BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ASI Eksklusif
2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus dimulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2004).
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta
tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan
nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI).
ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Kristiyanasari, 2011).
Menurut Hayati (2009) ASI eksklusif pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan
pertama tanpa pemberian makanan atau minuman lainnya kepada bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan,
sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan
makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi berumur 2 tahun (Purwanti, 2004)
Pemberian ASI eksklusif selam 6 bulan, artinya hanya memberikan ASI saja
selama 6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman yang lain. Pemberian cairan
dan makanan dapat menjadikan sarana masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini
sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama di lingkungan yang kurang
higienis dan sanitasi buruk. Di beberapa Negara kurang berkembang, 2 di antara 5
orang tidak memiliki sarana air bersih. ASI menjamin bayi dapat memperoleh suplai
air bersih yang siap tersedia setiap saat (Yuliarti, 2010).
Penelitian di Filipina menegaskan tentang manfaat pemberian ASI ekslusif
dan dampak negative pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya
penyakit diare. Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau
minuman herbal lainnya akan beresiko terkena diare 2 – 3 kali lebih banyak di
banding bayi yang diberi ASI ekslusif. Pada kasus diare ringan, di anjurkan untuk
meningkatkan frekuensi menyusui. Jika bayi menderita tingkat diare sedang hingga
parah, segera hubungi petugas kesehatan dan teruskan menyusui, sebagaimana
dianjurkan dalam pedoman Penanganan Terpadu Penyakit Anak-anak/PTPA
(integrated Management of Chldhood illness/IMCI). Bayi yang tampaknya mengalami dehidrasi mungkin membutuhkan terapi rehidrasi oral, yang hanya boleh
2.1.2 Kandungan ASI
Menurut Purwanti, (2004) dan Roesli, (2004) ada 5 unsur nutrisi dalam ASI,
yaitu:
1. Hidrat Arang
Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang vital untuk pertumbuhan sel
syaraf otak dan pemberi kalori untuk kerja sel-sel saraf, memudahkan penyerapan
kalsium, mempertahankan faktor bifidus di dalam usus, dan mempercepat
pengeluaran kolostrum sebagai antibodi bayi. Zat hidrat arang dalam ASI
berbentuk laktosa, dimana rasio jumlah laktosa dalam ASI di banding PASI adalah
7:4 yang berarti ASI lebih manis bila dibanding dengan PASI. Kondisi ini yang
menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI cenderung tidak mau minum PASI.
Laktosa juga meningkatkan penyerapan kalsium, fosfor, dan magnesium yang
sangat penting untuk pertumbuhan tulang, terutama pada masa bayi untuk proses
pertumbuhan gigi dan perkembangan tulang. Hasil pengamatan terhadap bayi yang
mendapat ASI eksklusif menunjukkan rata-rata pertumbuhan gigi sudah terlihat
pada bayi berusia 5 atau 6 bulan, dan gerakan motorik kasarnya lebih cepat.
2. Protein
Protein adalah bahan baku untuk pertumbuhan. Kualitas protein sangat penting
selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini pertumbuhan bayi
paling cepat. ASI mengandung protein khusus yang dirancang untuk pertumbuhan
bayi. Protein utama ASI adalah whey. Whey merupakan protein yang sangat halus,
1) Alfa laktalbumin, protein ini sangat cocok untuk pencernaan bayi.
2) Asam amino taurin, merupakan bahan baku untuk pertumbuhan sel otak, retina, dan konjugasi bilirubin.
3) Asam amino sistin, merupakan asam amino yang penting untuk pertumbuhan otak.
4) Tirosin dan finilatorin dalam ASI kadarnya rendah. Hal ini justru menguntungkan untuk bayi terutama bayi prematur, karena kadar tirosin yang
tinggi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan otak.
5) Laktoferin berfungsi mengangkat zat besi dari ASI ke sistem peredaran darah bayi sehingga zat besi akan lebih mudah diserap oleh sistem pencernaan bayi.
Laktoferin dalam ASI jumlahnya cukup tinggi.
6) Poliamin dan nukleotif sangat penting untuk sintesis protein.
7) Lizozim adalah salah satu kelompok antibodi alami dalam ASI. Protein ini khusus menghancurkan bakteri berbahaya dengan kadar 2mg / 100,ml.
3. Lemak
Lemak ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI mengandung enzim
lipase yang mencerna lemak trigleserida menjadi digliserida, sehingga sedikit
sekali lemak yang tidak diserap oleh sistem pencernaan bayi. Jenis lemak dalam
ASI yaitu lemak rantai panjang dalam bentuk omega 3, omega 6, DHA (docoso hexaconik acid) dan arachidonic acid yang merupakan komponen penting untuk pembuatan mielin, zat yang mengelilingi sel saraf otak dan akson agar tidak
4. Mineral
Walaupun kadar mineral dalam ASI relatif rendah, tetapi kandunganya lengkap
dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan serta dapat diserap secara keseluruhan
dalam usus bayi.
5. Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap. Dalam ASI vitamin A, C, dan D ada
dalam jumlah cukup, sedangkan golongan vitamin B kecuali riboflavin dan
patotenik sangat kurang, tetapi tidak perlu ditambah karena kebutuhan bayi akan
dicukupi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui. Sama halnya dengan
vitamin B, vitamin K jumlahnya sangat kurang karena bayi baru lahir pada minggu
pertama ususnya belum mampu membentuk vitamin K sedangkan bayi setelah
persalinan mengalami perdarahan perifer yang perlu dibantu dengan pemberian
vitamin K untuk proses pembekuan darah. Oleh karena itu perlu tambahan vitamin
K pada hari ke-1, ke-3, dan ke-7. Selain melalui injeksi sebanyak 0,1 mg, vitamin
K juga dapat diberikan per oral sebanyak 0,2 mg.
6. Zat Pelindung
ASI mampu memberi perlindungan terhadap infeksi dan alergi pada bayi selama
beberapa bulan pertama baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
parasit. Meliputi :
1) Sel darah putih, Sel darah putih ini beredar dalam usus bayi dan berfungsi
untuk membunuh kuman. Jumlahnya sangat banyak pada minggu-minggu
dalam ASI sampai 6 bulan setelah melahirkan. Selain membunuh kuman, sel
ini akan menyimpan dan menyalurkan zat penting seperti enzim, faktor
pertumbuhan, dan protein yang melawan kuman atau imunoglobuln.
2) Imunoglobulin atau antibiotik alamiah, Selain sel darah putih ASI juga
mengandung imunoglobulin suatu protein yang beredar dan bertugas
memerangi infeksi yang masuk ketubuh bayi.
3) Imunisasi pasif dan aktif, ASI yang pertama keluar atau disebut kolostrum
dihasilkan pada saat sistem pertahanan tubuh bayi paling rendah. Sehingga
kolostrum merupakan imunisasi pertama yang diterima oleh bayi. Selain itu,
ASI akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI
berfungsi pula sebagai imunisasi aktif.
4) Sistem perlindungan yang selalu diperbaharui, ASI akan memberikan
perlindungan terhadap kuman disekitar. Kuman disekitar akan terus berubah.
Bila ada kuman baru masuk ke tubuh ibu maka tubuh ibu juga akan membuat
antinya. Melalui ASI, anti terhadap kuman baru ini dialirkan ke tubuh bayi
sehingga bayi menjadi kebal juga terhadap bakteri baru yang akan selalu
berubah.( Anonim, 2009).
2.1.3
Dini Saraswati Handayani, SST, dari Program D4 Kebidanan Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran menjelaskan perbedaan komposisi ASI dari hari
a. Kolostrum (Arini, 2012)
1. Kolostrum yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 setelah
melahirkan
2. Kolostrum merupakan cairan emas, cairan perlindung yang kaya zat anti infeksi
dan berprotein tinggi.
3. Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara,
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah puerperium.
4. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah.
5. Merupakan cairan vicous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu yang matang.
6. Merupakan pancahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi
yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi dan
makanan yang akan datang.
7. Lebih banyak mengandung protein disbanding ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur. Pada kolostrum protein yang utama adalah globudin (gamma Glubodin).
b. Air Susu Transisi atau Masa Air Susu Peralihan (Arini, 2012)
1. Yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur terjadi pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5.
3. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
meninggi.
4. Volume akan makin meningkat.
c. Air Susu Matang (Mature)(Arini, 2012)
1. Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi
relative konstan (ada pula yang menyatakan bahwa koposisi ASI relati konstan
baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5).
2. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan
satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayinya sampai umur 6 bulan.
3. ASI Merupakan suatu cairan yagn berwarna putih kekuningan-kuningan yagn
diakibatkan warna garam Ca-caseinat, riboflavin, dan karieten yang terdapat didalamnya
4. ASI Tidak menggumpal jika dipanaskan.
2.1.4 Manfaat ASI
ASI mengandung semua nutrient yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang
benar dan tidak pernah “basi”. Manfaat paling penting dari menyusui adalah
perlindungan terhadap infeksi seperti diare, infeksi pernafasan, dan lain-lain.
Menyusui juga memiliki beberapa manfaat psikologis. Menyusui memberi
kesempatan yang lebih besar untuk berhubungan secara lebih dekat dengan bayi dan
mengembangkan relasi penuh kasih sayang dalam jangka panjang, bayi juga akan
berkembang menjadi anak yang aman secara emosi karena mulai mengenali sentuhan.
mengembangkan kemampuan untuk menghadapi masalah dan konflik dalam
kehidupannya dikemudian hari (Ramaiah, 2006)
Depkes (1992) menerangkan bahwa manfaat ASI adalah dapat diberikan
setiap saat, mengandung zat kekebalan terhadap penyakit, dan mempererat hubungan
kasih sayang antara ibu dan anak (Hayati, 2009).
A. Manfaat ASI bagi Ibu
1) Mengurangi perdarahan dan mempercepat involusi uterus, ibu yang menyusui
terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk penutupan pembuluh
darah dan merangsang rahim untuk berkontraksi sehingga involusi uterus
berlangsung lebih cepat perdarahan akan lebih cepat berhenti.
2) Mengecilkan rahim, Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan
sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan
ini akan lebih cepat dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui.
