• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemaknaan Akuntabilitas Bagi Pemerintah Desa Berbasis Accountability Framework

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemaknaan Akuntabilitas Bagi Pemerintah Desa Berbasis Accountability Framework"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Berbasis

Accountability Framework

Arif Widyatama

a

*, Diarespati

b,

, Lola Novita

c,

abcSTIE Panca Bhakti, Palu, Indonesia

*(arifu_tama@yahoo.com)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi akuntanbilitas Pemerintah Desa dalam mengelola Alokasi Dana Desa (ADD) dengan menggunakan accountability framework. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan aparatur Pemerintah Desa di Kabupaten Sigi sebagai informan kunci. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, meliputi survei pendahuluan, survei kepustakaan, dan proses pengumpulan data lapangan yang dilakukan dengan observasi, wawancara, rekaman dan dokumentasi. Penerapan Faktor Kompentensi dan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dengan menggunakan Accountability Framework terbagi dalam tiga tahap yaitu accountability, accounting practice, accounting culture. Sedangkan kendala yang dihadapi Aparatur Pemerintah Desa untuk meningkatkan Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa adalah minimnya pengetahuan aparatur pemerintah dalam mengelola dana desa, kurangnya pengetahuan aparatur pemerintah desa dalam hal penyusunan laporan keuangan, ,kurangnya pemahaman mengenai mekanisme, teknik sistem akuntansi serta standar akuntansi pemerintahan.

Kata kunci: Akuntanbilitas, Pemerintah Desa,Accountability Framework

PENDAHULUAN

Akuntabilitas merupakan hal

yang penting untuk dimiliki oleh

entitas baik entitas bisnis maupun

pemerintah sebagai bentuk

pertanggungjawaban kepada

shareholders.Pemerintah merupakan sebuah organisasi yang bertugas

untuk melayani masyarakat.

Akuntanbilitas bagi pemerintah

dinilai sangat penting untuk dimiliki

disebabkan adanya akuntabilitas

tersebut akan dapat meningkatkan

kepercayaan masyarakat terhadap

aktivitas yang telah dilakukan oleh

pemerintah. Scoot (2006) mengatakan

bahwa sebagai pengelola sumber

daya, maka masyarakat

membutuhkan informasi yang terkait

dengan aktivitas yang dilakukan oleh

pengelola tersebut yakni pemerintah.

(2)

masyarakat guna mengetahui

seberapa besar sumber daya yang

dimiliki serta mengalokasikan sumber

daya tersebut. Pendapat ini dipertegas

oleh Jorge, et al.,(2011) yang mengemukakan bahwa masyarakat

perlu mengetahui sumber daya yang

dimiliki oleh daerah dan

mengalokasikan sumber daya

tersebut. Sehingga jika pemerintah

mengedepankan akuntabilitas dan

transparansi maka masyarakat dapat

mendukung segala aktivitas yang

dilakukan oleh pemerintah.

Akuntabilitas menjadi sebuah

kontrol penuh aparatur atas segala

sesuatu yang telah dilakukan dalam

sebuah pemerintahan,. Sehingga

peran pemerintah selaku agen

menjadi sebuah faktor penting dalam

mempertanggungjawabkan kinerja

dari pemerintahan kepada prinsipal

atau rakyat. Untuk mendukung

keberhasilan akuntanbilitas dan

transparansi dalam sebuah

pemerintahan maka banyak faktor

yang dapat memengaruhi kedua

aspek tersebut.Cheng, et al (2002) menyebutkan bahwa kompetensi yang

dimiliki oleh aparatur pemerintahan

turut memengaruhi akuntabilitas dan

transparansi pemerintah desa.Lebih

lanjut, Kalbers dan Forgaty (1995)

menambahkan selain adanya internal controlling dalam sebuah pemerintahan turut memengaruhi

tingkat akuntabilitas dan

transpararnsi publik.Kurtz dan

Schrank (2007) juga memberikan

argumennya yang menyebutkan

bahwa faktor yang menentukan

akuntabilitas dan transparansi suatu

pemerintahan adalah implementasi

Good Government Governance.Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah

sistem pengendalian dalam

pemerintahan, disebabkan adanya

sistem pengendalian dalam dapat

memengaruhi pengambilan

keputusan internal pemerintah Desa

dan dapat berimplikasi pada

akuntabilitas dan transparansi

pemerintah Desa tersebut.

Ditambahkan oleh Uddin dan Hopper

(2001) bahwa pimpinan dalam sebuah

organisasi memiliki bentuk

pengendalian agar dalam sistem

perencanaan (penganggaran Desa)

output yang dihasilkan memiliki

kontribusi yang bermanfaat bagi

masyarakat Desa.

Pengamatan peneliti di

lapangan khususnya di pemerintah

Desatingkat akuntabilitas dan

transparansi masih sangat rendah.

