• Tidak ada hasil yang ditemukan

ORTHOTROPIC MODEL MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ORTHOTROPIC MODEL MENGGUNAKAN METODE FINITE ELEMENT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN

ORTHOTROPIC

MODEL

MENGGUNAKAN METODE

FINITE ELEMENT

Dedi Budi Setiawan

1)

1

Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Semarang, Jl. Prof. Soedharto,

Semarang, 50275

Abstrac

Test the load to collapse needed to test the reliability of the structure , ie by knowing the maximum load that can be borne by the structure. The process of bending and deflection of reinforced concrete beams is also necessary for students to understand the world of construction and reinforcement due to shear or bending , through experimental studies and numerical studies. Whereas laboratory tests conducted on relatively more expensive. One solution to the numerical methods are finite element methode. The main purpose of this research is to create a simulation of bending, deflection, maximum load and cracking for reinforced concrete beam with orthotropic models. So the simulation of bending, deflection, maximum load and cracks can be represented with this program without always perform laboratory testing. Program performance is analyzed based on laboratory test results. Comparison between the results of the analysis of modeling proposed in this study with experimental results indicate that this model is able to simulate the behavior of reinforced concrete structural response is good. This modeling capability can simulate the deflection and direction of the crack. The difference in the test results with the program as to the maximum load average of 8.5% while the average deflection difference of 5.8%. Bending beam collapse experiencing illustrated by cracking dominant midspan area. Almost evenly in the middle of the span. Directions crack tilted away from the load point at the center span. Collapse that occurred giving pattern that extends away from the slope of the concentrated loads. At the bottom of the crack portrayed as the strain that occurs is exceeded strain of concrete permit. Need to be tested against shear failure in order to give a depiction of the shear failure.

Keywords : finite element , reinforced concrete beams , bending collapse ABSTRAK

(2)

PENDAHULUAN

Beton bertulang merupakan bahan paduan antara beton dengan tulangan yang

masih dianggap sebagai bahan bangunan yang memenuhi kehendak para ahli bangunan.

Ini beralasan karena beton mempunyai kuat tekan yang tinggi, bahan-bahan

pembentuknya mudah didapat, tahan terhadap temperatur tinggi, tahan korosi dan

mudah dibentuk. Akan tetapi material beton mempunyai kuat tarik yang rendah,

sehingga umumnya penggunaan material beton selalu ditambahkan material baja

tulangan untuk mengeliminer kelemahan beton tersebut karena baja tulangan

mempunyai kuat tarik yang tinggi.

Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layanan yang sangat

panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton bertulang dapat digunakan

sampai kapan pun tanpa kehilangan kemampuannya untuk menahan beban. Ini dapat

dijelaskan dari kenyataan bahwa kekuatan beton tidak berkurang dengan berjalannya

waktu bahkan semakin bertambah dalam hitungan tahun, karena lamanya proses

pemadatan pasta semen.

Kondisi lentur, lendutan, beban maksimum dan retak pada balok beton bertulang

merupakan suatu permasalahan yang sangat kompleks. Hal ini yang bayak orang

mengkaji untuk mengetahui perilaku struktur beton bertulang. Perilaku lendutan, beban

maksimum dan retak untuk balok beton bertulang sangat diperlukan bagi mahasiswa

dan dunia konstruksi untuk memahami pola kehancuran karena geser atau lentur, dan

pola kehancuran karena daktail dan non daktail. Karena pada non daktail menyebabkan

keruntuhan yang tiba-tiba akibat beban yang bekerja (bisa beban gempa). Dengan

keruntuhan tiba-tiba menyebabkan banyak timbulnya korban jiwa bila terjadi gempa

bumi. Ini diperlukan simulasi keruntuhan daktail dan non daktail.

(3)

(non-daktail). Untuk mengetahui beban batas dan perilaku struktur yang dibebani maka

uji eksperimental menjadi alat utama untuk mengevaluasi keandalan metode analitis

yang digunakan. Dalam perkembangannya, uji simulasi komputer dengan m.e.h dapat

mengurangi jumlah materi uji yang harus dilakukan dalam uji eksperimental, sehingga

biayanya dapat dikurangi.

Untuk mengembangkan model

finite element

struktur beton bertulang

permasalahan yang timbul ada beberapa hal. Sulitnya memodelkan beton bertulang

kedalam

finite element

menjadi kendala banyak peneliti. Karena perilaku beton yang

nonlinier elastis. Nonlinieritas material pada struktur beton sangat dipengaruhi oleh

terbentuknya retak karena setelah retak perilaku elemen beton berubah dari

isotropik

menjadi

orthotropik

, di pihak lain perilaku material tulangan baja pada beton retak

bersifat tetap.

