• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LALU-LINTAS JALAN (PPL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LALU-LINTAS JALAN (PPL)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

LALU-LINTAS JALAN (PPL)

(Wegverkeersverordening [WVV])

S. 1936-451

s.d.u.t dg. S. 1937-114, S. 1937-447, S. 1938-714,

S. 1939-289, S. 1940-73, S. 1949-220; PP No. 28/1951, PP No. 4411954, PP No. 2/1964, m.b. 15 Agustus 1936.

Catatan:

1. Dg. PPL (“Wegverkeersverordening”) ini dicabut kembali “Peraturan Pemerintah Lalu-Lintas Jalan” (S. 1933-138),

s.d.u.t. terakhir dg. peraturan tanggal 22 Nopember 1934 (S. 1934-642.);

2. Yang dimaksud dengan “Undang-undang Lalu-Lintas Jalan” (UUL): “Wegverkeersordonnantie” (S. 1933-86).

Pasal 1.

(1) Dengan tidak mengurangi penetapan dengan pasal (l) “Undang-undang (Ordonansi) Lalu-Lintas Jalan”, maka pada penetapan-penetapan yang dikeluarkan dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah (verordening) ini yang dimaksud dengan:

a. kereta: kendaraan yang digerakkan (dijalankan) dengan tenaga penghela hewan dan dipergunakan untuk pengangkutan orang;

b. gerobak: kendaraan yang digerakkan dengan tenaga penghela hewan dan dipergunakan untuk pengangkutan barang atau hewan;

c. muatan sumbu: jumlah tekanan roda-roda pada suatu sumbu yang menekan jalan;

d. parkir: pemberhentian kendaraan selain dari untuk

menurunkan atau menaikkan orang dengan segera, ataupun untuk memuat atau membongkar barang dengan segera;

e. berhenti di tempat menunggu: pemberhentian kendaraan umum, selain untuk menurunkan atau menaikkan orang dengan segera ataupun untuk memuat atau membongkar barang dengan segera; f. memberhentikan: memberhentikan kendaraan atau hewan;

g. tempat perhentian: tempat memberhentikan dan tempat

perhentian kendaraan umum untuk menurunkan dan menaikkan penumpang;

h. pemelihara jalan: orang (badan) yang seluruhnya atau sebagian besar memikul biaya pembetulan dan pemeliharaan jalan itu.

(2) (s.d.t. dg, S. 1938-714.) Mengenai jalan-jalan yang dipelihara oleh daerah otonom maka Dewan Hariannya dianggap sebagai

pemelihara jalan.

Pasal 2.

(1) (s. d. u. dg. S. 1938- 714, S. 1940- 73.) Dilarang:

a. berjalan disebelah kanan jalur lalu-Lintas, yang bukan

(2)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

b. berhenti di jalur lalu-Lintas, yang bukan jalan orang, atau menyuruh atau membiarkan kendaraan atau hewan berhenti di situ, jikalau ada kemungkinan berhenti di luar jalur lalu lintas ini; (PPL. 1081, 1091, 1141,4.)

c. dengan tidak mempunyai alasan yang penting menyuruh atau membiarkan kendaraan atau hewan berhenti di jalur

lalu-lintas, di belokan, di persimpangan atau di jembatan; (PPL 1082, 1091, 1141,6, 116.)

d. berjalan terus jikalau hal ini sudah dilarang menurut tanda yang diberikan pesawat, yang nyata gunanya untuk mengatur lalu-lintas; (PPL. 1081, 1091, 116.)

e. berjalan terus dengan kendaraan ataupun dengan hewan melewati suatu tanda yang ada pada alas jalan, jikalau perintah untuk berhenti telah diberikan; (PPL. 1081, 109', 116.)

f. berjalan samping-menyamping di jalan orang atau bersepeda sampingmenyamping di jalan sepeda, sehingga tidak cukup lagi tempat untuk lewat bagi orang-orang lain yang berjalan kaki atau pengendara sepeda; (PPL. 116, 1081.)

g. (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) memberhentikan kendaraan di tempat lain selain dari di sebelah paling kiri dari jalur lalu-lintas, kalau kita menghadap ke jurusan jalan

kendaraan, kecuali jika pada sebelah kiri jalur itu ada jalan kereta api, jalan trem atau jalan kereta api

perusahaan/perindustrian, ataupun jika untuk beberapa jalan telah dikeluarkan peraturan lain dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom; (PPL. 1081, 1091.)

h. memberhentikan kendaraan di jalur lalu-lintas pada suatu tempat dengan cara sedemikian, sehingga tidak cukup tempat lagi bagi kendaraan lain untuk lewat.

(2) Pengemudi kendaraan yang bukan kendaraan bermotor diharuskan tetap berjalan pada sebelah paling kiri dijalur lalu-lintas, kecuali dalam beberapa hal, jikalau keadaan jalan tidak

mengizinkannya, atau jikalau perlu meninggalkan jalan kiri ini untuk melewati (memotong) pemakai-pemakai jalan yang lain atau benda-benda. (PPL. 1081, 1146.)

(3) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Untuk mempergunakan pasal ini maka suatu jalan yang dibagi dua oleh jalur pemisah dianggap sebagai satu jalan, asal saja kedua bagian jalan itu mempunyai satu nama.

(4) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Penetapan-penetapan yang disebutkan di ayat (1) huruf g yang mengenai jalan-jalan propinsi hanya dikeluarkan oleh Dewan Harian Propinsi. (PPL. 81, 572.)

Pasal 3.

Setiap orang diharuskan menepi pada waktunya di jalur lalu-lintas, yang bukan jalan orang:

a. sebanyak mungkin ke kiri waktu berpapasan atau waktu dilewati;

b. secukupnya ke kanan sewaktu melewati. (PPL. 81, 572 , 1082, 1091, 1144.)

Pasal 4.

(3)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ke-1. kendaraan yang berjalan di atas rel, kendaraan

pemadam kebakaran, kendaraan orang sakit, kendaraan untuk memberi pertolongan waktu kecelakaan

lalu-lintas, pawai penguburan, barisan militer, rombongan polisi, pawai dan anakanak sekolah yang berbaris teratur atau bersepeda berkelompok disertai

pengiringnya;

ke-2. lalu-lintas yang dihadapi di tempat itu, di mana dinyatakan dengan rambu atau tanda, bahwa di sana harus didahulukan lalu-lintas dari depan; (PPL. 1042.) ke-3. (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) ketika hendak masuk ke

djalan raya datang dari dialan simpangan, kepada

lalu-lintas di djalan raya; jang dianggap djalan raya adalah djalan-djalan jang ditundjuk sebagai demikian oleh Gubernur-gubernur propinsi untuk kepentingan lalu-lintas langsung, dalam ligkungan kota-kota djuga djalan-djalan jang sebagai demikian ditundjuk dengan keputusan Dewan Pemerintah Daerah Kota-kota itu; (PPL. 1061,2.)

ke-4. lalu-lintas di persimpangan jalan raya yang

seharusnya didahulukan menurut rambu; (PPL. 1042.) ke-5. lalu-lintas dari kiri dalam hal-hal yang lain, jika

tibanya di persimpangan kira-kira bersamaan.

Kewajiban untuk mendahulukan ini berlaku menurut urutan nomor yang menyebutkan hal-hal tadi dan pemakai jalan yang disebutkan kemudian harus mendahulukan pemakai jalan yang disebutkan lebih dahulu.

(2) Setiap orang harus menepi dijalan untuk orang-orang dan

kendaraan-kendaraan atau barang-barang lain yang nyata harus berada di jalan itu berhubung dengan suatu pekerjaan, serta juga untuk orang cacat dan orang yang membutuhkan pertolongan. (PPL. 8o, 57 o, 108 o, 109 o, 114 o.)

Pasal 5.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dilarang:

a. melewati (memotong) suatu kendaraan yang berjalan kejurusan yang sama, pandangan yang bebas ke depan terhalang;

b. mempercepat kendaraan sewaktu dilewati oleh kendaraan lain yang akan mendahului;

c. melewati trem yang berhenti di jalur lalu-lintas untu menurunkan atau menaikkan penumpang, pada sebelah tempat menurunkan atau menaikkan itu, terkecuali jika di situ ada bukit pelarian, trotoar pelarian atau ada jalur aman di permukaan jalan;

d. ke luar ke jalan dari halaman atau lapangan yang letaknya di tepi jalan, jika jalan ini tidak bebas;

e. melewati bukit lalu-lintas dari sebelah kanan.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom, maka menyimpang dari penetapan pada ayat (1) huruf e, dibolehkan kendaraan bermotor melalui bukit lalu-lintas dari sebelah kiri dan kanan. (PPL. 81, 572, 106, 1082, 1091.)

Pasal 6.

(4)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

nyata disediakan untuk dia kecuali waktu menyeberangi jalur ini. (PPL. 1091, 1141,4.)

(2) Dengan tidak mengurangi penetapan di ayat tadi, maka pemakai jalan yang butuh pertolongan atau cacat, dilarang jika tidak perlu berada di jalur lalu-lintas kendaraan, jika tidak

disertai pengiring atau tidak mempunyai suatu tanda yang telah ditetapkan atau disahkan. (PPL. 7, 81 , 572 , 1082 .)

Pasal 7.

(1) Menteri Perhubungan dapat:

a. mengeluarkan peraturan-peraturan mengenai lalu-lintas di persimpangan (prapatan) dan mengenai isyarat-isyarat (tanda-tanda) yang dipergunakan pegawai pengatur lalu-lintas;

b. menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi pesawat-pesawat pengatur lalu-lintas;

c. menetapkan tanda-tanda yang disebutkan di pasal 6 ayat (2) dan lambang-lambang untuk beberapa golongan pemakai jalan, serta mengeluarkan aturan-aturan tentang pemakaian tanda-tanda itu.

