HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
DESAIN HOT PIPE HEAT EXCHANGER UNTUK
PEMANFAATAN LIMBAH PANAS KAPAL
BAGAS SOMPORN SUPRIADI PUTRA 0314130066
CALON DOSEN PEMBIMBING
GEORGE ENDRI KUSUMA, ST, M.Sc.Eng
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERMESINAN KAPAL JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... 1
RINGKASAN ... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ... 3
1.1 Latar Belakang ... 3
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan ... 4
1.4 Manfaat ... 4
1.5 Batasan Masalah ... 5
BAB 2 DASAR TEORI ... 6
2.1 Dasar Teori ... 6
2.2 Pengertian Hot Pipe Heat Exchanger ... 9
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 11
3.1 Sumber Data ... 11
3.2 Diagram Alir ... 11
3.3 Langkah Penelitian ... 13
3.3.1 Topik Penelitian ... 13
3.3.2 Rumusan Masalah ... 13
3.3.3 Studi Literatur ... 13
3.3.4 Studi Lapangan ... 14
3.3.5 Pengumpulan Data ... 14
3.3.6 Pengukuran ... 14
3.3.7 Perhitungan Efisiensi ... 14
3.3.8 Perancangan ... 15
3.3.9 Pembuatan ... 15
3.3.10 Pengujian... 16
3.3.11 Kesimpulan dan Saran ... 17
DESAIN HOT PIPE HEAT EXCHANGER UNTUK PEMANFAATAN LIMBAH PANAS KAPAL
Nama Mahasiswa : Bagas Somporn S.P.
NRP : 0314130066
Calon Dosen Pembimbing : George E. Kusuma, ST, M.Sc.Eng
RINGKASAN
Limbah panas adalah panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran
bahan bakar atau reaksi kimia, yang kemudian dibuang ke lingkungan dan tidak
diguna ulang untuk tujuan ekonomis dan bermanfaat. Sejumlah besar gas buang
panas dihasilkan dari boiler, kiln, funnel, oven dan tungku. Fakta yang penting
adalah bukan masalah jumlah panasnya, namun lebih kepada nilainya yang kurang
begitu diperhitungkan dalam suatu sistem. Sedangkan jika panas terbuang dapat
dimanfaatkan kembali, maka sebagian bahan bakar primer dapat dihemat. Energi
yang hilang dalam limbah gas buang panas tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan
kembali sehingga perlu dilakukan analisa mengenai seberapa besar limbah gas
buang panas yang dapat digunakan kembali sehingga mampu meningkatkan
efisiensi biaya operasional.
Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) dapat mentransfer energi panas hingga
100 kali tembaga, merupakan heat exchanger yang paling terkenal. Dengan kata
lain, HPHE merupakan alat penyerap dan penghantar energi panas yang tidak
memiliki bagian yang bergerak dan dengan begitu hanya memerlukan perawatan
yang minimal serta efisiensi cukup tinggi.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapal merupakan salah satu alat transportasi yang menggunakan cukup
banyak peralatan serta permesinan sehingga kapal tersebut mampu beroperasi.
Ketika kapal tersebut beroperasi, pasti menghasilkan limbah. Salah satunya adalah
limbah panas. Dalam hal ini, limbah panas akan dibuang melalui saluran
pembuangan panas di kapal yang disebut dengan funnel. Nah, limbah panas inilah
yang kurang atau bahkan tidak dimanfaatkan oleh sistem pengoperasian yang ada
di kapal. Padahal limbah panas tersebut berasal dari mesin-mesin yang ada di
dalam kapal termasuk motor induk (Main Engine) yang membutuhkan bahan
bakar agar bisa beroperasi.
Bahan bakar akan dibakar di dalam mesin sehingga menghasilkan tekanan
dan panas. Tekanan akan dimanfaatkan oleh mekanisme kerja di dalam silinder
mesin sehingga mampu menghasilkan putaran yang akan dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan pengoperasian kapal. Sedangkan, panasnya sangat jarang atau
bahkan tidak digunakan kembali dan dibuang begitu saja bersamaan dengan gas
buang kapal melalui funnel. Jadi, bisa dikatakan bahwa pada saat kapal tersebut
beroperasi, bahan bakar tidak dimanfaatkan secara optimal sehingga disadari atau
tidak, ada biaya operasional yang terbuang disebabkan oleh hal tersebut. Oleh
karena itu, perlu adanya peningkatan efisiensi dalam pengoperasian kapal salah
satunya adalah dengan cara pemanfaatan limbah panas dari gas buang kapal
tersebut salah satunya dengan menggunakan alat penukar panas.
Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) merupakan alat penukar panas yang
ringan dan compact. Alat ini tidak memerlukan perawatan mekanis karena tidak
terdapat bagian yang bergerak yang dapat rusak. Alat ini juga tidak memerlukan
masukan tenaga untuk pengoperasiannya dan bebas dari sistim air pendingin dan
pelumasan. Alat ini juga membutuhkan daya fan lebih rendah dan meningkatkan
efisiensi panas sistim secara keseluruhan. Sistim pemanfaatan panas HPHE
mampu beroperasi pada suhu 315°C dengan kemampuan pengambilan panasnya
1.2 Rumusan Masalah
a. Berapakah temperatur limbah panas yang dihasilkan oleh gas buang
kapal secara keseluruhan?
b. Berapakah temperatur limbah panas yang dapat digunakan kembali
untuk sistem-sistem pemanasan yang ada di kapal?
c. Bagaimana spesifikasi ukuran Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) yang
akan dirancang untuk memanfaatkan limbah panas tersebut?
d. Berapakah nilai efisiensi pemanfaatan limbah panas dari gas buang
kapal dengan menggunakan Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE)?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian terhadap limbah panas dari gas buang kapal
adalah untuk mengetahui seberapa besar temperature limbah panas secara
keseluruhan dan yang dapat dimanfaatkan kembali dari gas buang kapal,
menentukan desain dan spesifikasi Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) yang sesuai
dengan kebutuhan kapal sehingga dapat diketahui nilai efisiensi dari pemanfaatan
limbah panas tersebut menggunakan Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE).
1.4 Manfaat
Dengan memanfaatkan limbah panas dari gas buang kapal, maka panas yang
telah dihasilkan dari proses yang ada di dalam kapal tidak terbuang percuma dan
masih dapat digunakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat sehingga tidak
perlu menciptakan sumber energi panas baru. Dengan demikian, saya diharapkan
perusahaan pemilik atau pengguna kapal tersebut mampu menciptakan efisiensi
biaya operasional kapal tersebut. Diharapkan juga dengan adanya analisa ini dapat
digunakan sebagai rujukan atau referensi dalam pemanfaatan limbah panas baik
yang berasal dari kapal maupun dari industri lainnya yang menghasilkan limbah
1.5 Batasan Masalah
Desain Hot Pipe Heat Exchanger untuk pemanfaatan limbah panas kapal
lebih berfokus kepada rancangan Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) untuk
pemanfaatan limbah panas kapal berdasarkan perhitungan-perhitungan
BAB 2 DASAR TEORI
2.1 Dasar Teori
Limbah panas adalah panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran
bahan bakar atau reaksi kimia, yang kemudian “dibuang” ke lingkungan dan tidak
diguna ulang untuk tujuan ekonomis dan bermanfaat. (UNEP, 2006). Fakta yang
penting adalah bukan masalah jumlah panasnya, namun lebih kepada “nilai” nya.
Mekanisme untuk memanfaatkan kembali panas yang tidak digunakan tergantung
pada suhu gas panas yang terbuang dan ekonominya.
Sejumlah besar gas buang panas dihasilkan dari boiler, kiln, oven dan
tungku. Jika panas terbuang dapat dimanfaatkan kembali maka sejumlah bahan
bakar primer dapat dihemat. Energi yang hilang dalam limbah gas tidak
seluruhnya dapat dimanfaatkan kembali. Tetapi banyak panas yang dapat
dimanfaatkan dan dalam bab ini akan disampaikan secara garis besar cara untuk
meminimalkan kehilangan tersebut.
Pada saat ini teknologi pemanasan bahan bakar yang banyak digunakan
pada mesin diesel adalah menggunakan pemanas elektrik, dimana dalam
pemanasannya memerlukan energi listrik yang bersumber dari mesin diesel itu
sendiri. Hal ini merupakan kerugian karena membebani mesin diesel tersebut.