Tujuan penelitian ini adalah membuat simulasi lentur, lendutan, beban maksimum

dan retak untuk balok beton bertulang dengan

orthotropic model

untuk mendapatkan

model analitis

finite element

yang dapat mereprsentasikan perilaku nonlinieritas

material.

METODE PENELITIAN

Bentuk respon struktur beton bertulang dapat dilihat pada gambar 3.1, dimana

bentuk linier terjadi pada tahap awal pembebanan sampai terbentunya retak pertama

kali, setelah terjadi retak hubungan beban perpindahan menjadi nonlinear.

Chen (1982)

dan Kwak et al. (1990)

membagi respon struktur beton bertulang menjadi tiga tahap,

yaitu : tahap elastis (uncrack), perambatan retak (crack propagation) dan tahap dimana

tulangan leleh atau terjadi kehancuran beton pada daerah tekan.

(4)

Gambar 1. Respon struktur beton bertulang

Vecchio (1989)

memformulasikan bahwa tegangan utama tekan beton

fc

2

sebagai

parameter yang tidak hanya tergantung pada regangan utama tekan

ε

2

saja tetapi juga

merupakan fungsi dari regangan utama tarik

ε

1

seperti terlihat pada gambar 1. Kurva

pada gambar 1 merupakan hubungan tegangan-regangan beton pada arah utama tekan.

ε

0

= regangan tekan beton pada saat tegangan mencapai puncak

ε

1

= regangan tarik beton

fc

2

max = kuat tekan beton pada awal retak

Gambar 2. Hubungan konstitutif tegangan-regangan beton

pada arah utama tekan, Vecchio (1989)

0

Vecchio (1989)

juga memodelkan hubungan tegangan-regangan beton pada arah

utama tarik seperti nampak pada gambar 3.3. Kurva yang terbentuk sebelum mencapai

regangan retak (

ε

cr

) berupa hubungan linier dengan persamaan 3.

1 1

c

c

E

f

(3)

Untuk regangan yang lebih besar dari regangan retak (

ε

cr

).

(5)

1

Gambar 3. Hubungan tegangan-regangan beton pada arah

utama tarik, Vecchio (1989)

K

ekuatan tarik beton lebih sulit diukur dibanding kuat tekannya karena masalah

penjepitan (gripping) pada mesin. Ada sejumlah metoda yang tersedia untuk menguji

kekuatan tarik dan yang paling sering digunakan adalah tes pembelahan silinder. Selain

itu juga digunakan

rupture

f

r

´

.

Nawy, Park dan Paulay (1975)

menentukan besarnya

modulus

rupture

seperti persamaan (3.5) sementara Vecchio menentukan nilai

f

cr

sama

dengan tegangan tarik

f

t

´

.

Nilai modulus tarik

beton sesuai dengan

State of the Art Report (ASCE)

' '

0

.

33

c

t

f

f

(

MPa

)

(6)

Pemodelan Material Beton dan Baja

Dalam pemodelan beton ada beberapa model matematis perilaku mekanik

material beton yang telah digunakan dalam analisis struktur beton bertulang. Pemodelan

(6)

ini dapat digolongkan dalam beberapa grup, yaitu :

orthotropic models, nonlinear

elasticity models, plastic models, dan endhocronic models, (

Chen 1982).

Orthotropic model adalah yang paling sederhana. Model ini sesuai dan mendekati

pengujian eksperimental yang dikenakan beban biaksial. Model ini juga mampu

mewakili perilaku

hysteristic

beton dibawah beban

cyclic

seperti yang dikutip oleh

Kwak dan Filippou (1997)

. Model ini sangat sesuai untuk menganalisis struktur beton

bertulang seperti balok, panel dan

shell

dimana kondisi tegangan struktur tersebut

didominasi oleh tegangan biaksial.

Struktur seperti balok pada umumnya dapat ditinjau dalam kondisi tegangan

bidang (

plane stress

). Ketika beton belum retak, material beton dapat dikatagorikan

sebagai material isotropik.

Gambar 4. Idealisasi hubungan tegangan-regangan

tulangan baja

Kurva hubungan tegangan-regangan dari tulangan baja yang digunakan untuk

konstruksi beton diperoleh dari uji tulangan yang dibebani secara monotonik tarik.

