• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Atas Tugas-Tugas Notaris Sebelum Pelaksanaan Perjanjian Kredit Di Perbankan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Atas Tugas-Tugas Notaris Sebelum Pelaksanaan Perjanjian Kredit Di Perbankan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi hukum di Negara Republik Indonesia semakin diminati oleh berbagai

kalangan. Apalagi oleh kalangan ademisi yaitu mahasiswa Fakultas Hukum. Mulai

dari pengacara, advokat, jaksa, hakim, konsultan hukum dan juga polisi. Bahkan ada

profesi hukum yang mulai dilirik untuk kemudian dijadikan profesi yang menjanjikan

oleh mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai universitas. Profesi itu adalah Notaris.

Notaris dalam pengertian sehari-hari yang diketahui secara umum orang atau

seseorang yang merupakan pejabat dan dapat mengurus surat-surat berharga seperti:

sertifikat tanah, warisan, pendirian perseroan, pendirian yayasan, dan surat- surat lain

yang sejenis itu. Namun, pengertian notaris yang sebenarnya yang didefenisikan di

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang notaris yaitu

Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2

tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 namun tetap mempunyai defenisi yang sama pada beberapa pasalnya yaitu pada Pasal 1 nya berbunyi “notaris

adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan tugas lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tugas memiliki arti sebagai hak dan

(2)

kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggungjawab

kepada orang lain, sementara Indroharto menjelaskan, wewenang dalam arti yuridis

adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

1

Selain wewenang, notaris juga mempunyai tugas-tugas yang juga ditentukan

oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014. Menurut pengertian umum, tugas adalah

kewajiban atau suatu pekerjaan yang harus dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya.

Dapat diartikan bahwa tugas adalah suatu pekerjaan yang wajib dikerjakan atau

yangg ditentukan untuk dilakukan karena pekerjaan tersebut telah menjadi tanggung

jawab dirinya. Sejauh ini tugas hanya diartikan menjadi sesuatu yang sudah

sewajibnya dan harus dilakukan bagi seorang individu dalam suatu pekerjaannya.

Pada akhirnya perlu diingat bahwa tugas dan wewenang memang memiliki

persamaan yang sangat mendasar tetapi tetap dalam suatu hubungan sehingga antara

tugas dan wewenang harus dilaksanakan bersamaan. Dengan kata lain penyertaan

tugas juga berhubungan dengan wewenang.

Sesuai dengan kesimpulan dari defenisi yang tertera diatas, bahwa notaris

adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Maka, dalam hal ini,

akta otentik yang dibuat oleh notaris adalah akta sah yang dapat dipercaya2 serta

1 Indroharto,Usaha Memahami Undang-Undang tentang PeradilanTata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, hal.68

2

(3)

berkekuatan hukum tetap dimana apabila akta yang dibuat ada bermasalah, maka

hukum nasional akan berlaku terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh akta ini.

Akta otentik ini sendiri menurut pasal 1868 Kitab Undang – Undang Hukum

Perdata harus mempunyai tiga unsur yaitu sebagai berikut:3

1. Bahwa akta tersebut dibuat dan diresmikan (verleden) dalam bentuk menurut

hukum; menurut ketentuan yang dimaksud disini adalah bahwa bentuk suatu

akta ditentukan menurut hukum mengacu atau mengarah kepada bentuk yang

ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan Peraturan Jabatan Notaris yang

baru yaitu UU Nomor 2 tahun 2014 yang merupakan Perubahan Atas

undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

2. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum; pengertian ini

dimaksudkan bahawa yang dimaksud dengan suatu akta yang otentik adalah

bahwa suatu akta harus dibuat dengan melibatkan pejabat umum yang

berwenang untuk itu, baik dibuat secara langsung oleh pejaat umum itu

maupun dibuat secara tidak langsung atau dihadapan pejabat umum itu, seperti

contoh berita acara sebuah rapat umum pemegang saham dalam suatu

perusahaan.

3. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk

membuatnya ditempat akta tersebut dibuat, jadi akta itu harus dibuat ditempat

wewenang pejabat tersebut membuatnya; uraian singkatnya adalah bahwa akta

3

(4)

tersebut tidak dibuat ditempat salah satu pihak atau ditempat yang tidak layak,

kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini dimaksudkan agar terjaganya

otentisitas dan kerahasiaan suatu akta.

Pendapat yang sama juga mengenai syarat otentik suatu akta juga dikemukakan

oleh Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta otentik yaitu:4

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya baku),

2. Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum.

Otentik atau tidaknya suatu akta tidaklah cukup apabila akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat (notaris) saja. Namun, cara membuat akta otentik haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. Suatu akta yang dibuat oleh pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa ada kemampuann untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan hukum sebagai akta dibawah

tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan 5

Selain membuat akta sebagaimana yang telah disebutkan diatas, Notaris juga

mempunyai tugas yang lain sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 15 ayat (2)

Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaitu:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah

tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

4

Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post, 31 Januari 2001, hal. 3, dikutip dari Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal. 126.

5

(5)

2. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang bekaitan dengan pertanahan; atau;

7. Membuat akta risalah lelang;

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang tertera dalam

Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah

dengan Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris juga mempunyai

tugas dan wewenang yang dapat dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal

15 ayat (3) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi: “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris

mempunyai tugas lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tugas ini

diatur dalam suatu produk undang-undang yang lain.”

Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana yang dimaksud diatas, seorang notaris

wajib mengikuti tata cara dan prosedur pelaksanaan tugas yang dimaksud.

Pelaksanaan tugas notaris itu tidak semuanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2

(6)

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

yang baru melainkan ada pula diatur mengenai tata cara dan prosedurnya dalam Kode

Etik Ikatan Notaris Indonesia.

Dalam prakteknya sehari-hari, salah satu tata cara dan prosedur yang harus

dan wajib dilakukan oleh seorang notaris dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya adalah apabila seorang notaris melakukan kerjasama dengan sebuah

instansi baik instansi formal ataupun instansi non formal. Disini akan dibahas dan

diberikan batas pembahasan kepada instansi formal dan instansi formal tersebut

adalah bank.

Menurut Kuncoro definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha

pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke

masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang.6 Karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya

sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada

masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham),

pemerintah, Bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam

negeri. Sedangkan menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, bank adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

6

(7)

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan

bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu usaha pokok

bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti

tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada

masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk

lainnya, bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary), maksudnya

adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus

unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank memiliki fungsi

sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of Development) Sebagai badan usaha, bank

tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut

bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial.

Adapun yang menjadi fungsi dari sebuah Bank umum,yaitu :7

1. Penciptaan uang

7

(8)

Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran

lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kliring dari bahasa Inggris clearing

sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu

aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi

hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut8. Kemampuan bank umum

menciptakan uang giral menyebabkan posisi dan fungsinya dalam pelaksanaan

kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang

yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan

uang giral.

2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran

Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung

kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa

yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme

pembayaran.

Beberapa jasa yang dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan

setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas

pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem

pembayaran elektronik.

8

(9)

3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat

Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di

Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,

tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan

dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil

dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya

melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional

Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar

transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal.

Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu

muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter

masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional

akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya

bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional

dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga

Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal

(10)

berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak

yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit

box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank

memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat

berharga.

6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya

Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak

dan luas. Saat ini sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon

seluler, mengirim uang melalui anjungan tunai mandiri, membayar gaji pegawai

dengan menggunakan jasa-jasa bank.

Berdasarkan pengertian umum dan pelaksanaan fungsinya, bank

membutuhkan profesi notaris dalam pelaksanaan sebagian besar dari tugas-tugasnya.

Disini timbul sebuah tindakan hukum berupa adanya permintaan dan penerimaan

notaris sebagai rekan guna tercapainya kepastian hukum dalam dunia perbankan

tersebut dan notaris menerima tugas dan wewenang dari perbankan guna membuat

kepastian hukum tersebut. Notaris akan menjadi salah satu pertahanan bank di bidang

hukum karena notaris akan turut berperan dalam mengawasi dan juga membuat

peristiwa hukum dalam transaksi lalu lintas uang seperti yang telah diuraikan

(11)

Didalam dunia perbankan, Notaris mempunyai tugas yang juga wewenang

untuk membuat tindakan hukum yang pada umumnya bersifat administratif. Dalam

tindakan itu sendiri Notaris dapat membuat berbagai macam kontrak atau perjanjian

mengenai kredit atau pinjam meminjam, jual beli, sewa menyewa, risalah lelang dan

kontrak-kontrak yang dibutuhkan oleh para pihak. Tentunya Notaris juga harus tetap

menaati standar pembuatan perjanjian sesuai Undang-Undang.

Dalam pelaksanaan tugas Notaris tersebut diatas, Notaris dituntut harus dapat

membuat keseimbangan antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang

mempunyai kepentingan didalamnya karena nantinya perjanjian itu adalah peraturan

yang akan ditaati oleh para pihak sendiri. Ketika pada saat pemberian fasilitas berupa

saran mengenai apa isi dari suatu perjanjian yang diinginkan para pihak dan saran

Notaris tersebut diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, harus

diingat meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan

permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan

perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.9

Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, Notaris akan diminta oleh bank untuk

bekerja bersama. Kerja sama ini dimulai dari adanya penawaran jasa oleh notaris

secara tertulis yang mana didalam penawaran itu ada yang menjelaskan hak dan

kewajiban notaris.

Agar terciptanya hak dan kewajiban yang sesuai dengan prosedur yang

berlaku. Proses rekanan ini sendiri mempunyai kecenderungan tidak sesuai dengan

9

(12)

tata cara dan prosedur pelaksanaan tugas dan wewenang notaris seperti yang

diamanatkan oleh undang-undang. Pada beberapa bank yang meminta proses rekanan

tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan seluruhnya dari bank itu

sendiri yang mana hal ini tentu akan membuat notaris tidak bisa bersikap netral sesuai

dengan Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 Ayat (1) butir (a) yang berbunyi “ bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan

menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”.

Hal itu terjadi dalam proses penerimaan rekanan antara notaris dan perbankan.

Apabila notaris sudah menjadi rekanan dengan pihak perbankan, ada ditemukan

hal-hal yang tidak sesuai dan yang sangat tidak boleh dilakukan oleh notaris. Namun

dengan begitu, dalam pekerjaannya, harus digunakan asas praduga tidak bersalah

yang membuktikan tidak selamanya notaris yang mau melakukan penyelewangan

wewenang tersebut, tetapi karena adanya permintaan dari para pihak yang membuat

notaris tidak bisa bertindak dan hal ini sangat tidak dianjurkan.