Hal ini didukung dengan temuan

yang dipaparkan oleh Indonesia

Aksi-Corupption Forum (IACF) tahun 2010

yang menyebutkan potensi-potensi

penyalahgunaan dana Desa

disebabkan oleh minimnya

(3)

aparatur pemerintah Desadan sistem

pengendalian intern. Di sisi lain

berdasarkan PP Nomor 60 tahun

2014 pemerintah Desa akan

diberikan dana untuk dikelola guna

membiayai penyelenggaraan,

pelaksanaan pembangunan,

pembinaan masyarakat dan

pemberdayaan masyarakat. Bila

mengacu pada PP Nomor 60 tahun

2014 sudah cukup jelas bahwa

alokasi dana yang diberikan ke

masing-masing Desa sangat besar

yakni dihitung berdasarkan jumlah

penduduk desa, jumlah wilayah Desa,

angka kemiskinan Desa dan tingkat

kesulitan geografis. Dana ini cukup

besar untuk digunakan oleh

pemerintah Desa guna memperbaiki

kesejahteraan warga di Desa

masing-masing. Sebagai informasi, data yang

diperoleh dari IACF (2010)

menyebutkan bahwa kabupaten

Belitung Timur memperoleh alokasi

dana desa (ADD) tahun 2014 sebesar

1 miliar. Namun sama halnya dengan

pemerintah lainnya, secara umum

pemerintah Desa masih belum bisa

mengalokasikan dana Desa tersebut

sehingga sering terjadi permasalahan

dalam hal akuntabilitas dan

transparansi dalam pengelolaan ADD.

Di Kabupaten Sigi misalnya,

berdasarkan pengamatan peneliti

pengetahuan masyarakat terutama

pemerintah Desa di daerah tersebut

masih minim dalam mengelola dana

keuangan desa. Kompetensi yang

dimiliki oleh pemerintah Desa terkait

pengelolaan dana Desamasih belum

mampu mengelola dana tersebut.

Selain di Kabupaten Sigi, di

Kabupaten lain misalnya di

Kabupaten Donggala pengetahuan

akan mengelola dana desa bahkan

membuat laporan keuangan masih

sangat minim sehingga yang

dikhawatirkan adanya sebuah

asymmetry information yang terjadi atas laporan keuangan di

publikasikan kepada publik.

Penelitian ini menggunakan

accountability framework yang dikembangkan oleh Iyoha dan

Oyerinde (2009) untuk

menginvestigasi secara komprehensif

faktor-faktor yang dapat menentukan

tingkat akuntabilitas Alokasi Dana

Desa (ADD). Lebih lanjut, Iyoha dan

Oyerinde (2009) mengemukakan

bahwa accountability framework yang dikembangkan merupakan

tingkatan/level akuntansi agar

akuntanbilitas publik bisa berjalan

dengan baik yang dimulai dari

tahapan accounting infrastructure

yaitu mengungkap tentang sejauh

mana akuntan yang professional

mampu mengelola dana keuangan

sehingga harapannya informasi yang

dihasilkan menjadi tepat waktu,

(4)

Lebih lanjut, tahapan selanjutnya

adalah accounting practice dan

accounting culture.Kedua poin ini menjadi fokus dalam accountability framework(Iyoha dan Oyerinde, 2009) karena baik accounting practice dan

accounting culture mengungkap bahwa dalam proses akuntanbilitas

pemerintahan dipengaruhi oleh

standar akuntansi internasional yang

harus diterapkan ke negara

Indonesia, lebih khususnya lagi

adalah pemerintah daerah. Selain itu,

tingkatan akuntanbilitas publik

dipengaruhi oleh sistem informasi

yang saling terintegrasi yang

sebaiknya informasi tersebut tepat

waktu, memadai, dapat diandalkan

serta relevan dengan kebutuhan

stakeholdersdalam hal ini adalah rakyat (Iyoha dan Oyerinde, 2009).

Berdasarkan identifikasi masalah

yang telah dipaparkan sebelumnya,

pertanyaan yang hendak peneliti

temukan jawabannya dalam

penelitian ini adalah determinan

faktor-faktor apa saja yang

memengaruhi akuntanbilitas

Pemerintah Desa dalam mengelola

Alokasi Dana Desa (ADD) dengan

menggunakan accountability framework

KAJIAN TEORI

Konsep mengenai akuntanbilitas

merupakan suatu konsep yang harus

dilaksanakan baik terhadap entitas

swasta maupun publik. Boven (2006)

menambahkan bahwa akuntanbilitas

merupakan bentuk interaksi antara

pihak pengelola dan

masyarakat//forum. Pengelola

memiliki kewajiban untuk

memberikan suatu penjelasan kepada

masyarakat/forum terkait keadaan

yang sebenarnya terjadi di

organisasi.Hal ini penting mengingat

publik, selaku prinsipal perlu

mengetahui segala sesuatu yang

terjadi di masyarakat/publik. Lebih

lanjut, Iyoha dan Oyerinde (2010)

menambahkan bahwa bahwa tingkat

akuntanbilitas akan sangat

memengaruhi kepuasan/satisfaction

dari publik, sehingga peran dariagent

(pihak pengelola) menjadi penting

agar tingkat akuntanbilitas publik

menjadi berhasil.