(2) (s.d.u. dg. 9. 1938-714.) Dilarang:

a. mengadakan atau mempunyai suatu pesawat di jalan, di tepi atau di atasnya yang dapat memberikan isyarat atau tanda, yang sangat menyerupai tanda-tanda yang disebutkan di ayat (1) huruf a dan b, sehingga mungkin menimbulkan kekalutan atau kekeliruan ;

b. mempergunakan tanda atau lambang, jikalau tidak masuk golongan pemakai jalan yang telah diizinkan memakainya. (PPL. 572, 1081.)

Pasal 8.

(1) (s.d.u. dg. PPNo. 28/19751.)Dengan peraturan daerah otonom dapat dikeluarkan perperaturan sebagai tambahan aturan-aturan lalu-lintas yang termaktub di pasal-pasal 2, 3, 4, 5 dan 6, jikalau keadaan-keadaan dan kebutuhan setempat

menghendakinya.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom:

a. untuk keamanan lalu-lintas dapat dilarang menjalani beberapa jalan kesatu atau dua jurusan, baik untuk

selamanya, ataupun untuk jam-jam yang tertentu atau untuk beberapa hari, baik dengan semua kendaraan, maupun dengan beberapa macam kendaraan, asal saja lalu-lintas langsung tidak mendapat rintangan yang tak perlu; (PPL. 1091.)

b. dapat ditunjuk tempat parkir dan dapat ditunjuk jalan-jalan atau tempat tempat yang dilarang parkir atau berhenti di situ; (PPL. 1091.)

c. dapat dilarang di beberapa jalan atau pojok-pojok jalur lalu-lintas untuk memutar segala atau beberapa macam kendaraan atau hewan; (PPL. 1041, 1091.)

d. dapat dilarang melewati (momotong) kendaraan bermotor yang sedang berjalan oleh kendaraan bermotor lain; (PPL. 104', 109'.)

e. dapat dilarang memasuki beberapa jalan dari jalan lain; (PPL. 104', 109'.)

(5)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

kereta anak-anak dan otoped dan sebagainya;

g. dapat ditunjuk jalur jalan khusus untuk satu atau lebih pemakai jalan;

h. dapat dilarang mengadakan permainan di jalan;

i. dapat dilarang kendaraan menyimpang ke kanan untuk memasuki jalan simpangan. (PPL. 104'.)

(3) Peraturan-peraturan atau penetapan-penetapan yang dimaksud di ayat(l) dan (2) yang mengenai jalan-jalan propinsi masing-masing ditetapkan oleh Dewan Propinsi atau Dewan Harian Propinsi. (PPL. 106, 108.)

Peraturan -peraturan Mengenai Orang Berjalan Kaki.

Pasal 9.

(1) Orang berjalan kaki dilarang menyeberangi suatu jalur untuk lalu-lintas kendaraan, jika tidak melalui jalan yang sependek-pendeknya dan setelah dia mendapat kepastian bahwa dia dapat menyeberang dengan tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain.

(2) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Di jalan-jalan yang tidak mempunyai jalan orang, orang berjalan kaki diharuskan:

a. berjalan di pinggir jalan, jika ini dapat dilalui dengan sempuma;

b. tetap berjalan disisi paling kiri jika pinggir jalan yang demikian tidak ada. (PPL. 108 o, 114 o.)

Pasal 10.

(1) Dengan penetapan Dewan Harian Kota-kota dapat ditunjuk beberapa jalur kendaraan untuk penyeberangan orang berjalan kaki waktu jam-jam yang tertentu. (PPL. 106.)

(2) Jika jalur-jalur yang disebutkan di ayat (1) itu telah

ditunjuk, maka orang berjalan kaki dilarang menyeberangi jalan kendaraan selain dari melalui jalur-jalur ini. (PPL. 108'.) (3) Penetapan-penetapan di pasal ini tak berlaku untuk

rombongan-rombongan angkatan darat atau laut, atau polisi yang sedang berbaris.

Peraturan- peraturan Mengenai Pengemudi.

Pasal 11.

(1) Pengemudi yang sempat melihat atau dapat selayaknya mengira, bahwa seorang berjalan kaki bermaksud menyeberangijalur lalu-lintas kendaraan, diwajibkan mengurangi kecepatannya, sehingga penyeberangan itu tidak mendapat hatangan.

(2) Sewaktu berjalan beriring-iringan, pengemudi diwajibkan berada cukup jauh dari kendaraan yang di depannya, sehingga dapat dicegah suatu tubrukan jikalau kecepatan kendaraan itu berubah sedikit.

(3) Pengemudi kereta, gerobak dan kereta sorong dilarang jika tak perlu betul mengadakan iringan di jalan dengan lebih dari 3 kendaraan, jika di antara tiaptiap dua iringan dari 3 kendaraan ini tidak diluangkan paling sedikit jarak 10 m di daerah

perumahan kota dan 30 m di jalan di luar daerah ini. (PPL. 114

o

.)

(4) (s.d.t. dg. S. 1938-714.) Pengemudi dilarang:

(6)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

oleh sebab menimbulkan gaduh, menyebarkan nap (asap) atau bahan lain, ataupun oleh sebab lain;

b. mengemudikan kendaraannya dengan cara sedemikian, sehingga dia tak cukup lagi menguasainya;

c. meninggalkan kendaraan bermotornya tanpa diawasi dengan tidak mematikan mesinnya dan tidak memasang remnya; d. meninggalkan kereta atau gerobaknya dengan pasangannya

tanpa diawasi;

e. pada kereta atau gerobaknya yang sedang berialan dan yang bermuatan penuh berada di suatu tempat, selain dari tempat duduk yang telah disediakan untuk pengemudi.

(5) Pengemudi sepeda dilarang mengangkut dengan sepedanya satu atau lebih orang lain, kecuali jika sepeda itu mempunyai tempat

barang yang dapat dipergunakan untuk itu, ataupun jika sepeda itu telah mempunyai bentuk untuk keperluan demikian.

(6) Dengan tidak mengurangi penetapan di pasal 2 ayat (1) huruf f, dilarang orang bersepeda bersandingan lebih dari dua orang. (7) Dilarang orang bersepeda membiarkan kendaraannya dihela

(diseret) oleh kendaraan lain.

(8) (s.d.u. dg. PP No-. 28/1951.) Dengan peraturan daerah otonom maka untuk keamanan lalu-lintas pengangkutan orang lain selain dari pengemudi, dengan sepeda dapat dibatasi atau dilarang melebihi larangan di ayat (5). (PPL. 57 o, 108 o, 109 o.)

Kecepatan-kecepatan Maksimum.

Pasal 12.

(1) Sejauh belum lagi ditentukan keeepatan maksimum yang lain berdasarkan penetapan dengan ayat-ayat yang berikut, maka dilarang pengemudi: a. Oto bis dengan jumlah berat yang

diperbolehkan lebih dari2 .000 kg menjalankan kendaraannya di jalan dengan kecepatan lebih dari 55 km sejam; b. mobil gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg

menjalankan kendaraannya di jalan dengan kecepatan lebih dari 50 km sejam; - otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta gandengan dan traktor dengan sebuah kereta tempelan lebih dari 40 km sejam. (PPL. 1042.)

(1a) (s.d.u. dg. S. 1940-73.) Di beberapa jalan yang letaknya tidak di daerah perumahan kota dapat ditetapkan:

a. kecepatan maksimum 70 km sejam untuk otobis dan mobil gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg;

b. keeepatan maksimum 50 km sejam untuk otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta gandengan dan untuk traktor dengan sebuah kereta tempelan.

(2) Di daerah perumahan kota, dapat ditetapkan:

1. kecepatan maksimum 40 km sejam untuk semua ataupun untuk beberapa macam kendaraan;

2. kecepatan maksimum 25 km sejam:

a. di jalan tempat lalu-lintas yang ramai waktu jam-jam yang tertentu bagi semua kendaraan;

b. untuk otobis dan mobil gerobak dengan sebuah kereta

gandengan dan untuk traktor dengan sebuah kereta tempelan. (3) Jika keselaniatanjalan menghendakinya, maka untuk di luar

daerah perumahan kota dapat diteta'pkan kecepatan maksimum 40 km sejam untuk semua atau beberapa macam kendaraan dan

(7)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

perutnahan kota untuk otobis dan mobil gerobak dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 2.000 kg.

(4) Selain dari itu dapat ditetapkan keeepatan maksimum 40 km dan 25 km sejam, jika keadaan setempat menghendakinya untuk semua atau beberapa macam kendaraan di dekat dan di atas jembatan-jembatan dan persimpanganpersimpangan dan pada bagian-bagian jalan yang berbahaya untuk lalu-lintas. (PPL. 57 o.)

Perlombaan Jalan Dan Pacuan.

Pasal 13.

(1) Surat izin yang disebutkan di pasal 3 “Undang-undang Lalu-lintas Jalan” diberikan hanya jika perlombaan atau pacuan itu dilakukan dengan cara yang tidak sangat menghalangi dan

membahayakan lalu-lintas.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 8/1951.) Idzin ini diberikan djika sekalian djalan-djalan jang digunakan sebagai tempat mengadakan

perlombaan atau patjuan itu:

a. terletak didalam sesuatu kota oleh Wali-kota; b. terletak didalam sesuatu kabupaten oleh Bupati;

c. terletak didalani lebih dari satu kabupaten tetapi dalam satu propinsi oleh Gubernur;

d. terletak didalam lebih dari satu propinsi oleh Menteri Dalam Negeri.

