BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Earning Management
Secara umum manajemen laba dapat didefenisikan sebagai upaya manajer
untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan
keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui
kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2002 : 6). Manajer selaku
pengelola perusahaan memiliki informasi yang jauh lebih banyak
dibandingkan informasi yang dimiliki oleh para pemegang saham.
Ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh pihak manajer dan
pemegang saham akan memicu munculnya kondisi yang disebut dengan
asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri informasi dapat
diartikan sebagai suatu kondisi dimana ada ketidakseimbangan perolehan
informasi antara manajer sebagai penyedia informasi (preparer) dengan pihak
pemegang saham. Adanya asimetri informasi akan memungkinkan adanya
konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba
memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Tingkat asimetri
informasi akan cenderung relatif tinggi pada perusahaan dengan tingkat
kesempatan investasi yang besar (Suwendra, 2007).
modifikasi laporan keuangan dalam menghasilkan jumlah laba yang
dinginkan. Sulistyanto (2002 : 12) menyatakan bahwa informasi dalam
laporan keuangan yang harus diikuti oleh para pihak yang bertanggungjawab
adalah bahwa laporan keuangan itu harus memberikan informasi yang relevan,
netral, lengkap, serta mempunyai daya banding dan daya uji. Pada dasarnya
laporan keuangan dipakai sebagai alat untuk mengetahui kinerja yang telah
dipakai perusahaan secara utuh, tidak hanya kinerja kas tetapi juga kinerja
nonkas.
Manajemen laba merupakan sesuatu yang harus diperhatikan karena
melibatkan pelanggaran yang dibuat oleh pihak manajemen perusahaan dalam
rangka menarik minat para investor. Sulistyanto (2002 : 4) menyatakan bahwa
manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan, dan
menunda informasi keuangan. Manajemen laba dilakukan oleh manajer
perusahaan dengan tujuan agar mereka dikontrak kembali untuk menjabat
sebagai manajer di perusahaan tersebut diperiode selanjutnya. Tindakan
manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan
akuntansi sehingga menyebabkan publik meragukan integritas dan kredibilitas
para pelaku dunia usaha.
Ujiyantho dan Pramuka (2007 : 2) mengatakan perilaku manipulasi yang
dilakukan oleh agent dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme
monitoring agar tercipta keselarasan (alignment) antar pihak yang
berkepentingan, yaitu:
- Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
disejajarkan dengan kepentingan manajer (Jensen dan Meckling, 1976).
- Kepemilikan saham oleh investor institusional. Moh’d et al. (1998) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar, sehingga motivasi manajer untuk mengatur laba berkurang.
- Melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasly (1996) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses laporan keuangan.
Manajemen laba, secara umum, dapat dikelompokkan dalam tiga dasar
basis pengukuran yang digunakan, yaitu:
- Model berbasis akrual
Model yang menggunakan discretionary accruals sebagai proksi
manajemen laba. Model ini dikembangkan oleh Healy (1985),
DeAngelo (1986), Jones (1991), serta Dechow, Sloan, dan Sweeney
(1995).
- Model yang berbasis specific accruals
Merupakan pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi
manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan tertentu
dari industri tertentu. Model ini dikembangkan oleh McNichols dan
Wilson, Petroni, Beaver dan Engel, Beneish, serta Beaver dan
McNichols.
- Model distribution of earnings, dikembangkan oleh Burgtahler dan
Dari ketiga model di atas, hanya model berbasis agregate accrual yang
diterima secara umum sebagai model yang memberikan hasil paling kuat
dalam mendeteksi manajemen laba karena sejalan dengan akuntansi berbasis
akrual.