Setelah Notaris menjadi rekanan, maka hal-hal yang harus dilakukan oleh

seorang Notaris adalah melakukan pemeriksaan berkas yang akan dilaksanakan

perjanjian kreditnya atau kontrak-kontrak lainnya. Dalam pelaksanaan secara yuridis,

maka notaris dituntut untuk bisa memeriksa berkas seteliti mungkin agar dapat

meminimalisir celah hukum yang timbul dikemudian hari.

Banyak yang terjadi dalam pelaksanaan tersebut yang tidak sesuai yaitu apabila

(13)

berkas apakah itu kekurangan berkas dalam hal identitas para pihak, atau jaminan

debitur yang sedang dalam proses di instansi lain sehingga pada saat itu tidak bisa

dilihat aslinya oleh notaris.

Hal diatas yang dapat dijadikan salah satu contoh konkrit yang harus dilakukan

oleh notaris yang dapat menghindarkannya dari situasi yang dapat berakibat hukum

yang tidak baik kepada dirinya sendiri dalam posisi jabatannya.

Apabila kemudian para pihak memaksakan kehendaknya untuk melaksanakan

perjanjian kredit itu pada hari itu juga, maka yang terjadi adalah ketimpangan dalam

hal keamanan jaminan dimana hal ini akan membuat pihak perbankan dalam posisi

yang tidak aman karena jaminan tersebut tidak bisa dikuasai oleh bank untuk

dijadikan jaminan. Maka Notaris setelah memberi saran hukum dan tetap para pihak

memaksakan kehendaknya, Notaris akan mengikatnya dengan tentunya akan terjadi

beberapa perbuatan hukum yang tidak sesuai dengan kejadian hukum yang

sebenarnya.

Maka akta hasil dari perbuatan hukum yang tidak sempurna bisa dikategorikan

akta atau perjanjian dibawah tangan saja yang mana dalam Pasal 1874 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang

ditandatangani sebagai tulisan dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah

tangga dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.

(14)

pembuktian kedua akta ini jelas berbeda, dimana akta otentik mempunyai tiga macam

pembuktian seperti yang diutarakan Retnowulan Dan Oeripkartawinata, yaitu:10

1. Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara para pihak bahwa

mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.

2. Kekuatan pembuktian materiil. Membuktikan antara para pihak, bahwa

benar-benar peristiwa tersebut dala akta itu telah terjadi.

3. Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga,

bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah datang

menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis

dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka

disebutkan bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar.

Sedangkan akta atau perjanjian dibawah tangan kekuatan pembuktiannya

sudah jelas akan sangat tergantung kepada kebenaran ata pengakuan atau

penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-masing tanda-tangannya.

Apabila suatu tanda tangannya diakui oleh para pihak maka kekuatan pembuktiannya

hampir sama dengan akta otentik.

Dalam hal terdapat tugas dan kewajiban notaris yang mengharuskan notaris

melihat kembali mekanisme atau prosedur penandatanganan perjanjian tersebut,

Notaris harus dapat memahami proses pelaksanaan penandatanganan akta perjanjian

kredit itu, dan hal itu juga harus dilihat dari seluruh aspek baik itu hak dan kewajiban

10

(15)

debitur, perbankan, para saksi dan notaris itu sendiri. Maka otentisitas akta tersebut

sudah juga melanggar syarat-syarat mutlak dalam pembuatan sebuah perjanjian

apabila sebenarnya dalam hal sebelum penandatanganan akta tersebut tidak dilakukan

sesuai dengan prosedur hukum yang seharusnya seperti yang telah ditetapkan seperti

tercantum di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, dimana pengertian dari sepakat

mereka mengikatkan dirinya adalah bahwa kedua subyek yang mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat, setuju satu sama lainnya mengenai hal-hal apa

saja yang dibuat di dalam perjanjian itu dan juga hal tersebut berlaku secara

timbal balik dengan pihak lainnya11;

2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, mempunyai pengertian bahwa

setiap individu yang ingin membuat perjanjian secara hukum harus sudah

dewasa, sehat pikirannya. Sementara orang yang dinilai belum cakap menurut

Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c. Orang perempuan yang dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-

Undang, dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah

melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu;

3. suatu hal tertentu, maksudnya adalah bahwa apa yang akan diperjanjikan

kemudian haruslah sudah jelas sebelumnya, jangan apa yang diperjanjikan

11

(16)

tidak menjadi jelas atau bersifat sumir, misalnya barang dari yang

diperjanjikan jelas jenis, merek, fungsinya, dan identitas pendukung lainnya;

