BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profesi hukum di Negara Republik Indonesia semakin diminati oleh berbagai
kalangan. Apalagi oleh kalangan ademisi yaitu mahasiswa Fakultas Hukum. Mulai
dari pengacara, advokat, jaksa, hakim, konsultan hukum dan juga polisi. Bahkan ada
profesi hukum yang mulai dilirik untuk kemudian dijadikan profesi yang menjanjikan
oleh mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai universitas. Profesi itu adalah Notaris.
Notaris dalam pengertian sehari-hari yang diketahui secara umum orang atau
seseorang yang merupakan pejabat dan dapat mengurus surat-surat berharga seperti:
sertifikat tanah, warisan, pendirian perseroan, pendirian yayasan, dan surat- surat lain
yang sejenis itu. Namun, pengertian notaris yang sebenarnya yang didefenisikan di
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang notaris yaitu
Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2
tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 namun tetap mempunyai defenisi yang sama pada beberapa pasalnya yaitu pada Pasal 1 nya berbunyi “notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan tugas lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tugas memiliki arti sebagai hak dan
kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggungjawab
kepada orang lain, sementara Indroharto menjelaskan, wewenang dalam arti yuridis
adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.
1
Selain wewenang, notaris juga mempunyai tugas-tugas yang juga ditentukan
oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014. Menurut pengertian umum, tugas adalah
kewajiban atau suatu pekerjaan yang harus dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya.
Dapat diartikan bahwa tugas adalah suatu pekerjaan yang wajib dikerjakan atau
yangg ditentukan untuk dilakukan karena pekerjaan tersebut telah menjadi tanggung
jawab dirinya. Sejauh ini tugas hanya diartikan menjadi sesuatu yang sudah
sewajibnya dan harus dilakukan bagi seorang individu dalam suatu pekerjaannya.
Pada akhirnya perlu diingat bahwa tugas dan wewenang memang memiliki
persamaan yang sangat mendasar tetapi tetap dalam suatu hubungan sehingga antara
tugas dan wewenang harus dilaksanakan bersamaan. Dengan kata lain penyertaan
tugas juga berhubungan dengan wewenang.
Sesuai dengan kesimpulan dari defenisi yang tertera diatas, bahwa notaris
adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Maka, dalam hal ini,
akta otentik yang dibuat oleh notaris adalah akta sah yang dapat dipercaya2 serta
1 Indroharto,Usaha Memahami Undang-Undang tentang PeradilanTata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, hal.68
2
berkekuatan hukum tetap dimana apabila akta yang dibuat ada bermasalah, maka
hukum nasional akan berlaku terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh akta ini.
Akta otentik ini sendiri menurut pasal 1868 Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata harus mempunyai tiga unsur yaitu sebagai berikut:3
1. Bahwa akta tersebut dibuat dan diresmikan (verleden) dalam bentuk menurut
hukum; menurut ketentuan yang dimaksud disini adalah bahwa bentuk suatu
akta ditentukan menurut hukum mengacu atau mengarah kepada bentuk yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan Peraturan Jabatan Notaris yang
baru yaitu UU Nomor 2 tahun 2014 yang merupakan Perubahan Atas
undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum; pengertian ini
dimaksudkan bahawa yang dimaksud dengan suatu akta yang otentik adalah
bahwa suatu akta harus dibuat dengan melibatkan pejabat umum yang
berwenang untuk itu, baik dibuat secara langsung oleh pejaat umum itu
maupun dibuat secara tidak langsung atau dihadapan pejabat umum itu, seperti
contoh berita acara sebuah rapat umum pemegang saham dalam suatu
perusahaan.
3. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk
membuatnya ditempat akta tersebut dibuat, jadi akta itu harus dibuat ditempat
wewenang pejabat tersebut membuatnya; uraian singkatnya adalah bahwa akta
3
tersebut tidak dibuat ditempat salah satu pihak atau ditempat yang tidak layak,
kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini dimaksudkan agar terjaganya
otentisitas dan kerahasiaan suatu akta.
Pendapat yang sama juga mengenai syarat otentik suatu akta juga dikemukakan
oleh Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta otentik yaitu:4
1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya baku),
2. Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum.
Otentik atau tidaknya suatu akta tidaklah cukup apabila akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat (notaris) saja. Namun, cara membuat akta otentik haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. Suatu akta yang dibuat oleh pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa ada kemampuann untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan hukum sebagai akta dibawah
tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan 5
Selain membuat akta sebagaimana yang telah disebutkan diatas, Notaris juga
mempunyai tugas yang lain sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 15 ayat (2)
Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaitu:
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
4
Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post, 31 Januari 2001, hal. 3, dikutip dari Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2011, hal. 126.
5
2. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. Membuat akta yang bekaitan dengan pertanahan; atau;
7. Membuat akta risalah lelang;
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang tertera dalam
Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah
dengan Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris juga mempunyai
tugas dan wewenang yang dapat dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
15 ayat (3) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi: “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai tugas lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tugas ini
diatur dalam suatu produk undang-undang yang lain.”