(3) Izin ini dapat disertai syarat-syarat untuk menamin tertib serta kebebasan dan keamanan lalu-lintas.

(4) Oleh Menteri Dalam Negeri dapat ditetapkan peraturan umum mengenai perlombaan-perlombaan dan pacuan-pacuan, yang

mengandung aturan-aturan tentang pemberian-pemberian izin yang dimaksud di pasal ini.

Pemberian Tanda Dan Penerangan; Bentuk Dan Perlengkapan.

Pasal 14.

(1) Pemakai jalan diwajibkan memberi tanda secukupnya dengan suara atau isyarat, ataupun, di antara matahari terbenam dan matahari terbit, dengan cahaya setiap waktu jika hal ini perlu untuk keamanan lalu-lintas.

(2) Suatu penerangan atau pemberian tanda yang diwajibkan dengan atau herdasarkan peraturan ini, dianggap telah dilakukan, hanya jika dia menurut pendapat umum telah dapat dilihat, didengar atau dipahami pada waktunya di tempat yang dimaksud, oleh mereka kepada siapa penerangan atau pemberian tanda itu ditujukan. (PPL. 57 o, 108 o, 109 o.)

Pasal 15.

(1) Pengemudi kendaraan diwajibkan:

a. jika dia bermaksud mengurangi kecepatan dengan tiba-tiba, menyatakan pada waktunya maksud ini, baik dengan suatu isyarat yang jelas dinyatakan dengan suatu pesawat di atas atau pada kendaraan, atau dengan lengan, tongkat, cemeti atau benda lain yang jelas kelihatan diturun-naikkan di samping kendaraan itu; (PPL. 114 o.)

(8)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

tongkat, cemeti atau benda lain yang jelas kelihatan dikeluarkan tegak lurus ke luar kendaraan; (PPL. 1142.) c. jika dia bermaksud mengubah haluan, menyatakan maksud itu

pada waktunya, baik dengan suatu isyarat yang jelas dinyatakan dengan suatu pesawat di atas atau pada

kendaraan, baik dengan lengan, tongkat, cemeti atau benda lain yang jelas kelihatan diulurkan ke arah yang

dikehendaki itu. (PPL. 114 o.)

d. umumnya, jika dia bermaksud menyimpang dari tingkah laku lalu-lintas yang biasa, menyatakan hal ini sejelas mungkin dengan suatu tanda yang terang kelihatan.

(2) Setiap orang dilarang memberikan suatu tanda di jalan,

melakukan suatu gerakan atau tindakan, yang mungkin mengacaukan lalu-lintas.

(3) (s.d.t. dg. S. 1938-714.) Pengemudi kendaraan bermotor, yang bukan sepeda motor, diwajibkan menyatakan maksudnya untuk

mengubah haluan di antara matahari terbenam dan matahari terbit dengan mempergunakan penunjuk arah yang dimaksud di pasal 24 ayat (1) huruf f.

(4) (s.d.t. dg. S. 19,18-714.) Pengemudi kereta diwajibkan menyatakan maksudnya yang disebutkan di ayat (1) itu dengan mempergunakan satu bulatan yang bertangkai tongkat; pada sebelah-menyebelah bulatan ini ada reflektor merah, seperti yang telah ditetapkan untuk sepeda dengan pasal 17 ayat (1) huruf d kedua. (PPL. 57 o, 108 o, 109o.)

Pasal 16.

(1) Kecuali penetapan dengan ayat (2) di antara matahari terbenam dan matahari terbit kendaraan bermotor harus mempunyai:

a. dua lampu kiri-kanan yang memancarkan ke depan sinar yang tak berwarna atau berwarna kuning, yang terangnya cukup jelas kelihatan oleh orang-orang padajarak 60 m pada

keadaan cuaca yang biasa dan di jalan yang tak diterangi; sinar ini harus diarahkan atau dapat diarahkan sehingga tidak menyilaukan mata; bola lampu pada sebelah kanan belakang, yang memancarkan ke belakang sinar merah yang terang;

c. lampu di sebelah belakang, yang memanearkan ke belakang sinar merah atau sinar kuning, ataupun yang terang

menyinari satu tanda peringatan, jika rem kaki dipergunakan;

d. lampu yang terang menyinari tanda yang dimaksud di pasal 47 ayat (1), tetapi hanya jika pada kendaraan bermotor itu tidak terpasang kereta gandengan. (PPL. 7.)

(2) Menyimpang dari penetapan dengan ayat (1) maka untuk sepeda motor beroda dua diwajibkan hanya satu lampu yang disebutkan di huruf a, dan untuk kendaraan bermotor yang demikian lampu yang disebutkan di huruf b dapat dipasang di tengah di sebelah

belakang, dan perkakas yang disebutkan di huruf c tidak diharuskan. (PPL. 19, 43 dst., 572, 71, 114o.,5, 115.)

Pasal 17.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Di antara matahari terbenam dan terbit diharuskan:

a. kereta, gerobak, riksa, kereta sorong dan sepeda yang

(9)

kiri-ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

kanan, yang memancarkan ke depan dan ke samping sinar tak berwarna atau berwarna kuning terang dan jelas kelihatan dan ke belakang sinar merah yang terang dan jelas

kelihatan; lentera ini dipasangkan dengan cara sedemikian, sehingga jelas dapat dilihat oleh pemakai-pemakai jalan yang datang dari depan dan dari belakang dalam segala macam keadaan;

b. seorang pejalan kaki yang membawa beban pada pikulan dijalan yang juga dilalui kendaraan bermotor, harus membawa cahaya (lampu) terang yang tak berwama atau berwarna kuning

yangjelas menyatakan kepada pemakai-pemakai jalan di depan dan di belakangnya bahwa dia berada di situ; (PPL. 108'.) c. Dihapus dg. S. 1938-714;

d. sepeda beroda dua harus mempunyai:

sebuah lentera, yang memancarkan ke depan cahaya terang yang tak berwarna atau berwarna kuning, yang

ditujukan ke bawah sehingga jalan disinari paling jauh 15 m di depan sepeda itu;

kedua: sebuah lentera di belakang yang memancarkan ke belakang cahaya merah, ataupun suatu reflektor yang letaknya tegak lurus dan yang menjadikan sinar yang tiba di situ menjadi kilauan merah yang terang

kelihatan. (PPL. 15o, 19 o, 57 o, 114 o, 115.)

(2) Dihapus dg. S. 1938-714.

Pasal 18.

(1) Kereta gandengan yang dipasangkan langsung atau dengan

perantaraan kereta gandengan lain kepada kendaraan bermotor, di antara matahari terbenam dan matahari terbit, harus mempunyai: a. dua lampu (lentera) yang dipasangkan di kiri-kanan, yang

tnemancarkan miring ke depan sinar terang yang tak berwarna atau berwarna kuning;

b. di sebelah belakang kanan sebuah lampu, yang menyinarkan ke belakang cahaya merah yang terang;

c. di sebelah belakang sebuah lampu yang meinancarkan ke

belakang cahaya terang yang merah atau kuning, ataupun yang terang menyinari tanda peringatan, jika rem kaki

dipergunakan;

d. lentera (lampu) yang terang menyinari tanda yang dipasang di sebelah belakang sebagai disebutkan di pasal 36, tetapi hanya, jika di belakang kereta gandengan ini tidak ada lagi terpasang kereta gandengan lain.

(2) Kereta samping yang dipasang pada sepeda motor, di antara matahari terbenam dan matahari terbit, harus mempunyai lampu, yang memancarkan ke depan cahaya terang yang tak berwarna atau berwarna kuning dan yang ditempatkan pada sebelah yang jauh dari sepeda motor itu, sertajuga, jika kereta samping itu dipasang di sebelah kanan sepeda motor, sebuah lampu pada sebelah kanan yang memancarkan ke belakang cahaya merah yang terang. (PPL. 190 570, 70, 1140, 115.)

Pasal 18a.

(s.d.u. dg. S. 1938-714.) Jika muatan kendaraan lebih dari 2 m keluar dari sisi belakang, maka pada ujung belakang muatan itu harus ada:

(10)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

yang jelas kelihatan yang berukuran panjang aan lebar paling sedikit 0,40 M;

b. di antara matahari terbenam dan matahari terbit, sebuah lentera memancarkan ke segala penjuru cahaya merah yang terang kelihatan. (PPL. 572.)

Pasal 19.

(1) Pengemudi diharuskan menjaga:

a. supaya aturan-aturan yang disebutkan di ayat-ayat 16, 17 dan 18 ditaati;

b. supaya sumber-sumber cabaya (lampu-lampu) yang ada di atas atau pada kendaraannya tidak menyilaukan pandangan

pengemudi-pengemudi kendaraan yang datang dari depan. (2) Kewajiban termaktub di ayat (1) huruf a tidak berlaku untuk

kendaraan yang sedang berhenti:

a. jika dia diterangi oleh cahaya yang datang dari luar, schingga sudah terang kelihatan dari jarak 60 m;

b. di tempat-tempat parkiran atau tempat menunggu.

(3) Pengemudi dilarang mempergunakan pada atau di kendaraannya lampu lampu selain dari yang disebutkan di ayat (1) huruf a dengan cara yang mungkin mengacaukan lalu-lintas di jalan. (4) Menyimpang dari penetapan di ayat (1) pengemudi kendaraan

bermotor dibolehkan mengurangi sinar lampu-lampu depan yang disebutkan di pasal 16 ayat (1) huruf a, ataupun mempergunakan untuk itu lampu-lampu yang tidak seterang itu:

a. jika waktu memakai lampu-lampu yang kurang terang itu, masih dapat terang dilihat orang-orang dan benda-benda di atasjalan padajarak 60 m di depan kendaraan bermotor itu, oleh karena penerangan yang datang dari luar;

b. waktu bertemu dengan kendaraan lain;

c. jika kendaraan bermotor itu sedang berhenti. (PPL. 570, 1080, 1090.)

