MAKNA DEMOKRASI DAN PENYELENGGARAAN PEMILU
SEBAGAI SARANA PERWUJUDAN DEMOKRASI DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara
Nama : Alma Nurullita
NIM : 8111416328
Rombel : 005
Dosen Pengampu : Dr. Martitah, M.Hum
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan berkat, rahmat, dan hidayah, dan inayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang Makna Demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu Sebagai Sarana Perwujudan Demokrasi di Indonesia.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi susunan isi, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saya terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Demokrasi Dan Pemilihan Umum dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, April 2017
Penyusun
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara demokrasi yang sangat memperhatikan kebebasan
berpendapat dan berekspresi rakyatnya. Prinsip-prinsip demokrasi telah tertuang dalam Pancasila sebagai ideologi dan pedoman hidup bangsa Indonesia. Demikian juga dalam memilih pemimpin, kita menggunakan cara yang demokratis yakni melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Baik untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, badan Legislatif, dan pemimpin lain di bawah Presiden. Pemilu merupakan cara yang paling demokratis dikarenakan rakyat bebas untuk memilih pemipin sesuai hati nurani dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Namun dalam pelaksanaan Pemilu tak jarang masih ditemukan berbagai masalah baik dari para pasangan calon, pemilih, maupun dari pihak panitia penyelenggara.
Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai esensi dari demokrasi itu sendiri, periodisasinya di Indonesia, serta Pemilu yang merupakan bagian dari demokrasi itu sendiri. Pemilu yang dimaksud disini adalah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden seperti yang telah dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008. Selain itu saya juga akan membahas tentang berbagai permasalahan yang terjadi dalam Pemilu serta solusi untuk mengatasinya.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari demokrasi dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia? 2) Bagaimana pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?
3) Masalah apa yang berkaitan dengan Pemilihan Umum di Indonesia serta bagaimana solusinya?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui pengertian demokrasi dan pelaksanaannya di Indonesia. 2) Untuk mengetahui pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia.
3) Untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan Pemilihan Umum di Indonesia serta solusinya
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia
Pengertian Demokrasi menurut Hans Kelsen adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan keputusan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan negara.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman kemerdekaan hingga masa reformasi tahun 1998 telah mengalami beberapa perubahan sistem demokrasi, antara lain :
1) Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1950)
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, meka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya.
2) Demokrasi Parlementer (1950-1959)
Menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tiggi dalam proses politik yang berjalan.
3) Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri : dominasi Presiden, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh PKI.
4) Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekaro sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa Orde Baru ini
menerapkan demokrasi Pancasila untuk menegaskan bahwasannya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuia dengan ideologi negara Pancasila.
Sejak runtuhnya Orde Baru, Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tatanan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
2.2 Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia A. Pengertian Pemilihan Umum
Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) terdapat dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dapat diusung oleh dua atau lebih gabungan partai politik (koalisi), seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 Ayat (2) UU No. 42 Tahun 2008.
Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, tujuan Pemilihan Umum ada 4 yaitu :
a) untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai;
b) untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
c) untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan; d) untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.
B. Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan satu cara untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Sistem pemilihan ini sangat
dipengaruhi oleh cara pandang terhadap individu atau masyarakat dalam negara. apakah mereka dipandang sebagai individu yang bebas memilih wakilnya atau dipilih sebagai wakil rakyat atau mereka dipandang sebagai satu kesatuan
1) Sistem Pemilihan Mekanis, yang memandang rakyat sebagai massa individu-invidu yang sama sebagai suatu kesatuan otonom dan negara/masyarakat dipandang sebgai kompleks hubungan-hubungan antar individu. Setiap individu memiliki hak pilih dan memilih aktif yang mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan. Sifat perwakilan yang dihasilkan adalah perwakilan politik. Sistem ini dibagi menjadi dua yaitu sistem Distrik dan Proporsional. a. Perwakilan distrik/mayoritas (single member constituencies)
Sistem yang pertama, yaitu sistem distrik,dinamakan juga sistem single member constituencies atau sistem the winner’s take-all. Dinamakan demikian, karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau daerah-daerah pemilihan (dapil) yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota lembaga perwakilan rakyat yang diperlukan untuk dipilih.
b. Sistem perwakilan berimbang (proportional representation)
Sementara itu, pada sistem yang kedua, persentase kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai politik, sesuai dengan presentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik.
2) Sistem Pemilihan Organis, yang menempatkan masyrakat sebagai satu kesatuan individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam kesatuan hidup. Kesatuan hidup inilah yang mengendalikan hak untuk memilih dan dipilih, atau mengutus wakil-wakilnya yang duduk di badan perwakilan rakyat. Prosedurnya biasanya melalui pengangkatan, sehingga sifat perwakilan yang dihasilkan adalah perwakilan fungsional.