3) Mengurangi terjadinya anemia, Ibu yang menyusui secara eksklusif selama 6
bulan, amenore akan berlangsung lebih lama dan ibu akan menyimpan zat besi
sehingga anemia tidak akan terjadi.
4) Menjarangkan kehamilan, Menyusui merupakan alat kontrasepsi yang aman,
murah dan cukup berhasil. Apabila pemberian ASI lebih dari 8 kali sehari,
usia bayi kurang dari 6 bulan dan belum haid maka 98 persen tidak akan hamil
(6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96 persen tidak akan hamil 12 bulan
5) Mempercepat ibu kembali ke berat badan semula, ASI yang diproduksi oleh
ibu sebagian dari makanan yang dimakannya dan sebagian lagi dari lemak
yang tertimbun didalam tubuh ibu selama hamil, dan ketika menyusui lemak
tersebut akan terpakai sehingga berat badan ibu akan cepat berkurang.
6) Mengurangi resiko kanker payudara dan ovarium, Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa menyusui akan menguragi kemungkinan terjadinya
kanker payudara. Selain itu, beberapa penelitian menemukan juga bahwa
menyusui akan melindungi ibu dari penyakit kanker ovarium, resiko terkena
kanker ovarium pada ibu menyusui berkurang sampai 20-25 persen.
7) Praktis dan portabel (mudah dibawa kemana-mana), ASI dapat diberikan
dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan atau diminum serta
dalam suhu yang selalu tepat.
8) Memberi kepuasan bagi ibu, Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif
akan merasakan kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam.
9) Lebih ekonomis, Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan.
Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk memberi
susu formula dan peralatanya.
10) Tidak merepotkan dan hemat waktu, ASI dapat segera diberikan pada bayi
tanpa harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol
dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu panas (Roesli, 2004)
12) Menyusui menolong menurunkan kenaikan berat badan berlebihan yang
terjadi selama kehamilan, karena menyusui menurunkan resiko obesitas
(Ramaiah, 2006)
B. Manfaat ASI bagi Bayi
1. Aspek gizi, Manfaat Kolostrum:
1) Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama Ig A untuk melindungi bayi
dari berbagai penyakit infeksi
2) Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi
pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit tapi cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi
3) Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung
karbohidrat dan lemak yang rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi
bayi pada hari-hari pertama kelahiran
4) Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama
berwarna kehijauan.
2. Aspek Imunologi
1) ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi
2) Imunoglobulin A (Ig A) dalam kolostrum dan ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen
E.Coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan
3) Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan
4) Lysosim, enzim yang melindungi bayi dari bakteri E.Coli dan salmonella serta virus. Jumlah lysosim dalam ASI adalah 3000 kali lebih banyak dibanding kan susu sapi
5) Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4000 sel per
mil. Terdiri dari tiga macam yaitu Brochus-Asociated Lympocite Tissue (BALT) antibodi pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara
6) Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang
pertumbuhan bakteri laktobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
merugikan
3. Aspek Fisik. Anak yang tidak diberi ASI secara eksklusif akan lebih mudah
terjangkit penyakit kronis, dan kemungkinan anak menderita kekurangan gizi
(marasmus) dan mengalami obesitas (kegemukan) juga lebih besar (Depkes RI, 2005).
4. Aspek Psikologis
1) Rasa percaya diri ibu untuk menyusui, Bahwa ibu mampu menyusui
dengan produksi ASI yang cukup untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh
emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi
hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan
2) Interaksi ibu dan bayi, Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi
tergantung kesatuan bayi dan ibu tersebut. Hubungan interaksi ini paling
sering terjadi pada 2 jam pertama dan mulai terjalin beberapa menit setelah
bayi dilahirkan. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar bayi disusui sedini
mungkin setelah lahir, misalnya 30 menit setelah dilahirkan.(Roesli, 2008).
3) Pengaruh kontak langsung ibu dan bayi, Ikatan kasih sayang ibu dan bayi
terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi mengalami kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah
dikenal sejak bayi masih dalam kandungan.
5. Aspek Kecerdasan
1) Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk
perkembangan sistem syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan
otak
2) Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI eksklusif
selama lebih dari 3 bulan memiliki QI lebih tinggi dari bayi yang diberi
susu formula (Chumbley, 2004:10). Bayi memiliki IQ point 4,3 point lebih
tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun dan 8,3
point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun dibanding dengan bayi yang tidak
diberi ASI.
6. Aspek Neurologi, dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan,
C. Manfaat ASI bagi Keluarga
1. Aspek Ekonomi
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk
membeli susu formula dapat digunakan keperluan lain. Penghematan juga
disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga
menguragi biaya berobat.
2. Aspek Psikologi
Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga
suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan
keluarga.
3. Aspek Kemudahan
Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja.
Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus
dibersihkan serta minta pertolongan orang lain (Kristiyanasari, 2011)
D. Manfaat ASI bagi Negara
1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif dan
nutrient yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan
dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan
bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, seperti diare, otitis
media, dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah. Kejadian diare paling
tinggi terdapat pada anak dibawah 2 tahun dengan penyebab rotavirus. Anak
lebih sedikit, serta lebih cepat sembuh disbanding anak yang tidak mendapat
ASI.