Pasal 20.

Oleh Menteri Perhubungan dapat lagi dikeluarkan aturan-aturan mengenai penerangan kendaraan. (PPL. 570.)

Pasal 21.

(s.d.u. dg. S. 1,938-714.) Dilarang mengadakan atau mempunyai dijalan, di tepi atau di atasnya suatu pesawat yang menyinarkan cahaya yang mungkin menyilaukan atau mengelirukan pengemudi-pengemudi kendaraan yang berada di jalan itu. (PPL. 572, 1081.)

Pasal 22.

Untuk memberi tanda-tanda suara, kendaraan-kendaraan yang bersangkutan harus mempunyai pesawat-pesawat sebagai berikut: a. kendaraan bermotor, yang bukan mesin jalan, selompret atau

klakson yang jelas kedengaran pada jarak 60 m; b. sepeda, lonceng sepeda;

c. kereta, lonceng kaki;

d. kendaraan bermotor pemadam kebakaran, waktu pergi ke kebakaran, suling atau lonceng kapal;

e. mesin jalan, suling. (PPI,. 23, 43, 572, 71.)

Pasal 23.

(11)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

daerah perumahan kota pengemudi kendaraan bermotor diharuskan memberi tanda-tanda suara dengan pesawat yang diwajibkan di pasal 22.

(2) Dilarang:

a. memberi tanda-tanda suara di daerah perumahan kota, jika tidak untuk keamanan lalu-lintas;

b. memberikan tanda-tanda suara di antara matahari terbenam dan matahari terbit jika dapat diberi tanda (peringatan) seperlunya dengan sinar lampu-lampu depan seperti telah ditentukan;

c. memberikan tanda-tanda suara dengan suatu pesawat lain dari pesawat-pesawat yang telah ditetapkan untuk pelbagai

kendaraan masing-masing pada pasal 22.

(3) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan penetapan Dewan Harian Daerah otonom, dapat ditunjuk (ditetapkan) jalan-jalan, di mana pengemudi-pengemudi kendaraan dilarang memberikan tanda-tanda suara, baik untuk selamanya ataupun untuk waktu yang tertentu, dalam satu hari. (PPL. 572, 1042, 106, 108', 1091.)

Pasal 24.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Kendaraan bermotor harus mempunyai: a. pesawat mengemudi (kemudi) yang sempurna dan saksama; b. pesawat rem yang dapat dikendalikan dari tempat pengemudi

dan yang dapat memberhentikan kendaraan bermotor itu pada jarak yang ditentukan dengan penetapan yang disebutkan di ayat (2); kendaraan bermotor, yang bukan sepeda motor beroda dua yang tak mempunyai kereta samping, harus dapat ditahan berhenti dengan muatan penuh di pendaldan (di tanjakan) yang securam-curamnya yang dapat dilalui

kendaraan itu, dengan mempergunakan perkakas pengerem lain yang ada pada pesawat rem yang disebut tadi, ataupun dengan mempergunakan pesawat rem yang lain;

c. pesawat peredam suara, yang sempurna yang menyalurkan gas-gas buangan mesin itu ke arah belakang;

d. ban hidup, yang memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan Menteri Perhubungan ataupun ban-ban yang menurut pendapat Menteri Perhubungan dapat disamakan dengan ban hidup

mengenai gerak kerjanya terhadap jalan; (PPL. 300, 310, 35 1 , 1140.)

e. sebuah cermin (kaca), sehingga pengemudi atau orang yang dimaksud di pasal 28 dapat setiap waktu meninjau bagian jalan di sebelah kanan belakang dari tempat duduknya; (PPL. 28.)

f. penunjuk arah yang sempuma, yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dan yang harus dipasangkan menurut cara yang ditetapkan oleh beliau; aturan ini hanya berlaku untuk kendaraan bermotor yang bukan sepeda motor;

g. penghapus kaca otomatis yang sempurna; aturan ini hanya berlaku untuk kendaraan bermotor yang mempunyai kaca depan. (2) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Menteri Perhubungan dapat lagi

selanjutnya menetapkan aturan-aturan mengenai bentuk dan

perlengkapan teknis kendaraankendaraan bermotor. (PPL. 43, 570, 71, 1140.)

(12)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

(1) Untuk otobis-otobis berlaku peraturan-peraturan yang berikut: a. otobis atau bagian-bagiannya yang digunakan untuk

pengangkutan paling banyak 16 orang, termasuk pegawainya, harus mempunyai paling sedikit satu tempat keluar pada dinding belakang atau dinding kiri yang lebarnya paling sedikit 65 cm pada seluruh tinggi dinding itu;

b. otobis atau bagian-bagiannya untuk pengangkutan lebih dari 16 orang, termasuk pegawainya, harus mempunyai paling

sedikit dua tempat keluar, yang satu harus menurut

penetapan di huruf a dan yang lainnya dibuat pada dinding kiri di dekat sisi depan, yang lebarnya paling sedikit 55 cm pada seluruh tinggi dinding itu;

c. tempat-tempat keluar yang mungkin ada pada dinding kanan hanya boleh dipergunakan sebagai tempat keluar darurat; jika tempat-tempat keluar pada dinding itu ditutup dengan pintu kereta, maka ini harus dapat ditutup dengan cara yang sempurna dan gampang dapat dibuka dari dalam dan dari luar; pintu yang dapat berputar, harus selalu berputar ke arah luar;

d. tempat-tempat keluar,yang disebutkan di huruf a dan b harus bebas dan tidak boleh menjadi tak terpakai seluruhnya atau sebagian, oleh sebab ada tempat-tempat duduk di situ atau oleh sebab penimbunan-penimbunan barang-barang dengan cara yang tidak semestinya;

e. tinggi atap rumah-rumah dari lantai, diukur padajarak 40 cm dari dinding samping, harus paling sedikit 140 cm;

f. bagian-bagian yang menonol yang menjadi halangan, tidak boleh berada pada atau di dalam otobis;

g. tangga untuk keluar-masuk tidak boleh kurang dari 35 cm jauhnya dari tanah; jikalau tangga ini dapat dilipat-lipat, maka cara membikinnya harus demikian rupa, sehingga, jika pintu terbuka tangga itu selalu berada di sebelah bawah. (2) Bagian landasan dan rumah-rumah yang menganjur ke belakang

melewati sumbu yang paling belakang pada otobis, mobil gerobak, dan kereta gandengan yang bersumbu lebih dari satu, tidak boleh lebih panjangnya dari 0,475 kali jarak antara sumbu depan dan sumbu paling belakang; pada kendaraan dengan kereta gandengan bersumbu satu panjang bagian yang menganjur ini, tidak boleh lebih dari 0,475 kali jarak di antara sumbu belakang kendaraan bermotor dan sumbu kereta gandengan itu, dan pada traktor

dengan kereta tempelan tidak boleh melebihi 0,475 kali jarak di antara titik tempelan dan sumbu paling belakang.

(3) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dalam beberapa hal yang istimewa Menteri Perhubungan dapat mengizinkan menyimpang dari

penetapan-penetapan mengenai bentuk dan perlengkapan kendaraan bermotor. (PPL. 570, 71.)

Pasal 26.

Jika ruangan penumpang terpisah seluruhnya atau sebagian dari tempat duduk pengemudi, maka di otobis itu harus ada sistem

pemberian tanda yang mudah tercapai oleh kondektur dan penumpang, dan yang dipergunakan untuk memberi tanda berhenti kepada

pengemudi. (PPL. 34', 57', 71.)

Pasal 27.

(13)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

a. leluasa dan gampang dapat bergerak dan dapat mengemudikan kendaraan bermotor itu, dengan tidak mendapat rintangan dari penumpang atau barang;

b. mempunyai pandangan yang bebas ke depan dan pandangan yang sempuma ke samping;

c. tidak mendapat gangguan oleh sinar dari dalam kendaraan itu; d. dapat memberi tanda-tanda lalu-lintas yang perlu;

e. dapat mengamati dengan sempurna tanda-tanda dari luar. (PPL. 570, 71.)

Pasal 28.

Pemilik atau pemegang dan pengemudi mobil gerobak atau otobis, yang mempunyai kemudi di sebelah kiri kendaraan bermotor itu, harus

berusaha, supaya di luar daerah perumahan kota, duduk seorang di sebelah kanan pengemudi itu, yang dapat mengamati

kendaraan-kendaraan yang datang dari belakang dengan cermin yang disebutkan di pasal 24 ayat (1) huruf e itu, sehingga dia dapat memperingatkan pengemudi, jika pengemudi-pengemudi kendaraan-kendaraan tadi

menyatakan maksud mereka untuk lewat. (PPL. 24-1 sub c, 572, 1080, 1140.)

Pasal 29.

(1) (s.d.u. dg. S 1938-714.) Mobil gerobak dan otobis harus mempunyai perkakas-perkakas dan onderdii-onderdil mobil yang layak sebagaimana ditentukan oleh Menteri Perhubungan.

(2) Otobis harus mempunyai kotak obat menurut syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. (PPL. 340, 570, 71.)

Pasal 30.

(1) Sepeda harus mempunyai rem yang sempurna.

(2) Roda-roda kendaraan yang bukan kendaraan bermotor atau sepeda, jikalau dia tidak mempunyai ban yang disebutkan di pasal 24 ayat (1) huruf d, harus memenuhi syarat-syarat yang

bersangkutan:

a. tidak saling berhubungan dan dapat berputar sekitar atau di dalam sumbu tetap;

b. tidak oleng dan tidak bergerak kian ke mari pada waktu berjalan;

c. harus mempunyai ban baja atau ban mati dari karet;

d. ban roda tidak boleh kurang lebarnya dari birih dan tidak boleh mempunyai bagian-bagian yang menonjol ke luar tapak ban itu.