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana yang dimaksud diatas, seorang notaris
wajib mengikuti tata cara dan prosedur pelaksanaan tugas yang dimaksud.
Pelaksanaan tugas notaris itu tidak semuanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
yang baru melainkan ada pula diatur mengenai tata cara dan prosedurnya dalam Kode
Etik Ikatan Notaris Indonesia.
Dalam prakteknya sehari-hari, salah satu tata cara dan prosedur yang harus
dan wajib dilakukan oleh seorang notaris dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya adalah apabila seorang notaris melakukan kerjasama dengan sebuah
instansi baik instansi formal ataupun instansi non formal. Disini akan dibahas dan
diberikan batas pembahasan kepada instansi formal dan instansi formal tersebut
adalah bank.
Menurut Kuncoro definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang.6 Karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya
sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada
masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham),
pemerintah, Bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam
negeri. Sedangkan menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
6
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan
bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu usaha pokok
bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti
tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk
lainnya, bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary), maksudnya
adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus
unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank memiliki fungsi
sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of Development) Sebagai badan usaha, bank
tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut
bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial.
Adapun yang menjadi fungsi dari sebuah Bank umum,yaitu :7
1. Penciptaan uang
7
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran
lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kliring dari bahasa Inggris clearing
sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu
aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi
hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut8. Kemampuan bank umum
menciptakan uang giral menyebabkan posisi dan fungsinya dalam pelaksanaan
kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang
yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan
uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung
kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa
yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme
pembayaran.
Beberapa jasa yang dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan
setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas
pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem
pembayaran elektronik.
8
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di
Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan
dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil
dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya
melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar
transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal.
Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu
muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter
masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional
akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya
bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional
dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal
berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak
yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit
box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank
memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat
berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak
dan luas. Saat ini sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon
seluler, mengirim uang melalui anjungan tunai mandiri, membayar gaji pegawai
dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Berdasarkan pengertian umum dan pelaksanaan fungsinya, bank
membutuhkan profesi notaris dalam pelaksanaan sebagian besar dari tugas-tugasnya.
Disini timbul sebuah tindakan hukum berupa adanya permintaan dan penerimaan
notaris sebagai rekan guna tercapainya kepastian hukum dalam dunia perbankan
tersebut dan notaris menerima tugas dan wewenang dari perbankan guna membuat
kepastian hukum tersebut. Notaris akan menjadi salah satu pertahanan bank di bidang
hukum karena notaris akan turut berperan dalam mengawasi dan juga membuat
peristiwa hukum dalam transaksi lalu lintas uang seperti yang telah diuraikan
Didalam dunia perbankan, Notaris mempunyai tugas yang juga wewenang
untuk membuat tindakan hukum yang pada umumnya bersifat administratif. Dalam
tindakan itu sendiri Notaris dapat membuat berbagai macam kontrak atau perjanjian
mengenai kredit atau pinjam meminjam, jual beli, sewa menyewa, risalah lelang dan
kontrak-kontrak yang dibutuhkan oleh para pihak. Tentunya Notaris juga harus tetap
menaati standar pembuatan perjanjian sesuai Undang-Undang.
Dalam pelaksanaan tugas Notaris tersebut diatas, Notaris dituntut harus dapat
membuat keseimbangan antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang
mempunyai kepentingan didalamnya karena nantinya perjanjian itu adalah peraturan
yang akan ditaati oleh para pihak sendiri. Ketika pada saat pemberian fasilitas berupa
saran mengenai apa isi dari suatu perjanjian yang diinginkan para pihak dan saran
Notaris tersebut diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, harus
diingat meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan
permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan
perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.9
Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, Notaris akan diminta oleh bank untuk
bekerja bersama. Kerja sama ini dimulai dari adanya penawaran jasa oleh notaris
secara tertulis yang mana didalam penawaran itu ada yang menjelaskan hak dan
kewajiban notaris.
Agar terciptanya hak dan kewajiban yang sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Proses rekanan ini sendiri mempunyai kecenderungan tidak sesuai dengan
9
tata cara dan prosedur pelaksanaan tugas dan wewenang notaris seperti yang
diamanatkan oleh undang-undang. Pada beberapa bank yang meminta proses rekanan
tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan seluruhnya dari bank itu
sendiri yang mana hal ini tentu akan membuat notaris tidak bisa bersikap netral sesuai
dengan Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 Ayat (1) butir (a) yang berbunyi “ bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”.
Hal itu terjadi dalam proses penerimaan rekanan antara notaris dan perbankan.
Apabila notaris sudah menjadi rekanan dengan pihak perbankan, ada ditemukan
hal-hal yang tidak sesuai dan yang sangat tidak boleh dilakukan oleh notaris. Namun
dengan begitu, dalam pekerjaannya, harus digunakan asas praduga tidak bersalah
yang membuktikan tidak selamanya notaris yang mau melakukan penyelewangan
wewenang tersebut, tetapi karena adanya permintaan dari para pihak yang membuat
notaris tidak bisa bertindak dan hal ini sangat tidak dianjurkan.