Oleh karena itu dibutuhkan sumber pemanas yang tidak membebani mesin diesel
dengan memanfaatkan limbah panas gas hasil pembakarannya sebesar 30-40%
yang selama ini dibuang melalui exhaust manifold. (Kasmara dkk, 2015)
Gas buang yang mencemari lingkungan memiliki suhu yang cukup tinggi
ini masih berpotensi untuk dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai keperluan
misalnya membangkitkan uap untuk pembangkit listrik, pengeringan, pemanas
ruangan atau untuk penggunaan lainnya. Jika panas yang terbuang ini dapat
dimanfaatkan kembali maka selain mengurangi pencemaran lingkungan juga
dapat menghemat pemakaian bahan bakar fosil.
Untuk memanfaatkan limbah panas tersebut, diperlukan sebuah peralatan
yang dapat mentransfer panas dari gas buang yang masih mengandung unsur
pencemar menjadi energi panas yang bersih. Perangkat yang dapat melakukan
berbagai bentuk dan ukuran serta pemanfaatannya yang bervariasi. Penggabungan
antara mesin penghasil limbah panas dalam hal ini mesin diesel dengan alat
penukar kalor merupakan satu sistem terintegrasi yang dinamakan kogenerasi
(cogeneration). (Aziz, 2009)
Berdasarkan keseimbangan energi (energi balance) untuk mesin diesel
stationer dari total energi panas yang dihasilkan hanya 35 % yang digunakan
sebagai kerja, 20 % untuk mendinginkan mesin, 10 % hilang secara radiasi dan
lain-lain, sisanya sekitar 35 % terbuang bersama gas buang. (Aziz, 2009) Energi
panas yang terbuang ke lingkungan sebesar ini juga akan berdampak pada kualitas
lingkungan sekitarnya berupa pencemaran termal udara yang dapat menambah
kontribusi pada pemanasan global dan gangguan kesehatan masyarakat.
Perpindahan energi berupa panas dari cerobong gas buang kapal (funnel)
menuju alat penukar panas (heat exchanger) sebagai akibat adanya perbedaan
temperatur antara temperatur funnel dengan temperatur heat exchanger. Dimana
pada konsep dasar thermodinamika bahwa energi akan berpindah dari satu media
dengan temperature tinggi menuju ke temperature rendah dan akan berhenti pada
saat mencapai temperature yang sama. Panas dapat dipindahkan dengan 3 metode
perpindahan yaitu conduction, convection dan radiation. (George, 2014)
1. Conduction: Perpindahan energy dari partikel yang memiliki energy
lebih tinggi menuju partikel di dekatnya yang memiliki energy lebih
sedikit.
Dimana:
K = Konduktifitas thermal material (W/m °C)
A = Luas permukaan perpindahan panas karena konduksi (m2)
T = Perbedaan temperature material (°C)
x = Ketebalan material (m)
2. Convection: Perpindahan panas material padat menuju ke liquid atau
gas yang bergerak mengenainya dan proses perpindahan panas ini akan
Dimana:
h = convection heat transfer (W/m °C)
As = Luas permukaan perpindahan panas karena konveksi (m2)
Ts = Temperatur permukaan (°C)
T = Temperatur fluida jauh dari permukaan (°C)
3. Radiation: Perpindahan panas dengan cara pancaran dari material
dalam bentuk gelombang elektromagnetik (energy photon) sebagai
akibat perubahan konfigurasi dari atom dan molekul.