4. suatu sebab yang halal, maksudnya adalah bahwa sudah jelas isi dari perjanjian

itu sendiri harus mempunyai kausa yang halal. Semisalnya saja seseorang

membuat perjanjian untuk membunuh seseorang, meskipun perjanjian atau

kerjasama itu dibuat dengan menggunakan segala kelengkapan dan persyaratan

yang dibutukan untuk membuat sahnya sebuah perjanjian, tetap saja hal itu

tidak bisa dilakukan dan diakui secara sah karena hal itu sudah

Undang-Undang dan tidak halal, hal ini dikarenakan ada syarat subjektif yaitu syarat

yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang

terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan

hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu

sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para

pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.12

Apabila ada salah satu unsur diatas yang tidak dapat dipenuhi, maka

akta itu akan disebut akta yang cacat secara hukum, mengenai akta itu batal

atau tidaknya akan dibuktikan lebih lanjut kemudian karena tidak serta merta

apabila suatu akta atau perjanjian yang cacat hukum akan otomatis batal. Pada

hakikatnya kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut

12

(17)

harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang

tertulis dalam akta tersebut.13 Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata dan Pasal 84 UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak

mengatur dengan tegas mengenai akta notaris dapat dijadikan pembuktian

dibawah tangan atau batal demi hukum. Batasan yang tidak jelas tersebut

memiliki pengertian dan akibat hukum yang alternatif, dimana untuk batalnya

suatu akta menjadi batal demi hukum ata menjadi akta dibawah tangan

mempunyai kriteria sebagai berikut:14

1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika

Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan akta yang

mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan.

2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal bersangkutan sebagai akta

yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan,

maka pasal lainnya yang dikategorikan Pasal 84 Undang-Undang Jabatan

Notaris, termasuk akta yang batal demi hukum.

13

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 121.

14

(18)

Sehingga akibat dari batalnya akta tersebut menurut Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pasal 84 ayat (1) setidaknya mempunyai tiga

sanksi, yaitu:

1. Batal demi hukum;

2. Dapat Dibatalkan;

3. Sebagai pembuktian dibawah tangan;

Penjelasan yang dapat disimpulkan mengenai ketiga butir diatas adalah sebagai

berikut:

1. Batal demi hukum, akibatnya adalah seluruh perbuatan hukum yang dilakukan

tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau

berdaya surut, dalam praktiknya menjadi batal demi hukum dengan

didasarkan terlebih dahulu kepada putusan pengadilan yang telah memiliki

kekuatan hukum tetap;

2. Dapat dibatalkan, yaitu perbuatan hukum yang tidak memiliki akibat hukum

sejak terjadinya pembatalan yang pembatalan atau pengesahan perbuatan

hukum tersebut tergantung kepada pihak ketiga, yang menyebabkan perbuatan

hukum tersebut dibatalkan. Akta yang dibatalkan ini masih tetap berlaku dan

mengikat selama putusan pengadilan belum tetap;

3. Akta tersebut dianggap tidak pernah ada karena tidak memenuhi unsur

essensial suatu akta, secara praktik sebenarnya tidak diperlukan putusan

(19)

putusan pengadilan dan hasilnya akan menjadi sama dengan akta yang batal

demi hukum.

Tetapi dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berlaku sebaliknya

dengan menghapus pasal tersebut, sehingga mengenai kebatalan dan pembatalan akta

ini menjadi semakin tidak jelas, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

Mengenai kebatalan akta ini juga telah diatur walaupun tidak begitu lengkap

dalam pasal 1444 sampai pasal 1456 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak

dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut

harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan

atau ketertiban umum.15

Hal itu sedikit dari banyak perbuatan hukum notaris terkait dengan

pelaksanaan kepastian hukum dalam dunia perbankan sebelum melaksanakan

penandatanganan perjanjian kredit.

Kemudian timbul pertanyaan apakah beberapa hal tersebut diatas sebenarnya

diperbolehkan atau tidak tentu akan dibahas pada bab berikutnya bersamaan dengan

beberapa hal lain yang selama ini masih banyak terjadi dikalangan notaris.

15

(20)

Hal inilah yang membuat sesungguhnya profesi dari seorang notaris justru

diuji. Karena terkadang kesalahan atau ketidakjelasan dari sebuah peristiwa terkait

dengan profesi notaris ini tidak selalu dapat ditaksir dengan jelas oleh

undang-undang tentang etika dan profesi notaris, maka tidak sedikit dari notaris - notaris

terjebak dalam celah tersebut dengan mengambil suatu tugas dan wewenang notaris

dengan mengabaikan amanat undang-undang.

Dengan kejadian diatas, kemudian timbul suatu pertanyaan apakah sebenarnya

pelaksanaan tugas dalam profesi notaris bisa dikesampingkan oleh para pihak dalam

dunia perbankan sebelum pelaksanaan perjanjian kredit hanya demi kepentingan para

pihak. Apakah hal semacam ini ada atau tidak diatur dalam suatu produk undang -

undang, lantas apakah notaris ada memperoleh keuntungan atas kejadian tersebut

terkait tugas yang belum tentu diketahui apakah menjadi haknya untuk mengerjakan

tugas tersebut, bahkan bila seorang klien dengan itikad tidak baik menjanjikan

sejumlah imbalan yang sangat menggiurkan.

Untuk seluruh hal diatas nantinya akan dibahas di dalam Bab II tentang

pembahasan mengenai pelaksanaan peraturan hukum mengenai notaris secara

mendalam dan dengan bahasa yang dapat dimengerti.