Setelah Notaris menjadi rekanan, maka hal-hal yang harus dilakukan oleh
seorang Notaris adalah melakukan pemeriksaan berkas yang akan dilaksanakan
perjanjian kreditnya atau kontrak-kontrak lainnya. Dalam pelaksanaan secara yuridis,
maka notaris dituntut untuk bisa memeriksa berkas seteliti mungkin agar dapat
meminimalisir celah hukum yang timbul dikemudian hari.
Banyak yang terjadi dalam pelaksanaan tersebut yang tidak sesuai yaitu apabila
berkas apakah itu kekurangan berkas dalam hal identitas para pihak, atau jaminan
debitur yang sedang dalam proses di instansi lain sehingga pada saat itu tidak bisa
dilihat aslinya oleh notaris.
Hal diatas yang dapat dijadikan salah satu contoh konkrit yang harus dilakukan
oleh notaris yang dapat menghindarkannya dari situasi yang dapat berakibat hukum
yang tidak baik kepada dirinya sendiri dalam posisi jabatannya.
Apabila kemudian para pihak memaksakan kehendaknya untuk melaksanakan
perjanjian kredit itu pada hari itu juga, maka yang terjadi adalah ketimpangan dalam
hal keamanan jaminan dimana hal ini akan membuat pihak perbankan dalam posisi
yang tidak aman karena jaminan tersebut tidak bisa dikuasai oleh bank untuk
dijadikan jaminan. Maka Notaris setelah memberi saran hukum dan tetap para pihak
memaksakan kehendaknya, Notaris akan mengikatnya dengan tentunya akan terjadi
beberapa perbuatan hukum yang tidak sesuai dengan kejadian hukum yang
sebenarnya.
Maka akta hasil dari perbuatan hukum yang tidak sempurna bisa dikategorikan
akta atau perjanjian dibawah tangan saja yang mana dalam Pasal 1874 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang
ditandatangani sebagai tulisan dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah
tangga dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.
pembuktian kedua akta ini jelas berbeda, dimana akta otentik mempunyai tiga macam
pembuktian seperti yang diutarakan Retnowulan Dan Oeripkartawinata, yaitu:10
1. Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara para pihak bahwa
mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
2. Kekuatan pembuktian materiil. Membuktikan antara para pihak, bahwa
benar-benar peristiwa tersebut dala akta itu telah terjadi.
3. Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga,
bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah datang
menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis
dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka
disebutkan bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar.
Sedangkan akta atau perjanjian dibawah tangan kekuatan pembuktiannya
sudah jelas akan sangat tergantung kepada kebenaran ata pengakuan atau
penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-masing tanda-tangannya.
Apabila suatu tanda tangannya diakui oleh para pihak maka kekuatan pembuktiannya
hampir sama dengan akta otentik.
Dalam hal terdapat tugas dan kewajiban notaris yang mengharuskan notaris
melihat kembali mekanisme atau prosedur penandatanganan perjanjian tersebut,
Notaris harus dapat memahami proses pelaksanaan penandatanganan akta perjanjian
kredit itu, dan hal itu juga harus dilihat dari seluruh aspek baik itu hak dan kewajiban
10
debitur, perbankan, para saksi dan notaris itu sendiri. Maka otentisitas akta tersebut
sudah juga melanggar syarat-syarat mutlak dalam pembuatan sebuah perjanjian
apabila sebenarnya dalam hal sebelum penandatanganan akta tersebut tidak dilakukan
sesuai dengan prosedur hukum yang seharusnya seperti yang telah ditetapkan seperti
tercantum di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, dimana pengertian dari sepakat
mereka mengikatkan dirinya adalah bahwa kedua subyek yang mengadakan
perjanjian itu harus bersepakat, setuju satu sama lainnya mengenai hal-hal apa
saja yang dibuat di dalam perjanjian itu dan juga hal tersebut berlaku secara
timbal balik dengan pihak lainnya11;
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, mempunyai pengertian bahwa
setiap individu yang ingin membuat perjanjian secara hukum harus sudah
dewasa, sehat pikirannya. Sementara orang yang dinilai belum cakap menurut
Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:
a. Orang-orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
c. Orang perempuan yang dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-
Undang, dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu;
3. suatu hal tertentu, maksudnya adalah bahwa apa yang akan diperjanjikan
kemudian haruslah sudah jelas sebelumnya, jangan apa yang diperjanjikan
11
tidak menjadi jelas atau bersifat sumir, misalnya barang dari yang
diperjanjikan jelas jenis, merek, fungsinya, dan identitas pendukung lainnya;
4. suatu sebab yang halal, maksudnya adalah bahwa sudah jelas isi dari perjanjian
itu sendiri harus mempunyai kausa yang halal. Semisalnya saja seseorang
membuat perjanjian untuk membunuh seseorang, meskipun perjanjian atau
kerjasama itu dibuat dengan menggunakan segala kelengkapan dan persyaratan
yang dibutukan untuk membuat sahnya sebuah perjanjian, tetap saja hal itu
tidak bisa dilakukan dan diakui secara sah karena hal itu sudah
Undang-Undang dan tidak halal, hal ini dikarenakan ada syarat subjektif yaitu syarat
yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang
terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan
hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu
sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para
pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.12
Apabila ada salah satu unsur diatas yang tidak dapat dipenuhi, maka
akta itu akan disebut akta yang cacat secara hukum, mengenai akta itu batal
atau tidaknya akan dibuktikan lebih lanjut kemudian karena tidak serta merta
apabila suatu akta atau perjanjian yang cacat hukum akan otomatis batal. Pada
hakikatnya kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut
12
harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang
tertulis dalam akta tersebut.13 Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan Pasal 84 UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak
mengatur dengan tegas mengenai akta notaris dapat dijadikan pembuktian
dibawah tangan atau batal demi hukum. Batasan yang tidak jelas tersebut
memiliki pengertian dan akibat hukum yang alternatif, dimana untuk batalnya
suatu akta menjadi batal demi hukum ata menjadi akta dibawah tangan
mempunyai kriteria sebagai berikut:14
1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika
Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan.
