoh-tokoh yang dibaca dan didengar.

Keempat, masa puber yakni suatu tahap perkembangan dimana terjadi

kematangan organ-organ seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.

Masa ini ditandai dengan perubahan fisik yang pesat. Perubahan pesat yang

terjadi pada masa puber menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan

(48)

Kelima, masa remaja yakni dimana individu berintegrasi dengan

masyarakat dewasa. Masa remaja adalah masa dimana anak secara seksual

menjadi matang. Pada masa ini anak membentuk kelompok dan konsep diri

anak dipengaruhi oleh kelompoknya. Banyak remaja menggunakan standar

kelompok sebagai dasar konsep mereka menilai dirinya sendiri. Remaja

mempunyai penilaian yang realistis mengenai kekuatan dan kelemahan. Hal

ini memberi perasaan kesinambungan dan memungkinkan remaja tidak

memandang diri hari ini berbeda dengan hari lain. Konsep diri bertambah

stabil dalam masa remaja dan hanya sedikit perubahan. Dengan

bertambahnya usia, memang ada perubahan tetapi perubahan ini bersifat

kuantitatif, dalam arti bahwa sifat-sifat yang diinginkan akan diperkuat dan

sifat-sifat yang tidak diinginkan akan diperlemah. Dengan kata lain, pada

masa remaja konsep diri telah kokoh bentuknya.

6. Konsep Diri Ideal

Konsep diri ideal adalah aspirasi anak tentang sosok dan kepribadian yang didambakannya dan bukan apa yang ingin dicapainya (Hurlock,1994). Namun ada kalanya konsep diri ideal seorang anak berubah, hal tersebut disebabkan oleh :

a. Anak mengidentifikasi diri dengan berbagai model. Model berganti maka konsep diri pun berubah.

(49)

menilai seseorang, mereka sulit untuk menganggap satu orang sebagai teladan sehingga memilih karakteristik dari berbagai model dan digabungkan.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan

konsep diri, antara lain:

a. Usia

Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana

perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas

perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang

menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja,

konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang

dipujanya.

Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang

diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga

cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan

masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan

pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi

oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).

b. Inteligensi

Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap

(50)

intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu

bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara

yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya,

demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008).

c. Pendidikan

Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan

meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep

dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).

d. Status Sosial Ekonomi

Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang

lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi

konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang

cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat

dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep

diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya

rendah.

Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari

ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri

yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status

ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi

mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat

ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi

(51)

e. Hubungan Keluarga

Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan orang tua juga

salah satu anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang

lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh

ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep

diri yang layak untuk jenis seksnya.

f. Orang Lain

Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.

Bagaimana orang lain mengenal kita, akan membentuk konsep diri.

Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu yang

diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya,

akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya.

Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya,

menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung kurang menyukai

dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101)

mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri

dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik.

Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan

kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka

juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh

orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai

dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap

(52)

F. Dinamika antar variabel

Tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar dapat dilihat dari prestasi

belajar yang diraihnya. Prestasi belajar sendiri diketahui dari evaluasi belajar

yang dilakukan dengan pengukuran yang dibuat dan biasanya dirangkum dalam

sebuah buku raport.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan internal dalam

diri siswa. Faktor internal adalah faktor-faktor yang bersumber dalam diri

siswa. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar adalah

intelegensi anak. Tingkat intelegensi sangat menentukan tingkat keberhasilan

belajar siswa ( Syah, 2006). Semakin tinggi tingkat intelegensi siswa, semakin

besar peluangnya untuk mencapai keberhasilan. Hal yang sama juga diungkap

oleh Ekowati (2006) yang mengatakan bahwa terdapat kontribusi positif antara

intelegensi dan hasil belajar siswa.

Faktor internal lainnya yang mempengaruhi prestasi belajar anak ialah

konsep diri. Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa

konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Siswa yang

memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah,

atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang

tinggi, serta menunjukkan hubungan antarpribadi yang positif pula. Mereka

menentukan target prestasi belajar yang realistis dan mengarahkan kecemasan

akademis dengan belajar keras dan tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka selalu

(53)

Coopersmith (1967) juga membuktikan ada hubungan yang erat antara

konsep diri dan prestasi belajar siswa. Siswa yang mengalami dyslexia

menunjukan konsep diri yang rendah. Hal itu berkaitan mengenaiself- efficacy

-nya, yaitu keyakinan akan kompetensi pribadi dalam situasi yang khusus.

Seorang yang memiliki konsep diripositif maka self-efficacy-nya akan tinggi.

Siswa yang menganggap self-efficacy-nya rendah cenderung menghubungkan

kegagalan dengan kurangnya kemampuan. Siswa yang berpegang teguh pada

rasaself-efficacy yang rendah akan menghancurkan motivasinya jika kegagalan

dihubungkan dengan kurangnya kemampuan (Bandura dalam Woolfolk,1995).

