• Tidak ada hasil yang ditemukan

183254494 PBL Blok 21 Metabolik Endokrin 2 DM MODY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "183254494 PBL Blok 21 Metabolik Endokrin 2 DM MODY"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Di era yang semakin maju ini banyak sekali orang-orang yang mengalami kelebihan berat badan dikarenakan mempunyai gaya hidup sedentary, dimana sangat minim sekali melakukan aktifiatas tetapi jumlah asupan makanan lebih banyak yang masuk dari pada yang keluar sebagai energi. Selain itu jika dilihat dari makanannya tinggi karbohidrat dan tinggi lemak tetapi rendah serat dan protein. Ini semua dapat berakibat terhadap pola penyakit yang berhubungan contohnya seperti diabetes melitus.

Diabetes melitus adalah sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya kadar glukosa darah yang tinggi dan kekurangan insuli baik absolut ataupun relatif. Diabetes melitus sering disebut sebagai The Great Imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan bermacam keluhan dengan gejala yang bervariasi.

Diabetes melitus merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup tetapi dapat dikontrol dengan baik jika penanganannya pun dilakukan dengan baik pula. Untuk mengetahui secara mendalam tentang penyakit ini maka dalam makalah ini penulis akan menguraikannya secara rinci dan sistematik.1

Anamnesa

Anamnesis merupakan salah satu petunjuk utama untuk membantu dalam mendiagnosa suatu penyakit. Oleh karena itu, anamnesis harus dilakukan dengan baik dan profesional. Identitas merupakan hal pertama yang harus dipenuhi (diperhatikan umur, jenis kelamin, pekerjaannya), kemudian dilanjutkan dengan memahami keluhan utama pasien, lalu riwayat penyakit pasien (sekarang dan dahulu), riwayat keluarga, riwayat kelahiran, riwayat sosial, dan lainnya.2-4

Baiklah menganamnesa lebih lanjut untuk menyingkirkan diagnosa banding dan dapat menegakkan diagnosa, dengan beberapa pertanyaan seperti berikut:4-5

■ Riwayat Penyakit Sekarang

 Bagaimana frekuensi makan, minum dan BAK?

 Apakah adanya buram, katarak, buta, retinopati, glaucoma?  Apakah ada kesemutan?

(2)

 Apakaah ada impotensi?

 Apakah adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan luka yang bau?

 Apakah ada batuk > 3 minggu?  Apakah ada penurunan berat badan?  Apakah terdapat gatal – gatal pada kulit?  Apakah ada keluhan pada organ yang lain?  Riwayat penyakit dahulu:

 Apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena lupa makan setelah minum obat?

 Apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena diare berlebihan?

 Apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena suatu keadaan stress (Infeksi, MCI)?

 Apakah ada riwayat sakit jantung (sakit dada kiri)?  Apakah ada hipertensi?

 Riwayat keluarga:

 Apakah ada di keluarga yang terkena Diabetes Melitus?  Apakah ada di keluarga yang terkena hipertensi?

 Riwayat merokok (perlu dipastikan lama dan jumlahnya), alkohol.  Riwayat pengobatan

Setelah anamnesa mencukupi, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan terhadap tanda-tanda vital yang terdiri dari suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah.

Antropometri

(3)

tubuh (sirkumferensia). Tinggi dan berat badan biasanya digabungkan dengan mengikuti cara tertentu untuk mendapatkan satu ukuran tungga yang menggambarkan berat relatif terhadap tinggi badan. Ukuran tunggal ini merupakan indikator untuk menunjukkan gizi kurang atau gizi lebih. Adapun parameter untuk melihat apakah gizi kurang atau berlebih.6 Parameter tersebut adalah:

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) Asia Pasifik, 2003.

Berat Badan (BB) IMT

BB kurang < 18.5

BB normal 18.5 - 22.9

BB lebih

 Pre-obesitas  Obesitas I  Obesitas II

≥ 23.0 23.0 - 24.9 25.0 – 29.9 ≥ 30

Tabel 2. Rasio Lingkar Pinggang/Perut (Lpe)

Jenis Kelamin Lingkar Pinggang

Laki-laki < 90 cm

Perempuan < 80 cm

Tujuan: untuk tentukan faktor risiko penyakit jantung koroner

Pemeriksaan Retina

Untuk melakukan pemeriksaan pada mata kita dapat lakukan dengan cara inspeksi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah ada retinopati atau tidak. Berikut adalah bagian-bagian yang harus diperiksa:

 Kelopak mata: periksa adanya ptosis, retraksi kelopak mata, entropion (kelopak mata melipat ke dalam), ektropion (kelopak mata melipat ke luar) dan pembengkakan kelenjar sebasea pada kelopak mata.