2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal bersangkutan sebagai akta
yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan,
maka pasal lainnya yang dikategorikan Pasal 84 Undang-Undang Jabatan
Notaris, termasuk akta yang batal demi hukum.
13
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 121.
14
Sehingga akibat dari batalnya akta tersebut menurut Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pasal 84 ayat (1) setidaknya mempunyai tiga
sanksi, yaitu:
1. Batal demi hukum;
2. Dapat Dibatalkan;
3. Sebagai pembuktian dibawah tangan;
Penjelasan yang dapat disimpulkan mengenai ketiga butir diatas adalah sebagai
berikut:
1. Batal demi hukum, akibatnya adalah seluruh perbuatan hukum yang dilakukan
tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau
berdaya surut, dalam praktiknya menjadi batal demi hukum dengan
didasarkan terlebih dahulu kepada putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap;
2. Dapat dibatalkan, yaitu perbuatan hukum yang tidak memiliki akibat hukum
sejak terjadinya pembatalan yang pembatalan atau pengesahan perbuatan
hukum tersebut tergantung kepada pihak ketiga, yang menyebabkan perbuatan
hukum tersebut dibatalkan. Akta yang dibatalkan ini masih tetap berlaku dan
mengikat selama putusan pengadilan belum tetap;
3. Akta tersebut dianggap tidak pernah ada karena tidak memenuhi unsur
essensial suatu akta, secara praktik sebenarnya tidak diperlukan putusan
putusan pengadilan dan hasilnya akan menjadi sama dengan akta yang batal
demi hukum.
Tetapi dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berlaku sebaliknya
dengan menghapus pasal tersebut, sehingga mengenai kebatalan dan pembatalan akta
ini menjadi semakin tidak jelas, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Mengenai kebatalan akta ini juga telah diatur walaupun tidak begitu lengkap
dalam pasal 1444 sampai pasal 1456 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak
dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut
harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan
atau ketertiban umum.15
Hal itu sedikit dari banyak perbuatan hukum notaris terkait dengan
pelaksanaan kepastian hukum dalam dunia perbankan sebelum melaksanakan
penandatanganan perjanjian kredit.
Kemudian timbul pertanyaan apakah beberapa hal tersebut diatas sebenarnya
diperbolehkan atau tidak tentu akan dibahas pada bab berikutnya bersamaan dengan
beberapa hal lain yang selama ini masih banyak terjadi dikalangan notaris.
15
Hal inilah yang membuat sesungguhnya profesi dari seorang notaris justru
diuji. Karena terkadang kesalahan atau ketidakjelasan dari sebuah peristiwa terkait
dengan profesi notaris ini tidak selalu dapat ditaksir dengan jelas oleh
undang-undang tentang etika dan profesi notaris, maka tidak sedikit dari notaris - notaris
terjebak dalam celah tersebut dengan mengambil suatu tugas dan wewenang notaris
dengan mengabaikan amanat undang-undang.
Dengan kejadian diatas, kemudian timbul suatu pertanyaan apakah sebenarnya
pelaksanaan tugas dalam profesi notaris bisa dikesampingkan oleh para pihak dalam
dunia perbankan sebelum pelaksanaan perjanjian kredit hanya demi kepentingan para
pihak. Apakah hal semacam ini ada atau tidak diatur dalam suatu produk undang -
undang, lantas apakah notaris ada memperoleh keuntungan atas kejadian tersebut
terkait tugas yang belum tentu diketahui apakah menjadi haknya untuk mengerjakan
tugas tersebut, bahkan bila seorang klien dengan itikad tidak baik menjanjikan
sejumlah imbalan yang sangat menggiurkan.
Untuk seluruh hal diatas nantinya akan dibahas di dalam Bab II tentang
pembahasan mengenai pelaksanaan peraturan hukum mengenai notaris secara
mendalam dan dengan bahasa yang dapat dimengerti.