Untuk semua kegunaan praktek , baja memperlihatkan kurva hubungan

tegangan-regangan yang sama baik dalam tarik maupun tekan. Hubungan tegangan-tegangan-regangan

memperlihatkan hubungan elastis linier, daerah leleh, daerah

strain hardening

dimana

ada pertambahan tegangan bersamaan dengan adanya regangan dan akhirnya daerah

yang mengalami penurunan tegangan dan akhirnya drop setelah mengalami fraktur.

(7)

material beton yang digunakan

orthotropic dengan alasan mempunyai bentuk yang

paling sederhana tetapi dapat mewakili dengan baik kondisi tegangan biaksial.

Dalam menyelesaikan analisis struktur beton bertulang seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya digunakan analisis studi

numeric

dengan metoda

finite element

.

Setelah itu hasilnya divalidasi dengan data-data dari penelitian, juga dengan hasil uji

eksperimental, hal ini dilakukan sebagai kontrol terhadap keakuratan data yang

dihasilkan. Studi numerik dalam penelitian ini digunakan untuk memprediksi lentur,

lendutan dan beban maksimum balok beton bertulang.

Struktur beton bertulang yang dianalisis dalam penelitian ini ditinjau sebagai

struktur dua dimensi tegangan bidang (

plane stress

). Elemen beton menggunakan

elemen

quadrilateral

delapan titik nodal sedangkan tulangan mengambil model

diskrite

untuk arah longitudinal dan

distributed (smeared)

untuk arah transversal.

Data-data yang dibutuhkan sebagai

input

program, didapat dari hasil penelitian

baik secara numerik maupun eksperimental, antara lain :

(a)

Geometrik spesimen balok beton bertulang.

(b)

Kuat tekan, kuat tarik beton dan modulus elastisitas beton.

(c)

Dimensi penampang, tegangan leleh dan modulus

elastisitas tulangan.

Dari data-data yang dihasilkan kemudian dilakukan validasi berdasarkan tujuan

penelitian seperti yang dijelaskan, dengan cara membandingkan hasil yang didapat

dengan hasil dari pengujian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(8)

Balok A

Balok A ini diletakkan secara sederhana dengan tumpuan sendi dan rol serta

mempunyai propertis material sebagai berikut, kuat tekan beton fć = 20 MPa, modulus

elastisitas beton

E

c

= 21019 MPa dan

Poisson ratio

υ

= 0.2. Penampang, tumpuan dan

pembebanan struktur diperlihatkan pada gambar 5.

Gambar 5. Penampang Balok A

Pembebanan yang diberikan pada struktur merupakan beban terpusat pada tengah

bentang. Dengan bentang 1300 dan ukuran penampang 200 x 200 mm dengan

penulangan atas dan bawah berjumlah 2 diameter 12mm.

Gambar 6. Grafik Hubungan Beban dengan Perpindahan Balok A

Dari hasi program didapat inkrementasi beban dan lendutan yang dihasilkan.

Besarnya lendutan maksimum adalah sebesar 0.54 mm dengan beban yang terjadi

sebesar 55KN. Sedangkan untuk hasil pengujian beban maksimum sebesar 49 KN

(

10@150 mm

200 mm

212 (

212

1000 mm

150 mm 150 mm

50 50

(9)

dengan lendutan 0.59 mm. Dari Gambar 6. grafik terlihat rapat sampai pembebanan

25KN. Setelah itu pada program cenderung beban lebih besar dibandingkan dengan

pengujian. Regangan yang terjadi pada pengujian terlihat lebih besar. Selisih hasil

pengujian dengan progran untuk beban maksimum 10 % sedangkan selisih lendutan

sebesar 8,4%. Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton bertulang bila telah

terjadi retak diawal maka di situ akan terjadi retak yang semakin lebar dan akhirnya

runtuh. Sedangkan di program keretakan diawal tidak memicu perlemahan ditempat

tersebut.

Balok B

Balok B ini diletakkan secara sederhana dengan tumpuan sendi dan rol serta

mempunyai propertis material sebagai berikut, kuat tekan beton

fc

́ = 20 MPa, modulus

elastisitas beton

E

c

= 21019 MPa dan

Poisson ratio

υ

= 0.2. Penampang, tumpuan dan

pembebanan struktur diperlihatkan pada gambar 4.4.