 Konjungtiva: periksa adanya konjungtivitis, kemosis dan pucat.

(4)

 Kornea: periksa arkus kornea (hiperkoleterolemia) dan cincin Kayser Fleischer (penyakit Wilson).

 Iris: periksa iritis.

 Pupil: mungkin miotik (konstriksi) atau midriatik (dilatasi). Periksa refleks cahaya langsung dan konsensual, dan refleks akomodasi.

 Gerakan okular: periksa gerakan pada semua posisi pandangan. Kedua mata harus bergerak secara simetris.3

Sensibilitas dan Reflek

Untuk kasus diabetes mellitus pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan fisik kulit ekstremitas bawah yang sering mengalami ulcus diabetik, yaitu inspeksi, palpasi, dan tes sensoris.

 Inspeksi: untuk melihat bagaimana keadaan kulit dan otot. Pada inspeksi dilihat apakah adanya atrofi dan hipertrofi otot (dilihat pada M.Gastrocnemius)?, Apakah ada lesi kulit? ( ulkus, abses atau gangren).

 Palpasi: bagaimana kondisi kulitnya? (kering, lembab, normal), bagaimana kuat pulsasi dari A. dorsalis pedis dan tibialis posterior?.

 Tes sensibilitas dengan monofilament (bisa dilakukan dengan 1 helai sapu ijuk) dan tes refleks dengan menggunakan palu refleks pada ekstremitas bawah (APR dan KPR). Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya komplikasi neuropati atau tidak.

Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis:

 Hematologi dan urinalisis

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk melihat keadaan dari darah pasien. Biasanya untuk penderita diabetes melitus dilihat kadar gula di darahnya. Pada hematologi juga harus dilihat bagaimana profil lipidnya, tingginya kolesterol pada penderita diabetes mellitus dapat menyebabkan Silent miokard infark yaitu miokard infark yang tidak disertai dengan nyeri dada.

4

Baik Sedang Buruk

Kolesterol total (mg/dL) < 200 200 – 239 ≥ 240

Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100 – 129 ≥ 130

(5)

Tabel 3. Kadar Lipid Normal Dalam Darah

Untuk urinalisisnya sendiri digunakan untuk melihat apakah ada glukosuria, mikroalbuminuria (normal: < 30mg/24jam; microalbuminuria: 30-299mg/24jam; makroalbumin: ≥ 300mg/24jam), atau bisa juga melihat fungsi faal ginjal apakah terdapat komplikasi nefropati diabetik atau tidak. Selain itu urinalisis juga dapat digunakan untuk melihat kadar benda keton dalam urin. Tingginya kadar keton dapat menyebabkan keto asidosis diabetik.

 Gula darah sewaktu dan puasa

Nilai rujukan gula darah puasa adalah <110 mg/dL dan untuk diabetes nilai rujukan gula darah harus >126 mg/dL, dan nilai rujukan normal gula darah sewaktu adalah <140 mg/dL/2 jam, sedangkan untuk diabetes nilai rujukan gula darah sewaktu harus >200 mg/dL/2 jam. Bila hasil berada diantara kadar normal sampai kadar batas minimal diabetes maka harus dipemeriksaan lebih lanjut.Kadar glukosa darah puasa memberikan petunjuk terbaik mengenai homeostatis glukosa keseluruhan, dan sebagian besar pengukuran rutin harus dilakukan pada sampel puasa. Respons metabolic terhadap pemberian karbohidrat dapat dinilai dengan pengukuran kadar glukosa postprandial yang diambil 2 jam setelah makan atau pemberian glukosa. Selain itu, uji toleransi glukosa, yang terdiri dari serangkaian pengukuran (dengan interval tertentu) setelah asupan glukosa dalam jumlah tertentu, dapat digunakan untuk membantu diagnosis diabetes.7

 Tes toleransi glukosa oral

Tes toleransi glukosa oral dilakukan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa dan sewaktu berada diatas kadar normal tapi di bawah kadar minimal untuk diabetes. Berikut adalah cara pelaksanaan TTGO:

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa.