Tentunya juga seperti yang telah tertulis di dalam Pasal 1337 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa segala hal yang diperjanjikan itu
tidak boleh melanggar ketentuan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku
termasuk juga apabila perjanjian tersebut tidak boleh melanggar kesusilaan dan
Notaris diharapkan mampu dan cermat melihat keadaan, apabila dalam sebuah
peristiwa hukum notaris berhak menerima keuntungan atas tugasnya, maka di lain sisi
notaris diharapkan juga mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan,
karena notaris justru menjadi pertahanan terakhir dari pihak yang membutuhkan jasa
dan sarannya dalam bidang hukum keperdataan agar seluruh klien atau orang yang
ingin mencari kebenaran terhadap suatu perjanjian dapat memperolehnya di notaris
karena perbuatan yang terkait profesi notaris ini menghasilkan sebuah peristiwa
hukum yang berlaku bagi para pihak. Peristiwa hukum ini tentu saja dibuat dengan
sadar dan akan ditaati para pihak.
Peristiwa hukum yang terjadi dalam profesi notaris ini ada menghasilkan dua
peristiwa hukum apabila dilaksankan yaitu peristiwa hukum yang menghasikan
produk hukum yang sempurna dan dapat dieksekusi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan yang lain adalah peristiwa hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku sehingga tidak dapat dieksekusi sebagaimana yang diharapkan.
Didalam penelitian ini akan dibahas bagaimana proses pelaksanaan peristiwa
hukum sehingga mengakibatkan peristiwa hukum yang dihasilkan oleh para pihak
yang mengakibatkan notaris juga terikut kepada peristiwa hukum yang tidak
sempurna. Hal ini dirasa penting mengingat setiap peristiwa hukum di dalam dunia
perbankan tanpa dirasakan secara langsung menghasilkan kontribusi besar kepada
struktur perekonomian nasional. Tentu bila yang dihasilkan peristiwa hukum yang
pada dasarnya sudah tidak baik maka akan mengganggu stabilitas perkonomian
Salah satu lagi yang dapat dijadikan contoh dalam dunia perbankan sehari-hari
adalah apabila terjadi kredit macet dalam sebuah bank yang nilai hutangnya mencapai
miliaran rupiah. Debitur mempunyai jaminan yang sebenarnya bisa menutupi
hutangnya tersebut. Tetapi karena peristiwa hukum yang terjadi yaitu
penandatanganan akta perjanjian kredit yang tidak mengikutsertakan pasangan
debitur sehingga mengakibatkan perjanjian tersebut cacat. Peristiwa hukum tersebut
adalah peristiwa hukum negatif yang dihasilkan antara debitur dengan bank melalui
notaris yang mana notaris seharusnya sudah lebih dulu menyadari hal ini. Tentu ini
akan merugikan salah satu pihak sehingga membuat bank tidak bisa menarik seluruh
jaminan-jaminan yang diserahkan debitur.
Selain itu juga nantinya di dalam penelitian ini akan dibahas sejauh mana
ketelitian notaris dalam membuat akta-akta, menjadi konsultan hukum bagi mereka
yang membutuhkannya dan juga bagi mreka yang mau menjadi rekanan notaris
tersebut baik individu maupun korporasi.
Maka, dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan tadi di bagian awal
dari Bab I ini, maka perlu diadakan pengembangan lebih jauh mengapa notaris
melakukan hal-hal tersebut diatas, apa yang menjadi hambatannya serta bagaimana
penyelesaiannya.
B. Rumusan Permasalahan
Adapun yang menjadi rumusan permasalahan yang telah disiapkan untuk
1. Bagaimana pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan notaris sebelum
melaksanakan perjanjian kredit di perbankan?
2. Bagaimana pengaturan hukum terhadap tugas-tugas yang dilakukan oleh
notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit tersebut?
3. Bagaiamana pertanggungjawaban seorang notaris kepada para pihak apabila
dalam proses penandantanganan perjanjian kredit tidak dapat dilaksanakan
sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan Nomor 2 tahun 2014 tentang
Perubahan atas Peraturan Perundang-Undangan Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang didasarkan kepada rumusan permasalahan
diatas yaitu:
a) Agar dapat diketahui tugas yang bagaimana yang dilakukan oleh notaris
sebelum dilaksanakan perjanjian kredit antara perbankan dan debitur.
b) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengaturan tentang tugas yang
dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit antara
perbankan dan debitur-debiturnya.
c) Untuk mengetahui pertanggungjawaban notaris apabila dalam pelaksanaan
penandantanganan perjanjian kredit tidak sesuai sesuai dengan peraturan
Peraturan Perundang-Undangan Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris
2. Manfaat Penelitian
Sangat diharapkan manfaat positif dari hasil penelitian ini dimana ada 2
manfaaat penelitian yang bisa dikaji, yaitu sebagai berikut.
a) Secara teoritis
Bahwa dengan adanya penulisan terhadap notaris melalui penelitian ini
diharapkan dapat menyumbangkan suatu pengetahuan baru maupun tambahan
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
Dalam kaitannya dengan ilmu hukum, agar penulisan penelitian ini dapat
menjadi salah satu aspek yang layak untuk dikaji dari segi yuridis dimana sangat
penting mengetahui sebenarnya tugas dan wewenang Notaris sehingga masyarakat
juga mengetahui apakah notaris melaksanakan wewenangnya di dunia perbankan
dengan tepat atau tidak.
