BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasaan
2.1.1 Pengertian Kepuasaan
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis”, yang artinya
cukup baik dan memadai, sementara “facio” berarti melakukan atau membuat
Kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat
sesuatu memadai’ (Tjiptono,2005). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan
dibandingkan dengan harapannya (Kotler dan Susanto,2003). Rambat Lupiyoadi
(2001), mengutip Kotler (1997), yang mengungkapkan bahwa kepuasan
dideskripsikan sebagai: “tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan yang diharapkan”.
Sementara menurut Webster’s Dictionary,(1928) seperti yang dikutip oleh
Lupiyoadi (2001), pelanggan adalah: “seseorang yang beberapa kali datang ke
tempat yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan”. Jadi dengan kata
lain, pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu datang ke suatu tempat yang
sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk (barang)
atau mendapatkan jasa dan membayar produk (barang) atau jasa tersebut.
Kepuasan pelanggan atau bisa disebut pelanggan pada indusri rumah sakit
merupakan konsep yang sangat terkenal dan senantiasa digunakan pada berbagai
disiplin ilmu (Andreassen,1994). Terdapat banyak definisi mengenai kepuasan
pelanggan, diantaranya adalah menurut Oliver yang dikutip Supranto 2011 yang
mengemukan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang
merasa surprise atas harapannya. Kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
yang dirasakan (Tse,2001).
Parasuraman et al. (1998) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan
sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan (expectation) dan kinerja
(perform). Sementara itu Engel et.al. yang dikutip Tjiptono (2005)
mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang
mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome)
sama atau melampaui harapan pelanggan. Defenisi-defenisi mengenai kepuasan
pelanggan tersebut secara umum menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi atas post consumption suatu barang atau jasa.
Kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami
setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan
harapan-harapannya. Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli bisa
disimpulkan definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang di
tunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang
dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka
pelanggan akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila
sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan,
2.1.2 Kepuasan Pasien
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien
adalah bagaimana untuk memenuhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan
aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus
melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak
puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang
pengalaman buruknya.
Pasien adalah seseorang yang menerima pelayanan medis. Sering kali,
pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk
memulihkannya. Kepuasan pasien dapat juga diartiakan sebagai suatu sikap
konsumen, yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap
pelayanan yang pernah dirasakannya. Minat seseorang untuk menggunakan
kembali jasa pelayanan rumah sakit akan sangat dipengaruhi oleh pengalamannya
yang lampau waktu memakai jasa yang sama dalam menerima pelayanan
(Supranto, 2001).
Kepuasaan pasien dapat dilihat dari hak-hak yang dimiliki pasien yang
terpenuhi. Adapun berbagai hak pasien di rumah sakit menurut UU No.29 Tahun
2009, yaitu:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), yaitu:
(i) Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
(ii) Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
(iv) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
(v) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapat isi rekam medis.
Sedangkan kewajiban pasien menurut UU No.29 Tahun 2004, yaitu:
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
d. Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.
2.1.3 Faktor-Faktor Kepuasan Pasien
Menurut Tjiptono (1999), kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa hal
yaitu:
a. Kinerja (performance), pendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari
pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang
dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan
terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat,
kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang
diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik
sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan,
misalnya: kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound
system, dan sebagainya.
c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami
ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang
diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh
perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan
kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan
keperawatan dirumah sakit.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh
mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi
seperti peralatan pengobatan.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut
digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis
dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat
transportasi, dan sebagainya.
f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan
yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan
memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap
g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang
lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar,
kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah
sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima
pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan
rumah sakit dari pada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah
sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien
keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.
Lupyoadi (2001), menyatakan dalam menentukan
5 (lima) faktor yang harus diperhatikan oleh perusahaan antara lain:
1. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan
merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih
tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi
sosial atau self esteem yang membuat pelanggan merasa puas terhadap merek
4. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan
harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggan.
5. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau
tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa
cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.
Selanjutnya menurut Muninjaya (2012), kepuasan pengguna jasa
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya.Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting.
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.Sikap ini akan
menyentuh emosi pasien dan faktor ini akan berpengaruh pada tingkat
kepatuhan pasien.
3. Biaya (cost)
Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi
pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli pasien dan keluarganya “yang
penting sembuh” menyebabkan mereka menerima saja jenis pelayanan yang
diberikan dari teknologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan
yang pada akhirnya biaya perawatan akan menjadi sumber keluhan pasien.
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan
ruangan.
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Ketepatan
6. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan perawatan.
7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap pasien.
Sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas kepuasan pasien (jasa)
yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1985 oleh Parasuraman dalam
Tjiptono (1999), meliputi 10 dimensi, yaitu :
1. Tangibles: keberadaan fisik pemberi pelayanan, meliputi tempat parkir,
fasilitas gedung, tata letak dan tampilan barang, kenyamanan fasilitas fisik,
peralatan dan perlengkapan modern.