 Berpuasa paling sedikit 8 jam sebelum pemeriksaan, hanya boleh minum air putih tanpa gula.

 Periksa kadar glukosa puasa

 Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 g/kgBB, dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.

(6)

 Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa harus tetap istirahat dan tidak merokok.

Untuk hasilnya, apa bila kadar gula <140mg/dL maka glukosa darah normal, bila kadar gula 140-199 mg/dL maka toleransi glukosa terganggu, apabila glukosa >200 maka subyek positif diabetes.

 HbA1c

Pembentukan HbA1c terjadi apabila kondisi tubuh mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi merangsang terjadinya proses non-enzimatik dari ikatan glukosa dengan berbagai protein (glikasi). Proses ini bersifat irreversible dan konsentrasi dari protein yang terglikasi (HbA1c) menunjukkan kadar glukosa selama masa hidup proteinnya (Hb). Hemoglobin yang terglikasi menunjukkan refleksi dari kadar gula selama hemoglobin hidup sekitar 2-3 bulan. Presentase dari total HbA1c <7% merupakan pertanda bahwa adanya kontrol gula darah yang baik dari pasien. Hasil yang palsu dapat ditemui dengan pasien yang mengalami gangguan struktural hemoglobin. Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk melihat bagaimana kontrol kadar gula darah dari pasien selama 2-3 bulan terakhir.7

Diagnosa

Sesuai dengan kriteria ADA untuk orang dewasa yang tidak hamil, diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan penemuan (1) gejala-gejala klasik diabetes dan hiperglikemia yang jelas, (2) kadar glukosa plasma puasa >126 mg/di (7 mmol/L) pada sekurang-kurangnya dua kesempatan, dan (3) kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa oral (OGTT) >200 mg/dl pada 2 jam dan paling sedikit satu kali antara 0 sampai 2 jam sesudah pasien makan glukosa. Kadar glukosa puasa yang ditentukan adalah 126 mg/dl karena kadar tersebut merupakan indeks terbaik dengan nilai setelah 2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl dan pada kadar tersebut retinopati diabetik, yaitu suatu komplikasi diabetes muncul untuk pertama kalinya. Glukosa darah puasa merupakan metode yang dianjurkan untuk penapisan diabetes.

Diagnosis diabetes melitus pada anak-anak juga didasarkan pada penemuan gejala-gejala klasik diabetes dan glukosa plasma secara acak adalah >200 mg/dl.8

(7)

1. Diabetes Mellitus Tipe 1:

Destruksi sel B umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)

B. Idiopatik A. Defek genetik fungsi sel β:

• kromosom 12. HNF-1 alfa(dahulu disebut MODY 3), G. Diabetes Imunologi (jarang)

H. Sidroma genetik lain. Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Prader Willi

4. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan,umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2

5. Pra-diabetes:

A. IFG(Impaired Fasting Glucose) = GPT(Glukosa Puasa Terganggu) B. IGT(Impaired Glucose Tolerance) = TGT(Toleransi Glukosa Terganggu)

Differential Diagnosis

(8)

fase awal sebagai respons terhadap glukosa. Namun demikian, rangsang insulinogenik lain seringkali masih tetap efektif dalam mencetuskan sekresi insulin akut.

Hiperglikemia pada pasien-pasien dengan DMTTI non-obese seringkali berespons terhadap terapi diet atau obat-obat hipoglikemik oral. Terkadang, terapi insulin diperlukan untuk mencapai kontrol glikemik yang memuaskan meskipun tidak diperlukan untuk mencegah ketoasidosis.