C. Lembaga Penyelenggara
1) Komisi Pemilihan Umum (KPU)
2) Mahkamah Konstitusi (MK)
Pasal 24 C Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit mengenai kewenangan MK, yaitu : (1) menguji UU terhadap UUD, (2) memutus sengekta kewenangan lembaga Negara yang kewengangaanya diberikan oleh UUD, (3) memutus pembubaranpartai politik, dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Hasil penetapan final penghitungan suara dalam Pemilu sering kali terjadi perbedaan pendapat antara peserta Pemilu dan penyelenggara Pemilu, baik karena kesengajaan atau kelalaian, maupun disebabkan faktor human error. Jika perbedaan pendapat yang demikian itu menyebabkan kerugian bagi peserta Pemilu, peserta Pemilu yang dirugikan itu dapat menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, semua pihak, termasuk apalagi kepada pihak KPU selaku lembaga penyelenggara Pemilu dan pihak-pihak yang kepentingannya terkait lainnya, sudah diberi kesempatan yang cukup dan leluasa untuk membantah atau menolak bukti-bukti yang diajukan oleh pihak pemohon perkara, tetapi karena ternyata bukti-bukti dimaksud tidak terbantahkan, perkara perselisihan hasil Pemilu itu sudah diputus final dan mengikat oleh Mahkamah Konstitusi.
2.3 Masalah Tentang Pemilu Dan Solusinya
Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi yang selalu disambut meriah oleh rakyat. Masa menjelang Pemilu selalu ramai dengan kegiatan kampanye yang dilakukan oleh para pasangann calon. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Hingga pada saat berlangsungnya pemilihan itu sendiri dan perhitungan suara setelahnya, pesta demokrasi lima tahunan ini selalu diliputi berbagai masalah antara lain :
1) Kegiatan Kampanye Yang Tidak Kondusif
dilakukan dengan cara menyebar berita buruk atau bahkan fitnah terhadap lawan-lawan politik. Bahkan menyerang secara pribadi. Masalah pada saat kampanye lainnya adalah sering terjadinya money politics atau politik uang. Para pasangan calon membagikan sejumlah dana kepada para pendukung, baik kepada para pejabat maupun rakyat dengan maksud agar mau memberikan dukungan.
Tindakan money politics jelas telah melanggar salah satu asas pemilu yaitu jujur. Lagipula jual beli suara ini dilakukan dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Maka tak jarang sering terjadi tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara guna membayar semua biaya yang telah dikeluarkan untuk kampanye.
2) Golongan Putih
Ada banyak hal yang membuat masyarakat melakukan golput (golongan putih), yaitu tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara untuk memberikan pilihan, ataupun datang tetapi berupaya untuk membuat suarat suara menjadi tidak sah. Misalnya mencoblos semua pasangan calon maupun partai-partai politik. Hal ini tentunya membuat surat suara menjadi tidak sah. Seperti halnya pada Pemilu 4 April tahun 2009, sebanyak 29,1% pemilih pada pemilu legislatif,diketahui tidak menggunakan hak pilih (golput). Dari 171.265.442 jumlah pemilih yang terdaftar sebagai pemilih tetap, hanya 121.288.366 orang yang menggunakan hak pilih. Dengan demikian terdapat 49.677.076 pemilih yang tidak ikut mencontreng. Tindakan ini sangat disayangkan karena rakyat tidak menggunakan hak pilih mereka dengan baik, mengingat Pemilu adalah momen untuk memilih dan menentukan pemimpin bangsa.
3) Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Permasalahan lain yang sering terjadi adalah banyaknya warga yang tidak terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) padahal telah memiliki KTP. Entah disebabkan karena kesalahan pada saat pendataan maupun masalah human error lain. Hal ini membuat warga yang tidak terdaftar menjadi kehilangan hak
politiknya, yaitu hak untuk memilih dalam Pemilu. Selain masalah tersebut, sering terdapat pula pemilih ganda, atau pemilih yang tidak memenuhi syarat
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam permohonan tertanggal 24 Juni 2009 mendalilkan bahwa keberadaan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 berpotensi merugikan hak
Pemohon, kesalahan atau kelalaian penyelenggara Pemilu, pada konsteks ini dalam menyusun DPT, seharusnya tidak ditimpakan akibatnya kepada warga Negara, karena menyebabkan warga Negara kehilangan hak pilihnya. Hal itu pula pernah menjadi pertimbangan MK dalam Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, MK menyatakan bahwa hak-hak warga negara untuk memilih telah ditetapkan sebagai hak asasi manusia dan hak kontitusional warga negara (constitutional rights of citizen) sehingga oleh karenanya hak konstitusional tersebut tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun, dalam hal ini mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.