2. Reliability: mencakup 2 hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance)
dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti rumah sakit
memberikan pelayanannya (jasa) secara tepat sejak saat pertama (right in
the firts time). Selain itu juga berarti bahwa rumah sakit yang bersangkutan
memenuhi janjinya.
3. Responsiveness: pelayanan yang baik harus disertai dengan tingkat
keikutsertaan/keterlibatan dan daya adaptasi yang tinggi, yaitu membantu
dengan segera memecahkan masalah.
4. Competence: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada
kecakapan/keterampilan yang tinggi.
5. Access: meliputi memberikan/menyediakan keinginan pasien dan pelayanan
yang mudah dihubungi.
6. Courtesy: pelayanan yang baik harus disertai dengan sikap keramahan,
7. Communication: pelayanan yang baik harus didasarkan kepada kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan pihak yang dilayani.
8. Credibility: pelayanan yang baik harus dapat memberikan rasa kepercayaan
yang tinggi kepada pihak yang dilayani.
9. Security: pelayanan yang baik harus memberikan rasa aman kepada pihak
yang dilayani dan membebaskan dari segala resiko atau keragu-raguan
pasien.
10. Understanding The Customer: pelayanan yang baik harus didasarkan
kepada kemampuan menanggapi atau rasa pengertian kepada keinginan
pihak yang dilayani.
Dalam pengembangan selanjutnya pada tahun 1990, kualitas pelayanan
(jasa) dikelompokkan ke dalam 5 (lima) dimensi oleh Parasuraman dalam
Tjiptono (1999), yaitu :
1. Bukti Langsung (Tangible), yaitu sebagai fasilitas yang dapat dilihat dan
digunakan rumah sakit dalam upaya memenuhi kepuasan pasien, seperti
gedung kantor, peralatan kantor, penampilan karyawan dan lain lain.
2. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan kepada
pasien sesuai dengan yang diharapkan, seperti kemampuan dalam menempati
janji, kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan untuk
meminimumkan kesalahan.
3. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu sebagai sikap tanggap, mau
mendengarkan dan merespon pasien dalam upaya memuaskan pasien,
menunjukan sikap sok sibuk dan mampu memberikan pertolongan dengan
segera.
4. Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan karyawan dalam menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan pasien melalui pengetahuan, kesopanan serta
menghargai perasaan pasien.
5. Kepedulian/Empati (Emphaty), yaitu kemampuan atau kesediaan karyawan
memberikan perhatian yang bersifat pribadi, seperti bersikap ramah,
memahami kebutuhan dan peduli kepada pasiennya.
2.1.4 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Pengukuran terhadap kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting
bagi perusahaan, karena dengan mengetahui tingkat kepuasan pelanggan,
perusahaan memperoleh umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan
dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan selanjutnya.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan
pesaing). Menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2001),
mengemukakan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)
perlu menyediakan kesempatan seluas-luasnya serta akses yang mudah dan
nyaman bagi pelanggannya guna menyampaikan saran, pendapat, kritik dan
keluhan mereka. Contohnya melalui penyediaan sarana seperti kotak saran,
2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Perusahaan dapat mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk
berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan
dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan
menggunakan produk perusahaan. Mereka kemudian diminta melaporkan
temuan-temuannya berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan produk
perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shoppers diminta mengamati
secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani
permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan, dan menangani setiap
keluhan.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan berusaha menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli
atau beralih, untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut
karena dapat dikatakan bahwa perusahaan telah gagal dalam memuaskan
pelanggannya. Ini juga dilakukan agar perusahaan dapat menganalisanya
sebagai pelajaran dan pengalaman agar tidak mengulangi kesalahan yang
telah dilakukan.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Metode survei baik melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi
merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan. Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus memberikan tanda
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti:
a. Directly reported satisfaction
Pengukuran secara langsung menggunakan item-item spesifik yang
menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b. Derived satisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni mengenai
tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk pada
atribut-atribut tertentu yang relevan, serta persepsi pelanggan terhadap
kinerja aktual.
c. Problem analysis
Responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama,
masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan produk yang ditawarkan
oleh perusahaan. Kedua saran-saran agar perusahaan dapat melakukan
perbaikan.
d. Importance-performance analysis
Responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut
relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut
tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kinerja
perusahaan akan dianalisis dengan Importance-Performance Matrix.
Matrix ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan
dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan
total.