Dimana:
= Emisivitas dari permukaan yang nilainya antara 0 1
= Konstanta Stefan-Boltzmann 5,67 x 10-8 W/m2K4
As = Luas perpindahan panas karena radiasi (m2)
Ts = Temperatur absolut (°C)
Tsurr = Temperatur lingkungan udara/gas (°C)
Untuk menghitung nilai efisiensi heat exchanger atau juga disebut dengan “The Heat Transfer Effectiveness” maka dapat ditentukan dengan formula berikut:
Dimana:
= Efektifitas perpindahan panas (%)
= Laju perpindahan panas actual (kW)
= Laju perpindahan panas maksimum (kW)
Laju perpindahan panas actual HE dapat ditentukan dengan kesetimbangan
energy pada fluida panas dan dingin dengan persamaan:
Dimana:
C = Laju kapasitas fluida panas dan dingin (kW/°C) = Laju aliran fluida rata-rata (kg/s)
2.2 Pengertian Hot Pipe Heat Exchanger
Salah satu jenis alat penukar kalor yang terkenal adalah penukar kalor pipa
panas (Hot Pipe Heat Exchanger). Sebuah pipa panas dapat mentransfer energi
panas hingga 100 kali tembaga dan mampu beroperasi pada suhu 315°C dengan
kemampuan pengambilan panasnya dari 60% hingga 80%. (SADC, 1999)
Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) terdiri dari tiga elemen yaitu sebuah
wadah yang ditutup rapat, struktur pipa kapiler dan fluida kerja. Struktur pipa
kapiler disusun secara integral menjadi permukaan dalam dari pipa wadah dan
ditutup rapat pada kondisi vakum. Energi panas yang diterapkan ke permukaan
luar pipa panas berada dalam kesetimbangan dengan uapnya begitu pipa wadah
ditutup rapat pada kondisi vakum. Energi panas yang diterapkan ke permukaan
luar pipa panas mengakibatkan fluida kerja dekat permukaan menguap secara
tiba-tiba. Kemudian uap yang terbentuk menyerap panas laten penguapan dan
bagian pipa panas ini menjadi daerah penguapan. Uap kemudian berjalan menuju
ujung pipa yang lain dimana energi panas dibuang dan menyebabkan uap
mengembun menjadi cair lagi, oleh karena itu menghentikan panas laten
pengembunan. Bagian dari pipa panas ini bekerja layaknya seperti daerah
pengembun/ condenser. Cairan yang terembunkan kemudian mengalir balik ke
Berdasarkan data dari SADC (1999), HPHE cukup banyak diterapkan
pada industri sebagai berikut:
Proses Pemanasan Ruang: Penukar panas pipa panas menghantarkan energi
panas dari proses pembuangan gas untuk pemanasan bangunan. Udara yang diberi
pemanasan awal dapat dicampurkan bila perlu. Kebutuhan akan tambahan
peralatan pemanasan untuk menghantarkan udara make up yang dipanaskan akan
berkurang secara drastis atau ditiadakan.
Proses ke Proses: Penukar panas pipa panas memanfaatkan energi limbah
panas dari proses pembuangan dan menghantarkan energi ini ke udara proses yang
masuk. Jadi udara yang masuk menjadi hangat dan dapat digunakan untuk proses
yang sama/proses lain dan dengan demikian, mengurangi pemakaian energi
proses.
Penerapan HVAC:
Pendinginan: Penukar panas pipa panas memberi pendinginan awal udara segar
dalam bangunan pada musim panas dan dengan demikian mengurangi tonase total
pendinginan, terpisah dari penghematan operasional sistim pendinginan.
Energi panas dipasok yang diambil dari buangan dingin dan dihantarkan ke
pasokan udara segar yang panas.
Pemanasan: Proses diatas dibalik selama musim salju untuk memanaskan awal
udara segar.
Penerapan lainnya di industri- industri adalah:
Pemanasan awal udara pembakaran boiler
Pemanfaatan kembali limbah panas dari tungku
Pemanasan ulang udara segar untuk pengering udara panas
Pemanasan oli dan cairan dengan viskositas tinggi lainnya
Guna ulang limbah panas tungku sebagai sumber panas untuk oven lainnyaBAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Sumber Data
a. Waktu Pengambilan Data
Waktu pengambilan data direncanakan selama 3 bulan yakni dimulai pada
bulan September 2016 hingga bulan November 2016.
b. Tempat Pengambilan Data
Tempat pengambilan data adalah di Divisi Kapal Niaga PT PAL
Indonesia, Komplek Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut Jl. Ujung Surabaya
c. Jenis Data
Jenis data yang akan diambil adalah data numerik interval dan data
kualitatif nominal.
3.2 Diagram Alir
MULAI
Topik Penelitian
Rumusan Masalah
Studi Literatur
Studi Lapangan
Pengumpulan Data
Perhitungan Efisiensi
Analisa Perhitungan
Layak
Perancangan
Tidak
Ya
Analisa Rancangan
Layak
Tidak
Ya
Pembuatan
Sesuai Tidak
Ya
Pengujian
Sesuai
Tidak
Ya
Kesimpulan dan Saran
3.3 Langkah Penelitian 3.3.1 Topik Penelitian
Berdasarkan teori-teori dan literatur yang ada serta pengembangannya,
maka diangkat sebuah topik penelitian mengenai pemanfaatan kembali
limbah panas yang dihasilkan oleh gas buang. Dalam hal ini, pemanfaatan
limbah panas menggunakan alat penukar panas tipe pipa panas (Hot Pipe
Heat Exchanger) serta gas buang yang dimaksud adalah gas buang yang
berasal dari kapal.