2. Menghemat Devisa Negara
ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui
diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp. 8,6 milyar yang seharusnya
dipakai untuk membeli susu formula.
3. Menghemat Subsidi untuk Rumah Sakit
Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan
memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan
infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan
anak sakit.anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit
dibandingkan yang mendapatkan susu formula.
4. Peningkatan Kualitas Generasi Penerus
Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal sehingga
kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin (Kristiyanasari, 2011).
2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produksi ASI
Gangguan proses pemberian ASI pada prinsipnya berakar dari kurangnya
pengetahuan, rasa percaya diri, kurang dukungan keluarga serta kualitas dan kuantitas
gizi. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak bisa menyusui, salah satunya
stress mental sampai penyakit fisik, termasuk kekurangan gizi (Sulistyoningsih,
2011).
Menurut Kristiyanasari (2011) pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI
kira-kira 550-1000 ml setiap hari, jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut :
1. Makanan
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila
makanan ibu secara teratur dan cukup mengandunggizi yang diperlukan akan
mempengaruhi produksi ASI. Kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan
sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik,
makanan ibu harus memenihi jumlah kalori, proten, lemak, dan vitamin serta
mineral yang cukup selain itu ibu dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih
8-12 gelas/hari.
2. Ketenangan Jiwa dan Pikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam
keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketengangan
emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI.
Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang. Menurut
Sulistyoningsih (2011), keberhasilan proses menyusui sangat tergantung pada
adanya percaya diri ibu bahwa ia mampu menyusui atau memproduksi ASI yang
terhambatnya refleks menyusui. Sedangkan menurut Roesli, (2004) semua pikiran
negatif akan menghambat refleks oksitoksin diantaranya :
a. Ibu yang sedang bingung atau pikirannya kacau
b. Apabila ibu khawatir atau takut ASI-nya tidak cukup
c. Apabila seorang ibu merasa kesakitan, terutama saat menyusui
d. Apabila ibu merasa sedih, cemas, marah atau kesal
e. Apabila ibu malu menyusui
3. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Pada ibu yang menyusui bayinya penggunan alat kontrasepsi hendaknya
diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi
produksi ASI (Kristiyanasari, 2011).
4. Perawatan Payudara
Dengan merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk mengeluarkan hormone progesterone dan estrogen lebih banyak lagi dan hormon oxytocin. 5. Anatomis Buah Dada
Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, lobuspun berkurang. Dengan
demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat
makanan dari pembuluh darah akan berkurang.
6. Fisiologi
Terbentuknya ASI dipengaruhi hormone terutama prolaktin ini merupakan
hormone laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan dan mempertahankan
kerja hormone dan refleks. Hormon tersebut telah bekerja sejak ibu dalam kondisi
hamil. Hormon yang berperan dalam proses menyusui adalah hormon prolaktin
(menyebabkab payudara dapat memproduksi ASI), dan hormon oksitosin
(menyebabkan ASI dapat keluar). Adapun refleks yang turut membantu proses
menyusui adalah refleks prolaktin dan refleks let down. 7. Faktor Istirahat
Bila kurang istrahat akan mengalami kelemahan dalam menjalankan fungsinya
dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang (Kristiyanasari,
2011)
8. Faktor Isapan Anak
Semakin cepat memberi tambahan susu pada bayi menyebabkan daya isap
berkurang karena bayi mudah merasa kenyang. Bayi akan malas menghisap puting
susu dan akibatnya produksi prolaktin dan oksitosin akan berkurang dan
merangsang hormon LH dan GnRH semakin meningkat sehingga terjadi proses
pematangan sel telur yang mengakibatkan cepat terjadi ovulasi dan kemungkinan
hamil (Purwanti, 2004)
9. Faktor Obat-obatan
Obat-obatan yang mengandung hormon mempengaruhi hormon prolaktin dan
oksitosin yang berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila
hormone-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI pada bayi erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh
ibu. Selama ini ibu merupakan figur utama dalam keputusan untuk memberikan ASI
atau tidak pada bayinya. Pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik faktor dari dalam maupun dari luar diri ibu (Widiastuti, 1999).
Faktor-faktor dari dalam diri ibu atau faktor internal antara lain umur ibu,
pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, pendidikan, motivasi, sikap, pekerjaan ibu,
dan kondisi kesehatan ibu. Sementara itu, faktor dari luar diri ibu atau faktor eksternal
antara lain sosial ekonomi, tata laksana rumah sakit, kondisi kesehatan bayi, pengaruh
iklan susu formula, keyakinan keliru yang berkembang di masyarakat dan kurangnya
penerangan dan dukungan terhadap ibu dari tenaga kesehatan atau petugas penolong
persalinan maupun orang-orang terdekat ibu seperti ibu mertua, suami, dan lain-lain.
2.3.1. Faktor Internal 1) Umur Ibu
Tahap perkembangan berkaitan erat dengan umur (usia) seseorang. Menurut
Birren dan Jen ner (1997, dikutip dari Nugroho, 2000), mengatakan bahwa umur
seseorang dibagi dalam tiga jenis meliputi yang pertama adalah usia biologis yaitu :
menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada dalam keadaan
hidup dan tidak mati. Kedua adalah usia psikologis yaitu yang menunjukkan kepada
kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap situasi
peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan
dengan usianya.