Tentunya juga seperti yang telah tertulis di dalam Pasal 1337 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa segala hal yang diperjanjikan itu

tidak boleh melanggar ketentuan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku

termasuk juga apabila perjanjian tersebut tidak boleh melanggar kesusilaan dan

(21)

Notaris diharapkan mampu dan cermat melihat keadaan, apabila dalam sebuah

peristiwa hukum notaris berhak menerima keuntungan atas tugasnya, maka di lain sisi

notaris diharapkan juga mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan,

karena notaris justru menjadi pertahanan terakhir dari pihak yang membutuhkan jasa

dan sarannya dalam bidang hukum keperdataan agar seluruh klien atau orang yang

ingin mencari kebenaran terhadap suatu perjanjian dapat memperolehnya di notaris

karena perbuatan yang terkait profesi notaris ini menghasilkan sebuah peristiwa

hukum yang berlaku bagi para pihak. Peristiwa hukum ini tentu saja dibuat dengan

sadar dan akan ditaati para pihak.

Peristiwa hukum yang terjadi dalam profesi notaris ini ada menghasilkan dua

peristiwa hukum apabila dilaksankan yaitu peristiwa hukum yang menghasikan

produk hukum yang sempurna dan dapat dieksekusi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dan yang lain adalah peristiwa hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku sehingga tidak dapat dieksekusi sebagaimana yang diharapkan.

Didalam penelitian ini akan dibahas bagaimana proses pelaksanaan peristiwa

hukum sehingga mengakibatkan peristiwa hukum yang dihasilkan oleh para pihak

yang mengakibatkan notaris juga terikut kepada peristiwa hukum yang tidak

sempurna. Hal ini dirasa penting mengingat setiap peristiwa hukum di dalam dunia

perbankan tanpa dirasakan secara langsung menghasilkan kontribusi besar kepada

struktur perekonomian nasional. Tentu bila yang dihasilkan peristiwa hukum yang

pada dasarnya sudah tidak baik maka akan mengganggu stabilitas perkonomian

(22)

Salah satu lagi yang dapat dijadikan contoh dalam dunia perbankan sehari-hari

adalah apabila terjadi kredit macet dalam sebuah bank yang nilai hutangnya mencapai

miliaran rupiah. Debitur mempunyai jaminan yang sebenarnya bisa menutupi

hutangnya tersebut. Tetapi karena peristiwa hukum yang terjadi yaitu

penandatanganan akta perjanjian kredit yang tidak mengikutsertakan pasangan

debitur sehingga mengakibatkan perjanjian tersebut cacat. Peristiwa hukum tersebut

adalah peristiwa hukum negatif yang dihasilkan antara debitur dengan bank melalui

notaris yang mana notaris seharusnya sudah lebih dulu menyadari hal ini. Tentu ini

akan merugikan salah satu pihak sehingga membuat bank tidak bisa menarik seluruh

jaminan-jaminan yang diserahkan debitur.

Selain itu juga nantinya di dalam penelitian ini akan dibahas sejauh mana

ketelitian notaris dalam membuat akta-akta, menjadi konsultan hukum bagi mereka

yang membutuhkannya dan juga bagi mreka yang mau menjadi rekanan notaris

tersebut baik individu maupun korporasi.

Maka, dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan tadi di bagian awal

dari Bab I ini, maka perlu diadakan pengembangan lebih jauh mengapa notaris

melakukan hal-hal tersebut diatas, apa yang menjadi hambatannya serta bagaimana

penyelesaiannya.

B. Rumusan Permasalahan

Adapun yang menjadi rumusan permasalahan yang telah disiapkan untuk

(23)

1. Bagaimana pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan notaris sebelum

melaksanakan perjanjian kredit di perbankan?

2. Bagaimana pengaturan hukum terhadap tugas-tugas yang dilakukan oleh

notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit tersebut?

3. Bagaiamana pertanggungjawaban seorang notaris kepada para pihak apabila

dalam proses penandantanganan perjanjian kredit tidak dapat dilaksanakan

sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan Nomor 2 tahun 2014 tentang

Perubahan atas Peraturan Perundang-Undangan Nomor 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang didasarkan kepada rumusan permasalahan

diatas yaitu:

a) Agar dapat diketahui tugas yang bagaimana yang dilakukan oleh notaris

sebelum dilaksanakan perjanjian kredit antara perbankan dan debitur.

b) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengaturan tentang tugas yang

dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit antara

perbankan dan debitur-debiturnya.

c) Untuk mengetahui pertanggungjawaban notaris apabila dalam pelaksanaan

penandantanganan perjanjian kredit tidak sesuai sesuai dengan peraturan

(24)

Peraturan Perundang-Undangan Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris

2. Manfaat Penelitian

Sangat diharapkan manfaat positif dari hasil penelitian ini dimana ada 2

manfaaat penelitian yang bisa dikaji, yaitu sebagai berikut.

a) Secara teoritis

Bahwa dengan adanya penulisan terhadap notaris melalui penelitian ini

diharapkan dapat menyumbangkan suatu pengetahuan baru maupun tambahan

pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

Dalam kaitannya dengan ilmu hukum, agar penulisan penelitian ini dapat

menjadi salah satu aspek yang layak untuk dikaji dari segi yuridis dimana sangat

penting mengetahui sebenarnya tugas dan wewenang Notaris sehingga masyarakat

juga mengetahui apakah notaris melaksanakan wewenangnya di dunia perbankan

dengan tepat atau tidak.

Tugas dan wewenang disini terutama sekali yaitu sesuai dengan apa yang

diamanatkan dalam peraturan Perundang-Undangan Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan

Kode Etik Notaris.