Pembebanan yang diberikan pada struktur merupakan beban terpusat pada tengah

bentang. Dengan bentang 1300 mm dan ukuran penampang 200 x 200 mm dengan

penulangan atas berjumlah 2 diameter 12mm. Untuk tulangan bawah berjumlah 3

diameter 12mm.

Gambar 7. Penampang Balok B

(

10@150 mm

200 mm

312 (

212

1000 mm

150 mm 150 mm

50 50

(10)

Gambar 8. Grafik Hubungan Beban dengan Perpindahan Balok B

Dari hasi program didapat inkrementasi beban dan lendutan yang dihasilkan.

Besarnya lendutan maksimum adalah sebesar 0.62 mm dengan beban yang terjadi

sebesar 57.5 KN. Sedangkan untuk hasil pengujian beban maksimum sebesar 53 KN

dengan lendutan 0.65 mm. Dari Gambar 4.5. grafik terlihat rapat sampai pembebanan

25KN. Setelah itu pada program cenderung beban lebih besar dibandingkan dengan

pengujian. Regangan yang terjadi pada pengujian terlihat lebih besar. Selisih hasil

pengujian dengan progran untuk beban maksimum 7,8 % sedangkan selisih lendutan

sebesar 4,6%.Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton bertulang bila telah

terjadi retak diawal maka di situ akan terjadi retak yang semakin lebar dan akhirnya

runtuh. Sedangkan di program keretakan diawal tidak memicu perlemahan ditempat

tersebut.

Balok C

Balok C ini diletakkan secara sederhana dengan tumpuan sendi dan rol serta

mempunyai propertis material sebagai berikut, kuat tekan beton

fc

́ = 20 MPa, modulus

elastisitas beton

E

c

= 21019 MPa dan

Poisson ratio

υ

= 0.2. Penampang, tumpuan dan

pembebanan struktur diperlihatkan pada gambar 4.6.

(11)

Gambar 9. Penampang Balok C

Dari hasi program didapat inkrementasi beban dan lendutan yang dihasilkan.

Besarnya lendutan maksimum adalah sebesar 0.65 mm dengan beban yang terjadi

sebesar 69KN. Sedangkan untuk hasil pengujian beban maksimum sebesar 55 KN

dengan lendutan 0.68 mm. Dari Gambar 4.7. grafik terlihat rapat sampai pembebanan

25KN. Setelah itu pada program cenderung beban lebih besar dibandingkan dengan

pengujian. Regangan yang terjadi pada pengujian terlihat lebih besar. Selisih hasil

pengujian dengan progran untuk beban maksimum 6,7 % sedangkan selisih lendutan

sebesar 4,4%. Ini dapat terjadi karena dalam material balok beton bertulang bila telah

terjadi retak diawal maka di situ akan terjadi retak yang semakin lebar dan akhirnya

runtuh. Sedangkan di program keretakan diawal tidak memicu perlemahan di tempat

tersebut.

(

10@150 mm

200 mm

412 (

212

1000 mm

150 mm 150 mm

50 50

(12)

Pola Retak

Gambar 11. Pola Retak Balok A

Gambar 11. Pola Retak Balok B

Gambar 12. Pola Retak Balok C

Gambar 13. Pola Retak Balok Beton Pada Pengujian

(13)

Dari Gambar 13. retak dan keruntuhan yang terjadi memberikan pola kemiringan

yang melebar menjauhi beban terpusat. Pada benda uji terlihat adanya retak yang

dominan hal ini karena material pembentuk beton yang tidak homogen sehingga

dimungkinkan adanya perlemahan di berbagai sisi. Setelah mengalami retak maka

didaerah tersebut mengalami perlemahan yang terus menerus. Sehingga menyebabkan

terjadinya keruntuhan di daerah itu juga. Sedangkan pada pendekatan

finite element

masing-masing bagian dari beton mempunyai kekuatan yang sama tidak ada

perlemahan. Sama-sama akan retak bila tegangan tarik melampai tegangan retak yang

telah ditentukan. Terlihat bahwa arah retak pada analisis ini telah dapat

mempresentasikan arah retak pada hasil eksperimental.

SIMPULAN

Beton bertulang merupakan material komposit yang terdiri dari beton dan baja

tulanagn yang mempunyai karekteristik yang berbeda. Hal ini menjadi suatu kendala

dalam memprediksi perilaku yang sebenarnya, demikian halnya yang terjadi dalam

analisis beton bertulang menggunakan metode numerik banyak terdapat

variabel-variabel yang menentukan respon struktur beton bertulang tetapi belum dapat

dimasukkan dalam penelitian kali ini.

