BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan pemerintah disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan tentang posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan digunakan
untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu
menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuan umum penyajian informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, karena itu komponen laporan yang disajikan setidak tidaknya
mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, karena pajak merupakan sumber utama
pendapatan pemerintah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu mendapat perhatian.
Kebutuhan informasi mengenai kegiatan operasional pemerintahan serta
posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan memadai jika didasarkan pada basis akrual, yaitu berdasarkan pengakuan munculnya hak
laporan keuangan dengan basis kas, maka laporan keuangan dimaksud wajib
disajikan demikian.
Akuntansi berbasis akrual akan menghasilkan informasi yang lebih akuntabel, andal, dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas.
Akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan pengukuran yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di masa mendatang.
Informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya.
Dalam studi No 14 yang dikeluarkan oleh International Public Sector
Accounting Standard Board (IPSASB) di Januari 2011, manfaat akuntansi
berbasis akrual dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menilai akuntabilitas semua sumber daya yang dikendalikan entitas dan penyebaran sumber daya tersebut.
2. Menilai posisi keuangan,kinerja keuangan, dan arus kas suatu entitas.
3. Pengambilan keputusan untuk menyediakan sumber daya untuk atau melakukan bisnis dengan, suatu entitas.
Untuk level yang lebih detail, pelaporan dengan basis akrual bermanfaat untuk: 1. Menunjukkan bagaimana suatu entitas membiayai aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan kasnya.
2. Membantu pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi keberlangsungan kemampuan pemerintah membiayai aktivitasnya dan
3. Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangan
pemerintah.
4. Memberikan kesempatan pada entitas untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya.
5. Berguna untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi, dan pencapaian atau prestasi.
Pendapatan dari sektor perpajakan merupakan komponen penyumbang pendapatan yang memiliki porsi terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik Indonesia. Berdasarkan alasan inilah implementasi
tentang kebijakan, sistem, dan prosedur akuntansi pendapatan perpajakan merupakan hal yang sangat penting. Pendapatan perpajakan di Indonesia meliputi
Pendapatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Bea Meterai.
Pemerintah memiliki andil besar terhadap kebijakan, sistem, serta prosedur
akuntansi yang dipakai dalam mengakui pendapatan perpajakan dalam kaitannya dalam menciptakan good governance. Salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia di bidang pengakuan dan pelaporan pendapatan perpajakan dalam rangka mencapai good governance adalah menerapkan akuntansi berbasis akrual dari yang semula menggunakan akuntansi berbasis kas menuju akrual
terhadap akuntansi pendapatan perpajakan.
Selama ini pemerintah masih menggunakan Standar Akuntansi
bahwa pendapatan perpajakan diakui ketika kas masuk ke rekening negara.
Penerapan basis kas ini memudahkan pencatatan dan pelaporan pendapatan pajak karena hanya berdasarkan pada pendapatan pajak tahun fiskal tertentu tanpa memperhatikan kapan sebenarnya pendapatan tersebut dihasilkan. Namun, hal ini
menimbulkan kelemahan karena pendapatan yang dilaporkan menjadi kurang merepresentasikan keadaan sebenarnya sehingga pelaporannya menjadi kurang
andal dan akuntabel.
Demi menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, pemerintah mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Ruang lingkup Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP
Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual boleh diterapkan bagi entitas yang belum siap menerapkan SAP berbasis akrual dengan batas waktu empat tahun sejak tanggal ditetapkan.
Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penerapan basis akrual terdiri atas langkah teknis dan praktis. Langkah teknis berupa melakukan proyeksi
pendapatan dan belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang berbasis kas ke dalam pendapatan dan beban dalam Laporan Operasional yang berbasis akrual. Untuk melakukan proyeksi pendapatan perpajakan dalam Laporan
Operasional dilakukan melalui pos penampung estimasi pajak yang secara potensial akan diterima. Pos penampung tersebut adalah piutang pajak. Sedangkan
Dalam pelaksanaan SAP berbasis akrual, khususnya dalam akuntansi
pendapatan perpajakan tidaklah mudah karena terkendala oleh penerapan self
assessment dimana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Kendala lain yang mungkin muncul adalah sulitnya melakukan estimasi pendapatan pajak yang akurat. Estimasi pendapatan pajak ini akan berhubungan
dengan cara pemungutan pajak di Indonesia yang menganut stelsel campuran (gabungan stelsel fiktif dan stelsel nyata). Keberadaan stelsel fiktif yang digunakan sebagai salah satu cara pemungutan pajak akan membutuhkan adanya
estimasi terhadap pendapatan perpajakan. Keterbatasan sumber daya manusia dan sistem informasi juga merupakan kendala dalam menerapkan basis akrual
tersebut. Oleh karena itu penerapan di negara berkembang, dalam konteks ini Indonesia, harus direncanakan secara praktis dan realistis sesuai dengan SDM dan kapasitas yang tersedia.
