• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Kampung

Ayam kampung yang banyak dipelihara sekarang ini secara genetis

diperkirakan berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Akibat proses budidaya dan pengaruh lingkungan hidup yang berbeda-beda, terbentuklah beragam varietas dan tipe ayam.

Masing-masing memiliki fisik dan sifat genetik yang berbeda. Kelompok Gallus domesticus ini dibedakan menjadi ayam buras (ayam kampung) dan ayam ras (Iswanto,2008).

Ayam buras dengan kata lain ayam bukan ras merupakan jenis ayam yang

banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Banyak nama

dipakai untuk menyebut ayam itu. Diantaranya ada yang menyebut ayam lokal,

ayam sayur atau ayam kampung (Sarwono 1996).

Taksonomi ayam kampung adalah Filum: Chordata,

SubFilum: Vertebrata, Class: Aves, SubClass: Neornithes, Ordo: Galliformes,

Genus: Gallus, Spesies: Gallus domesticus (Williamson dan Payne, 1993). Dibandingkan dengan ayam ras, ayam kampung juga jauh lebih lincah dan aktif

bergerak. Jika dipelihara secara umbaran, terbiasa hinggap atau istirahat di dahan

pohon yang cukup tinggi. Selain itu, ukuran tubuhnya juga lebih kecil

dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1996).

Keistimewaan ayam buras adalah tahan terhadap pengelolaan yang buruk,

tidak peka terhadap kadar amoniak yang tinggi, dapat diberikan pakan kualitas

yang kurang baik serta tidak mudah stress bila mendapat perlakuan yang kasar.

(2)

terhadap makanan yang berkualitas sangat minim, sehingga sangat ekonomis bila

cukup diberi pakan murah atau sedang sebagai penghasil daging dan telur

(Murtidjo, 1985).

Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan

perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung memiliki bentuk badan

yang kompak dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang,

tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat mengais tanah. Ayam

kampung penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi

(Rasyaf, 1992).

Karakteristik Ayam Kampung

Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam.

Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan

cermin dari keragaman genetiknya. Di samping itu badan ayam kampung kecil,

mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 2001).

Ayam kampung memiliki kelebihan yaitu lebih tahan terhadap cekaman

dan dagingnya disukai terutama untuk olahan tertentu. Daging ayam kampung

memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 18,1%. Kekurangan ayam kampung

adalah perkembangbiakkannya lambat, pertumbuhan lambat, dan kerangka tubuh

kecil sehingga pertumbuhan daging memerlukan waktu yang lebih lama

(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung

Secara umum, kebutuhan gizi untuk ayam paling tinggi selama minggu

(3)

cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang

seimbang. Faktor lainnya adalah perbaikan genetik dan peningkatan manajemen

pemeliharaan ayam kampung harus didukung dengan perbaikan nutrisi pakan

(Setioko dan Iskandar, 2005).

Sampai saat ini standar gizi ransum ayam kampung yang dipakai di

Indonesia didasarkan rekomendasi Scott et al., (1982) dan NRC (1994). Menurut Scott et al., (1982) kebutuhan energi metabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-3100 kkal/kg dan protein pakan antara 18-21,4% sedangkan menurut

NRC (1994) kebutuhan energi metabolis dan protein masing-masing 2900 kkal/kg

dan 18%. Standar tersebut sebenarnya adalah untuk ayam ras, sedangkan standar

kebutuhan energi dan protein untuk ayam kampong yang dipelihara di daerah

tropis belum ada. Oleh sebab itu kebutuhan energi dan protein untuk ayam

kampung di Indonesia perlu diteliti.

Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam Kampung

Minggu 0-12 12-22 22 keatas

Sumber : Murtidjo (1998) dan Nawawi dan Norrohmah (2002)

Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum serta

faktor-faktor lainnya seperti umur, palatabilitas, aktivitas ternak, tingkat produksi

dan pengelolaannya. Konsumsi ternak ayam kampung dapat dilihat dari Tabel 2

(4)

Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam kampung

Umur (Minggu) Konsumsi (g/ekor/hari) Berat Badan (g)

1 9 45

Sumber : a. Sudaryani dan Santosa (1995) disitasi Murtidjo (1998).

Kebutuhan gizi pada ternak tergantung pada umur, jenis kelamin,

kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta keadaan kesehatan ternak

(Anggorodi, 1979).

Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh

energi sehingga jumlah makanan yang dimakan tiap harinya berkecenderungan

berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap

terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi ME

tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena

rendahnya jumlah makanan yang di konsumsi dalam tubuh unggas. Sebaliknya,

bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi makanan untuk

mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi

protein yang berlebihan (Tillman et al., 1991).