Menurut Erickson (1960) dalam Nugroho (2000), mengatakan bahwa umur
manusia dewasa dibagi dalam tiga fase yaitu umur dewasa awal antara 21 – 35 tahun,
umur dewasa pertengahan antara 36-45 tahun dan umur dewasa lanjut 46 – 60 tahun.
Kemudian pola fikir dan perilaku seseorang selalu berubah sepanjang
hidupnya seiring dengan pertambahan usia. Perkembangan emosional akan sangat
mempengaruhi keyakinan dan tindakan seseorang terhadap status pelayanan
kesehatan. Tahap perkembangan dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif dan
perilaku kesehatan, oleh karena kematangan emosional dan peningkatan pengetahuan
seiring dengan pertambahan usia (Potter dan Perry, 1997).
Banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif kemungkinan disebabkan
oleh karakteristik ibu tersebut diantaranya umur ibu yang masih terlalu muda
sehingga tidak mengerti akan kebutuhan bayi, pendidikan yang tidak memadai,
pertama kali melahirkan sehingga tidak tahu pentingnya ASI eksklusif, pekerjaan,
mementingkan keindahan tubuh pasca persalinan atau juga bisa disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan ibu, disebabkan ibu tidak mendapat informasi dari pihak
kesehatan, keluarga dan masyarakat. Faktor lain yang memperkuat ibu untuk tidak
menyusui dan memberikan susu formula adalah pemakaian pil KB, gengsi supaya
kelihatan lebih modern dan tidak kalah pentingnya adalah pengaruh iklan
2) Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan terjadi
melalui pasca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga
(Notoatmojo, 2003).
Rongers (2000) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku
baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (Notoatmodjo,
2012).
a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek.
b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendakinya oleh stimulus
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap. Namun demikian dari penelitian Rongers ini menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap –tahap tersebut diatas
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang dicukupi dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,
a. Tahu (Know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diteliti dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication), aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (benar).
d. Analisa (Analiysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis), menujukan kepada suatu kemampuan meletakkan yang atau menghubungkan bagian –bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan ibu tentang ASI merupakan salah satu faktor yang penting dalam
kesuksesan proses menyusui. Thaeb et al dalam Abdullah et al (2004) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, pendidikan, status kerja ibu, dan jumlah anak dalam
keluarga berpengaruh positif pada frekwensi dan pola pemberian ASI.
Hasil penelitian Handayani (2007) di Puskesmas Sukawarna menujukkan
bahwa pengetahuan ibu menyusui tentang ASI eksklusif sebagian besar katagori
kurang dan ibu yang bekerja tingkat pengetahuannya lebih baik dari ibu yang tidak
Hasil penelitian Meyskey (2007) di Kelurahan Pahandut wilayah kerja
Puskesmas Pahandut Kota Palangkaraya menunjukkan bahwa faktor yang berkaitan
dengan praktik pemberian ASI secara eksklusif adalah tingkat pengetahuan, peran
petugas kesehatan dan peran keluarga.
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap media masa juga mempengaruhi
pengambilan keputusan, dimana semakin tinggi pendidikan semakin besar peluang
untuk memberi ASI eksklusif. Sebaliknya akses terhadap media berpengaruh negatif
terhadap pemberian ASI, dimana semakin tinggi akses ibu pada media semakin tinggi
peluang untuk tidak memberikan ASI eksklusif (Abdullah et al, 2004)
Tingkat pendidikan formal yang tinggi memang dapat membentuk nilai-nilai
progresif pada diri seseorang, terutama dalam menerima hal-hal baru, termasuk
pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi. Namun sebagian besar ibu
dengan pendidikan tinggi bekerja diluar rumah, bayi akan ditinggalkan dirumah di
bawah asuhan nenek, mertua atau orang lain yang kemungkinan masih mewarisi
nilai-nilai lama dalam pemberian makan pada bayi. Dengan demikian, tingkat
pendidikan yang cukup tinggi pada wanita dipedesaan tidaklah menjadi jaminan
bahwa mereka akan meninggalkan tradisi atau kebiasaan yang salah dalam memberi
makan pada bayi, selama lingkungan sosial ditempat tinggal tidak mendukung kearah
tersebut (Suyatno, 2000).
Pencapaian pemberian ASI eksklusif yang rendah ternyata disebabkan
kurangnya kepedulian dan dukungan suami, keluarga dan masyarakat untuk
memberikan kesempatan kepada ibu untuk menyusui secara eksklusif (Supari, 2006).
Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup sebagaimana umumnya, semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah mendapatkan informasi (Hidayat, 2005).
4) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan kesediaan dan kesiapan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan yaitu:
a) Menerima (receiving)
b) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
c) Merespon (responding)
d) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
tugas yang diberikan , terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
bahwa orang menerima ide tersebut.
e) Menghargai (valuing)
f) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
g) Bertanggung jawab(responsible)
h) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Notoatmodjo (2012) dalam bukunya menyatakan bahwa setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau
bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator
untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan yakni:
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit,cara pencegahan
penyakit, dan sebagainya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara (berperilaku) hidup
sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan,
minuman, olah raga, relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi
c. Sikap terhadap Kesehatan Lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya
terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian tehadap air bersih,
pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.