Perbandingan antara hasil analisis dari pemodelan yang diusulkan dalam studi ini

dengan hasil eksperimental menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan

prilaku respon struktur beton bertulang secara baik. Kemampuan pemodelan ini dapat

mensimulasikan lendutan dan arah. Selisih hasil pengujian dengan progran untuk beban

maksimum rata-rata 8,5 % sedangkan selisih lendutanrata-rata sebesar 5,8%.

Keruntuhan balok yang mengalami lentur dilukiskan dengan retak yang dominan

pada daerah tengah bentang. Hampir merata di tengah bentang. Arah retak miring

menjauhi beban titik yang berada ditengah bentang. Keruntuhan yang terjadi

memberikan pola kemiringan yang melebar menjauhi beban terpusat Pada bagian bawah

retak tergambarkan karena regangan yang terjadi sudah melebihi regangan ijin beton.

Perlu di uji terhadap keruntuhan karena geser agar dapat memberikan

penggambaran mengenai keruntuhan karena geser.

(14)

Chen, W.F. (1982), Plasticity in Reinforced Concrete, McGraw-Hill Book Company.

Dewobroto, W. (2005), Prosiding Seminar Nasional “Rekayasa Material dan Konstruksi

Beton 2005”, Jurusan Teknik Sipil ITENAS 4 Juni 2005 , Hotel Grand Aquilla,

Bandung.

Kotsovos, Michael D. (1984), Behavior of Reinforced Concrete Beams with a Shear

Span to Depth Ratio Between 1.0 and 2.5, ACI Journal, May-June.

Kwak, H. G. and Filippou, Fillip C. (1990), Finite Element Analysis of Reinforced

Concrete Structure Under Monotonic Loads, Department of Civil Engineering,

University of California, Berkeley, November.

Kwak, H. G. and Filippou, F. C. (1997), Nonlinear FE Analysis of R/C Structure Under

Monotonic Loads, Computer and Structures, Vol. 65.

Ngo, D. and Scordelis, A.C. (1967), Finite Element Analysis of Reinforced Concrete

Beams, ACI Journal, March.

Nuroji (1996), Prilaku Mekanika Tegangan Lekat antara Beton dan Tulangan pada

Beton Mutu Tinggi Akibat Beban Monotonik, Paper, Bandung.

Park, R. and Paulay, T. (1975), Reinforced Concrete Structure, John Wiley and Sons.

State of the Art Report (ASCE), Finite Element Analysis of reinforced Concrete,

American Society of Civil Engineers.

Vecchio, Frank J. (1989), Nonlinier Finite Element Analysis of Reinforced Concrete

Membranes, ACI Structural journal, January-Pebuary.

Gambar

Gambar 1. Respon struktur beton bertulang
Gambar 3. Hubungan tegangan-regangan beton pada arah utama tarik, Vecchio (1989)
Gambar 4. Idealisasi hubungan tegangan-regangan
Gambar 6. Grafik Hubungan Beban dengan Perpindahan Balok A
+5

Referensi

Dokumen terkait

However, corporate and entrepreneurial farming are mainly linked (as illustrated in Figure 1.2) through large-scale food processing and trading companies to world consumption,

series can be summed to form solid three dimensional figurate numbers called Pyramidal. numbers that be illustrated by pyramids[1].Numbers have varieties of

data yang berkaitan dengan kreativitas guru PAI dalam menciptakan. situasi belajar mengajar yang efektif, yaitu terkait dengan

Dari beberapa jurnal (±35) yang dibaca penulis banyak sekali peneliti sebelumnya menggunakan Algoritma Naive Bayes sebagai urutan pertama, Algoritma Decision Tree

Hasil olahan statistic menunjukan besarnya koefesien korelasi berganda atau nilai R sebesar 0,742 dan nilai R 2( R square) sebesar 0,551 nilai koefesien determinasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah suspensi tempe dapat menurunkan kadar kolesterol total darah pada tikus.. Penelitian ini merupakan suatu

- Material bekisting plywood untuk cetakan kantilever slab diangkut menggunakan truk menuju area stockyard dekat dengan lokasi fabrikasi dan diturunkan dengan

O zaman her yerde korku olur, çünkü her yerde düşmanların vardır; dostların yoktur ve va­ roluşun tamamı sana yabancı gelir.. Tesadüfi görünürsün, kök