Tugas dan wewenang disini terutama sekali yaitu sesuai dengan apa yang
diamanatkan dalam peraturan Perundang-Undangan Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan
Kode Etik Notaris.
Apabila nantinya masyarakat ingin mengetahui apakah tugas seorang notaris
itu menyalahi aturan atau mengarah kepada hal tersebut, maka untuk menjamin
keamanan dan kenyamanan mereka ketika akan melakukan tindakan-tindakan hukum,
dengan apa yang telah diamanatkan kepadanya untuk kemudian dapat ditaati
bersama.
b) Secara praktis
Yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari kelak apabila ada dari
segenap pembaca yang ingin melakukan tindakan hukum baik dihadapan atau
dilakukan oleh Notaris, maka pembaca yang budiman sekalian dapat mengetahui
sampai sejauh mana hak dan kewajiban Notaris sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris
Tentunya semua ingin agar tercapainya kepastian hukum dalam tugas
seorang notaris sehingga terciptalah keharmonisan hukum ditengah-tengah
masyarakat.
D. Keaslian Penulisan
Penulis telah meneliti bahwa judul yang dipilih oleh penulis belum pernah
ditulis maupun diteliti untuk kemudian dijadikan penelitian berupa tesis dan disertasi
di Fakultas Hukum Sumatera Utara khsusunya di Program Pascasarjana dan
Magister Kenotariatan.
Ada beberapa penelitian yang dianggap mirip dengan judul yang ditulis oleh
penulis dengan penelitian yang telah ada dan dilakukan oleh Mahasiswa Program
1. Perbandingan Fungsi Pengawas Notaris Sebelum dan Sesudah Berlakunya
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004. Penelitiannya membahas tentang
Fungsi Pengawas Notaris sebeleum adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 maupun setelah undang-undang tersebut ada. Ditulis oleh Sri Endang
Erlitna, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2003.
Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:
a) Bagaimanakah pengawas melakukan pengawasan bagi Notaris dalam
pelaksanaan tugasnya sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?
b) Apakah manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya?
c) Bagaimana paradigm pengawasan sesudah berlakunya Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?
2. Pelanggaran Hukum Pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam membuat Akta
otentik. Penelitiannya membahas tentang pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris sehingga mengarah kepada pelanggaran yang sifatnya
pidana. Penulisnya adalah Maria Magdalena Barus, seorang Mahasiswi
Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2008.
Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:
a) Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris
b) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya pelanggaran hukum
yang dilakukan notaris dalam membuat akta otentik yang menimbulkan
tindak pidana?
c) Bagaimana upaya hukum dalam mengatasi perbuatan notaris yang
menimbulkan tindak pidana dalam membuat akta otentik?
3. Analisis hukum terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu
yang dibuat oleh Notaris. Penelitiannya membahas akta otentik yang
didalamnya mengandung keterangan palsu. Ditulis oleh Yusnani, Mahasiswi
Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2005.
Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:
a) Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta notaris yang
mengandung keterangan palsu?
b) Bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan
keterangan palsu dalam akta otentik?
c) Bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung
keterangan palsu?
Dari beberapa judul yang ada diatas, diyakini dan dipastikan bahwa uraian
dari penulisan karya ilmiah ini jauh berbeda, dengan demikian bahwa penelitian ini
benar-benar asli dan bukan hasil jiplakan dari penelitian atau penulisan karya ilmiah
E. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Landasan atau kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori-teori, penelitian mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem)
yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui
ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir
dalam penulisan16
Menurut Sugiyono, fungsi dari kerangka teori selaras dengan apa yang
digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan
tentang variabel yang akan diteliti, setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban
sementara terhadap masalah yang diajukan.17
Karena penulisan dari penelitian ini membahas tentang tinjauan yuridis atas
tugas yang dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit di perbankan
agar sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan
sehingga tercipta suatu keadaaan dimana tugas seorang notaris tidak berakibat kepada
produk atau peristiwa hukum yang tidak baik atau negatif sehingga mengakibatkan
kerugian pada salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak, maka diharapkan
dalam pelaksanaannya dapat dihindari sehingga manfaat hukum secara langsung
dapat dirasakan oleh masyarakat dan terciptalah kondisi yang kondusif dan tertib
hukum. Untuk itu, ada teori yang perlu dikembangkan dalam penelitian ini yaitu teori
16
M. Solly Lubis dalam Muhamamd Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal.36
17
Wewenang atau Tugas atau lebih dikenal kepada Van Bevogheid Theorie. Teori tugas
dikembangkan oleh Philipus M. Hadjon. Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa “wewenang” (bevogheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).
Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.”
Kalimat ini berarti bahwa setiap orang yang diberikan wewenang pasti juga
akan mempunyai kekuasaan dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan
wewenang yang diperolehnya tersebut. Maka tugas dan wewenang adalah dua sikap
yang saling berkaitan dan bahkan dapat disamakan.