2.1.2. Investment Opportunity Set (IOS)
Investment opportunity set (IOS) merupakan nilai sekarang dari
pilihan-pilihan perusahaan untuk membuat investasi dimasa depan.IOS merupakan
tersedianya alternatif investasi dimasa datang bagi perusahaan.Menurut Gaver
and Gaver, 1993 (dalam Syakhroza, 2007) opsi investasi masa depan tidak
semata-mata hanya ditunjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung
oleh kegiatan riset dan pengembangan saja, tetapi juga dengan kemampuan
perusahaan dalam mengeksploitasi kesempatan mengambil
keuntungandibandingkan denganperusahaan lain yang setara dalam suatu
kelompok industrinya. Gaver and Gaver, 1993 (dalam Syakhroza, 2007) juga
berpendapat bahwa IOS merupakan nilai perusahaan yang besarnya
tergantung pada pengeluaran yang akan datang, yang pada saat ini sebagai
alternatif investasi yang expected return nya lebih besar.
Selanjutnya IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi potensi
pertumbuhan perusahaan dimasa depan. Perusahaan bertumbuh memiliki
pertumbuhan margin, laba, dan penjualan tinggi. Perusahaan berfokus pada
tujuan perusahaan, seperti memaksimalkan return kepada para pemegang
return yang diperoleh oleh shareholders. Besarnya return yang diperoleh oleh
pemegang saham menunjukan pertumbuhan perusahaan atau set kesempatan
berinvestasi.
Nilai IOS suatu perusahaan dapat mempengaruhi keputusan kebijakan
perusahaan. Nilai IOS, dalam Solechan (2009), bergantung pada
pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang (future
discretionary expenditure) yang pada saat ini merupakan pilihan-pilihan
investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang lebih besar dari
biaya modal (cost of equity) dan dapat menghasilkan keuntungan.
Dengan asumsi set kesempatan investasi secara rata-rata mengarah ke
investasi aktual, IOS diduga kuat memiliki korelasi dengan realisasi
pertumbuhan perusahaan periode berikutnya.Investment Opportunity Set
perusahaan merupakan sesuatu yang secara melekat bersifat tidak dapat
diobservasi, sifatnya yang tidak dapat diobservasi menyebabkan IOS
memerlukan proksi. Proksi ini digunakan untuk mengukur set kesempatan
investasi perusahaan karena IOS tidak dapat diamati oleh pihak eksternal
perusahaan.
Kallapur dan Trombley, 1999 (dalam Kusuma, 2008) mengklasifikasikan
proksi IOS ke dalam tiga kelompok:
1. Proksi berdasarkan harga
Prospek yang tumbuh dari suatu perusahaan yang sebagian dinyatakan dalam harga pasar, maka perusahaan yang berpotensi tumbuh akan mempunyai nilai pasar relatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya. Prospek pertumbuhan sebagian dinyatakan dalam harga saham.
Satu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.
3. Prosi berdasarkan varian
Suatu opsi akan lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva.
Pada umumnya proksi yang digunakan untuk mengukur nilai IOS adalah:
- Rasio nilai buku aktiva tetap pada nilai buku perusahaan [PPE/V]. PPE/V
= [Nilai Buku aktiva tetap] : [nilai buku perusahaan].
- Rasio market to book value of equity [MVE/BE]. MVE/BE = [Jumlah
saham beredar x harga jual saham] : [total ekuitas].
- Rasio earning to price [E/P]. E/P = [laba bersih per saham] : [harga jual
saham].