Sementara kebanyakan pasien DMTTI non-obese tidak dapat disubklasifikasi, beberapa subtipe yang jelas telah diusulkan berdasarkan sifat-sifat genetiknya pada proporsi kecil penderita.9

Diabetes Melitus Tipe Lain

Defek Genetik Fungsi Sel β/DMTTI Non-obese

Diabetes memelitus ini merupakan suatu subklas spesifik dari DMTTI non-obese termasuk pasien-pasien dengan “Maturity Onset Diabetes of the Young” (MODY). Pada umumnya yang terkena adalah pasien usia muda dengan awitan sesudah dewasa. Pasien-pasien ini mengalami hiperglikemia ringan dengan awitan pada akhir masa kanak-kanak atau awal masa dewasa. Riwayat keluarga yang kuat yaitu adanya diabetes dalam bentuk ringan pada satu orang tua dan pada separuh dari keturunan orang tua mengesankan suatu pewarisan dominan autosomal. Diantara 32 keluarga dengan sindroma ini di Perancis, 18 ditemukan mengalami mutasi dari gen glukokinase dan kromosom 7. Enambelas mutasi berbeda dapat diidentifikasi pada 18 keluarga ini, terdiri dari 10 mutasi yang berakibat suatu substitusi asam amino, tiga mutasi menghasilkan protein yang terpotong, dan tiga lainnya mempengaruhi pemrosesan glukokinase oleh RNA. Penurunan aktivitas glukokinase dari sel β pankreas sangat penting dalam menentukan ambang glukosa plasma yang menyebabkan sel β mulai mensekresi insulin. Pada keluarga-keluarga dengan mutasi glukokinase tersebut, hiperglikemia ringan dimulai pada masa kanak-kanak, sementara pada 14 keluarga di Perancis tanpa mutasi glukokinase yang terdeteksi, hiperglikemia tidak terlihat sampai sesudah pubertas.

(9)

Pembedahan untuk mengangkat pankreas, penyakit pankreas akibat alkoholisme kronik, dan bentuk-bentuk pankreatitis lainnya telah dikaitkan dengan berbagai karakteristik klinis diabetes melitus tergantung insulin. Namun demikian, terdapat kecendrungan yang lebih besar untuk mengalami hipoglikemia induksi insulin, yang agaknya karena pada saat yang sama juga terjadi defisiensi glukagon sebagai hormon kontraregulasi. Setidaknya duapertiga bagian dari pankreas harus rusak untuk berkembangnya sindroma klinis. Sindroma ini biasanya juga disertai insufisiensi pankreas eksokrin.

Toksisitas Obat

Banyak obat telah dihubungkan dengan intoleransi karbohidrat atau diabetes melitus. Sebagian obat agaknya bekerja dengan mengganggu pelepasan insulin dari sel β (tiazid, fenitoin), yang lain dengan menginduksi resistensi insulin (glukokortikoid, pil kontrasepsi oral) dan sebagai lainnya menyebabkan kerusakan sel β (pentamidin).9 Walaupun penghambat saluran kalsium dan juga klonidin merupakan penghambat yang handal untuk pelepasan insulin induksi glukosa dari sel β pankreas yang telah dipersiapkan in vitro, kadar yang diperlukan untuk menghambat adalah cukup tinggi dan biasanya tidak akan tercapai pada pemberian antihipertensi standar dengan obat-obat ini pada manusia.

Penyakit Endokrin

Kelebihan produksi hormon-hormon tertentu. Hormon pertumbuhan (akromegali), glukokortikoid (sindroma atau penyakit Cushing), katekolamin (feokromositoma), glukagon (glukagonoma), atau somatostatin pankreas (somatostatinoma) dapat menyebabkan sindroma DMTTI melalui sejumlah mekanisme. Pada hampir semua keadaan kecuali yang terakhir (somatostatinoma), reaksi jaringan perifer terhadap insulin mengalami gangguan. Di samping itu kelebihan katekolamin atau somatostatin akan mengurangi pelepasan insulin dari sel β.

(10)

Penyakit-penyakit langka lainnya yang disertai kelainan reseptor insulin atau post-reseptor termasuk leprechaunism, ataksi-telangiektasia, sindroma Prader-Willi, dan beberapa bentuk distrofi miotonik.