Notoatmodjo (2012) mengemukakan dalam bukunya bahwa sikap
menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal
ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
a. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
d. Nilai (value), didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa sikap
positif ibu terhadap praktik pemberian ASI eksklusif tidak diikuti dengan pemberian
ASI eksklusif pada bayinya, sikap belum otomatis terwujud sikap agar menjadi
tindakan nyata diperlukan faktor dukungan dari pihak-pihak tertentu, seperti tenaga
5) Pekerjaan
Pekerjaan adalah segala sesuatu aktifitas rutin yang dilakukan ibu yang
mempunyai bayi guna memperoleh pendapatan. Pasal 83 UU NO.13 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa buruh/pekerja perempuan yang anaknya
masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika
hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan yang
patut disini adalah waktu yang diberikan kepada pekerja untuk menyusui bayinya,
serta ketersediaan tempat yang sesuai untuk melakukan kegiatan tersebut.
Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu tidak menyusui
adalah karena mereka harus bekerja. Wanita selalu bekerja, terutama pada usia subur,
sehingga selalu menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Bekerja bukan
hanya berarti pekerjaan yang dibayar dan dilakukan dikantor, tapi bisa juga berarti
bekerja diladang, bagi masyarakat dipedesaan (king, 1991)
Menurut Salvina (2003) menyatakan bahwa 59,7 persen ibu yang bekerja
hanya memberi ASI 4 kali dalam sehari, sementara jika pada waktu siang hari
diberikan susu formula oleh keluarga atau pengasuh. Menurut Roesli (2004),
menyatakan bahwa bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI
eksklusif, pemberian ASI eksklusif merupakan hal yang terbaik bagi bayi
6) Kondisi Kesehatan Ibu
Kondisi kesehatan ibu juga dapat memengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Pada keadaan tertentu, bayi tidak dapat ASI sama sekali, misalnya dokter
membahayakan ibu dan bayinya, seperti ibu menderita penyakit jantung berat, ibu
sedang menderita infeksi virus berat, ibu sedang dirawat dirumah sakit atau ibu
meninggal dunia (Pudjiadi, 2001).
7) Paritas
Menurut Keneko (2006) dalam Yuliantarin (2009) menyatakan bahwa
prevalensi menyusui eksklusif meningkat dengan bertambahnya jumlah anak, dimana
prevalensi anak ketiga atau lebih, lebih banyak yang disusui eksklusif dibandingkan
dengan anak kedua dan pertama, sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara
paritas dengan pemberian ASI eksklusif. Paritas memiliki hubungan yang bermakna
dengan kelangsungan pemberian ASI eksklusif.
2.3.2. Faktor Eksternal 1) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga dapat memengaruhi kemampuan keluarga
untuk memproduksi dan atau membeli pangan, ibu-ibu dari keluarga berpendapatan
rendah kebanyakan adalah berpendidikan lebih rendah dan memiliki akses terhadap
informasi kesehatan lebih terbatas dibanding ibu-ibu dari keluarga berpendapatan
tinggi, sehingga pemahaman mereka untuk memberi ASI secara eksklusif pada bayi
menjadi rendah (Suyatno, 2000).
2) Tata Laksana Rumah Sakit
Bila persalinan normal, bayi dan ibu tidak perlu tidur terpisah. Bayi tidur
bersama ibu dalam satu tempat tidur atau di dalam tempat tidur kecil disamping
atau membersihkan bayinya setiap saat bayi membutuhkan ibu. Rawat gabung akan
mempermudah keberhasilan pemberian ASI eksklusif sehingga dapat mencegah
timbulnya masalah menyusui (Roesli, 2000).
Rumah sakit sayang bayi adalah rumah sakit yang melaksanakan sepuluh
langkah menuju keberhasilan menyusui. Pada saat ini upaya ini tidak hanya
dilaksanakan dirumah sakit saja, tetapi juga pada Rumah Sakit Bersalin dan
Puskesmas dengan tempat tidur (Soetjiningsih, 1997).
3) Kondisi Kesehatan Bayi
Kondisi kesehatan bayi juga dapat memengaruhi pemberian ASI secara
eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit
bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada
ASI (Pudjiadi, 2001)
4) Pengganti ASI (PASI) atau Susu Formula
Meskipun mendapat predikat The Gold Standart, makanan paling baik, aman, dan satu dari sedikit bahan pangan yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan
(terjangkau, tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah), sejarah
menunjukkan bahwa menyusui ASI, apalagi ASI eksklusif selalu mendapat
tantangan, terutama dari kompetitor utama produk susu formula yang mendesain susu
formula menjadi pengganti ASI (YLKI, 2005)
Surveillance System (2002), di daerah pedesaan di Indonesia, sebagian besar ibu 60 persen melahirkan dirumah dan hampir semua ibu tidak mendapat contoh susu
bantuan bidan dan 10 persennya mendapat contoh gratis atau informasi tentang susu
formula, dan hampir 29 persen ibu membeli susu formula yang dicontohkan. Di
daerah pinggir kota, hampir setengah dari semua ibu melahirkan dirumah bersalin
dengan bantuan bidan, 27 – 50 persen ibu tidak menerima contoh susu formula, 15 –
36 persen menerima contoh dan 20 – 42 persen membeli susu formula yang
dicontohkan.