Apabila nantinya masyarakat ingin mengetahui apakah tugas seorang notaris

itu menyalahi aturan atau mengarah kepada hal tersebut, maka untuk menjamin

keamanan dan kenyamanan mereka ketika akan melakukan tindakan-tindakan hukum,

(25)

dengan apa yang telah diamanatkan kepadanya untuk kemudian dapat ditaati

bersama.

b) Secara praktis

Yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari kelak apabila ada dari

segenap pembaca yang ingin melakukan tindakan hukum baik dihadapan atau

dilakukan oleh Notaris, maka pembaca yang budiman sekalian dapat mengetahui

sampai sejauh mana hak dan kewajiban Notaris sesuai dengan peraturan

Perundang-Undangan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris

Tentunya semua ingin agar tercapainya kepastian hukum dalam tugas

seorang notaris sehingga terciptalah keharmonisan hukum ditengah-tengah

masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

Penulis telah meneliti bahwa judul yang dipilih oleh penulis belum pernah

ditulis maupun diteliti untuk kemudian dijadikan penelitian berupa tesis dan disertasi

di Fakultas Hukum Sumatera Utara khsusunya di Program Pascasarjana dan

Magister Kenotariatan.

Ada beberapa penelitian yang dianggap mirip dengan judul yang ditulis oleh

penulis dengan penelitian yang telah ada dan dilakukan oleh Mahasiswa Program

(26)

1. Perbandingan Fungsi Pengawas Notaris Sebelum dan Sesudah Berlakunya

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004. Penelitiannya membahas tentang

Fungsi Pengawas Notaris sebeleum adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun

2004 maupun setelah undang-undang tersebut ada. Ditulis oleh Sri Endang

Erlitna, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2003.

Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:

a) Bagaimanakah pengawas melakukan pengawasan bagi Notaris dalam

pelaksanaan tugasnya sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30

tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?

b) Apakah manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya?

c) Bagaimana paradigm pengawasan sesudah berlakunya Undang-Undang

Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?

2. Pelanggaran Hukum Pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam membuat Akta

otentik. Penelitiannya membahas tentang pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan oleh Notaris sehingga mengarah kepada pelanggaran yang sifatnya

pidana. Penulisnya adalah Maria Magdalena Barus, seorang Mahasiswi

Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2008.

Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:

a) Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris

(27)

b) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya pelanggaran hukum

yang dilakukan notaris dalam membuat akta otentik yang menimbulkan

tindak pidana?

c) Bagaimana upaya hukum dalam mengatasi perbuatan notaris yang

menimbulkan tindak pidana dalam membuat akta otentik?

3. Analisis hukum terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu

yang dibuat oleh Notaris. Penelitiannya membahas akta otentik yang

didalamnya mengandung keterangan palsu. Ditulis oleh Yusnani, Mahasiswi

Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2005.

Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:

a) Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta notaris yang

mengandung keterangan palsu?

b) Bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan

keterangan palsu dalam akta otentik?

c) Bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung

keterangan palsu?

Dari beberapa judul yang ada diatas, diyakini dan dipastikan bahwa uraian

dari penulisan karya ilmiah ini jauh berbeda, dengan demikian bahwa penelitian ini

benar-benar asli dan bukan hasil jiplakan dari penelitian atau penulisan karya ilmiah

(28)

E. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Landasan atau kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori-teori, penelitian mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem)

yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui

ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir

dalam penulisan16

Menurut Sugiyono, fungsi dari kerangka teori selaras dengan apa yang

digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan

tentang variabel yang akan diteliti, setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban

sementara terhadap masalah yang diajukan.17

Karena penulisan dari penelitian ini membahas tentang tinjauan yuridis atas

tugas yang dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit di perbankan

agar sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan

sehingga tercipta suatu keadaaan dimana tugas seorang notaris tidak berakibat kepada

produk atau peristiwa hukum yang tidak baik atau negatif sehingga mengakibatkan

kerugian pada salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak, maka diharapkan

dalam pelaksanaannya dapat dihindari sehingga manfaat hukum secara langsung

dapat dirasakan oleh masyarakat dan terciptalah kondisi yang kondusif dan tertib

hukum. Untuk itu, ada teori yang perlu dikembangkan dalam penelitian ini yaitu teori

16

M. Solly Lubis dalam Muhamamd Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal.36

17

(29)

Wewenang atau Tugas atau lebih dikenal kepada Van Bevogheid Theorie. Teori tugas

dikembangkan oleh Philipus M. Hadjon. Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa “wewenang” (bevogheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).

Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.”

Kalimat ini berarti bahwa setiap orang yang diberikan wewenang pasti juga

akan mempunyai kekuasaan dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan

wewenang yang diperolehnya tersebut. Maka tugas dan wewenang adalah dua sikap

yang saling berkaitan dan bahkan dapat disamakan.

Sementara Ferrazi mengatakan bahwa wewenang adalah sebagai hak untuk

menjalankan suatu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi

dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atas suatu

urusan tertentu.18

Apabila diteliti lebih jauh mengenai kedua pengertian tentang tugas dan

wewenang diatas, maka akan diperoleh paling tidak tiga unsur. Adapun ketiga unsur

tersebut adalah:

a) Pengaruh

Pengaruh dapat diartikan sebagai penggunaan wewenang dimaksudkan

untuk mengendalikan subyek hukum.