Diabetes Melitus Tipe II/DMTTI Obese

Diabetes melitus tipe II dapat dibedakan menurut berat badan menjadi subtipe obese atau non obese. Pada beberapa kasus dapat dibuktikan adanya hambatan reseptor terhadap kerja insulin. Pada kebanyakan pasien dengan diabetes tipe II, penyebab gangguan ini sampai kini masih belum dapat dijelaskan kendatipun biasanya ada cacat dalam sekresi insulin dan cacat kerja insulin pada tingkat post-reseptor.9

Sekitar 85% diabetes tipe II adalah obese. Pasien-pasien ini mengalami ketidakpekaan terhadap insulin endogen yang berkorelasi positif dengan suatu pola distribusi lemak abdominal, yang menyebabkan rasio lingkar pinggang terhadap panggul abnormal tinggi. Di samping itu, adiposit yang membesar dan sel-sel hati dan otot yang kelebihan makanan juga menolak deposisi glikogen dan trigliserida tambahan dalam depot cadangannya. Hiperplasis sel-sel β pankreas seringkali terjadi dan agaknya bertanggung jawab atas respons insulin terhadap glukosa atau rangsangan lain yang normal atau berlebihan dijumpai pada bentuk penyakit yang lebih ringan. Pada kasus-kasus yang lebih berat, kegagalan sekresi sel β pankreas sekunder dapat terjadi sesudah pajanan terhadap hiperglikemia puasa yang lama. Fenomena ini dikenal sebagai “desensitisasi”. Fenomena ini selektif untuk glukosa saja, dan sel β akan kembali pulih sensitivitasnya terhadap glukosa sesudah hiperglikemia dikoreksi dengan bentuk terapi apa pun, termasuk terapi diet, sulfonilurea, dan insulin.

(11)

menjadi tidak begitu jenuh, siklus dapat diputus. Kepekaan terhadap insulin menjadi lebih baik dan akan terus dinormalkan oleh penurunan hiperinsulinemia dan hiperglikemia.

Diabetes Melitus Tipe II Awitan Dini/DMTTI Non-obese

Suatu diabetes tipe II dengan prevalensi familial yang tinggi telah diamati pada pasien-pasien yang usianya saat awitan diabetes ringan adalah antara 25-40 tahun. Penelitian-penelitian epidemiologis mengisyaratkan bahwa prevalensi familial ini terjadi akibat perwarisan gen-gen diabetogenik dari kedua orang tua (keadaan homozigot). Jika hanya satu orang tua menurunkan gen diabetogenik (keadaan heterozigot), maka ekspresinya kelak sebagai diabetes klinis memerlukan faktor-faktor tambahan baik genetik ataupun lingkungan (misal, pertambahan usia, obesitas). Jadi, dua orang tua heterozigot dapat atau tidak mengalami diabetes sesudah usia 40 tahun, tetapi sebanyak 75% dari keturunannya berisiko tinggi untuk mengalami diabeter, dimana sebanyak 25% dari mereka akan mengalaminya sebelum usia 40 tahun.9

Diabetes Melitus Tipe I

Tipe I merupakan bentuk diabetes melitus yang berat dan disertai ketosis pada kasus-kasus yang tidak ditangani. Tipe ini paling sering dijumpai pada orang muda tapi terkadang dapat pula menyerang orang dewasa non-obese. Merupakan gangguan katabolik di mana tidak ada insulin dalam sirkulasi, glukagon, plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal berespons terhadap semua rangsang insulinogenik yang telah diketahui. Tanpa adanya insulin, ketiga jaringan sasaran utama insulin seperti hati, otot dan lemak, tidak hanya gagal mengambil zat-zat gizi yang telah diabsorpsi sebagaimana mestinya, bahkan juga terus melanjutkan pengeluaran glukosa, asam amino dan asam lemak ke dalam aliran darah dari depot cadangannya masing-masing.

(12)

toksik seperti vacor (suatu racun tikus nitrofenilurea) dan sitotoksik perusak lainnya seperti hidrogen sianida dari ubi manis atau ketela yang membusuk.9

Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Pada diabetes melitus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik diabetes tipe I adalah kaitan dengan tipe-tipe histokompabilitas (human leukocyte antigen [HLA]) spesifik. Tipe dari gen histokompabilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe I (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperanan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respons sel T yang merupakan bagian normal dari respons imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhans. Jika terdapat bukti adanya peningkatan antibodi terhadap komponen antigenik tertentu dari sel beta. Epidemi diabetes tipe I awitan baru telah diamati pada saat-saat tertentu dalam setahun pada anggota-anggota dari kelompok sosial yang sama.7,10-11

Epidemiologi

Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2½ kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.