2.2 Rumah Sakit
2.2.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-undang No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Menurut American Hospital Association dalam Azwar (1996), bahwa
rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga profesional yang
terorgansir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta
pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Penyelenggaraan rumah sakit bertujuan (a) mempermudah askes
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; (b) memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit
dan sumber daya manusia di rumah sakit; (c) meningkatkan mutu dan
mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan (d) memberikan kepastian
hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan
institusi rumah sakit.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Adapun fungsi rumah sakit adalah:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapsiran teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
2.2.3. Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-undang No 44 Tahun 2009, menjelaskan bahwa
sesuai jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, dan rumah sakit khusus
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan
lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 340/Menkes/Per/III/2010
diklasifikasi berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan meliputi rumah sakit
umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D.
2.2.4 Rumah Sakit Umum Kelas C
a. Aspek Pelayanan Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan
(empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan
rumah sakit umum kelas C antara lain:
a) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga
Berencana.
b) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan
stabilisasi sesuai standar.
c) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
d) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 pelayanan.
e) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi.
f) Rehabilitsi Medik dan Patologi Klinik
g) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
h) Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
i) Pelayanan Penunjang Non klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,
gudang, ambulance, komunikasi, kamar jenazah, pemadaman kebakaran,
pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih.
b. Aspek Ketenagaan Rumah Sakit Umum Kelas C
Ketersediaan tenaga kesehatan di rumah sakit umum kelas C disesuaikan
dengan jenis dan tingkat pelayanan, dengan ketentuan:
a) Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 9 orang dokter umum dan
2 orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
b) Pada pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing minimal 2
orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
c) Pada setiap pelayanan spesialis penunjang medik masing-masing minimal
1 orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 orang dokter spesialis
sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
d) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit.
e) Tenaga penunjang beradasarkan kebutuhan rumah sakit.
Sarana dan prasarana dan peralatan rumah sakit harus memenuhi standar
yang ditetapkan oleh menteri, dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Struktur organisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur
rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan. Tata laksana meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar
operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMS)
dan hospital by laws and medical staff by laws.
2.3 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.3.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional
Sistem Jaminan Sosial Nasional(SJSN) adalah sebuah sistem jaminan
sosial yang diberlakukan di indonesia. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna
menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak,
sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO
No.102 tahun 1952(Kemenkes RI,2012).
JKN adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemensek RI, 2013).
Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan masyarakat/rakyat
setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan
sejahtera (Naskah Akademik SJSN).
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di indonesia menurut
Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 tahun
2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
2.3.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu
manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi
akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari
Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif,
priventif, kuratif, dan rehabilitasi termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis
Tetanus dan Hepatitis B (DPT HB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan
berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar
disediakan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari resiko
penyakit tertentu.
Meskipun manfaat dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada
manfaat yang tidak dijamin meliputi:
a. Tidak sesuai Prosedur
b. Pelayanan diluar fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
c. Pelayanan bertujuan kosmetik
d. General check up, pengobatan alternative
e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi
f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana
g. Pasien bunuh diri/penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa
diri sendiri/bunuh diri/narkoba.
2.3.2 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),
dibentuk dalam rangka memberikan jaminan kepada seluruh rakyat, dan
merupakan perangkat hukum untuk mengimplementasikan amanat UUD negara
Republik Indonesia tahun 1945, menurut Zaelani (2012) dalam menyelenggarakan
jaminan sosial berdasarkan prinsip-prinsip, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip Kegotongroyongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme
mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat. Peserta yang
beresiko rendah membantu peserta yang beresiko tinggi dan peserta yang
sehat membantu peserta yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini
jaminan sosial dapat membutuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dan amanat tidak dimaksud mencari laba
(nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial akan tetapi tujuan
utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi
sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil penyelenggaranya, dan
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
3. Prinsip keterbukaan. Kehati-hatian, akuantibilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip-prinsip menejemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan
pengelolaan dan yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.
4. Prinsip protabilitas. Jaminan sosial dimaksud untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip Kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar
seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah serta
di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informasi dapat menjadi
peserta secara mandiri sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.
6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran merupakan titipan
kepada badan-badan untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
2.3.4 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional
a. Jenis Pelayanan: ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh
peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta
akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).
b. Prosedur Pelayanan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan
pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta melakukan pelayanan kesehatan
tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
c. Kompensasi Pelayanan bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatnan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis
sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang
dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau
penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya
digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
d. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan
milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi
persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.
2.3.5 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang membayar Iuran. Peserta tersebut
meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rician
sebagai berikut:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputiorang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu terdiri atas:
a. Pekerjaan menerima Upah dan anggota keluarga, yaitu:
a) Pegawai Negri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima upah.
b. Pekerjaan Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)bulan.
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun;
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan
f) Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar Iuran.
d. Penerima pensiun terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak
pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja menerima upah meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari peserta; dan
b. Anak kandung, anak tiri dan atau anak angkat yang sah dari peserta,
dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak
tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang msih
melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan peserta bukan PBI JKN
dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak
mendapatkan identitas peserta dan manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan yang berkerja sama dengan BPJS kesehatan.
Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban
untuk membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS
Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan
atau pindah kerja.
Masa berlaku Kepesertaan JKN yaitu:
a. Kepesertaan JKN berlaku selama yang bersangkutan membayar iuran
sesuai dengan kelompok peserta
b. Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar iuran atau
meninggal dunia.
Kepesertaan JKN dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1
Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan;
Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganaya;
peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta
peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya.
Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk peserta
2.3.6 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional 2.3.6.1 Tarif
Tarif pelayanan program JKN didasarkan pada tarif Indonesian-Case
Based Groupsyang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’s adalah besaran
pembayaran klaim oleh BPJS kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit. (Kemenkes RI,2013).
Tarif pelayanan kesehatan pada fasilits kesehatan tingkat pertama meliputi
(a) tarif kapitasi yaitu rentang nilai yang besarnya untuk setiap fasilitas kesehatan
tingkat pertama ditetapkan berdasarkan seleksi dan kredensial yang dilakuakan
oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tarif kapitasi
diberlakuakan bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan
pelayanan kesehatan komperhensif kepada peserta program jaminan kesehatan
berupa rawat jalan tingkat pertama. (b) Tarif non kapasitasi yaitu nilai besaran
yang sama bagi seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan
pelayanan keseahatan kepada peserta program jaminan kesehatan berupa rawat
inap tingkat pertama dan pelayanan kebidanan dan neonatal ( Kementerian
Kesehatan RI, 2013) .
2.3.6.2 Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah jumlah uang yang dibayarkan secara
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Pembayaran iuran dalam program ini adalah bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh
Pemertintah. Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan
Pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
Besarnya Iuran JKN ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau
ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan
dasar hidup layak. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan
berdasarkan presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu
jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan
iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS kesehatan secara berkala (paling lambat
tanggal 10 setiap bulan. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka
Iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran
JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% perbulan dari total iuran yang
tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja.
Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerjawajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10
setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN sesuai dengan gaji
atau upah peserta. Dalam hal ini terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran
iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan
atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.
iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut menegani tata cara pembayaran
iuran diatur dalam peraturan BPJS.
2.3.6.3 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
Perpres No. 12 Tahun 2013 pasal 39 menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan
melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama secara pra
upaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar di fasilitas
kesehatan tingkat pertama. Dalam hal fasilitas kesehatan tingkat pertama di suatu
daerah tidak memungkinkan mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua
fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika disuatu daerah
tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi
wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih
berhasil guna.
Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit) sistem
pembayaran berdasarkan Indonesian Case Based Groups (INA CBG’s). Besaran
kapitasi dan INA CBG’s ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali
oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan. Selain itu berdasarkan pasal 40
menjelaskan bahwa (Perpres No. 12 Tahun 2013):
1) Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang
tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan
penggantian biaya yang ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan
2) BPJS Kesehatan memberikan pembayaran kepada fasilitas kesehatan
setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
3) Fasilitas kesehatan tidak diperkenakan menarik biaya pelayanan kesehatan
kepada peserta.
Tarif kapitasi adalah metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan
dimana pemberi pelayanan kesehatan (dokter atau rumah sakit) menerima
sejumlah pembayaran per periode waktu (bulanan) yang dibayar dimuka oleh
BPJS kesehatan kepada fasilitas tingkat pertama berdasarkan jumlah peserta yang
terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang
diberikan. Tarif kapitasi untuk setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama
disesuaikan dengan rentang nilai yang besarannya ditetapkan berdasarkan seleksi
dan kredensial yang dilakukan oleh BPJS kesehatan. Selain itu, tarif kapitasi ini
diberlakukan bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang melaksanakan
pelayanan kesehatan komprehensif kepada peserta program jaminan kesehatan
berupa rawat jalan tingkat pertama.
2.3.7 Pertanggung Jawaban BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen kalim
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan
di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang
diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat
yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang meningkatkan
kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan hak
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelasperawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge).
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (priode 1 Januari sampai
dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan
kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni
2.4 Kerangka Konsep
Untuk mempermudah dalam pembuatan penelitian ini di gambarkan kerangka
konsep sebagai berikut:
Variabel Bebas Variabel Terkait
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa determinan
kepuasan yang terdiri dari bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan
empati berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
2.5 Hipotesis Penelitian
Determinan kepuasan (bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan
dan empati) berpengaruh terhadap kepuasan pasien Jaminnan Kesehatan Nasional
di Rumah Sakit Umum Daerah H.Abdul Manan Simatupang Kisaran. Bukti Langsung
Kehandalan
Daya Tanggap
Jaminan
Empati