• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pengelolan cagar budaya berbasis p

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Model pengelolan cagar budaya berbasis p"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Model pengelolan cagar budaya berbasis partisipasi masyarakat

Abstraksi

Memahami warisan budaya sebagai peninggalan sejarah dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk memahami sejarah yang terjadi di dalamnya. memahami sejarah suatu warisan budaya tidak hanya mempunyai arti yang berkaitan dengan masa lalunya, tetapi juga untuk memahami masa sekarang dan memberi gambaran akan masa depan. Warisan budaya di Indonesia sebagian besar dikelola oleh Pemerintah, sementara keterlibatan masyarakat sangatlah terbatas. Pemerintah masih menggunakan pendekatan top-down dalam mengelola warisan budaya, yang mana pendekatan ini mengandung dilemma baik di pihak pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu perlu kiranya dibuat suatu pendekatan baru dengan menggabungkan dua pendekatan yaitu pendekatan kebijakan dari pemerintah dengan pendekatan berdasar pada partsipasi masyarakat. Evaluasi ketentuan hukum positif yang berlaku dalam pengelolaan bangunan cagar budaya; identifikasi signifikansi bangunan cagar budaya guna menentukan jenis perlakukan sehingga diharapkan bangunan cagar budaya dapat dikelola secara tepat dan berkelanjutan; identifikasi dan evaluasi bentuk peran serta masyarakat lokal (penghuni, pemakai, dan pemilik) guna melihat tingkat kepedulian masyarakat terhadap bangunan cagar budaya untuk menemukan model partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bangunan cagar budaya yang berkelanjutan menjadi perlu dalam membuat model pengelolaan cagar budaya. Beberapa hal ditemukan di kawasan cagar budaya kota Malang, antara lain Surat Keputusan Wali Kota tentang cagar budaya melakukan penyesuaian dengan beberapa ketentuan hukum yang berkaitan yang ada di atasnya: (1) Belum ada Peraturan daerah yang mengatur tentang cagar budaya, (2) Kawasan Kota Malang beserta dengan bangunannya mempunyai keunikan serta memiliki signifikansi yang layak untuk dikonservasi dan dikembangkan. (3) Potensi ini banyak yang belum tersentuh. (4) Minimnya partisipasi masyarakat serta belum adanya sinergi antar stakeholder dalam pengelolaan bangunan dan kawasan kota malang. Dengan adanya Undang-undang 11 tahun 2010 yang mengatur tentang cagar budaya seharusnya pemerintah kota Malang segera mengatur perlindungan terhadap cagar budaya. Dalam hal ini perlu diatur mengenai model-model partisipasi masyarakat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

(2)

budaya sebagai peninggalan sejarah dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk memahami sejarah yang terjadi di dalamnya. Memahami sejarah suatu warisan budaya tidak hanya mempunyai arti yang berkaitan dengan masa lalunya, tetapi juga untuk memahami masa sekarang dan memberi gambaran akan masa depan (understanding the present and representing the future). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa warisan budaya mempunyai peran penting sebagai identitas nasional di masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Mengingat pentingnya warisan budaya bagi identitas suatu bangsa, maka Pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih bagi pelestarian dan pengelolannya.

Warisan budaya di Indonesia sebagian besar dikelola oleh Pemerintah Pusat, sementara keterlibatan masyarakat sangatlah terbatas. Pemerintah Indonesia masih menggunakan pendekatan “top-down” dalam mengelola warisan budaya. Pendekatan ini mengandung dilemma, di satu pihak (dalam sudut pandang Pemerintah), pendekatan ini sangat baik karena dapat digunakan untuk memberi takanan pada pemerintah daerah atau pemerintah yang lebih rendah untuk menerapkan kebijakan yang dihasilkannya. Tetapi dilain pihak (dalam sudut pandang masyarakat), sistem ini tidak banyak melibatkan partisipasi dari masyarakat, sehingga menciptakan gap (jarak) antara warisan budaya dan masyarakatnya. Oleh karena itu saat ini perlu dibuat suatu pendekatan baru dengan menggabungkan dua pendekatan tersebut dan memberikan ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat dalam pelestarian bangunan cagar budaya.