(13)

Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat berakibat pada biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskular.8

Diabetes melitus tipe lain sering ditemukan di daerah tropis dan negara berkembang. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada singkong yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan di Asia dan Afrika berperan dalam patogenesisnya. Di Jawa Timur sudah dilakukan survei dan didapatkan bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah 1,47% sama dengan di perkotaan 1,43%. Sebesar 21,2% dari kasus diabetes di pedasaan adalah jenis ini. Diabetes jenis ini di masa datang masih akan banyak, mengingat jumlah penduduk yang masih berada di bawah kemiskinan yang tinggi. Dulu jenis ini disebut Diabetes terkait Malnutrisi (MDRM), tetapi oleh karena patogenesis ini tidak jelas maka jenis ini pada klasifikasi terakhir (1999) tidak lagi disebut sebagai MDRM tetapi disebut Diabetes Tipe Lain.7

Patofisiologi dan Etiologi

(14)

Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.8

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak meng-alami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.

(15)

Penatalaksanaan diabetes melitus didasarkan pada (1) rencana diet, (2) latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik, (3) agen-agen hipoglikemik oral, (4) terapi insulin, (5) pengawasan glukosa di rumah, dan (6) pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri. Diabetes adalah penyakit kronik, dan pasien perlu menguasai pengobatan dan belajar bagaimana menyesuaikannya agar tercapai kontrol metabolik yang optimal. Pada pasien diabetes tipe 2 terdapat resistensi insulin dan defisisiensi insulin relatif dan dapat ditangani tanpa insulin.

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi, bergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan atau mening-katkan berat tubuh.8

Untuk penatalaksanaan pada umumnya menggunakan 4 pila dalam pengelolaan DM. Empat pilar tersebut terdiri dari:1

1. Edukasi

Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

2. Perencanaan makanan/Diet

Perencanaan makanan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Faktor yang berpengaruh pada respons glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komposisi makanan (karbohidrat. lemak dan protein). Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengonsumsi sukros sampai 5% kebutuhan kalori. Standar jumlah kalori yang dianjurkan adalah:

(16)

 Protein 10-15%

 Lemak 20-25%

Jumlah kandungan kolesterol yang disarankan <300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh/MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi asam lemak jenuh/PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid).

Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari, diutamakan serat larut, karena serat laut meningkatkan glukosa darah secara gradual. Pasien diabetes dengan hipertensi perlu mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang rendah atau bebas kalori yang dapat digunakan pada pasien diabetes adalah sakarin, aspartam, acesulfame potassium dan sukrosa.

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmai. Untuk penentuan status gizi dapat dipakai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan rumus Broca.

IMT= BB (kg)/TB (m2) Broca:

BB Idaman = (TB-100)-10%

Status gizi = (BB aktual/BB Idaman)x 100%  BB normal bila BB 90-100% BBI  BB lebih bila BB 110-120% BBI  BB kurang bila BB <90% BBI  Gemuk bila BB >120% BBI

Untuk menghitung kebutuhan kalori dapat juga dipakai rumus Broca yaitu:

Jumlah kalori laki-laki : BB Idaman x Kebutuhan kalori basal (30 kkal/kgBB) Jumlah kalori perempuan : BB Idaman x Kebutuhan kalori basal (25kkal/kgBB) 3. Latihan jasmani

(17)

Program olahraga yang teratur sebagai bagian penting dari pengobatan diabetes melitus tetapi olahraga dalam penatalaksanaan diabetes melitus belum cukup tersedia. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit, merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes resisten insulin. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud adalah jalan, bersepeda santai, jogging, berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

Untuk menentukan intensitas latihan, dapat digunakan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu: 220 – umur. Setelah MHR didapatkan, dapat ditentukan Target Heart Rate (THR) dengan sasaran latihan sebesar 75%. Maka THR = 75% X (220-umur). Untuk diabetesi sebaiknya ketika ingin melakukan latihan jasmani diawali dengan pemanasan kemudian dilanjutkan dengan latihan inti, pendinginan dan yang terakhir peregangan.7

4. Intervensi farmakologis

Intervensi farmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah normal belum tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani.

 Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemi berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti pada orangtua, gangguan faal ginjal dan hati, penyakit kardiovaskular tidak dianjurkan menggunakan sulfonilurea kerja panjang seperti klorpropamid.

Glinid

(18)

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi cepat melalui hati.

 Penambah sensitivitas terhadap insulin Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer dan terutama dipakai pada pasien DM gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia (misalnya serebrovaskular, sepsis, syok dan gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activied Reseptor Gamma (PPAR-ϒ) suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pentransport glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolindindion tidak digunakan sebagai obat tunggal.