3.3.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan teori-teori mengenai pemanfaatan limbah panas dari gas
buang, ada beberapa permasalahan yang muncul terkait dengan desain Hot
Pipe Heat Exchanger (HPHE) antara lain:
e. Berapakah temperatur limbah panas yang dihasilkan oleh gas buang
kapal secara keseluruhan?
f. Berapakah temperatur limbah panas yang dapat digunakan kembali
untuk sistem-sistem pemanasan yang ada di kapal?
g. Bagaimana spesifikasi ukuran Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE) yang
akan dirancang untuk memanfaatkan limbah panas tersebut?
h. Berapakah nilai efisiensi pemanfaatan limbah panas dari gas buang
kapal dengan menggunakan Hot Pipe Heat Exchanger (HPHE)?
3.3.3 Studi Literatur
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka perlu adanya studi
literature untuk menyelesaikan berbagai pertanyaan di dalam rumusan
masalah tersebut. Mempelajari serta mengimplementasikan dasar-dasar
teori yang digunakan sebagai dasar dalam perancangan sebuah alat yakni
berkenaan dengan Heat Exchanger. Dasar-dasar teori yang digunakan
berasal dari buku-buku atau jurnal-jurnal ilmiah yang kredibel sehingga
dapat menjawab setiap pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah
3.3.4 Studi Lapangan
Pada kegiatan ini hal-hal yang dilaksanakan adalah mengamati secara
visual terhadap tempat penelitian untuk mendapatkan gambaran umum
kondisi lapangan. Setelah itu, dilakukan pula pengecekan terhadap
objek-objek yang ada di tempat tersebut yang akan diteliti atau akan diambil
datanya untuk keperluan perancangan atau desain Heat Exchanger.
3.3.5 Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam perancangan sebuah Heat Exchanger
yaitu seperti temperatur, diameter pipa, ketebalan plat, jenis material yang
digunakan dll. Data yang diambil bisa berupa data primer maupun data
sekunder sesuai dengan kebutuhan perancangan. Data primer diambil
secara langsung di tempat pengambilan data sedangkan data sekunder
diambil dari data-data yang dimiliki perusahaan serta beberapa jurnal
ilmiah yang dibutuhkan oleh penulis dalam merancang Heat Exchanger.
3.3.6 Pengukuran
Pengukuran dilakukan pada objek-objek yang terkait dengan desain Heat
Exchanger yaitu seperti ukuran funnel atau cerobong gas buang pada kapal
yang akan dijadikan tempat Heat Exchanger diletakkan. Selain itu dapat
diukur pula jarak aman penempatan Heat Exchanger pada funnel agar tidak
mengganggu sistem kerja dari peralatan yang lain serta tidak mengganggu
dan membahayakan akses jalan untuk manusia.
3.3.7 Perhitungan Efisiensi
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh baik secara primer maupun
sekunder, maka dilakukan perhitungan untuk mengetahui seberapa besar
efisiensi yang dapat dihasilkan oleh Heat Exchanger pada kapal. Setelah
itu, dilakukan analisa perhitungan untuk mengetahui dan menentukan
kelayakan desain Heat Exchanger berdasarkan standar yang telah
ditentukan. Jika hasil perhitungan telah dinyatakan layak, maka tahap
diperlukan analisa kembali dan perbaikan terhadap perhitungan efisiensi
Heat Exchanger tersebut.
3.3.8 Perancangan
Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat
dilakukan proses perancangan Heat Exchanger. Rancangan Heat
Exchanger berupa gambar teknik baik 2D maupun 3D dengan
menggunakan software gambar teknik yang biasa digunakan dalam dunia
desain dan arsitektur yaitu AutoCAD. Gambar rancangan ini akan
dijadikan sebagai acuan dalam tahap penelitian selanjutnya yakni tahap
pembuatan. Setelah gambar rancangan tersebut telah jadi, maka dilakukan
analisa rancangan untuk mengetahui apakah gambar rancangan sudah
sesuai dengan standar yang telah ditentukan baik dari segi teknis yakni
mengenai gambar itu sendiri maupun segi non teknis seperti bentuk dan
ukuran gambar serta dari segi jenis material yang akan digunakan. Jika
rancangan tersebut dinyatakan layak, maka tahap penelitian dapat
dilanjutkan ke tahap berikutnya. Sedangkan jika rancangan tersebut
dinyatakan tidak layak, maka dilakukan analisa kembali mengenai
rancangan yang telah dibuat serta perbaikan atau revisi hingga rancangan
tersebut dinyatakan layak
3.3.9 Pembuatan
Berdasarkan gambar rancangan yang telah dibuat, maka dapat dilakukan
proses pembuatan Heat Exchanger. Proses pembuatan meliputi persiapan
alat dan mesin-mesin perkakas, persiapan material, pengerjaan material,
perakitan dan finishing. Persiapan alat dan mesin-mesin perkakas seperti
bor, gergaji, mesin bubut, mesin frais, mesin sekrap dsb. dilakukan agar
peralatan tersebut siap untuk dipakai dalam proses pembuatan. Persiapan
material yaitu berupa pengadaan material, penandaan material dan
pemotongan material dilakukan agar material dapat dikerjakan dengan
baik, lebih mudah dan sesuai dengan rancangan pembuatan alat.