(2a) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Jika roda-roda kendaraan mempunyai ban mati dari karet, maka ban karet ini harus lekat di birih dengan sempurna. Dilarang memakai ban karet yang sudah aus benar, sehingga birih roda mengenai alas jalan.

(3) Kendaraan yang bukan kendaraan bermotor atau sepeda harus: a. cukup kuatnya untuk pengangkutan yang dilakukan dengan

kendaraan itu;

b. tidak menunjukkan kekurangan-kekurangan yang menjadi rintangan untuk pemakaiannya.

(4) Kendaraan yang bukan kendaraan bermotor atau sepeda, yang mempunyai lebih dari satu sumbu, harus mempunyai sumbu depan yang gampang berputar.

(14)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

harus berada di dekat pengemudi, sehingga dia segera dapat mempergunakannya.

(6) Kereta dan gerobak harus memenuhi syarat-syarat yang bersangkutan:

a. abah-abah hewan pasangan harus sempurna;

b. galah-galah kendaraan harus melengkung ke bawah pada ujungnya;

c. ambang tidak boleh menonjol melewati ujung sumbu.

(7) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Mengenai penetapan di ayat (2) dapat diberi pembebasan oleh Dewan Harian Daerah otonom yang bersangkutan, dengan syarat-syarat yang dianggap perlu untuk kebebasan dan keamanan lalu-lintas.

(8) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Aturan-aturan selanjutnya mengenai bentuk dan perlengkapan kendaraan, kecuali kendaraan bemiotor dan sepeda, dan yang tidak mengenai penerangan dan pemberian tanda, dapat ditetapkan dengan peraturan-peraturan daerah-daerah otonom.

Ukuran Dan Muatan Kendaraan.

Pasal 31.

(1) Dilarang menjalankan kendaraan di jalan:

a. jika jumlah ukuran tingginya, termasuk muatan, lebih dari 3,50 m;

b. (s.d.u. dg. PP No. 44/1954.)jika ukuran yang paling lebar, termasuk muatan, lebih dari 2,50 m;

c. jika sebagian dari muatan terseret di jalan;

d. jika jumlah panjangnya, termasuk muatan, lebih dari dua kali jarak sumbu yang paling jauh, dan untuk kendaraan bersumbu satu lebih dari 5 m, danjuga, jiktl muatan itu lebih dari 3 m menganjur melewati sisi belakang kendaraan; e. jika suatu bagian kendaraan atau muatan itu menowol,

sehingga mungkin menyebabkan bahaya atau rintangan.

(la) (s.d.u. dg. S. 1940-73.) Menteri Perhubungan dapat mengizinkan dalam beberapa hal istimewa menyimpang dari aturan-aturan

tentang ukuran kendaraan yang ditetapkan di ayat tadi di huruf

a, b dan d.

(2) Waktu mengangkut benda yang sangat panjang, dapat menyimpang seperlunya dari penetapan-penetapan di ayat (1) huruf d dan e, asal saja diambil tindakan-tindakan untuk mencegah bahaya atau gangguan lalu-lintas yang sungguh-sungguh.

(3) Dilarang menjalankan kendaraan yang tidak mempunyai ban yang disebutkan di pasal 24 ayat (1) huruf d di jalan dengan berat muatan, yang mengakibatkan tekanan pada jalan lebih dari 100 kg per cm lebar lingkaran roda.

(4) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Dengan peraturan-peraturan daerah-daerah otonom dapat dikeluarkan selanjutnya aturan-aturan

mengenai ukuran dan muatan kendaraan, terkecuali kendaraan bermotor. (PPL. 570, 71.)

Pasal 32.

(1) Pada mobil gerobak, otobis, kereta tempelan, dan kereta

gandengan harus dinyatakan dengan cara yang terang kelihatan berat kendaraan yang tercatat di buku pemeriksaan, berat maksimum barang yang diangkut dan jumlah maksimum penumpang yang diangkut; kedua pernyataan yang terakhir tadi harus

(15)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

tercatat di buku pemeriksaan.

(2) Di dalam otobis harus jelas dinyatakan jumlah tempat duduk dan tempat berdiri penumpang. (PPL. 33 sub d.)

(3) Menteri Perhubungan menetapkan aturan-aturan untuk menentukan daya angkut kendaraan bermotor; beliau mengeluarkan aturan-aturan tentang cara memuat kendaraan bermotor dan tentang

ukuran dan susunan tempat duduk dan tempat berdiri di kendaraan bermotor; beliau menetapkanjuga aturan-aturan mengenai tempat, ukuran dan cara memasang tulisan-tulisan yang disebutkan di ayat-ayat (1) dan (2) tadi.

(4) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dilarang mengangkut orang dan barang: a. dengan mobil gerobak, otobis, kereta tempelan atau kereta

gandengan lebih dari yang telah diizinkan menurut buku pemeriksaan;

b. dengan mobil penumpang umulm lebih dari yang telah diizinkan menurut tanda pengesahan;

c. dengan mobil penumpang bukan umum dan sepeda motor, lebih dari yang telah diperkenankan dengan aturan-aturan yang ditetapkan berdasarkan ayat (3).

Aturan- aturan Untuk Penumpang Dan Pegawai Otobis.

Pasal 33.

Dilarang:

a. turun atau naik otobis sebelum dia berhenti;

b. meninggalkan otobis dari sebelah yang tidak ditetapkan untuk itu;

c. menghalangi pegawai-pegawai otobis ketika menjalankan kewajiban mereka;

d. berada di otobis ataupun di bagiannya, jika hal ini sudah dilarang oleh pegawai otobis itu, oleh sebab di sana telah berada sejumlah penumpang seperti dinyatakan di pasal 32 ayat (2);

e. mengeluarkan anggota badan atau benda dari otobis waktu kendaraan berjalan. (PPL. 83, 1080.)

Memasang (Menggandeng Atau Menempelkan) Kendaraan.

Pasal 34.

(1) Dilarang menjalankan di jalan raya kendaraan bermotor yalig mempunyai pasangan satu kereta tempelan dan (atau) satu atau lebih kereta gandengan:

a. jika kendaraan bermotor itu, kereta tempelan dan (atau) kereta gandengan itu tidak diikat dengan alat pemasang yang sempuma disediakan untuk itu, sehingga putusnya atau

terlepasnya satu bagian pengikat itu tidak menjadikan

terlepas kereta tempelan dan (atau) satu atau lebih kereta gandengan tadi, dan sehingga kereta tempelan dan kereta gandengan itu tidak menadi oleng;

b. dengan cara yang merintangi pandangan pengemudi.

(2) Untuk kereta tempelan dan kereta gandengan yang dipasangkan pada kendaraan bermotor dan dipergunakan untuk pengangkutan orang, berlaku juga aturan-aturan yang disebutkan di pasal-pasal 25 ayat (1), 26 dan 29 ayat (2). (3) Oleh Menteri

(16)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

Pasal 35.

(1) Kereta tempelan dan kereta gandengan yang dipasangkan kepada kendaraan bermotor langsung atau dengan perantaraan kereta gandengan lain, harus mempunyai:

a. pesawat rem yang bekerja serentak atau hampir serentak dengan pesawat rem kendaraan bermotor itu;

b. ban-ban yang dimaksud di pasal 24 ayat (1) huruf d. (2) Penetapan di ayat (1) huruf a tidak berlaku untuk kereta

gandengan bersumbu satu yang mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 1.500 kg.

(3) Oleh Menteri Perhubungan akan ditetapkan lagi aturan-aturan mengenai syarat yang disebutkan di ayat (1) huruf a. (PPL. 71, 1140,)

Pasal 36.

Tanda yang disebutkan di pasal 8 “Undang-undang Lalu-lintas Jalan” ditaruh juga di sebelah belakang kereta gandengan yang dipasangkan paling belakang pada kendaraan bermotor, menurut pasal 47. (PPL. 18-1 sub d, 1140.)

Pasal 37.

(1) Dilarang menjalankan kendaraan bermotor di jalan dengan pasangan lebih dari satu kereta gandengan, tennasuk kereta tempelan, dengan tak bersurat izin,

(2) Izin ini diminta dengan tulisan oleh pemilik atau pemegang seraya menyebutkan jalan-jalan yang akan dilalui.

(3) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Idzin diberikan, djika permohonan ini mengenai jalan-jalan:

a. jang diurus oleh seorang pemelihara djalan, oleh atau atas nama pemelihara djalan itu;

b. jang diurus oleh lebih dari seorang pemelihara djalan, tetapi terletak dalam satu propinsi, oleh Dewan Pemerintah Daerah itu;

c. terletak dalam lebih dari satu propinsi oleh Menteri Pekerdjaan Umum dan Tenaga.

(3a) Dihapus dg. PP No. 28/1951.

(4) Izin ini tak dikabulkan, jika hal ini dianggap perlu berhubung dengan kebebasan dan keamanan lalu lintas, ataupun berhubung dengan pemeliharaan jalan.

(5) Izin ini disertai syarat-syarat yang dianggap perlu untuk kebebasan dan keamanan lalu-lintas, ataupun untuk pemeliharaan jalan-jalan, untuk mana izin ini berlaku. Di situ tidak boleh ketinggalan:

ke- 1. penetapan tentang ukuran yang paling panjang dari iringan itu seluruhnya, atau jumlah maksimum kereta gandengan yang ada pada iringan itu;

ke-2. aturan, yang menetapkan kecepatan maksimum yang diizinkan, yaitu 25 km atau 15 km sejam; (PPL. 104'.) ke-3. penetapan, bahwa satu pun dari kereta-kereta gandengan

itu tidak boleh oleng ke kanan-kiri sewaktu berjalan, serta penetapan, bahwa kereta yang terakhir tidak boleh banyak menyimpang dari jalan kendaraan bermotor itu.