5) Keyakinan yang Keliru di Masyarakat
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh, air manis, dan jus
kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama, umum dilakukan dibanyak negara.
Kebiasaan ini seringkali dimulai saat bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di
pinggiran kota Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih dan teh
dalam bulan pertama. Penelitian di masyarakat Gambia, Filipina, Mesir, dan
Guatemala melaporkan bahwa lebih dari 60% bayi baru baru lahir diberi air manis
dan teh. Nilai budaya dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian
cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke generasi diturunkan
keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi cairan. Air dipandang sebagai sumber
kehidupan, suatu kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002).
Pemberian makanan padat pada bayi yang terlalu dini tidak dianjurkan sebab
pada bulan-bulan pertama bayi belum dapat menelan makanan padat dengan baik.
Selain itu zat-zat yang terdapat dalam makanan baru ini dapat menyebabkan alergi.
Energi yang tinggi dalam makanan padat dapat menyebabkan keadaan gizi lebih pada
Mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun
dukungan yang diterimanya. Empat mitos yang paling sering berdasarkan pernyataan
bersama UNICEF, WHO, dan IDAI (2005) adalah : stres menyebabkan ASI kering,
ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui, bayi dengan diare menbutuhkan air
atau teh, sekali menghentikan menyusui, tidak dapat menyusui lagi dan ibu kurang
percaya diri akan kemampuan untuk menyusui karena pada hari pertama setelah
melahirkan biasanya ASI yang keluar adalah kolostrum (Proverawati, 2010).
6) Pengaruh Tempat dan Penolong Persalinan
Penolong persalinan di Indonesia terdiri dari dukun bayi, bidan dan dokter.
Dukun bayi umumnya menolong persalinan dirumah, bidan dapat menolong
persalinan dirumah maupun dirumah bersalin, sedangkan dokter umumnya menolong
persalinan di Rumah Sakit maupun Rumah Sakit Bersalin.
Di banyak masyarakat dan rumah sakit, saran dari petugas kesehatan juga
mempengaruhi pemberian cairan selain ASI. Sebagai contoh, penelitian disebuah kota
di Ghana menunjukkan 93 persen bidan berpendapat cairan harus diberikan kepada
semua bayi sejak hari pertama kelahirannya. Di Mesir, banyak perawat menyarankan
para ibu untuk memberi air manis kepada bayinya segera setelah melahirkan
(LINKAGES, 2002).
Kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan penggunaan ASI adalah
sikap sementara petugas kesehatan dari berbagai tingkat yang tidak bergairah
mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan. Konsep baru tentang
bersalin, ibu menyusui dan bayi baru lahir. Disamping itu juga sikap sementara
penaggung jawab ruang bersalin dan perawatan dirumah sakit, rumah bersalin yang
berlangsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak mau
mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya, serta belum
diterapkannya pelayanan rawat disebahagian besar rumah sakit atau klinik bersalin
(Arifin, 2004).
7) Pengaruh Dukungan Keluarga
Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan
kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001), dukungan yaitu suatu usaha untuk
menyokong sesuatu, atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.
Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan bahwa keluarga
adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan
atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama
lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu
budaya. Keluarga juga dapat diartikan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal
bersama.
Sudiharto (2007) menyatakan, setiap anggota keluarga mempunyai struktur
peran formal dan informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala
keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan
kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara
anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan
masalah.
Menurut Burgess dalam Friedman (2010), keluarga terdiri dari orang-orang
yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah
keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka
hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai
rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain
dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki
dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu
kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.
Tipe-tipe keluarga menurut Friedman (2010) antara lain: 1) keluarga inti atau
konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagi orang tua atau pemberi nafkah, keluarga inti terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun
anak adopsi; 2) keluarga orientasi atau keluarga asal yaitu unit keluarga yang
didalamnya seseorang dilahirkan dan 3) keluarga besar yaitu keluarga inti dan
oarang-orang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, tante, paman, dan
sepupu.
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga
antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan
penyusuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung
bagi anggota-anggotanya. Keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional
(Friedman, 1998).
Dukungan informasional artinya keluarga berfungsi sebagai sebuah keluarga
dan diseminator atau penyebar informasi tentang dunia, dukungan penilaian artinya
keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota.
Sedangkan dukungan instrumental, keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan
praktis dan kongkrit dan dukungan emosional dimana keluarga sebagai sebuah tempat
yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan
terhadap emosi (Friedman, 1998).
Dalam memberikan dukungan informasional, keluarga berfungsi sebagai
pencari informasi yang berhubungan dengan masalah menyusui. Informasi dapat
diperoleh melalui konsultasi dengan tenaga kesehatan, sumber bacaan (majalah,
buku, artikel) maupun sumber lain yang mendukung. Keluarga juga dapat berperan
sebagai fasilitator dalam memberikan bantuan kepada ibu seperti menemani ibu dan
mendengarkan masalah yang sedang dihadapi.