 Penghambat glukosidase α Acarbose

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak mengakibatkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering adalah kembung dan flatulen.1

Komplikasi

(19)

Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA).

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.8

DKA ditangani dengan (1) perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan insulin, (2) pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan (3) pengobatan keadaan yang mungkin mempercepat ketoasidosis. Pengobatan dengan insulin (regular) masa kerja singkat diberikan melalui infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular yang sering dan infus glukosa dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan glukosa, mengurangi lipolisis dan pembentukan benda keton, serta memulihkan keseimbangan asam-basa. Selain itu, pasien juga memerlukan penggantian kalium. Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes, maka tidak mengherankan kalau infeksi dapat mempercepat terjadinya dekompensasi diabetik akut dan DKA. Dengan demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin perlu diberi pengobatan antibiotika.

(20)

tinggi hingga 50%. Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular. Perbedaan utama antara. HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

Komplikasi metabolik lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi terapi insulin. Pasien diabetes dependen insulin mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadi hipoglikemia. Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Harus ditekankan bahwa serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian. Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral maupun intravena. Kadang-kadang diberikan glukagon, suatu hormon glikogenolisis secara intramuskular untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Hipoglikemia akibat pemberian insulin pada pasien diabetes dapat memicu pelepasan hormon pelawan regulator (glukagon, epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan) yang seringkali meningkatkan kadar glukosa dalam kisaran hiperglikemia (efek Somogyi). Kadar glukosa yang naik turun menyebabkan pengontrolan diabetik yang buruk. Mencegah hipoglikemia adalah dengan menurunkan dosis insulin, dan dengan demikiart menurunkan hiperglikemia.8

Komplikasi Kronik Jangka Panjang

(21)

Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibatnya, perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan kebutaan (Gbr. 63-2). Pengobatan yang paling berhasil untuk retinopati adalah fotokoagulasi keseluruhan retina. Sinar laser difokuskan pada retina, menghasilkan parut korioretinal. Setelah pemberian sinar beberapa seri, maka akan dihasilkan sekitar 1800 parut yang ditempatkan pada kutub posterior retina. Pengobatan dengan cara ini nampaknya dapat menekan neovaskularisasi dan perdarahan yang menyertainya.8

Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien mungkin memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal. Neuropati dan katarak disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa → sorbitol → fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer, saraf-saraf kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.

(22)

insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

Diabetes juga mengganggu kehamilan. Perempuan yang menderita diabetes dan hamil, cenderung mengalami abortus spontan, kematian janin intrauterin, ukuran janin besar, dan bayi prematur dengan insidens sindrom distres pernapasan yang tinggi, serta malformasi janin. Tetapi, sekarang ini kehamilan ibu-ibu dengan diabetes telah mengalami perbaikan berkat pengontrolan glukosa darah yang lebih ketat selama kehamilan, kelahiran yang dibuat lebih dini, dan kemajuan-kemajuan di bidang neonatologi dan penatalaksanaaan komplikasi pada neonatus. Perubahan lingkungan hormonal selama hamil menyebabkan peningkatan kebutuhan insulin yang progresif, yang mencapai puncaknya pada semester ketiga, dan penurunan tajam kebutuhan insulin setelah melahirkan.

Bukti klinis dan percobaan sekarang ini menunjukkan bahwa timbulnya komplikasi diabetik jangka panjang karena kelainan kronik metabolisme disebabkan oleh insufisiensi sekresi insulin. Komplikasi diabetik dapat dikurangi atau dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk membawa kadar glukosa ke dalam kisaran normal seperti yang diindikasikan oleh hemoglobin glikat. Pentingnya pengontrolan glukosa dalam menurunkan atau mencegah komplikasi diabetes telah disoroti oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) yang merupakan pusat penelitian selama lebih dari 10 tahun. Pasien dengan diabetes tipe I yang menerima terapi insulin secara efektif dan menurunkan kadar hemoglobin glikat hingga < 70%, 50% hingga 75% mengalami penurunan dalam komplikasi mikroangiopati mayor termasuk retinopati, nefropati, dan neuropati. Penelitian selama 10 tahun yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), memperlihatkan pentingnya pengontrolan glukosa untuk menurunkan risiko komplikasi pada pasien dengan diabetes tipe II.8

Pencegahan

(23)

 Penyuluhan pada pasien mengenai penyakitnya dan penyulit yang dihadapinya  Lebih aktif saat aktivitas sehari-hari.