18

(30)

b) Dasar hukum

Dasar hukum disini maksudnya adalah bahwa setiap wewenang yang

diberikan harus mempunyai dasar hukum pelaksanaannya.

c) Konformitas Hukum

Maksudnya adalah adanya standar wewenang yng diberikan baik untuk

keseluruhan wewenang maupun untuk wewenang yang khusus.

Selain uraian diatas, wewenang juga dibagi kedalam dua bagian besar yaitu

wewenang atribusi dan wewenang pelimpahan. Defenisi singkat mengenai wewenang

atribusi adalah wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu

sehingga wewenang tersebut melekat kepada seseorang karena jabatan yang diberikan

kepadanya, sedangkan wewenang pelimpahan adalah wewenang yang bersumber dari

pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Untuk memperoleh gambaran jelas, notaris memperoleh wewenang secara

atribusi bukan delegasi karena menurut Ralph C. Davis : Pendelegasian wewenang

hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang berfungsi

melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggung jawaban19. Dengan

demikian jabatan notaris begitu melekat kepada seseorang, maka seluruh hak dan

19

(31)

kewajiban yang menjadi tugas dan wewenang orang tersebut akan melekat didalam

melaksanakan profesi notarisnya sehari-hari.

Dalam pelaksanaannya, setiap notaris bebas menjalankan kehendak sendiri

namun tidak berarti tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik

yang berlaku. Jadi kebebasan wewenang untuk melaksanakan tugas itu sendiri ada

batasannya, baik secara tempat maupun dari substansi tugas itu sendiri.

Dalam dunia perbankan, Notaris melaksanakan tugasnya selaku notaris dalam

jabatannya dan memperlakukan kedua belah pihak sebagai para pihak yang

membutuhkan jasanya dengan tidak memanfaatkan celah yang ada untuk

menghasilkan keuntungan yang tidak baik bagi diri notaris itu sendiri.

Tugas notaris yang melekat pada jabatan notaris mempunyai pelaksanaan hak

dan kewajiban yang harus dilaksanakan dimanapun notaris berada. Didalam wilayah

perbankan, notaris harus mampu dan bisa menelaah berbagai kebutuhan hukum yang

ada dalam ruang lingkup perbankan tersebut. Para pihak juga perlu diberikan saran

dan pesan yang baik dan benar sebelum menghasilkan sebuah peristiwa hukum yang

nantinya akan dipatuhi kedua belah pihak. Apabila para pihak dan notaris tidak

melaksanakan tata cara da prosedur yang sudah ditetapkan oleh peraturan

perundang-undangan dan kode etik notaris, maka pasti akan menghasilkan akibat hukum yang

negatif atau yang tidak baik kepada kedua belah pihak, bahkan tidak menutup

(32)

Untuk itu dibutuhkan notaris yang memang mau menjalankan seluruh tugas

yang ada padanya secara baik dan benar agar tercipta suasana hukum yang baik

kepada keseluruh pihak.

Selain itu, masyarakat juga harus dianggap sudah mampu menilai terhadap

pemberian tugas tersebut dimanfaatkan tidak pada tempatnya atau sudah sebagaimana

mestinya. Apabila sudah diketahui, maka akan tercapailah kepastian hukum dimana

kedua belah pihak akan merasakan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai efek dari

perjanjian yang mereka laksanakan dihadapan notaris telah sesuai dengan keinginan

masing-masing pihak dan juga notaris dapat merasakan manfaat dari wewenang yang

telah ia laksanakan telah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh undang-undang.

Berdasarkan teori yang telah disebutkan diatas maka dapat dijadikan sebuah

kerangka dalam pemikiran untuk pembahasan ini sehingga dapat melihat secara

sebenarnya apakah tugas dan wewenang notaris itu baik menurut hukum positif

dalam hal ini menurut peraturan perundang-undangan tentang etika jabatan notaris

maupun adalam kode etik notaris serta dalam tugas dan wewenang yang tidak

tercantum yang merupakan penjabaran yang lebih luas lagi terhadap jenis-jenis tugas

notaris tersebut. Setelah diperoleh apa saja tugas tersebut, maka dapat diperoleh tugas

yang mempunyai potensi untuk menghasilkan akibat hukum yang tidak baik dengan

memakai beberapa indikator yang telah ditentukan untuk kemudian dilakukan

pencegahan. Pencegahan disini dapat dilakukan dengan cara menghindari akibat

(33)

mempunyai solusi yang tepat guna menghadapi tugas yang sudah memasuki sebuah

kesalahan tersebut.

2. Kerangka Konsepsi

Dari landasan kerangka teori hukum tersebut, maka diperoleh konsepsi yang

dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisa pelaksanaan

tugas notaris dilapangan dengan menghubungkannya kepada peraturan

perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris.