Pada umumnya hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan sikap siswa

yang berprestasi tinggi dalam memandang dirinya. Siswa yang berprestasi

kurang akan memandang dirinya sebagai orang yang tidak memiliki

kemampuan dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitarnya.

Adanya perbedaan pandangan dalam memandang diri menyebabkan

perbedaan dalam memandang keberhasilan yang dicapai. Siswa yang

memandang dirinya negatif akan memandang keberhasilan sebagai suatu

kebetulan saja, sedangkan siswa yang memandang dirinya positif akan

menganggap keberhasilan sebagai adanya kemampuan. Pandangan inilah yang

mendorong siswa untuk lebih giat dalam belajar sehingga mencapai prestasi

belajar yang lebih baik.

Faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar ialah dukungan sosial

(54)

dukungan sosial terpenting berasal dari keluarga. Orangtua sebagai bagian

dalam keluarga merupakan individu dewasa yang paling dekat dengan anak dan

salah satu sumber dukungan sosial bagi anak dari keluarga. Orford (1992)

mengemukakan bahwa dukungan sosial orangtua sangat berpengaruh terhadap

prestasi belajar anak. Dukungan yang biasa diberikan orangtua terhadap

anaknya ialah dukungan instrumental dan emosional. Menurut Cabb (dalam

Nindra, 2003) dukungan instrumental yang diberikan orang tua membuat anak

menjalankan kegiatan belajarnya dengan baik karena pemenuhan kebutuhan

sekolahnya sehingga membantu kelancaran proses belajar mengajar. Begitupun

dengan pemenuhan kebutuhan emosional dalam bentuk cinta, perhatian,

penghargaan, dukungan yang diberikan orangtua mengajarkan anak bagaimana

menilai dirinya sendiri yang akhirnya membantunya untuk mencapai cita-cita

juga prestasi yang baik serta membentuk perkembangan kepribadian yang

positif bagi anak (Calhoun dan Acocella, 1990).

G. Hipotesis

Berdasar teori-teori di atas maka hipotesis penelitian ini berbunyi :

Ada hubungan positif antara prestasi belajar dengan intelegensi, konsep diri,

dan dukungan sosial yang diberikan orang tua. Makin tinggi intelegensi, konsep

diri, dan dukungan sosial yang diberikan orang tua terhadap anak, ,maka makin

(55)

40 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional karena ada hubungan

antara variable independen terhadap variabel dependen.

B. Identifikasi Variabel

1. Variable Dependen

Variable Dependen adalah variable yang dianggap dipengaruhi oleh

variabel lain. Dalam penelitian ini yang termasuk variable dependen

adalah Prestasi Belajar.

2. Variable Independen

Variable Independen adalah variable yang dianggap mempengaruhi

variabel lain. Dalam penelitian ini yang termasuk variable independen

adalah variable Intelegensi, Konsep Diri, dan Dukungan Sosial.

C. Definisi Operasional

1. Inteligensi

Suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional

yang dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan.

Dalam penelitian ini, intelegensi siswa akan diukur mengunakan alat tes

(56)

Semakin tinggi nilai yang diperoleh subjek, maka makin tinggi tingkat

intelegensi subjek.

1. Dukungan Sosial

Bentuk pertolongan yang dapat berupa materi, emosi, dan informasi yang

diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat,

teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh

individu yang bersangkutan dengan tujuan individu yang mengalami

masalah merasa diperhatikan, mendapat dukungan, dihargai dan dicintai.

Dalam penelitian ini peneliti membuat skala dukungan sosial orangtua yang

akan diisi oleh para subjek

Semakin tinggi nilai yang diperoleh subjek, maka semakin besar dukungan

sosial yang diterima dari orangtua.

3. Konsep diri

Pandangan individu tentang diri sendiri yang memiliki 3 dimensi, yaitu;

pengetahuan, harapan , dan penilaian.

Dalam penelitian ini peneliti membuat skala konsep diri yang akan diisi

oleh para subjek.

Semakin tinggi nilai yang diperoleh subjek, maka semakin positif konsep

diri subjek.

2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dilakukan,

(57)

Dalam penelitian ini pengukuran prestasi belajar dilakukan dengan mendata

nilai pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia yang

terangkum Dalam nilai raport pada saat subjek kelas 1.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas dua Sekolah Dasar dari SD Kanisius

Demangan Baru, Kanisius Sorowajan, dan Kanisius Condong Catur tahun

ajaran 2010/ 2011 yang berjumlah 133 anak.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Intelegensi

Metode pengetesan digunakan untuk mengumpulkan data berupa hasil

IQ siswa. Metode pengetesan ini menggunakan alat tes IQ CPM.

CPM atau Colour Progessive Matrices adalah sebuah alat tes yang dibuat

oleh Raven yang terdiri dari 36 item.

(58)

2. Dukungan Sosial orangtua

Metode yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial orangtua

ialah skala. Peneliti membuat skala Dukungan Sosial yang terdiri dari 15

item. Awalnya peneliti membuat 20 item untuk skala Dukungan Sosial,

namun setelah melalui prosestryout,item berkurang menjadi 15.