Potensi Ampas Sagu Sebagai Pakan Ternak

Indonesia adalah negara yang memiliki areal tanaman sagu

(5)

dunia (Deptan, 2004). Sagu merupakan salah satu sumber daya alam nabati di

Indonesia yang mulai akhir tahun 70-an semakin meningkat pemanfaatannya

sebagai akibat dari program pemanfaatan swasembada pangan nasional. Potensi

lestari produk sagu sebesar 5.000.000 ton per tahun, namun yang baru

dimanfaatkan sebesar 200.000 ton per tahun.

Pada pengolahan sagu terdapat limbah atau hasil ikutan yang berupa kulit

batang dan ampas. Ampas yang di hasilkan dari proses ekstraksi ini sekitar 14%

dari total berat basah batang sagu (Flach, 1997). Di sentra-sentra produksi, limbah

ampas sagu pada umumnya belum dimanfaatkan dan ditumpuk begitu saja yang

pada akhirnya akan mencemari lingkungan (Kompiang, 1995).

Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif

dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan

konvensional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar

berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan

(Azwar, 1983).

Ampas sagu merupakan limbah yang didapatkan pada proses pengolahan

tepung sagu, dimana dalam proses tersebut diperoleh tepung dan ampas sagu

dalam perbandingan 1:6 (Rumalatu, 1981). Jumlah limbah yang banyak tersebut,

sampai saat ini belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya hanya dibiarkan

menumpuk pada tempat-tempat pengolahan tepung sagu sehingga menyebabkan

pencemaran lingkungan. Walaupun ada ternak yang memanfaatkannya, hanya

(6)

langsung mengkonsumsi di tempat penumpukan ampas tanpa dikontrol

(Natamijaya et al., 1988).

Ampas sagu berupa serat-serat yang di peroleh dari hasil pemarutan dan

pemerasan isi batang sagu. Ampas sagu mempunyai prospek yang sangat baik,

jika mendapat perlakuan yang tepat. Alternatif penggunaan ampas sagu sebagai

bahan ransum ternak merupakan hal yang positif walaupun disadari bahwa

penggunaannya sebagai ransum mempunyai kendala antara lain kecernaan dan

kadar nutriennya rendah karena tingginya kadar serat kasar dan rendahnya kadar

protein (Uhi et al., 2007).

Tabel 3. Kandungan zat nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi

Zat Nutrisi Fermentasi

Sebelum Sesudah

Protein (%) 3,84 23,08

Lemak (%) 1,48 1.90

Abu (%) 5.40 9.50

Ca (%) 0,32 0,48

P (%) 0,05 0,48

Lemak Kasar (%) 14,51 28,89

Energi (Kkal/kg) 1.352 1.543

Sumber : Haryanto dan Philipus (1992).

Potensi penggunaan ampas sagu sebagai pakan memiliki faktor pembatas

adalah kandungan protein kasarnya rendah dan serat kasarnya tinggi. Agar

menjadi bahan pakan ternak yang kaya akan protein dan vitamin, maka ampas

(7)

Bahan Pakan Penyusun Ransum Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa diperoleh sebagai hasil ikutan dari ekstraksi minyak dari

daging kelapa kering (kopra). Meskipun kadar serta kualitas proteinnya lebih

inferior dibanding dengan sumber protein nabati lainnya, namun produk ini

tersedia dengan harga relatif murah terutama di daerah tropis (Parakkasi, 1999).

Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil kelapa

Nutrisi Kandugan

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b. NRC (1994)

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani

dan mineral yang di butuhkan dalam komposisi makanan ternak. Tepung ikan

adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan.

Kandungan proteinnya relatif tinggi tersusun oleh asam-asam amino esensial yang

kompleks (methionin dan lysin) dan mineral (Ca dan P, serta vitamin B12).

Kandungan nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kandungan nutrisi tepung ikan

(8)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil

kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam

amino yang terkandung di dalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai

dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan

penggilingan (Boniran, 1999). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak

lebih dari 12 % (Hutagalung, 1990). Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat

dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Nutrisi Kandungan

Kandungan nutrisi tepung jagung dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kandungan nutrisi tepung jagung

Nutrisi Kandungan

Jagung (Zea mays) adalah bahan pakan yang mempunyai nilai nutrisi tinggi, sehingga banyak dipakai sebagai bahan pakan penguat terutama pada

ternak ruminansia, non ruminansia, maupun pada unggas. Protein pada jagung

(9)

para ahli nutrisi ternak menyarankan agar jagung digunakan dengan kisaran

40-45% (Nawawi dan Norrohmah, 2002).