Penelitian yang dilatarbelakangi pengalaman negara-negara lain dalam menerapkan SAP berbasis akrual menyimpulkan bahwa keberhasilan penerapan
basis akrual didukung oleh strategi penerapan yang baik, pengkomunikasian tujuan secara jelas, SDM yang mumpuni,dan sistem informasi yang memadai.
Salah satu instansi pemerintah yang melakukan administrasi terhadap
penerimaan perpajakan adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan instansi vertikal dibawahnya. Dalam hal ini, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) merupakan
akuntansi yang menyajikan laporan keuangan pemerintah yang terdiri atas Neraca,
Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Salah satu kantor pelayanan pajak yang terdapat di Kota Medan adalah KPP Pratama Medan Kota. Kantor ini merupakan instansi vertikal DJP di bawah pembinaan Kantor
Wilayah DJP Sumatera Utara I.
Pada tahun 2011, KPP Pratama Medan Kota telah menghimpun penerimaan
pajak sebesar Rp 543.370.109.038 dan apabila dengan memperhitungkan pengembalian penerimaan sebesar Rp 22.790.189.719 maka realisasi penerimaan bersih sebesar Rp 520.579.919.319. Angka penerimaan pajak ini telah dituangkan
dalam Laporan Realisasi Anggaran KPP Pratama Medan Kota tahun 2011. Namun penyajian angka penerimaan pajak ini menggunakan basis kas yang masih
diakomodir oleh PP 71 tahun 2010. Untuk melakukan konversi nilai penerimaan pajak yang berbasis kas menjadi pendapatan perpajakan yang berbasis akrual dibutuhkan beberapa tahapan yang akan dijelaskan pada skripsi ini.
Dengan mempertimbangkan landasan teori akuntansi pendapatan berbasis akrual dalam PP 71 tahun 2010, penerapan akuntansi akrual dalam pengakuan,
pengukuran, pencatatan, dan pelaporan pendapatan perpajakan dibeberapa negara lain serta proyeksi penerapan SAP akrual di Indonesia, maka penulis tertarik membahas lebih dalam penerapan SAP berbasis akrual pada pendapatan
perpajakan di Indonesia beserta beberapa permasalahan yang mungkin dihadapi dalam implementasinya. Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, penulis tertarik
PENERAPAN AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL (STUDI KASUS : KPP PRATAMA MEDAN KOTA)”.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan sebelumnya adalah bagaimana pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pengungkapan pendapatan perpajakan dalam basis akrual sesuai PP 71 tahun
2010? Apakah kendala yang mungkin terjadi dalam penerapan SAP tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas adalah:
a. Untuk mengetahui gambaran umum pelaksanaan akuntansi pendapatan
perpajakan dalam lingkungan pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini penulis mengambil contoh pada pelaksanaan administrasi penerimaan pajak di KPP Pratama Medan Kota.
b. Mengetahui perbedaan penggunaan SAP berbasis Kas Menuju Akrual dan berbasis akrual dalam pengakuan pendapatan
c. Mengetahui bagaimana proyeksi penerapan basis akrual dalam penyajian pendapatan perpajakan di laporan keuangan pemerintah
d. Mengetahui tantangan yang mungkin menghambat kelancaran penerapan basis
e. Diharapkan penulis dapat memberikan saran yang mungkin dapat membantu
pelaksanaan penerapan SAP berbasis akrual di lapangan. 1.3.2 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
yaitu:
a. Bagi peneliti.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai proyeksi penerapan SAP akrual di Indonesia.
b. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dan KPP
Memberikan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak pada umumnya dan KPP pada khususnya terkait wacana penerapan akuntansi pendapatan perpajakan
berbasis akrual sesuai dengan PP 71 tahun 2010 dan praktek yang telah berlaku di negara lain yang telah mengadopsi akuntansi berbasis akrual untuk lingkungan pemerintah.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis di masa yang
akan datang.
1.4 Batasan Penelitian
Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat, keterbatasan waktu dan
tenaga, serta pengetahuan peneliti, maka peneliti melakukan beberapa pembatasan konsep terhadap penelitian yang akan diteliti:
2. Pendapatan Perpajakan yang dibahas adalah Pendapatan Pajak Penghasilan
(PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) dan Pendapatan dari Bunga Penagihan PPh dan PPN saja, kecuali dinyatakan lain. Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta
Pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tidak dibahas karena pengelolaan BPHTB telah dialihkan ke pemerintah daerah sejak
awal tahun 2011 dan pengelolaan PBB telah dialihkan ke pemerintah daerah sejak awal tahun 2012.
3. Penelitian ini dibatasi hanya satu tahun yaitu tahun 2011 berdasarkan
ketersediaan data yang ada.
4. Pembahasan karya tulis ini dibatasi pada penerapan SAP Kas Menuju Akrual
selama ini, proyeksi penerapan SAP akrual di Indonesia serta tantangan yang mungkin dihadapi.
5. Topik pembahasan adalah pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pelaporan