F. Metode Penelitian

Penulisan penelitian ini mempunyai metode penelitian yang umumnya dipakai

oleh mahasiswa yaitu dengan metode penelitian sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan mengkategorikan sebagai suatu

penelitian yang bersifat yuridis normatif. Maksud dari yuridis adalah penelitian

merupakan pengungkapan dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, demikian juga

hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek

penelitian.20

20

(34)

Untuk penelitian ini, akan dilakukan dengan menguraikan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dengan menganalisa data-data yang ada secara

komprehensif, yang merupakan data-data sekunder dari berbagai kepustakaan dan

literatur baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan maupun informasi

dari media massa yang dapat dijamin validitasnya. Sementara itu, pendekatan

penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang mengacu

kepada peraturan perundang-undangan dan dianalisis dengan doktrin dari para sarjana

hukum. Dalam hal ini penelitian dilakukan untuk menemukan hukum in-konkrito dan

juga penelitian terhadap sinkornisasi vertikal dan horizontal.21

Penelitian dengan menggundakan metode yuridis normatif ini diambil dengan

mempertimbangkan bahwa pendekatan ini dipandang cukup bisa untuk diaplikasikan

dalam topik ini, karena metode penelitian ini akan diperoleh data dan informasi

secara menyeluruh yang bersifat normatif, baik dari bahan hukum primer, sekunder

maupun tersier. Data atau informasi yang didapatkan akan diambil perbandingannya

dengan menggunakan peraturan perundang-undangannya yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas dan wewenang notaris itu sendiri dalam pelaksanaan sehari-hari

sehingga diketahui apakah tugas dan wewenang notaris tersebut dalam proses

sebelum pelaksanaan perjanjian kredit sudah benar atau tidak.

21

(35)

2. Sumber Data

Dalam hal pembuatan penelitian ini mempunyai beberapa sumber data.

Adapun sumber data yang dipergunakan adalah sumber data sekunder, dan sumber

data tersier atau sumber data pendukung.

Sumber data sekunder yang akan digunakan sebagai olahan data ada

menggunakan beberapa bahan yang meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer ini sendiri adalah bahan – bahan utama yang akan

menjadi dasar untuk membuat penelitian ini. Melalui bahan hukum primer

inilah nantinya akan diolah data-data yang akan dimasukkan menjadi

susbtansi – substansi penelitian. Adapun bahan – bahan hukum primer

yang akan digunakan adalah segenap peraturan perundang-undangan yang

ada, antara lain:

1). Kitab Undang-Undang hukum Perdata;

2). Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan

Notaris;

3). Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang-

Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris;

4). Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan;

(36)

Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan;

6). Peraturan – Peraturan lainnya yang mendukung;

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder ini adalah bahan hukum pendukung bahan

hukum primer yang telah disebutkan diatas yang diperoleh dari berbagai

sumber yang berupa beberapa bahan diantaranya:

1). Hasil Penelitian baik yang dilakukan langsung maupun secara tidak

langsung;

2). Berbagai informasi yang diperoleh dari seminar, jurnal hukum,

majalah, koran, karya tulis ilmiah;

3). Pendapat dari pakar – pakar hukum;

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier ini merupakan bahan tambahan yang juga merupakan

pelengkap terhadap data-data yang akan dirangkum dalam mengisi

penelitian ini sehingga menjadi karya ilmiah yang nantinya tersusun

secara terangkai dan berurutan. Adapun bahan hukum tersier yang akan

digunakan adalah data-data yang berupa:

1). Kamus Besar Bahasa Indonesia;

(37)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penulisan

penelitian ini dilakukan dengan cara, yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dalam teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan atau yang disebut “Library Research” ini, akan dipelajari, diinventarisi, dikumpulkan,

dan diolah data-data yang berupa peraturan – peraturan

perundang-undangan, informasi - informasi, karya tulis ilmiah, pendapat para ahli

sarjana hukum, media – media cetak dan media elektronik, dan sumber –

sumber tertulis lain yang ada guna mendukung penulisan penelitian ini

sampai dengan selesai.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam penelitian ini maka

dipakailah alat pengumpul data sebagai berikut:

Studi Dokumen, dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang relevan

dengan masalah yang diteliti.

5. Analisis Data.

Analisis data ialah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat

(38)

Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat yuridis normatif, maka setelah

diperoleh data sekunder, dilakukanlah pengelompokan data yang sama sesuai

dengan kategori yang ditemukan. Penelusuran data dalam penelitian ini

diambil dari sejarah perkembangan profesi notaris, tugas dan penyelewengan

yang dilakukan notaris tersbeut, termasuk mengenai data lapangan yang

merupakan kenyataan dan peaksanaannya dilapangan, kemudian diuji dan

dianalisis dengan teori hukum yang ada serta peraturan perundang-undangan

yang berlaku, sehingga diperoleh suatu informasi yang jelas dan akurat yang

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penilaian Prestasi Kerja Karyawan Terhadap Promosi Jabatan Pada Yayasan Nurul Hayat Cabang Bojonegoro.. Skripsi Prodi Manajemen Dakwah, Jurusan Dakwah,

[r]

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Putu Anastasya Nurfitri Matahari 2014

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual (4,259)a. Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba

Ajaran kejawen di dalam Persaudaraan Setia Hati Terate yang diperoleh.. oleh peneliti terkait dengan hasil wawancara baik dari para

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas bakteriologis air sumur gali (adanya bakteri MPN c oliformm dan E. coli ) yang dikonsumsi masyarakat Desa

a) Suatu keterangan bahwa Hadis yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya, penyusun Hadis

Keanekaragaman musuh alami predator di kategorikan sedang, hal ini diduga karena kurangnya mangsa dipertanaman jagung Bima 20-URI, Sedangkan keanekaragaman parasitoid