(17)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

Pasal 38.

(1) Surat izin yang disebutkan di pasal 37 diberikan untuk paling sedikit satu tahun dan paling lama lima tahun.

(2) Izin dapat dicabut kembali, jika pemegang melanggar suatu aturan yang ada di situ atau tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat yang ditetapkan di situ.

(3) Syarat-syarat surat izin dapat diubah sewaktu-waktu, jika hal ini ternyata perlu berhubung dengan keamanan lalu-lintas atau pemeliharaan jalan.

Hewan Di Jalan.

Pasal 39.

Dilarang membawa ke jalan hewan yang mungkin sangat merintangi lalu-lintas atau membiarkannya berada di situ, jika tidak terpaksa mengangkutnya melalui jalan raya, kecuali sebagai hewan tunggangan, hewan penghela atau hewan beban. (PPL. 108'.)

Pasal 40.

(1) Penggiring hewan tunggangan, hewan penghela dan hewan beban dan hewan besar diwajibkan menggiringnya melalui jalur lalu-lintas untuk penunggang kuda, dan jika ini tidak ada, melalui jalur lalu-lintas kereta dan gerobak. Jika jalur-jalur lalu-lintas ini tidak ada, maka hewan tadi digiring melalui jalur lalu-lintas untuk segala kendaraan, ataupun melalui pinggir jalur-jalur itu, tetapi hewan itu harus disuruh berjalan pada sebelah paling kiri di jalur lalu-lintas tersebut.

(2) Penggiring hewan kecil diwajibkan menggiring hewan ini melalui jalur lalu-lintas orang, atau jika ini tidak ada, melalui

jalur-jalur lalu-lintas yang disebutkan di ayat (1) menurut tanda yang ada di situ.

(3) Dilarang membawa hewan di jalan ataupun menyuruh atau membiarkan membawanya di situ, kecuali dengan penggiring-penggiring secukupnya, sehingga dapat dipenuhi kewajiban-kewajiban yang disebutkan di pasal ini dan tidak merintangi lalu-lintas yang lain lebih dari seperlunya saja. (PPL. 1080.)

Pasal 41.

Jikalau sekawanan hewan digiring di jalan diantara matahari terbenam dan matahari terbit, maka penggiringnya harus berusaha supaya pada kawanan hewan ini diadakan satu atau lebih lampu, suluh atau obor yang terang menyala dan jelas kelihatan. (PPL. 1080,

1140.)

Nomor Kendaraan Bermotor.

Pasal 42.

(1) (s.d.u. dg. PP No. 28119,151.) Kecuali penetapan pada pasal 49 permintaan tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan dilakukan dengan surat isian yang contohnya ditetapkan oleh Menteri

Perhubungan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri. (2) Pada permintaan tanda nomor harus disebutkan:

a. nama dan nama kecil pemilik atau pemegang dan jika dia badan hukum juga nama dan nama kecil yang mewakili badan hukum itu dalam perkara ini;

(18)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

c. wilayah kekuasaan seperti dimaksud di pasal 8 ayat (2) “Undang-undang lalu-lintas Jalan”, di mana kendaraan bermotor itu biasanya berada;

d. macam kendaraan bermotor itu;

e. merek pabrik, tahun pembikinan dan jenis kendaraan bermotor itu;

f. nomor pabrik landasan atau rangka.

(3) Pada permintaan tanda percobaan kendaraan disebutkan keterangan yang dimaksud di ayat (2) huruf a, b dan c.

Pasal 43.

(1) Pejabat yang diberi tugas untuk memberikan tanda nomor,

berkuasa menuntut, supaya kendaraan bermotor yang diminta tanda nomornya itu, diperlihatkan kepada pegawai negeri yang telah ditugaskan untuk ini, di tempat dan pada waktu yang telah ditetapkan beliau, supaya dapat diselidiki apakah penjelasan-penjelasan dan uraian-uraian yang disebutkan di surat

permintaan itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; dan

mengenai mobil penumpang dan sepeda motor, apakah aturan-aturan di pasal-pasal 16, 22 dan 24 telah dipenuhi.

(2) Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan menurut ayat (1) maka penjelasan-penjelasan dan uraian-uraian di surat permintaan itu dapat diubah.

Pasal 44.

Permintaan tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan dapat ditolak:

a. jika ternyata bahwa satu atau lebih keterangan-keterangan dan uraian-uraian yang disebutkan di permintaan itu tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya ataupun jika temyata tidak dituruti aturan-aturan yang disebutkan di pasal-pasal 16, 22, 24 dan 52 ayat (4);

b. jika keadaan kendaraan berinotor tidak terpelihara, sehingga mungkin menimbulkan bahaya untuk lalu-lintas.

Pasal 45.

(1) Pada tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan disebutkan: a. nomor dan huruf (huruf-huruf);

b. keterangan-keterangan dan uraian-uraian yang disebutkan pada permintaan, jika perlu telah diubah berdasarkan penyelidikan yang disebutkan pada pasal 43;

c. tanggal pemberian;

d. tanggal tak berlaku lagi tanda itu.

(2) Pada tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan dibubuhi tanda tangan orang yang memberikannya.

(3) Tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan tidak berlaku, sebelum ditandatangani oleh peminta, ataupun, jika dia tidak dapat menulis tanda tangannya, sebelum dibubuhi cap jempol

kanan si peminta di hadapan pegawai yang memberikan tanda itu. Jika jempol kanan tidak ada, maka pada tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan dibubuhi cap jari lain, dan hal ini harus disebutkan di situ.

(4) Pegawai yang bertugas memberikan tanda ini berhak menuntut, supaya tanda tangan yang disebutkan di ayat (3) itu dibubuhkan di hadapannya, sebelum tanda nomor atau tanda percobaan

kendaraan itu diberikan.

(19)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

oleh Menteri Perhubungan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 46.

Untuk tiap-tiap wilayah kekuasaan yang disebutkan di pasal 8 ayat (2) “Undang-undang Lalu-l,intas Jalan” oleh Menteri Perhubungan ditetapkan sebuah huruf atau sekumpulan huruf, yang diberikan untuk segala tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan yang dikeluarkan di wilayah itu.

Pasal 47.

(1) Tanda yang dimaksud di pasal 8 “Undang-undangLalu-lintas Jalan” dipasangkan pada kendaraan bermotor, di atas papan baja yang empat persegi panjang, yang letaknya tegak lurus pada kendaraan bermotor itu, atau pada ruangan empat persegi panjang dan tegak lurus, pada sebelah belakang dan sebelah depan, seiaiar dengan sumbu-sumbu roda kendaraan bermotor itu. (PPL. 16-1 sub d.) (2) (s.d.u.t. dg. PP No. 2/1964.) Angka dan huruf pada papan atau

bidang jang termaksud dalam ayat (1) diberi warna-warna sebagai berikut:

a. untuk kendaraan bermotor bukan umum milik Negara untuk dinas sipil: angka dan huruf berwarna putih diatas dasar merah;

b. untuk kendaraan bermotor bukan umum milik Swasta: angka dan huruf berwarna putih diatas dasar hitam;

c. untuk kendaraan bermotor umum: angka dan huruf berwarna hitam diatas dasar kuning;

d. untuk kendaraan bermotor jang mempuwai surat tjoba kendaraan: angka dan huruf merah diatas dasar putih. Warna-warna jang disebutkan diatas harus tidak mudah terhapus dan tidak luntur.

(3) Tinggi huruf-huruf dan angka-angka pada sepeda motor paling sedikit 45 mm, pada segala kendaraan bermotor lain paling sedikit 90 mm. Ukuran-ukuran yang lain, contoh-contoh yang diperlukan dan petunjuk-petunjuk lain untuk membubuhi canda ini, ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. (PPL. 36.)

(4) (s.d.t. dg. PP No. 2/1964.)Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata menentukan kendaraan bermotor jang diketjualikan dari ketentuan ajat (2) huruf a.

Pasal 48.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Dalam tempo dua minggu sesudah tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan tak berlaku lagi, ataupun sesudah pemegang dilarang mempergunakan tanda percobaan

kendaraan berdasarkan keputusan hakim yang tetap, atau sesudah kendaraan bermotor itu tak ada lagi, atau tak dipakai untuk selama-lamanya, maka tanda-tanda itu dikembalikan kepada pejabat yang memberikannya.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 2811,951.) Menyimpang dari penetapan pada ayat tadi, maka pengembalian tanda nomor yang dimaksud di pasal 11 huruf b “Undangundang Lalu-lintas Jalan” dilakukan pada

(20)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

Pasal 49.

Jika suatu tanda nomor atau tanda percobaan kendaraan sudah buruk ataupun seluruhnya atau sebagian tak sempurna dapat terbaca lagi maka pemegang diharuskan meminta tanda yang baru yang akan

diberikan kepadanya, setelah yang lama diserahkan kembati.

Permintaan dengan tulisan tidak usah dilakukan, jika sebelum saat permintaan itu, tanda itu belum lebih dari tiga tahun lamanya telah diberikan. (PPL. 1080.)

Pasal 50.

(1) Di kantor pejabat yang meinberikannya, diadakan dan

diselenggarakan daftar-daftar atau sistem kartu mengenai tanda-tanda nomor dan tanda-tandatanda-tanda percobaan kendaraan yang telah

diberikan dan yang telah batal, menurut contoh-contoh yang

ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri.