- Rasio market value of the firm to book value of assets [A/V]. A/V = [total
aktiva – total ekuitas + (saham beredar x harga jual saham)] : [total aktiva]
- Rasio tambahan modal saham pada nilai perusahaan [CAP/V]. CAP/V =
[tambahan modal saham dalam satu tahun] : [nilai pasar ekuitas + nilai
buku utang]
- Rasio tambaham modal saham pada nilai buku aktiva [CAP/A]. CAP/A =
[tambaham modal saham dalam tahun] : [nilai buku aktiva]
Perusahaan yang berpotensi tumbuh akan memiliki skor nilai pasar terhadap
nilai bukunya. Perlu selalu dilakukan perbaikan dan pengembangan terhadap
proksi-proksi yang telah ada, karena setiap proksi terutama proksi yang
Secara umum, IOS menggambarkan peluang investasi yang sangat tergantung
dengan expenditure dimasa mendatang. IOS dapat diukur melalui market
value to book value of assets ratio yang secara sistematis dapat
diformulasikan:
𝐌𝐌𝐌𝐌𝐌𝐌𝐌𝐌𝐌𝐌=
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑻𝑻𝑨𝑨 − 𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑬𝑻𝑻𝑻𝑻𝑨𝑨+
(𝑱𝑱𝑬𝑬𝑱𝑱𝑻𝑻𝑻𝑻𝑱𝑱𝑺𝑺𝑻𝑻𝑱𝑱𝑻𝑻𝑱𝑱𝒃𝒃𝑨𝑨𝒃𝒃𝑨𝑨𝒃𝒃𝑻𝑻𝒃𝒃𝒙𝒙𝑱𝑱𝑻𝑻𝒃𝒃𝒉𝒉𝑻𝑻𝒑𝒑𝑨𝑨𝒑𝒑𝑬𝑬𝑻𝑻𝑬𝑬𝒑𝒑)
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑻𝑻𝑨𝑨
Penggunaan rasio ini atas dasar pemikiran bahwa prospek pertumbuhan
perusahaan terefleksi dari harga saham. Dalam Adriani (2011) rasio ini
berbanding lurus dengan nilai IOS, semakin besar market value to book value
of assets, maka semakin bagus nilai IOSnya.
2.1.3. Laporan Keuangan
Kieso, Warfield, Weygant (2011 : 6) berpendapat bahwa financial reporting is
the financial information a company provides to help users with capital
allocation decisions about the company. Adapun tujuan dari laporan keuangan
adalah untuk membantu pihak-pihak yang berkepentingan mengevaluasi
kinerja sebuah perusahaan di masa lalu dan dalam peramalan kinerjanya di
masa yang akan datang (Stice, Stice, and Skousen, 2008 : 9). Dalam Kieso,
Warfield, Weygandt (2011 : 7) tujuan umum dari laporan keuangan adalah
“to provide financial information about the reporting entity that is useful to
present and potential equity investors, lenders, and other creditors in making
keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan mengenai laporan
entitas yang berguna untuk menunjukkan potensi ekuitas para investor, para
pihak yang memberi pinjaman, dan para kreditor dalam memmbuat keputusan
sebagai penyedia modal. Laporan keuangan menyediakan informasi
perusahaan secara keseluruhan yang dinyatakan dalam bentuk keuangan.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (2009 : 01.7)
laporan keuangan merupakan sumber informasi yang digunakan untuk menilai posisi keuangan dan kinerja perusahaan yang terdiri dari laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan perubahan ekuitas selama periode, catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya, dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Pasar global yang semakin berkembang luas telah membawa dunia usaha
untuk menyamakan standar laporan keuangan yang kini dikenal dengan
International Financial Reporting Standard (IFRS). Di Indonesia sendiri,
IFRS mulai diterapkan tertanggal 1 Januari 2012. Menurut IFRS, terdapat
empat unsur yang terdapat dalam laporan keuangan (financial statement),
yaitu:
- The Statement of Financial positon (neraca)
- The Income Statement atau Statement of Comprehensive Income (Laporan
Laba Rugi).
- The Statement of Cash Flow (Laporan Arus Kas)
Catatan yang dilampirkan merupakan bagian integral dari setiap laporan
keuangan (Keiso, Weygandt, Warfield, 2011 : 5).
2.1.4. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan (growth) merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam
meningkatkan ukuran (size) perusahaan (Kusuma, 2008). Pengertian IOS dan
pertumbuhan perlu dibedakan, karena IOS sendiri jika memiliki net present
value positif juga akan memberikan pengaruh terhadap ukuran (size)
perusahaan. Hal yang membedakan IOS dengan growth ialah bahwa tidak
semua growth memberikan net present value positif. Semakin besar tingkat
pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan perusahaan akan
dana dalam rangka membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut.