Aspek penting lain yang tampaknya merupakan tantangan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani masalah warisan budaya adalah ketidak tersediaan akan standard dan petunjuk dalam melakukan konservasi. Ketiadaan standard dan petunjuk ini akan menyebabkan aksi konservasi terhadap warisan budaya semakin rumit lagi karena tanpa petunjuk maka tidak akan ada referensi bagi para pelaku konservasi maupun Pemerintah pada semua tingkatan.

Ada beberapa permasalahan yang ingin dibahas dalam tulisan ini, yaitu:

a. Evaluasi ketentuan hukum positif yang berlaku dalam pengelolaan bangunan cagar budaya

b. Peran serta masyarakat/stakeholder dalam pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya di kawasan kota Malang

Warisan Budaya

Warisan budaya sendiri didefinisikan sebagai an expression of the ways of living developed by a community and passed on from generation to generation, including customs, practices, places, object, atrictic expression and values. Cultural heritage is often expressed as either tangible or intangible. Warisan budaya mencakup tangible yang berupa situs warisan budaya, bangunan bersejarah, kota bersejarah, lansekap budaya, situs alam sacral dan sebagainya, maupun warisan budaya intangible yang berupa tradisi lisan, bahasa, kesusasteraan, kuliner tradisional, seni pertunjukan dan sebagainya. Kriteria warisan budaya dapat dilihat secara international, nasional, regional, maupun lokal. Kriteria warisan budaya secara nasional/internasional adalah segala sesuatu yang:

 mempunyai nilai penting (sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya)

 merupakan karya agung

 Kriteria warisan budaya dapat dilihat secara international, nasional, regional, maupun lokal. Kriteria warisan budaya secara nasional/internasional adalah segala sesuatu yang:

 mempunyai nilai penting (sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya)

 merupakan karya agung

 mengandung keunikan atau kelengkapan

 merupakan contoh terkemuka dari bangunan arsitektur, pemukiman tradisional, teknologi, lansekap, kategori klaster

(3)

Pengelolaan Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya

Konservasi itu mengenai upaya memelihara apa yang kita punya, namun secara bijaksana. Konservasi bangunan cagar budaya adalah bagian integral dari pengelolaan tempat-tempat bersejarah dan merupakan tanggung jawab masyarakat secara berkesinambungan. Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan, manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan.

Di Indonesia, pada waktu lalu pengelolaan bangunan bersejarah lebih banyak bersifat top-down. Disatu sisi hal ini mempunyai efek yang positif karena akan memaksa level di bawahnya untuk melaksanakan semua regulasi tersebut. Namun disisi lain, dari aspek partisipasi masyarakat menjadi berkurang. Selain itu prioritas dan nilai dari pemerintah bisa saja berbeda dari nilai dan prioritas tentang bangunan bersejarah dari masyarakat. Oleh karena itu saat ini perlu dibuat suatu model dengan menggabungkan dua pendekatan tersebut dan memberikan ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat dalam pelestarian bangunan/benda cagar budaya. Partisipasi masyarakat harus menjadi satu aspek yang penting dalam kegiatan pelestarian bangunan bersejarah di Indonesia.

Penanganan spasial dan sosial-budaya-ekonomi di kawasan bersejarah dengan bertumpu pada pemberdayaan komunitas yang berbudaya merupakan upaya pendekatan bottom-up untuk membangkitkan kembali vitalitas komunitas budaya untuk berkreasi di tengah masyarakat yang serba modern. Pilihan pendekatan ini sekaligus dimaksudkan pula untuk menciptakan kawasan bersejarah sebagai pusat kebudayaan dalam perspektif demokratis. Dengan demikian, diharapkan mampu menumbuhkan daya tahan budaya terhadap tekanan-tekanan modernisasi yang terjadi.