Sementara Ferrazi mengatakan bahwa wewenang adalah sebagai hak untuk
menjalankan suatu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi
dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atas suatu
urusan tertentu.18
Apabila diteliti lebih jauh mengenai kedua pengertian tentang tugas dan
wewenang diatas, maka akan diperoleh paling tidak tiga unsur. Adapun ketiga unsur
tersebut adalah:
a) Pengaruh
Pengaruh dapat diartikan sebagai penggunaan wewenang dimaksudkan
untuk mengendalikan subyek hukum.
18
b) Dasar hukum
Dasar hukum disini maksudnya adalah bahwa setiap wewenang yang
diberikan harus mempunyai dasar hukum pelaksanaannya.
c) Konformitas Hukum
Maksudnya adalah adanya standar wewenang yng diberikan baik untuk
keseluruhan wewenang maupun untuk wewenang yang khusus.
Selain uraian diatas, wewenang juga dibagi kedalam dua bagian besar yaitu
wewenang atribusi dan wewenang pelimpahan. Defenisi singkat mengenai wewenang
atribusi adalah wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu
sehingga wewenang tersebut melekat kepada seseorang karena jabatan yang diberikan
kepadanya, sedangkan wewenang pelimpahan adalah wewenang yang bersumber dari
pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Untuk memperoleh gambaran jelas, notaris memperoleh wewenang secara
atribusi bukan delegasi karena menurut Ralph C. Davis : Pendelegasian wewenang
hanyalah tahapan dari suatu proses ketika penyerahan wewenang berfungsi
melepaskan kedudukan dengan melaksanakan pertanggung jawaban19. Dengan
demikian jabatan notaris begitu melekat kepada seseorang, maka seluruh hak dan
19
kewajiban yang menjadi tugas dan wewenang orang tersebut akan melekat didalam
melaksanakan profesi notarisnya sehari-hari.
Dalam pelaksanaannya, setiap notaris bebas menjalankan kehendak sendiri
namun tidak berarti tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik
yang berlaku. Jadi kebebasan wewenang untuk melaksanakan tugas itu sendiri ada
batasannya, baik secara tempat maupun dari substansi tugas itu sendiri.
Dalam dunia perbankan, Notaris melaksanakan tugasnya selaku notaris dalam
jabatannya dan memperlakukan kedua belah pihak sebagai para pihak yang
membutuhkan jasanya dengan tidak memanfaatkan celah yang ada untuk
menghasilkan keuntungan yang tidak baik bagi diri notaris itu sendiri.
Tugas notaris yang melekat pada jabatan notaris mempunyai pelaksanaan hak
dan kewajiban yang harus dilaksanakan dimanapun notaris berada. Didalam wilayah
perbankan, notaris harus mampu dan bisa menelaah berbagai kebutuhan hukum yang
ada dalam ruang lingkup perbankan tersebut. Para pihak juga perlu diberikan saran
dan pesan yang baik dan benar sebelum menghasilkan sebuah peristiwa hukum yang
nantinya akan dipatuhi kedua belah pihak. Apabila para pihak dan notaris tidak
melaksanakan tata cara da prosedur yang sudah ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan dan kode etik notaris, maka pasti akan menghasilkan akibat hukum yang
negatif atau yang tidak baik kepada kedua belah pihak, bahkan tidak menutup
Untuk itu dibutuhkan notaris yang memang mau menjalankan seluruh tugas
yang ada padanya secara baik dan benar agar tercipta suasana hukum yang baik
kepada keseluruh pihak.
Selain itu, masyarakat juga harus dianggap sudah mampu menilai terhadap
pemberian tugas tersebut dimanfaatkan tidak pada tempatnya atau sudah sebagaimana
mestinya. Apabila sudah diketahui, maka akan tercapailah kepastian hukum dimana
kedua belah pihak akan merasakan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai efek dari
perjanjian yang mereka laksanakan dihadapan notaris telah sesuai dengan keinginan
masing-masing pihak dan juga notaris dapat merasakan manfaat dari wewenang yang
telah ia laksanakan telah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh undang-undang.
Berdasarkan teori yang telah disebutkan diatas maka dapat dijadikan sebuah
kerangka dalam pemikiran untuk pembahasan ini sehingga dapat melihat secara
sebenarnya apakah tugas dan wewenang notaris itu baik menurut hukum positif
dalam hal ini menurut peraturan perundang-undangan tentang etika jabatan notaris
maupun adalam kode etik notaris serta dalam tugas dan wewenang yang tidak
tercantum yang merupakan penjabaran yang lebih luas lagi terhadap jenis-jenis tugas
notaris tersebut. Setelah diperoleh apa saja tugas tersebut, maka dapat diperoleh tugas
yang mempunyai potensi untuk menghasilkan akibat hukum yang tidak baik dengan
memakai beberapa indikator yang telah ditentukan untuk kemudian dilakukan
pencegahan. Pencegahan disini dapat dilakukan dengan cara menghindari akibat
mempunyai solusi yang tepat guna menghadapi tugas yang sudah memasuki sebuah
kesalahan tersebut.