 Olahraga yang teratur, setidaknya 3-4 kali/minggu dalam 60 menit.  Penurunan berat badan jika berat badannya berlebih.

 Mengatur pola makan terdiri dari karbohidrat kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. Asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.

 Asupan kalori sesuai dengan kebutuhan kalori per harinya.  Tidak merokok, tidak minum alkohol

 Kurangi makanan siap saji

 Dan perhatikan cara penyajian makananya.

Prognosis

Periode 10 sampai 20 tahun sesudah awitan diabetes tampaknya merupakan masa yang kritis. Jika pasien dapat bertahan pada periode ini tanpa komplikasi mikrovaskular yang berat, maka besar kemungkinan kesehatan yang baik akan terus berlanjut.

Intelegensi, motivasi dan keperdulian pasien akan komplikasi penyakit merupakan faktor - faktor utama yang berperan dalam mencapai keberhasilan terapi. Di samping itu, pendidikan pasien diabetes untuk memberi pengetahuan, panduan dan sarana yang dapat membantu mereka menjalankan penanganan diabetes dari hari ke hari adalah penting dalam perbaikan prognosis jangka panjang.9

Kesimpulan

Diabetes melitus tipe MODY termasuk dalam diabetes melitus tipe 2 non-obese. Karena terjadi resistensi insulin yang disebabkan oleh kelainan autosomal dominan.

Daftar Pustaka

(24)

2. Gleadle, Jonathan. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.146-51.

3. Sritharan, Kaji. Ragam topik OSCE esensial: untuk ujian akhir keterampilan medis & bedah. Jakarta: EGC, 2011.h.10-11.

4. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s principle of internal medicine. 18th edition. Volume 2. USA: McGraw – Hill; 2008.h.2293-321. 5. Field M, Pollock C, Harris D. The renal system. 2nd Edition. British: Elsevier;

2010.h.90-7.

6. Gibney MJ, Margetts MB, Kearney JM, Arab L. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2005.h.94.

7. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2006.h.1880-3.

8. Price, SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume ke-2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2005.h.1259-70.

9. Greenspan FS, Baxter JD. Endokrinologi dasar dan klinik. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1998.h.754-65.

10.Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2003.h.266-71.

11.McPhee SJ, Ganong WF. Penyakit pankreas endokrin. Dalam: Patofisiologi penyakit. Jakarta: EGC; 2010.h.557-77.

(25)

Asri Habsari

10.2010.273

D1

12 November 2012

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

Gambar

Tabel 2. Rasio Lingkar Pinggang/Perut (Lpe)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengoptimalkan pendistribusian spring bed serta meminimumkan biaya pendistribusiannya ke daerah Bungku, Kabupaten Toli- toli, daerah Luwuk, Kabupaten Poso, daerah

Berkaitan dengan kepentingan mendesak dan kebutuhan yang dapat kita lihat diatas, dengan maraknya pembangunan Residensial yang membutuhkan furniture untuk mengisi interior maka

Untuk membangkitkan minat peserta didik di dalam belajar, seorang guru dapat menggunakan media pembelajaran yang menarik seperti multimedia interaktif

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Departemen Pendidikan Kewarganegaraan. Sekolah Pascasarjana

Kemudian seiring dengan perkembangan usia dan kemampuan intelektual kita masuk dan terlibat dalam kelompok-kelompok sekunder seperti sekolah, lembaga agama, tempat pekerjaan

Reservoir panasbumi berdasarkan hasil penelitian berada pada kedalaman kurang lebih 2 km sehingga kalau mengacu pada hasil penelitian [1] yang menyatakan bahwa

Adapun dengan pertimbangan biaya produksi, biaya operasional, serta besarnya RAP yang dapat di recycle maka variasi Bitumen Murni Ex-RAP 30% + Bitumen Fresh 70% + Additive

Hospitalizasyon olgusu çok uzun zamandan beri gözlemleniyordu. Bu durum uzun süre hastanede yatışa neden olan hastalığın sürecinde ortaya çıkan bir yozlaşma duru- muydu.