Perlindungan Hukum Tehadap Benda Cagar Budaya

Peraturan mengenai konservasi dan preservasi bangunan budaya yang dituangkan dalam the Monumenten Ordonantie Staatsblad Nomor 238 Tahun 1931, namun demikian penekanan Ordonansi ini lebih pada masalah arkeologisnya. Dalam perkembangannya, pengelolaan bangunan cagar budaya di Indonesia diatur oleh sejumlah ketentuan hukum. Beberapa produk hukum yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan benda cagar budaya dikawasan kota Malang :

• UUD1945 Pasal 32 ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

• Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 29 (2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.

• Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

• Peraturan Daerah Provinsi PROVINSI JAWA TIMUR Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031

• Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Permasalahan Peraturan Serta Pengimplementasiannya

Dalam pengelolaan bangunan budaya yang ada di Kota Malang, beberapa hukum positif baik pada level nasional maupun lokal menjadi dasar hukum pengelolaan. Ketentuan pada level Nasioanl adalah UUD yang mengatur dalam Pasal 32 ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya nasional, maksud dari pasal ini adalah negara harus memajukan kebudayaa yang ada dalam lingkup nasional indonesia, budaya disini bermakna nilai-nilai yang ada dimasyarakat, selain itu Budaya disini termasuk cagar budaya berupa benda, bangunan yang memiliki nilai sejarah, bahwa masyarakat berhak untuk ikut turut serta dalam mengelola cagar budaya, baik pengembangan, pemanfaatan cagar budaya yang ada di daerahnya masing-masing.

(4)

orang tersebut berhak melakukan partisipasi aktif karena memilki bangunan cagar budaya.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolan cagar budaya dapat di bagi lagi menjadi beberapa bentuk partisipasi yaitu 1)Partisipasi dengan berbagi informasi, 2) Partisipasi melalui konsultasi, 3) Partisipasi dengan Kolaborasi, 4) Partisipasi melalui pemperdayaan/kendali bersama, yang akan dijelaskan lebihlanjut dalam pembahasan partisipasi masyarakat.

Partisipasi Masyarakat

Pengertian masyarakat dalam penelitian ini mencakup stakeholder yang berkait dengan pengelolaan kawasan antara lain: pemerintah kota dalam hal ini diwakili oleh bapeda dan dinas pariwisata, badan otoritas pengelola kawasan yaitu pemilik bangunan, dan pengguna bangunan.

Peran serta dari pemilik dan pengguna bangunan sudah mulai dirintis secara baik dalam pengelolaan bangunan cagar budaya yaitu antara lain pengurus yayasan Gereja Kayutangan, pemilik Toko Oen, pemilik bangunan pemilik Galeri Musium Brawijaya. Bangunan cagar budaya tersebut dikelola baik untuk kepentingan sosial, keagamaan maupun bisnis.

Permasalahan yang timbul berkaitan dengan minimnya peran serta masyarakat lokal/ local community (penghuni, pemakai, dan pemilik) dapat dijelaskan sebagai berikut:

Banyak bangunan yang ditinggalkan/dibiarkan oleh pemiliknya sehingga banyak bangunan yang mempunyai signifikansi cukup tinggi cenderung menjadi rusak

Munculnya permasalahan sosial akibat bangunan kosong dan terlantar, seperti pengokupasian bangunan oleh pendatang secara liar, serta permasalahan lingkungan yang disebabkan kurang berjalan dan kurang tersedianya utilitas di kawasan ini.

Pendekatan partisipasif digunakan dalam pembangunan yang melibatkan atau mengikut sertakan masyarakat dan stake holder dalam proses pembangunan. Proses ini mencakup dari perencanaan awal, penyusunan konsep dan implementasi sampai pada pengelolaan. Dalam proses ini aspirasi masyarakat dan inisiatif menjadi penting. Dengan pendekatan ini, masyarakat ditumbuhkan rasa memiliki dari lingkungan di mana mereka tinggal.

Beberapa prinsip yang perlu diikuti dalam pembangunan berbasis partisipasi masyarakat, yaitu:

Cakupan: semua pihak harus terwakili; Kesetaraan dan kemitraan (equal partnership); Transparansi; Kesetaraan wewenang (sharing power /equal powership); Kesetaraan tanggungjawab (sharing responsibility); Pemberdayaan (empowerment); Kerjasama.