(2) Keterangan-keterangan dari daftar-daftar tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan ini diberikan kepada orang-orang yang bukan pejabat-pejabat pemerintah dengan bayaran Rp. 0,50 untuk tiap-tiap nomor. Menteri Perhubungan dapat menetapkan bayaran yang lain dalam hal-hal istimewa. Penerimaan-penerimaan ini disetor di Kas Negara.

(3) Oleh pemegang tanda percobaan kendaraan diadakan dan

diselenggarakan suatu daftar untuk mencatat, untuk kendaraan bermotor mana suatu tanda percobaan kendaraan dipergunakan, sesuai dengan petunjuk-petunjuk Menteri Perhubungan dan menurut contoh yang ditetapkan oleh beliau. Selama waktu kerja

perusahaan pemegang itu daftar ini harus senantiasa dapat ditilik oleh mereka yang mempunyai tugas untuk mengusut

pelanggaran-pelanggaran aturan-aturan yang dikeluarkan dengan atau berdasarkan “Undang-undang Lalu-Lintas Jalan”. (PPL. 108', 1090.)

Pasal 51.

(1) Tanda percobaan kendaraan berlaku untuk seluruh Indonesia. (2) Pemegang tanda percobaan kendaraan dilarang:

a. menyerahkan kendaraan bermotor yang memakai tanda percobaan kendaraan untuk dicoba kepada seseorang, lebih lama dari tujuh hari;

b. mempergunakan kendaraan ini untuk pengangkutan barang; c. meminjamkannya dengan memungut bayaran (menyewakannya)

ataupun mengangkut orang atau menyuruh atau membiarkan mengangkutnya dengan itu dengan memungut bayaran.

(3) (s.d. u. dg. PP No. 28/1951.) Tanda percobaan kendaraan tak berlaku lagi bagi pemegang yang tidak lagi menjalankan

perusahaannya di wilayah kekuasaan tempat pengeluaran tanda itu.

Pasal 52.

(1) Jika suatu kendaraan bermotor yang mempunyai tanda percobaan kendaraan berpindah ke tangan pemegang yang tidak berhak untuk memakai tanda-tanda percobaan kendaraan, maka orang ini

diharuskan segera memasukkan permintaan tanda nomor, dan

(21)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

2 hari kerja sesudah pemberian tanda nomor itu. (PPL. 108'.) (2) Jika aturan yang disebutkan di ayat (1) itu telah dipenuhi,

maka pemegang kendaraan bermotor yang baru itu berhak untuk mempergunakan tanda percobaan kendaraan yang diberikan kepada pemegang yang lama, sampai saat tanda yang baru seperti

disebutkan di ayat (1) itu seharusnya sudah dipasang.

(3) Pengoperan kendaraan bermotor seperti dimaksud di ayat (1) harus diberitahukan oleh pemegang tanda percobaan kendaraan kepada pejabat yang berkuasa memberikan tanda nomor dan tanda percobaan kendaraan dalam tempo 24 jam. (PPL. 108', 109 .) (4) Sewaktu diberikan tanda nomor, maka pemegang kendaraan yang

baru itu diwajibkan mengembalikan tanda percobaan kendaraan yang dipergunakannya untuk sementara waktu itu kepada pejabat yang disebutkan di ayat tadi, dan beliau selanjutnya akan mengembalikannya kepada pemegang tanda itu. Jika suatu tanda nomor tak diberikan (ditolak), maka pemegang sementara tanda percobaan kendaraan itu juga diwajibkan mengembalikannya dalam tempo dua hari kerja sesudah menerima pemberitahuan penolakan ini. (PPL. 44, 1081.)

Nomor Kendaraan Lain.

Pasal 53.

Dengan tidak mengurangi penetapan pada pasal 14 “Undang-undang Lalu-lintas Jalan”, maka nomor yang dimaksud di pasal itu tidak diharuskan untuk kereta sakit, untuk kendaraan yang ukurannya paling lebar, termasuk muatan, tidak lebih dari satu meter, dan untuk kendaraan-kendaraan untuk keperluan militer, hal mana ternyata dari sifat atau bentuknya.

Kecakapan Untuk Mengemudikan Kendaraan Bermotor.

Pasal 54.

(1) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Keterangan mengemudi tidak diberikan, jika tidak ada kepastian secukupnya, bahwa si peminta sudah berusia 18 tahun untuk golongan A, 21 tahun untuk golongan B-1 dan B-11 dan 16 tahun untuk golongan C dan D.

(2) Untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum diizinkan hanya mereka yang telah berusia 21 tahun dan kesanggupan ini dinyatakan dengan catatan pada keterangan mengemudi yang diberikan kepada mereka.

(3) Jika menurut pendapat pejabat yang ditugaskan pada pasal 16 ayat (2) “Undang undang Lalu-Untas Jalan” dan alasan-alasan istimewa, maka menyimpang dari penetapan pada ayat-ayat (1) dan (2), diberikanjuga keterangan mengemudi kepada orang yang belum mencapai usia yang diwajibkan. (PPL. 63.)

Pasal 55.

(s.d.u. dg. S. 1938-714.) Suatu keterangan mengemudi dapat ditolak kepada si peminta, yang ternyata tak cakap sebagai pengemudi

kendaraan bermotor, oleh sebab dia berulang-ulang dihukum karena berbuat salah satu delik lalu-lintas yang disebutkan di pasal 359, 360, 406, 408, 409, 410 atau 492 di Kitab Undang-undang Hukum

(22)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

Pasal 56.

(1) Suatu keterangan mengemudi tak dikeluarkan, jika si peminta tidak mempunyai kecakapan jasmani atau rohani untuk

mengemudikan kendaraan bermotor dari golongan yang disebutkan pada permintaan itu.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Jika pegawai negeri yang

ditugaskan untuk mempertimbangkan permintaan ini menganggap perlu untuk mendapat kepastian tentang kecakapan yang dimaksud di ayat (1), maka dia dapat menuntut, supaya si peminta reta diperiksa oleh tabib yang ditunjuk untuk keperluan itu dari kalangan Kementerian Kesehatan.

(3) Jika pemeriksaan tabib yang disebutkan di ayat (2) itu

menyebabkan si peminta tidak diberikan keterangan mengemudi, maka sesuai dengan petunjuk tabib yang memeriksa itu, dapat pula ditetapkan tempo paling lama enam bulan, sebelum

permintaan baru dapat dipertimbangkan. (PPL. 60, 63.)

Pasal 57.

(1) Jika si peminta memenuhi syarat-syarat mengenai umur dan kecakapan jasmani dan rohani, maka akan diselidiki

pengetahuannya tentang aturan-aturan lalu-lintas dan kecakapannya untuk mengemudi.

(2) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Penyelidikan pengetahuan tentang aturan-aturan lalu-lintas untuk semua golongan keterangan

mengemudi meliputi pengetahuan aturan-aturan latu-lintas yang termaktub di pasal-pasal 2, 4, 6, 22, 23, 49, 53, 54 dan 59 “Undang-undang Lalu-lintas Jalan”, dan di pasal-pasal 2 sampai dengan 7, 11, 12 dan 14 sampai dengan 24 pada peraturan

pemerintah ini danjuga yang termaktub di peraturan-peraturan daerah-daerah otonoom yang berlaku di wilayah kekuasaan yang disebutkan di pasal 16 ayat (1) “Undangundang Lalu-lintas Jalan” tempat - penyelidikan itu; penyelidikan ini juga

meliputi pengetahuan tentang rambu-rambu dan tanda-tanda yang ditetapkan berdasarkan pasal 105 ayat (3), dan untuk keterangan mengemudi golongan B-1 dan B-Il juga pengetahuan tentang

aturan-aturan yang termaktub di pasal-pasal 25 sampai dengan 29, 31, 32, 97 ayat-ayat (1) sampai dengan (3), dan 98 ayat (1) dan (2), serta juga aturan-aturan mengenai mobil gerobak dan otobis yang ada pada peraturan-peraturan daerah-daerah otonom tadi.

Peminta-peminta keterangan mengemudi untuk mengemudikan kendaraan umum harus pula yang mengenai permintaan:

a. keterangan Mengemudi A, mengetahui letak kampung-kampung dan jalan-jalan yang terpenting di tempat mereka melakukan pekerjaannya dan lagi pula mengetahui pasal-pasal 25 ayat (1), 28, 29 ayat (1), (2) dan (4), dan 30 “Undangundang Lalu-lintas Jalan” serta pasal-pasal 67, 68, 73 ayat (6), 77, 78, 79, 80 ayat (2) dan (5) dan 81 dari “Peraturan Pemerintah Lalu-lintas Jalan”;

b. keterangan mengemudi B-1 dan B-II, harus mengetahui pasal-pasal 25 ayat (1), 28, 29, 30, 31 ayat (1), 32 ayat (6), 35, 40 ayat-ayat (1) dan (4) “Undang-undang Lalu-lintas Jalan.” serta pasal-pasal 67, 68, 73 ayat (6), 78, 79, 80 ayat (1), (3), (5) dan (6), 81, 82, 83, 91a, 94 ayat (1) dan 95 “Peraturan Pemerintah Lalu-lintas Jalan”.

(23)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

dengan kecepatan sepantasnya, dan juga kecakapan mempergunakan pelbagai alat-alat mobil.

(4) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Menteri Dalam Negeri dengan permufakatan Menteri Perhubungan akan mengeluarkan lagi

peraturan-peraturan mengenai penyelidikan yang disebutkan di ayat (3) untuk setiap golongan kendaraan yang dimaksud di pasal 15 ayat (2) “Undang-undang Lalu-lintas Jalan”.