dengan menggunakan alat dan mesin-mesin yang telah disiapkan sehingga
material menjadi bentuk sesuai dengan rancangan. Perakitan dilakukan
setelah material sudah jadi sesuai dengan rancangan. Setelah semua
material telah dirakit sesuai dengan rancangan, maka dilakukan proses
finishing atau penyelesaian akhir yakni dengan menghaluskan permukaan
benda yang kasar serta membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel
pada benda kemudian melakukan proses coating atau pelapisan material
dengan bahan anti karat kemudian bisa pula dilakukan proses painting atau
pengecatan pada bagian tertentu jika dibutuhkan.
3.3.10 Pengujian
Setelah Heat Exchanger telah jadi dibuat, maka dapat dilakukan proses
pengujian untuk mengetahui performance atau unjuk kerja dari alat yang
telah dibuat tersebut apakah sudah sesuai dengan rancangan. Pengujian
dilakukan dengan cara meletakkan Heat Exchanger tersebut ke tempat
yang telah ditentukan yakni di dekat cerobong yang panas. Apabila Heat
Exchanger mampu memindahkan panas dari cerobong ke dalam pipa
panas pada Heat Exchanger, maka pengujian dapat dikatakan berhasil.
Namun apabila Heat Exchanger tidak mampu memindahkan panas dari
cerobong ke dalam pipa panas pada Heat Exchanger, maka pengujian
dapat dikatakan gagal dan perlu adanya perbaikan. Pengujian juga meliputi
besarnya panas dimana indikatornya adalah temperature yang dapat
dipindahkan oleh Heat Exchanger dari cerobong ke dalam pipa panas pada
Heat Exchanger sehingga dapat diketahui nilai efisiensi dari Heat
3.3.11 Kesimpulan dan Saran
Setelah semua kegiatan penelitian terkait dengan desain Heat Exchanger
tersebut telah selesai, maka dibuatlah kesimpulan yang berisi pernyataan
dari hasil analisa secara keseluruhan pada kegiatan penelitian sehingga
didapatkan gambaran umum mengenai isi dari penelitian yang akan
disampaikan. Adapun saran-saran juga dimuat untuk mengetahui
kekurangan dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan serta hal-hal apa
saja yang tidak atau belum bisa dilakukan selama proses penelitian
sehingga saran tersebut bisa digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan penelitian selanjutnya sehingga menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography
United Nations Environment Program (UNEP). (2006). Waste Heat Recovery.
Project of Greenhouse Gas Emission Reduction from Industry in Asia and
the Pacific (GERIAP) by the National Productivity Council, India.
Kasmara J., Fauzun dan Suardjaja M. (2015). Studi Eksperimental Efektivitas
Penukar Kalor Shell Helical Coil Tube Dengan Memanfaatkan Panas Gas
Buang Mesin Diesel Sebagai Pemanas Solar. Science and Engineering
National Seminar 1 (SENS 1). Semarang.
Aziz, Nasruddin. (2009). Pemanfaatan Limbah Panas Gas Buang Mesin Diesel
Untuk Pengeringan Gabah Dengan Teknilogi Kogenerasi. Tesis Sebagai
Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister Program Pasca Sarjana
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kusuma, George E. (2014). Kapita Selekta Alat Penukar Panas(Heat Exchanger).
Modul Ajar. Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). Surabaya.
Southern African Development Community (SADC). (1999). Heat Recovery
Systems. Developed as part of the SADC Industrial Energy Management
Project for Canadian Development Agency. Toronto.