Ada beberapa model partisipasi yang mungkin diterapkan, yaitu:

1) Partisipasi dengan berbagi informasi

Bentuknya bisa penyebarluasan program atau meminta para stakeholder untuk memberikan informasi yang akan digunakan untuk membantu merencanakan atau mengevaluasi kegiatan; Model komunikasi lebih bersifat satu arah dari pada interaktif

2) Partisipasi melalui konsultasi

Istilah konsultasi untuk melukiskan setiap pelibatan stakeholder dalam kegiatan; Tetapi dalam pembangunan partisipatif diartikan lebih sempit; Mengacu pada orang yang diminta pendapatnya mengenai sesuatu, para profesional pembangunan mendengarkan pandangan mereka, dan tidak wajib memasukkan pandangan mereka

3) Partisipasi dengan Kolaborasi

(5)

mengembangkan bersama. Stake- holder ikut ambil bagiam dalam keputusan; Proses ini dapat mengembangkan rasa memiliki yang dapat memotivasi mereka secara berkelanjutan; Dialog secara terus menerus antar stakeholder perlu untuk mengembang kan komitmen.

4) Partisipasi melalui pemperdayaan/kendali bersama:

Kendali bersama melibatkan partisipasi yang lebih dalam daripada kolaborasi; Warga masyarakat menjadi lebih diberdayakan dengan menerima tanggung jawab yang makin bertambah atas pengembangan dan pelaksanaan rencana; Pembuat keputusan terpusat pada masyarakat; Masyarakat mengembangkan rencana tindakan dan mengelola kegiatan mereka berdasar prioritas dan gagasan mereka sendiri; Memungkinkan para stakeholder menjadi pelaku penuh dalam pembangunan mereka Sebagai kawasan historis,

memiliki citra yang khas karena memenuhi kriteria:

a. Estetika / arsitektonis, yaitu dikaitkan dengan nilai estetika

b. Kejamakan / tipikal, yaitu ditekankan pada seberapa jauh artefak tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik

c. Kelangkaan yaitu keberadaan artefak tersebut tidak dapat ditemui di kawasan lain d. Peran sejarah yaitu kaitannya dengan simbolisme peristiwa masa lalu dan sekarang

e. Pengaruh terhadap lingkungan yaitu peran kehadirannya untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan disekitarnya

f. Keistimewaan yaitu kekhasan artefak meliputi criteria tertua, terbesar, pertama, dan lain sebagainya.

Dilihat Secara ekonomis, kawasan kota Malang mempunyai keterkaitan dengan (linkage) kawasan sekitar. Kawasan Kota Malang mempunyai posisi yang strategis, dan secara ekonomis dapat dikembangkan sebagai kawasan budaya dan kawasan penyangga untuk kawasan sekitar.

Beberapa kesimpulan dapat dirumuskan:

Referensi

Dokumen terkait

MenurutKotler (2007:223) keputusan pembelian yaitu beberapa tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan keputusan pembelian suatu produk.Dari berbagai faktor

lmplementasi berbagai kegiatan dari Memorandum Saling Pengertian ini secara spesifik akan dibagi dalam berbagai pengaturan atau program- program yang disepakati oleh

Di tengah masa pandemi COVID-19 dan dengan melihat permasalahan pembelajaran daring murni yang tidak biasa berjalan dengan lancar, maka modul adalah solusi yang

Pada saat rokok dengan filter DE dibakar maka dapat dilihat jumlah partikel yang dihasilkan pada batang rokok ini berdasarkan waktu yang di tempu selama pembakaran

Pada penelitian asupan lemak dan IMT untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan didapatkan 3 responden (10%) termasuk dalam kategori kurus, 18 responden (60%) termasuk

Pada sambutannya ia berharap bahwa dengan terbitnya tafsir al-Huda ini akan berguna bagi masyarakat dalam membina kehidupan beragama dan bermasyarakat serta dapat mendorong

Pengertian Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Segi produk dapat dilihat dari kandungan gizi yang dimiliki susu sapi tersebut, kualitas gizi yang baik, memiliki varians rasa yang banyak, pengemasan yang menarik