Menurut Watson, salah satu bentuk dukungan keluarga berupa pemberian
berupa alat-alat dan lain-lain yang dapat membantu mengatasi masalah. Dalam
mengatasi ketegangan, kehadiran keluarga sangat berperan, terutama dalam
mendorong motivasi ibu, meningkatkan percaya diri dalam memberikan ASI
eksklusif. Dengan motivasi tersebut diharapkan ibu tidak tegang dan tenang selama
proses menyusui (Friedman, 1998).
Menurut Sudiharto (2007), dukungan keluarga mempunyai hubungan terhadap
suksesnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Dukungan keluarga adalah dukungan
untuk memotivasi ibu memberikan ASI saja kepada bayinya, membantu melakukan
perawatan bayi, memberikan dukungan psikologis kepada ibu dan mempersiapkan
nutrisi yang seimbang kepada ibu. Menurut Roesli (2007), suami dan keluarga dapat
berperan aktif dalam pemberian ASI dengan cara memberikan dukungan emosional
atau bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok atau menyendawakan bayi.
Hasil penelitian Etiana 2011 dengan judul penelitian Hubungan antara
dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif di desa kencong kecamatan
kepung kabupaten kediri, menunjukkan 47,81 % ibu memberikan ASI secara
eksklusif di Desa Kencong Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri. Hasil uji chi
square menunjukkan variabel dukungan keluarga ( p = 0,001 ), dengan nilai koefisien
korelasi 0,448 maka dukungan keluarga mempunyai hubungan yang cukup signifikan
dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Kencong Kecamatan Kepung Kabupaten
Kediri. Kepada anggota keluarga khususnya pada suami supaya memotivasi dan
mendukung ibu memberikan ASI secara eksklusif, dan kepada Puskesmas perlu
2.4. Landasan Teori
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati
secara langsung maupun secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang
tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan)
dan lingkungan. Faktor-faktor yang membedakan respons yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu
deterninan atau faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan antara
lain umur, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan lain-lain.
Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, sosisal, budaya, ekonomi, politik
(Notoatmodjo, 2012).
Beberapa faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dan
Kreuter (1980), dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :
a. Faktor Pendorong (Predisposing Factors)
Faktor pendorong adalah merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Faktor pendorong yang mencakup
pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, dan persepsi berkenaan dengan motivasi
seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dalam arti umum, kita dapat mengatakan
faktor pendorong sebagai preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok ke
dalam suatu pengalaman belajar. Preferensi ini mungkin mendukung atau
menghambat perilaku sehat, dan dalam setiap kasus faktor ini mempunyai pengaruh.
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin adalah faktor enteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu atau motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya
Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya yang
perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya itu meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber daya yang serupa itu.
Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan sumber daya, biaya, jarak,
ketersedian transportasi, jam buka atau jam pelayanan, dan sebagainya, termasuk pula
didalamnya petugas kesehatan seperti perawat, dokter, dan pendidikan kesehatan
sekolah.
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor penguat merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku
yang memberi ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi
menetap dan melenyapnya perilaku itu. Faktor penguat adalah faktor yang
menentukan apakah tindakan kesehatan, memperoleh dukungan atau tidak.
Selain ketiga faktor tersebut diatas, lingkungan atau disebut juga penyebab
non behavior juga dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku spesifik. Hal ini
meliputi faktor-faktor individu yang sangat sulit dikontrol baik oleh tindakan individu
maupun kolektif namun mempunyai pengaruh dalam masalah-masalah kesehatan.
Faktor-faktor ini diantaranya adalah genetik, umur, jenis kelamin, penyakit bawaan,
kelainan fisik dan mental, dan tempat bekerja atau tempat tinggal. Beberapa faktor
resiko non behavior dapat dikontrol oleh individu sendiri, misalnya resiko terpapar sinar matahari yang berlebihan, individu dapat menghindari atau membatasi paparan
Caplan tahun 1976 menjelaskan bahwa keluarga memiliki fungsi dukungan
yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan
dukungan emosional (Friedman, 1998).
Faktor Predisposisi :
• Pengetahuan Dukungan Keluarga • Ketersedian sumber
daya kesehatan
• Keterjangkauan sumber daya kesehatan
• Hukum, prioritas, dan Perilaku komitmen masyarakat
atau pemerintah terha- dap kesehatan
• Ketrampilan yang ber- Kaitan dengan kesehatan
Faktor Reinforcing • Sikap dan perilaku
petugas kesehatan • Undang-Undang
Kesehatan
• Peraturan-peraturan Tentang kesehatan
2.5.Kerangka Konsep Variabel Independen
Faktor Pendorong (Predisposing) :
• Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif • Umur Ibu
• Pendidikan • Pekerjaan
• Sikap Variabel Dependen
• Mitos • Paritas
• Pendapatan
Pemberian ASI Eksklusif Faktor Pendukung (Enabling) :
• Tempat Melahirkan
• Penolong Persalinan
Dukungan Keluarga (Suami, Orang Tua, Anggota Keluarga lain )
• Dukungan informasional
• Dukungan penilaian
• Dukungan instrumental
• Dukungan emosional