Minyak

Bahan pakan sumber energi lain yang biasa digunakan untuk pakan

adalah minyak goreng. Minyak digunakan dalam ransum hanya sebagai pelengkap

dan penambah untuk mencapai kebutuhan energi baik bagi ternak dan untuk

meningkatkan palatabilitas. Dengan demikian pemakaiannya hanya sedikit yaitu

kurang dari 5 %. Namun beberapa minyak nabati mempunyai kandungan energi

yang cukup tinggi seperti minyak kelapa yang mempunyai EM 8600 kkal/kg dan

lemak yang bisa melebihi 90 %

Mineral

Mineral merupakan salah satu zat nutrisi yang sangat esensial untuk

kehidupan unggas dan organisme akuatik lainnya. Berdasarkan jumlah kebutuhan

dan keberadaan dalam tubuh unggas, mineral berperan sebagai penyusun struktur

skeleton (tulang dan gigi) dan esoskeleton, pemeliharaan tekanan osmotik dan

mengatur perubahan air dan larutan dalam tubuh unggas. Mineral juga berperan

besar dalam menyusun struktur jaringan lunak unggas, transmisi impuls syaraf

dan kontraksi otot. Di sisi lain berperan sangat vital di dalam keseimbangan

asam-basa tubuh, dan mengatur pH darah serta cairan tubuh lainnya. Mineral juga

berperan serta sebagai komponen banyak enzim, vitamin, hormon, pigmen

pernafasan atau sebagai kofaktor dalam metabolisme, katalis dan aktifator enzim.

Walaupun demikian, kebutuhan mineral dari ternak dipengaruhi beberapa faktor

(10)

bangsa ternak, proses adaptasi, tingkat konsumsi, umur dan hubungan dengan zat

makanan lain (Parakkasi, 1985).

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari

enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat

organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses

biokimia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat

dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno et al., 1980).

Fermentasi dapat juga diartikan penguraian unsur-unsur organik dengan

mokroorganisme dimana bahan yang digunakan dalam keadaan basah (kadar air

60%). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “ protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan

mikroorganisme tertentu (Mayasari, 2012).

Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk

dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak. Proses

fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya

dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrien atau mineral bagi

mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin, dan lain-lain

(Adams and Moss, 1995).

Probiotik Starbio

Probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup

(11)

pertumbuhan bakteri patogen/bakteri jahat yang ada di usus hewan

(Central Unggas, 2009).

Probiotik berbeda dengan antibiotik, probiotik merupakan mikroorganisme

yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ternak tanpa

mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen probiotik dala tubuh

ternak, sehingga tidak terdapat residu dan tidak terjadi mutasi pada ternak.

Sementara antibiotik merupakan senyawa kimia murni yang mengalami proses

penyerapan dalam saluran pencernaan (Samadi, 2002).

Probiotik starbio merupakan koloni bakteri alami yang terdiri dari:

1. Mikroba Proteolitik

6 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di

formulasikan: Nitrosomonas / Nitrobacter / Nitrospira / Nitrosococcus /

Nitrosolobus.

2. Mikroba Lignolitik

6 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di

formulasikan: Clavaria dendroidea / Clitocybe alexandri / Hypoloma fasiculare. 3. Mikroba Nitrogen Fiksasi Non Simbiotik

4 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di

formulasikan: Azotobacter spp / Beyerinkya spp / Clostridium pasteurianum /

Nostoc spp / Anabaena spp / Tolypothrix spp / Spirillum lifoperum. 4. Mikroba selulotik

8 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di

formulasikan: Trichoderma polysporeum / Trichoderma viridae /

(12)

5. Mikroba Lipolitik

5 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di

formulasikan: Spirillum liporerum. (Lembah Hijau Multifarm, 2009).

Penggunaan starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada

starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga

lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk

ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat

nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap (Ritonga, 1992).

Sistem Pencernaan Ayam

Sistem pencernaan unggas berbeda dengan sistem pencernaan pada hewan

lainnya. Unggas tidak memiliki gigi sehingga tidak terjadi proses pengunyahan

pakan. Pakan akan melewati esofagus dan langsung menuju tembolok. Pakan di

dalam tembolok akan mendapatkan sekreta mukus yang berfungsi untuk

menghaluskan pakan. Setelah melewati tembolok, pakan menuju lambung

kelenjar (proventrikulus) yang merupakan organ berdinding tebal dan berada di

depan lambung otot (gizzard). Pakan disimpan secara sementara di proventrikulus dan dicampur dengan enzim pepsin dan amilase yang dihasilkan oleh organ

tersebut. Setelah itu, pakan masuk ke lambung otot, yang merupakan organ

tersusun dari otot yang kuat, yang berisi bebatuan atau pasir dan di dalamnya

pakan akan dihancurkan. Pakan kemudian berpindah menuju usus halus, caecum

dan usus besar dan berakhir di kloaka. Sistem pencernaan pada unggas tergolong

cepat karena membutuhkan waktu cerna hanya 2,5 jam pada ayam petelur dan 8,5

(13)

Kapasitas tembolok mampu menampung pakan 250 g. Pada tembolok

terdapat saraf yang berhubungan dengan pusat kenyang-lapar di hipotalamus

sehingga banyak sedikitnya pakan yang terdapat dalam tembolok akan

memberikan respon pada saraf untuk makan atau menghentikan makan

(Yuwanta, 2004).