2. Kerangka Konsepsi
Dari landasan kerangka teori hukum tersebut, maka diperoleh konsepsi yang
dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisa pelaksanaan
tugas notaris dilapangan dengan menghubungkannya kepada peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris.
F. Metode Penelitian
Penulisan penelitian ini mempunyai metode penelitian yang umumnya dipakai
oleh mahasiswa yaitu dengan metode penelitian sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengkategorikan sebagai suatu
penelitian yang bersifat yuridis normatif. Maksud dari yuridis adalah penelitian
merupakan pengungkapan dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian, demikian juga
hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek
penelitian.20
20
Untuk penelitian ini, akan dilakukan dengan menguraikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan menganalisa data-data yang ada secara
komprehensif, yang merupakan data-data sekunder dari berbagai kepustakaan dan
literatur baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan maupun informasi
dari media massa yang dapat dijamin validitasnya. Sementara itu, pendekatan
penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang mengacu
kepada peraturan perundang-undangan dan dianalisis dengan doktrin dari para sarjana
hukum. Dalam hal ini penelitian dilakukan untuk menemukan hukum in-konkrito dan
juga penelitian terhadap sinkornisasi vertikal dan horizontal.21
Penelitian dengan menggundakan metode yuridis normatif ini diambil dengan
mempertimbangkan bahwa pendekatan ini dipandang cukup bisa untuk diaplikasikan
dalam topik ini, karena metode penelitian ini akan diperoleh data dan informasi
secara menyeluruh yang bersifat normatif, baik dari bahan hukum primer, sekunder
maupun tersier. Data atau informasi yang didapatkan akan diambil perbandingannya
dengan menggunakan peraturan perundang-undangannya yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas dan wewenang notaris itu sendiri dalam pelaksanaan sehari-hari
sehingga diketahui apakah tugas dan wewenang notaris tersebut dalam proses
sebelum pelaksanaan perjanjian kredit sudah benar atau tidak.
21
2. Sumber Data
Dalam hal pembuatan penelitian ini mempunyai beberapa sumber data.
Adapun sumber data yang dipergunakan adalah sumber data sekunder, dan sumber
data tersier atau sumber data pendukung.
Sumber data sekunder yang akan digunakan sebagai olahan data ada
menggunakan beberapa bahan yang meliputi:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer ini sendiri adalah bahan – bahan utama yang akan
menjadi dasar untuk membuat penelitian ini. Melalui bahan hukum primer
inilah nantinya akan diolah data-data yang akan dimasukkan menjadi
susbtansi – substansi penelitian. Adapun bahan – bahan hukum primer
yang akan digunakan adalah segenap peraturan perundang-undangan yang
ada, antara lain:
1). Kitab Undang-Undang hukum Perdata;
2). Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan
Notaris;
3). Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris;
4). Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan;
Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan;
6). Peraturan – Peraturan lainnya yang mendukung;
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder ini adalah bahan hukum pendukung bahan
hukum primer yang telah disebutkan diatas yang diperoleh dari berbagai
sumber yang berupa beberapa bahan diantaranya:
1). Hasil Penelitian baik yang dilakukan langsung maupun secara tidak
langsung;
2). Berbagai informasi yang diperoleh dari seminar, jurnal hukum,
majalah, koran, karya tulis ilmiah;
3). Pendapat dari pakar – pakar hukum;
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier ini merupakan bahan tambahan yang juga merupakan
pelengkap terhadap data-data yang akan dirangkum dalam mengisi
penelitian ini sehingga menjadi karya ilmiah yang nantinya tersusun
secara terangkai dan berurutan. Adapun bahan hukum tersier yang akan
digunakan adalah data-data yang berupa:
1). Kamus Besar Bahasa Indonesia;
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penulisan
penelitian ini dilakukan dengan cara, yaitu :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Dalam teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan atau yang disebut “Library Research” ini, akan dipelajari, diinventarisi, dikumpulkan,
dan diolah data-data yang berupa peraturan – peraturan
perundang-undangan, informasi - informasi, karya tulis ilmiah, pendapat para ahli
sarjana hukum, media – media cetak dan media elektronik, dan sumber –
sumber tertulis lain yang ada guna mendukung penulisan penelitian ini
sampai dengan selesai.
4. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam penelitian ini maka
dipakailah alat pengumpul data sebagai berikut:
Studi Dokumen, dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang relevan
dengan masalah yang diteliti.
5. Analisis Data.
Analisis data ialah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat
Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat yuridis normatif, maka setelah
diperoleh data sekunder, dilakukanlah pengelompokan data yang sama sesuai
dengan kategori yang ditemukan. Penelusuran data dalam penelitian ini
diambil dari sejarah perkembangan profesi notaris, tugas dan penyelewengan
yang dilakukan notaris tersbeut, termasuk mengenai data lapangan yang
merupakan kenyataan dan peaksanaannya dilapangan, kemudian diuji dan
dianalisis dengan teori hukum yang ada serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku, sehingga diperoleh suatu informasi yang jelas dan akurat yang