Tingkat pertumbuhan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
sedang melakukan ekspansi. Semakin tinggi ekspansi, semakin besar akan
kebutuhan dana (Kusuma, 2008). Pertumbuhan merupakan kemampuan
perusahaan untuk meningkatkan size. Pertumbuhan perusahaan merupakan
salah satu faktor penting set kesempatan investasi. Perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi memerlukan investasi yang tinggi. Asosiasi antara
IOS dan kinerja tercermin dari pertumbuhan perusahaan, mulai dari
2.1.5. Komposisi Dewan Komisaris
Secara umum, dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas
pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan
(Utami dan Rahmawati, 2005). Keberadaan dewan komisaris sangatlah
penting, karena mengingat adanya kepentingan dari pihak manajemen untuk
melakukan manajemen laba. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam
perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan
informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris.
Hasil penelitian Utami dan Rahmawati (2005) menemukan bahwa makin
besar komposisi dewan komisaris maka semakin berkurang aktivitas
manajemen laba. Struktur komposisi dewan komisaris oleh beberapa peneliti
dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya
berpengaruh pada kinerja perusahaan.
2.1.6. Peneliti Sebelumnya
Penelitian terhadap IOS sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Di
Indonesia sendiri sudah dilakukan beberapa penelitian tentang analisis IOS di
beberapa perusahaan, mulai dari perusahaan swasta sampai BUMN. Berikut
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian dividend yield dengan arah negatif,
profitabilitas dengan arah positif, dan risiko (beta koreksi) dengan arah positif akan berpengaruh signifikan Terdaftar di BEJ
Dependen:
komposisi dewan direksi berpengaruh negatif Terdaftar di BEJ Tahun 2001-2005
Hasil penelitian dengan regresi berganda antara variabel-variabel
independen berupa rasio likuiditas, profitabilitas, aktivitas, dan
pendirian hanya rasio aktivitas dan solvabilitas yang berpengaruh secara signifikanpada IOS, sedangkan pada tahap ekspansi awal hanya rasio aktivitas
yangberpengaruh secara signifikan pada IOS. Pada tahap ekspansi akhir, kedewasaan, dan decline tidak ada satu pun rasio keuangan dalam penelitian ini yang berpengaruhsecara signifikan terhadap IOS. Akhmad
Studi Kasus pada BUMN
Fitijanti penetapan level IOS perusahaan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa tidak ada satupun rasio individual yang dapat mewakili level IOS secara empiris perusahaan dengan IOS yang tinggi nilai
perusahaannya lebih banyak ditentukan oleh aktiva tidak berwujud dibandingkan aset riilnya.
SUMBER: Hasil Olahan Data Penulis (2012)
Tabel 2.1 di atas menunjukkan telah ada beberapa penelitian yang sudah
menggunakan investment opportunity set sebagai variabel penelitian, baik sebagai
variabel independen maupun dependen waktu sebelumnya dan melalui
penelitian-penelitian terdahulu inilah yang menjadi masukan bagi peneliti dalam melakukan
penelitian yang sejenis. Melalui hasil penelitian yang telah diteliti sebelumnya
oleh peneliti-peneliti terdahulu, maka ini menjadi bahan pertimbangan bagi
2.2. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka peneliti membuat kerangka konseptual yang
disusun dengan model berikut:
H1
H2
H3
Keterangan: = Variabel Independen
= Variabel Kontrol
Gambar 3.1Kerangka Hipotesis SUMBER: Teori yang Dikembangkan untuk Penelitian 2012
Firm performancemenunjukkan pencapaian perusahaan, melalui kerangka
konseptual di atas ingin dilihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
terhadapfirm performance. Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel
dependen adalahfirm performance, sedangkan yang menjadi variabel independen Investment Opportunity
Set (IOS)
Firm Performance Pertumbuhan Perusahaan
adalahinvestment opportunity set (IOS) dengan variabel kontrol pertumbuhan
perusahaan (growth) dan komposisi dewan komisaris. Adapun tujuan peneliti
memilih kedua variabel kontrol tersebut adalah karena adanya hubungan antara
peningkatan kinerja perusahaan (firm performance) yang dipengaruhi oleh
peningkatan pertumbuhan perusahaan serta dari beberapa penelitian yang berhasil
dikumpulkan oleh peneliti bahwa adanya pengaruh komposisi dewan komisaris
terhadap kualitas laporan keuangan yang dikaitkan dengan firm
performance.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen dan variabel kontrol terhadap variabel dependen.