Karkas Ayam Kampung

Karkas adalah bagian tubuh unggas bersama kulit setelah dipotong dan

dibuang bulu, lemak abdomen, organ dalam, kaki, kepala, leher dan darah,

kecuali paru-paru dan ginjal (Rizal, 2006).

Faktor yang mempengaruhi bobot karkas pada dasarnya adalah faktor

genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori

yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan

faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar

lemak (Lesson, 2000).

Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi dapat dilakukan dengan

memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, mineral

dan dengan pemberian ransum yang berenergi tinggi (Scott et al., 1982).

Menurut Siregar (1982) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak

kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang

kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga

kelihatan panjang dan kurus.

Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging

yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas

(14)

umur ternak dan jumlah lemak intramuscular dalam otot. Komposisi karkas ayam

dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain bangsa, jenis kelamin, umur dan

tingkat kepadatan kandang. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot

badan. Selain faktor bobot badan, bobot karkas juga mempengaruhi genetis, umur,

mutu ransum, tata laksana dan kesehatan ternak (Soeparno, 1994).

Siregar et al., (1982) menyatakan bahwa bobot karkas yang normal adalah 65-75% dari bobot hidup.

Persentase Karkas

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot

hidup dikalikan 100% (Siregar, 1994).

Moran et al., (1971) menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, jenis, umur dan kondisi fisik. Persentase karkas akan bertambah

dengan bertambahnya umur dan bobot badan.

Kandungan protein ransum sangat mempengaruhi persentase karkas ayam.

Menurut Lubis (1992) persentase karkas ayam yang mendapat ransum dengan

kandungan protein 23% akan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang

mendapat ransum dengan protein rendah, protein yang tinggi dalam ransum akan

menjamin produksi jaringan-jaringan otot (daging) tubuh yang lebih tinggi pula.

Persentase karkas tidak dipengaruhi oleh berat hidup ayam, karena seperti

menurut Lubis (1992) bahwa persentase karkas sebagai perbandingan antara berat

karkas terhadap berat hidup tidak selalu memperlihatkan berat hidup yang rendah

akan menghasilkan persentase karkas yang semakin rendah pula.

Supraptini dan Martojo (1977) menyatakan bahwa persentase karkas ayam

(15)

Non Karkas Ayam Kampung

Hasil pemotongan ternak terdiri atas karkas dan non karkas yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam tujuan. Di luar negeri bagian non karkas

tidak dikonsumsi dan diusahakan sekecil mungkin, namun di negara berkembang

seperti Indonesia bagian non karkas seperti kepala-leher, kaki dan organ bagian

dalam tidak sedikit orang yang menyukainya.

Kepala merupakan bagian organ yang masak dini artinya kepala tumbuh

lebih awal, persentasenya menurun dengan bertambahnya umur karena

meningkatnya bobot hidup (Amrullah, 2003). Leher merupakan bagian yang

masak sedang, pertumbuhannya seiring dengan peningkatan bobot hidupnya

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam Kampung
Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam kampung
Tabel 3. Kandungan zat nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi
Tabel 4. Kandungan nutrisi bungkil kelapa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Lubis (1992) persentase karkas ayam yang mendapat ransum dengan kandungan protein 23% akan lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat ransum dengan protein

Kandungan protein dalam ransum mempengaruhi kualitas serta kuantitas dari ransum, karena semakin tinggi kadar protein dalam ransum kuantitas ransum tersebut juga akan

(1993) lemak abdomen akan meningkat pada ayam yang diberi ransum dengan protein rendah dan. energi ransum

Kualitas daging yang baik dicapai oleh ayam broiler yang mendapat tepung krokot pada level 7,5% dari ransum komersial dengan nilai keempukan daging yang rendah yaitu

Pemberian Ransum dengan Kadar Protein Yang Berbeda terhadap Sifat Fisik dan Sensori Daging Ayam Jantan Petekur.. Jurna

Kalsium yang berperan dalam proses deposisi protein berasal dari kalsium ransum yang diabsorbsi di dalam usus halus.. Massa kalsium daging yang rendah, disebabkan

adalah berat anak ayam umur I hari @OC) tidak lebih dari 3Oe/ekor, laju pertumbuhan lambat dan ukuran tubuh ayam kampung jadi mengecil (produksi daging sedikit), produksi

Begitu pula pemberian kadar protein ransum yang berbeda pada usia pertumbuhan memberikan pengaruh terhadap bobot induk pertama bertelur (BIPB), konsumsi ransum (KR),