4) Terlibatnya Aparat Pemerintahan Dalam Pemenangan Calon Tertentu Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Pasal 41 ayat (2), aparat pemerintahan seperti PNS, TNI, Polri maupun pejabat pemerintahan lainnya dilarang untuk ikut serta dalam berkampanye. Mereka harus bersikap netral dan tidak diperkenankan menjadi tim kemenangan untuk pasangan calon manapun. Namun tak jarang para pejabat pemerintahan tersebut terlibat aktif dalam kegiatan kampanye dan menyuruh pemilih untuk memilih calon tertentu.
5) Kecurangan Dalam Perhitungan Suara
Saat penghitungan suara dilakukan, tak jarang beberapa pihak tertentu mencoba untuk melakukan kecurangan dengan memanipulasi hasil perolehan suara. Namun hal ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila tidak ada kerjasama antara panitia, saksi, pemantau dan pengawas Pemilu.
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Tersebut
Berbagai masalah dalam kegiatan Pemilu di atas perlu untuk segera ditangani agar dapat tercipta suasana Pemilu yang demokratis dan sesuai dengan asas LUBER JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil). Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain :
2) Terdapat banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak memiliki pilihan atau memang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Masalah tersebut antara lain Karena semua pasangan calon yang ada dirasa tidak sesuai dengan harapan. Ataupun disebabkan karena sikap skeptis dari masyarakat itu sendiri. Jika kita mengetahui ada kerabat ataupun teman yang berpotensi golput, kita harus mengingatkan mereka bahwa hak pilih mereka sangat penting untuk bangsa ini. 3) Masalah money politics, dapat berasal dari para paslon maupun masyarakat. Untuk
mencegah praktek ini terus berlanjut, dapat dilakukan dengan cara menerima saja uang dari mereka, namun pilih saja paslon yang sesuai dengan pilihan kita. Lama kelamaan mereka akan bosan untuk membagikan uang karena dirasa tidak sesuai target. Sedangkan dari masyarakat, karena telah terbiasa menerima uang, mereka jadi tidak mau memilih jika tidak mendapatkan uang. Dalam hal ini diperlukan kesadaran yang tinggi dari masyarakat bahwa memilih pemimpin bukan semata karena uang melainkan demi kepentingan bangsa dan Negara.
4) Pendataan jumlah pemilih tetap harus dilakukan dengan cermat dan teliti oleh KPU. Jangan sampai warga yang seharusnya berhak memilih menjadi tidak dapat menggunakan haknya karena tidak terdaftar sebagai DPT.
5) Apabila kita mengetahui ada aparat pemerintahan yang aktif dalam pemenangan calon tertentu, kita dapat menegurnya secara langsung ataupun melaporkannya kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) untuk diambil tindakan sebagaimana mestinya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Indonesia adalah negara demokrasi yang telah mengalami beberapa kali perubahan sistem demokrasi yang terbagi menjadi beberapa periode. Dalam negara demokrasi itu sendiri, terdapat suatu hal yang ditempuh untuk mewujudkan prinsip demokrasi yaitu Pemilu. Yang dimaksud sebagai Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 adalah untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu dilaksanakan untuk memenuhi tujuan bangsa dan negara, dengan sistem tertentu, serta diatur dan dilaksanakan oleh lembaga negara yang berwenang. Namun dalam praktik penyelenggaraan Pemilu sering terjadi permasalahan yang dapat menghambat pelaksanaan Pemilu secara LUBER JURDIL. Beberapa solusi telah ditawarkan untuk menyelesaikan berbagai permasalah tersebut.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Martitah. 2013. Mahkamah Konstitusi ‘Dari Negative Legislature ke Positive Legislature?’. Jakarta: Penerbit Konstitusi Press (Konpress).
Yusa, I Gede, et all. 2016. Hukum Tata Negara. Malang: Setara Press.
Kurniasih, Dwi Ari. “Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pilpres (Pemilihan Presiden Tahun 2009),” Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang, II (2013), hal. 34.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden.
“Pengertian Demokrasi, Macam-macam, Ciri-ciri, Definisi Para Ahli, Prinsip, & Nilai”. http://artikelsiana.com/2015/08/demokrasi-pengertian-ciri-ciri-macam.html
“Sejarah Perkembangan Demokrasi Di Indonesia Dari Masa Ke Masa”. http://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-perkembangan-demokrasi-di.html?m=1