Dalam skala dukungan sosial dapat dilihat seberapa besar anak

menerima dukungan sosial dari orang tua. Subjek diminta untuk

memberikan tanda pada dua kemungkinan jawaban yang tersedia sesuai

dengan keadaan diri subjek. Pilihan jawaban itu ialah “Sering” dan

“Jarang”. Dengan memberikan dua pilihan jawaban anak akan lebih mudah

untuk memilih jawaban yang sesuai dengan dirinya dibandingkan bila

diberi beberapa variasi jawaban lain. Hal tersebut dikarenakan anak-anak

belum dapat membedakan maksud dari variasi pilihan jawaban yang

disediakan.

Skala ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama memuat identitas subjek

yang meliputi nama lengkap,kelas, no absen, jenis kelamin, dan umur

subjek. Sementara bagian kedua berupa sejumlah pertanyaan seputar

Dukungan Sosial subjek.

3. Konsep Diri

Metode yang digunakan untuk mengukur konsep diri subjek ialah skala.

Skala Konsep Diri terdiri dari 23 item. Awalnya peneliti membuat 24 item

(59)

Konsep Diri dapat dilihat seberapa besar pengertian dan penilainan anak

tentang dirinya sendiri. Subjek diminta untuk memberikan tanda pada dua

kemungkinan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan diri subjek.

Pilihan jawaban itu ialah “Sesuai” dan “Tidak Sesuai”. Dengan

memberikan dua pilihan jawaban anak akan lebih mudah untuk memilih

jawaban yang sesuai dengan dirinya dibandingkan bila diberi beberapa

variasi jawaban lain. Hal tersebut dikarenakan anak-anak belum dapat

membedakan maksud dari variasi pilihan jawaban yang disediakan.

Pertanyaan yang digunakan dalam skala ini merupakan pertanyaan

favorable untuk mengarahkan anak pada pembentukan konsep diri positif.

Skala ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama memuat identitas subjek

yang meliputi nama lengkap,kelas, no absen, jenis kelamin, dan umur

subjek. Sementara bagian kedua berupa sejumlah pertanyaan seputar

konsep diri subjek.

4. Prestasi Belajar

Untuk melihat hasil prestasi belajar subjek, peneliti mengumpulkan data

siswa berupa nilai raport Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan

Matematika pada kelas I semester 2. Peneliti meminta data tersebut pada

(60)

F. Validitas dan Realibilitas Instumen

1. Validitas

Validitas tes adalah tingkat suatu tes mampu mengukur apa yang

hendak diukur (Arikunta,2003). Suatu alat ukur dapat dikatakan

mempunyai validitas yang tinggi apabila dapat menjalani fungsi ukur atau

dapat memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud

pengukurannya (Azwar,1999).

Validitas yang digunakan dalam menguji Skala Dukungan Sosial

dan Konsep Diri dalam penelitian ini adalah validitas isi yang menunjuk

pada sejauh mana item-item dalam alat ukur mencakup keseluruhan

kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar,2004).

Validitas isi diestimasi melalui pengujian isi tes oleh professional

judgement atau proses penilaian oleh orang yang dianggap ahli dalam

menilai apakah item-item tersebut benar-benar mewakili mengukur seluruh

aspek yang hendak diukur (Azwar,2004).Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakanprofessional judgment, yaitu penilaian dosen pembimbing.

2. Seleksi Item

Item yang tidak memperlihatkan kualitas yang baik harus

disingkirkan atau direvisi terlebih dahulu sebelum menjadi bagian dari

skala. Hanya item yang mempunyai kualitas yang baik yang boleh

digunakan dalam skala. Kualitas yang dimaksud adalah konsistensi antara

item dengan tes secara keseluruhan atau sering disebut sebagai korelasi

Gambar

TabelHalaman
gambar besar.
Tabel 1Bentuk Akhir Skala Dukungan Sosial Orang Tua
Tabel 2Bentuk Akhir Skala Konsep Diri
+3

Referensi

Dokumen terkait

SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK ATAS TAGIHAN KONTRAKTUAL YANG DITAGIHKAN SECARA NONKONTRAKTUAL PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN 2016.. Yang bertanda tangan di

Langkah – langkah Perancangan Shell and Tube Heat Exchanger Sebelum mendesain alat penukar kalor, dibutuhkan data dari laju aliran, temperature masuk dan temperature

[r]

Berapa jumlah yang akan diambil dari seleksi gelombang II ini masih menunggu hasil tes hari ini.. Masing-masing jurusan, menurut Ermanu, memiliki grade berbeda dalam

[r]

siswa yang dimulai dari administrator yang melakukan login untuk masuk Gambar 4.5 System Flow Proses Persetujuan Perijinan Siswa.. ke dalam sistem kemudian administrator

18 Table 4.3 Pun Expressing Humor in Source Language and Target Language

Objek tidak ada (tanah musnah), subjek diketahui, sertipikat tidak ada lagi dan dokumen pada Kantor Pertanahan masih ada, maka kebijakan yang diambil adalah hak atas tanah dan