2.3. Hipotesis Penelitian
2.3.1. Investment Opportunity Set (IOS) dan Firm Performace
Investasi dimasa mendatang tidak semata-mata hanya ditunjukkan dengan
adanya proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangan saja,
tetapi juga dengan kemampuan perusahaan dalam mengeksploitasi
kesempatan mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain
yang setara dalam suatu kelompok industrinya.
IOS digunakan sebagai dasar untuk menilai kinerja perusahaan. Dengan IOS,
dapat diukur tingkat pertumbuhan perusahaan, apakah perusahaan dalam
klasifikasi bertumbuh atau tidak bertumbuh. Pertumbuhan perusahaan dapat
mengukur nilai perusahaan. Ketika nilai suatu perusahaan sudah dapat diukur
masa yang akan datang adalah IOS. Myers, 1977 (dalam Syakhroza, 2007)
menyatakan bahwa semua biaya variabel adalah bagian dari IOS.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan dalam
penelitian ini adalah:
𝐻𝐻1 = Firm performance dipengaruhi oleh investment opportunity set (IOS)
2.3.2. Hubungan pertumbuhan perusahaan terhadap firm performance
Tingkat pertumbuhan yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan
sedang mengadakan ekspansi (Kusuma, 2008). Perusahaan yang sedang
tumbuh tentu saja membutuhkan dana yang lebih besar, hal ini menyebabkan
perusahaan untuk menahan sebagian besar pendapatannya dan menahan
earning. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan semakin besar dana
yang dibutuhkan oleh perusahaan dan semakin rendah jumlah dividen yang
akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Dari penjelasan di atas,
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah
2.3.3. Hubungan Komposisi Dewan Komisaristerhadap Firm Performance
Dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan dalam tindakan
manajemen laba, laporan keuangan sering dibuat menjadi tolok ukur dalam
penilaian kinerja perusahaan. Salah satu laporan keuangan yang dibuat untuk
mengukur kinerja perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba
rugi. Laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi atau Statement of
Comprehensive Income seringkali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang
digunakan oleh perusahaan. Hal ini tentu saja menyebabkan laba yang
dilaporkan belum tentu mencerminkan laporan keuangan yang sebenarnya.
Perbedaan laba yang dilaporkan dalam laporan komperhensif akibat perbedaan
metode akuntansi menyebabkan para pihak yang berkepentingan menilai
kinerja perusahaan dari cash flow. Dalam hal ini, statement of cash flow
memiliki nilai lebih dalam penilaian kinerja perusahaan. Pradhono (2004)
dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa arus kas (cash flow)
menunjukkan hasil operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan
serta dibebani dengan biaya yang bersifat tunai dan benar-benar sudah
dikeluarkan oleh perusahaan.
Salah satu pengukuran firm performance yang digunakan adalah net profit
margin yang menunjukkan kemampuan penjualan perusahaan untuk
menghasilkan laba bersih. Laporan keuangan sebagai sumber informasi
perusahaan tidak terlepas dari proses penyusunan laporan tersebut. Karena
kebijakan dan keputusan yang diambil akan mempengaruhi penilaian kinerja
salah satu faktor yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Pihak
manajemen akan memilih untuk menggunakan metode tertentu demi
mewujudkan tujuan pencapaian laba yang ditargetkan, karena pada dasarnya
hal ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Demikian juga halnya dengan
dewan komisaris yang memiliki dampak yang penting pada sistem kendali
perusahaan.Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis yang dapat
dikembangkan adalah:
𝐻𝐻3 = Komposisi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap firm