(5) Penyelidikan yang disebutkan di ayat (1) dapat dibatasi atau ditiadakan saja, jika pegawai negeri yang ditugaskan untuk mempertimbangkan permintaan itu, telah mengetahui atau telah nyata kepadanya dengan jalan lain, bahwa si peminta telah mempunyai pengetahuan tentang aturan-aturan lalu-lintas dan kecakapan mengemudi sebagaimana mestinya.

(6) Jika hasil penyelidikan itu tidak memuaskan, maka dalam tempo empat belas hari dapat dilakukan penyelidikan ulangan. Jika ini menyebabkan si peminta belum juga diberikan keterangan

mengemudi, maka dapat ditentukan tempo paling lama dua bulan sebelum permintaan baru dapat dipertimbangkan.

Pasal 58.

(1) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Untuk melakukan penyelidikan yang disebutkan di pasal 57 itu hanya berhak pegawai-pegawai Polisi Umum yang mempunyai keterangan mengemudi untuk kendaraan

bermotor yang sama golongannya dengan yang diminta itu, tetapi untuk menyelidiki kecakapan mengenai permintaan keterangan mengemudi B-11, cukuplah jika pegawai itu hanya mempunyai keterangan mengemudi B-I saja.

(2) (s.d.u. dg. S. 1938-714.) Pada tempat-tempat yang tidak ada pegawainya yang memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di ayat (1), Menteri Perhubungan memberi izin untuk menyimpang dari aturan itu.

Pasal 59.

(1) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Kecuali penetapan dengan pasal 65 ayat (2), maka permintaan keterangan mengemudi dilakukan dengan surat isian yang contohnya ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri.

(2) Permintaan yang disebutkan di ayat (1) harus disertai dua lembar potret si peminta yang serupa dan di situ harus ada keterangan-keterangan yang berikut:

a. nama dan nama kecil, tanggal, tahun dan tempat lahir,

pekerjaan, tempat tinggal atau tempat sementara si peminta; b. pernyataan, apakah si peminta telah pernah meminta

keterangan mengemudi ataupun telah pernah mempunyai keterangan mengemudi yang sah;

c. pernyataan keterangan mengemudi golongan yang dikehendaki, seperti dimaksud di pasal 15 ayat (2) “Undang-undang Lalu-lintas Jalan”.

(3) Pejabat yang mempunyai tugas untuk memberikan keterangan

mengemudi, dapat menuntut, supaya keterangan yang disebutkan di ayat (2) huruf a dibuktikan dengan surat-surat bukti atau

keterangan-keterangan yanig dapat dipercayai.

Pasal 60.

(24)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

keterangan-keterangan lebih lanjut tentang permintaan itu, dan menyerahkan bukti-bukti yang disebutkan di pasal 59 ayat (3) ataupun supaya dia dapat diselidiki (diri) seperti yang

dimaksud di pasal 56 ayat (2) atau di pasal 57.

(2) Jika si peminta tanpa alasan-alasan yarkg sah tidak memenuhi panggilan yang disebutkan di ayat (1) tadi, maka permintaannya itu dianggap telah dicabutnya kembali.

(3) Jika ternyata, bahwa satu atau lebih keterangan yang disebutkan di pasal 59 ayat (2) tidak sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya, maka keterangan mengemudi dapat ditolak.

Pasal 61.

(1) Di keterangan mengemudi disebutkan:

a. keterangan-keterangan yang dimaksud di pasal 59 ayat (2) huruf a dan c;

b. tanggal pemberian;

c. tanggal tak berlaku lagi.

(2) Keterangan mengemudi dibubuhi tanda tangan orang yang

memberikannya, dan salah satu dari potret yang disebutkan di pasal 59 ayat (2) ditempelkan di situ dan dibubuhi cap pejabat yang memberikan keterangan mengemudi itu.

(3) Keterangan mengemudi tidak diberikan, jika belum ditandatangani dan dibubuhi cap jempol kanan oleh si peminta di hadapan

pegawai negeri yang memberikannya, ataupun, jika si peminta tidak dapat menulis tanda tangannya dibubuhi cap jempol

kanannya. Jika jempol kanan tidak ada, maka dibubuhi cap jari lain pada keterangan mengemudi itu, dan hal ini harus

disebutkan di situ,

(4) Contoh-contoh keterangan mengemudi ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 62.

(1) (s.d.u. dg. S. 1,938-714.) Di kantor pejabat yang memberikan keterangan mengemudi diadakan dan diselenggarakan daftar-daftar keterangan mengemudi yang dikeluarkan untuk masing-masing

golongan kendaraan bermotor seperti disebutkan di pasal 15 ayat (2) “Undang-undang Lalu-lintas Jalan”.

(2) Pada daftar-daftar itu dicatat keterangan-keterangan mengemudi yang tak berlaku lagi dan segala keterangan khusus yang mungkin perlu untuk identifikasi pemegangnya.

(3) Dengan permufakatan Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan menetapkan contoh-contoh daftar daftar yang disebutkan di ayat (1), serta cara menyelenggarakannya.

(4) Keterangan-keterangan dari daftar daftar keterangan mengemudi diberikan kepada orang yang bukan pejabat-pejabat negeri dengan memungut pengganti kerugian sejumlah Rp. 0,50 untuk tiap-tiap keterangan mengemudi. Dalam hal-hal istimewa Menteri

Perhubungan dapat menetapkan pengganti kerugian yang lain. Penerimaan-penerimaan ini disetor di Kas Negara.

Pasal 63.

(1) Jika ada persangkaan, bahwa pemegang keterangan mengemudi yang sah tidak memenuhi syarat-syarat yang dimaksud pada pasal-pasal 54, 56 dan 57, maka dia dapat dipanggil oleh pejabat yang

(25)

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

ww

w.

le

ga

lita

s.

or

g

(2) atau di pasal 57.

(2) Jika dari keterangan-keterangan yang diberikannya atau dari penyelidikan yang dilakukan itu ternyata, bahwa yang

bersangkutan tidak memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di pasal-pasal 54, 56 dan 57, ataupun jika dia tidak memenuhi panggilan yang dimaksud di ayat (1) tanpa alasan-alasan yang sah, maka keterangan mengemudinya dapat dibatalkan.

(3) Jika pembatalan ini dilakukan, maka penetapan dengan pasal 56 ayat (3) atau pasal 57 ayat (6) berlaku pula di sini.

Pasal 64.

Jika pemegang keterangan pengemudi pindah ke tempat tinggal baru yang letaknya di wilayah pejabat yang memberi keterangan mengemudi lain dari pejabat di tempat kediamannya sebelumnya maka sebelum berangkat dia diharuskan memberitahukan hal ini kepada pejabat di daerah tempat kediamannya dulu; lagi pula dia diwajibkan

memperlihatkan keterangan mengemudi yang telah diberikan kepadanya dan dalam tempo empat belas hari setelah tiba di tempat tinggal yang baru kepada pejabat yang mengeluarkan keterangan mengemudi di tempat itu.

Pasal 65.

(1) Dalam tempo dua minggu setelah suatu keterangan mengemudi tak berlaku lagi pemegangnya diwajibkan mengembalikannya kepada pejabat yang mengeluarkan keterangan mengemudi di wilayah kediamannya.

(2) (s.d.u. dg. S. 1.938-714.) Jika suatu keterangan mengemudi telah buruk ataupun selurahnya atau sebagian tak sempurna dapat terbaca lagi, maka pemegang diharuskan meminta keterangan

mengemudi yang baru, yang diberikan kepadanya ketika

mengembalikan yang lama. Permintaan dengan tulisan tidak usah dilakukan, jika sebelum saat memasukkan permintaan ini, belum lagi lewat lebih dari tiga tahun lamanya keterangan itu

diberikan. (PPL. 59, 108'.)

Waktu Dinas Dan Waktu Istirahat Pengemudi -Pengemudi Kendaraan Bermotor.

Pasal 65a.

(s.d.u. dg. S. 1938-714.) Menteri Perhubungan dapat mengeluarkan aturan-aturan tentang waktu dinas dan waktu istirahat pengemudi-pengemudi kendaraan bermotor. (PPL. 1080.)

Pemeriksaan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan Dan Kereta Tempelan.

Pasal 66.

(1) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Organisasi Djawatan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor diatur oleh Menteri Perhubungan.

(2) Dihapus dg. PP No. 28/1951.

(3) Juru-juru periksa harus memenuhi syarat-syarat kecakapan yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.

(4) (s.d.u. dg. PP No. 28/1951.) Juru periksa kendaraan bermotor mengadakan sidang pada waktu jang tertentu ditiap-tiap

kabupaten pada satu atau lebih tempat. (PPL. 67.)

Pasal 67.

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat. Dalam hal ini guru bukan satu- satunya sumber belajar. Selain itu, sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan. Keunggulan Kurikulum

Nilai signifikasi data yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara data skill representasi free body diagram dan pemahaman konsep

Pada hak akses ini user dapat melihat data profil faskes dan dapat mengajukan perubahan data faskes jika akan melakukan perubahan dengan persetujuan Kepala Bidang

Setiap minggunya ada lebih dari 50 siswa yang melanggar tata tertib di sekolah SMK Diponegoro Banyuputih dan disetiap pelanggarannya mempunyai bobot pengurangan poin

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai fungsi

Secara keseluruhan hasil pe- nilaian tentang aspek keterbacaan, konstruksi dan keterpakaian produk oleh guru menunjukkan bahwa pe- ngembangan instrumen asesmen

Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk membandingkan antara dua keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak

Perusahaan pada saat sekarang juga tidak memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penetapan dari gaji pokok yang seharusnya diterima oleh karyawan tersebut,