Penelitian ini menggunakan

accounting framework yang dikembangkan oleh Iyoha dan

Oyerinde (2010) untuk

menginvestigasi faktor-faktor yang

memengaruhi akuntanbilitas

publik.Pada model ini membahas

mengenai beberapa jalur yang dapat

memengaruhi akuntanbilitas.Model

ini terbagi atas beberapa tahapan

akuntabilitas dalam

mengimplementasikan sebuah

anggaran yang telah ditetapkan oleh

(5)

merupakan tahap-tahap

accountability framework:

1. Accounting Infrastructure: Ini merupakan tahapan dimana

struktur untuk mendukung sistem

akuntansi di suatu organisasi

harus kuat. Ketika struktur yang

dimiliki lemah maka akan

membuat tingkat akuntabilitas

semakin lemah. Sehingga nantinya

lemah/kuat tahapan ini akan

sangat memengaruhi tahapan

lainnya.

2. Accounting Practice: Ini merupakan tahapan dimana sistem akuntansi

harus bekerja seperti yang

seharusnya. Pada tahapan ini

sangat dipengaruhi oleh tahapan

sebelumnya yaitu accounting infrastructure.

3. Accounting Culture: Ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan

budaya yang terjadi di suatu

organisasi. Budaya ini sangat

memengaruhi perilaku individu

maupun kelompok suatu

organisasi bekerja. Pada tahapan

Pada tahapan ini juga sangat

dipengaruhi oleh tahapan

sebelumnya yaitu accounting infrastructure. Terjadi sebuah hubungan antara accounting Practice dan accounting culture.

Hubungan ini terjadi dikarenakan

praktik akuntansi tidak hanya

dapat memengaruhi hasil namun

juga dapat memengaruhi perilaku

suatu organisasi/budaya. Dan

sebaliknya budaya akuntansi

dalam suatu organisasi dapat

memengaruhi praktik akuntansi.

4. Budget

Implementation/Performance: Ini merupakan tahapan yang

berkaitan mengenai implementasi

dari anggaran yang telah

ditetapkan oleh pemerintah.

Dengan mengacu pada UU Nomor

24 tahun 2014, pemerintah

daerah diberikan kewenangan

untuk membuat anggaran dan

melaksanakannya. Sehingga peran

accountability infrastructure, serta

accounting practice dan accounting culture akan sangat memengaruhi kinerja Pemerintah Daerah.

5. Management of Public Expenditure:

Ini merupakan tahapan kebijakan

yang dihasilkan untuk

kepentingan publik. Pada tahapan

ini merupakan tahapan akhir yang

akan mengacu dari implementasi

akuntanbilitas yang telah

diterapkan sebelumnya. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada

(6)

METODE

Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif. Dengan

menggunakan pendekatan kualitatif,

yaitu berusaha mendapatkan

informasi selengkap mungkin

mengenai bagaimana individu dari

setiap aparatur Desa mamahami

mengenai akuntabilitas.Informasi

digali secara dalam dengan

menggunakan wawancara terhadap

aparatur tersebut serta orang-orang

yang terlibat langsung dalam

pembuatan laporan keuangan.

Penyebabnya tidak lain disebabkan

informasi yang diperoleh dari

aparatur Pemerintah Desa di

Kabupaten Sigi tersebut kurang

relevan sehingga ada kemungkinan

saat penelitian, peneliti

mewawancarai selain informan yang

berasal dari aparatur Pemerintah

Desa.

Metode kualitatif dipakai sebagai

pendekatan dalam penelitian ini

karena metode ini lebih digunakan

untuk memahami realitas sosial

sebagai realitas subjektif,

memberikan tekanan terbuka tentang

kehidupan social, khususnya tentang

perilaku aparatur

Pemerintahmengenai akuntabilitas

berbasis accountability framwork. Peneliti mempertimbangkan kajian

psikologi sebagai bidang kajian yang

menyangkut dimensi kemanusiaan

yang dimana dimensi ini adalah

dimensi subjektif maka paradigma

yang tepat adalah paradigma

Interpretif. Paradigma Interpretif,

yang dalam banyak hal juga disebut

sebagai paradigm konstruktif

menekankan bahwa penelitian pada

dasarnya dilakukan untuk

memahami realitas dunia apa adanya

(Ludigdo, 2005). Berangkat dari

penjelasan di atas, maka peneliti

memilih fenomenologi sebagai metode

pemahaman akan realitas dengan

dimensi subjektif dalam penelitian ini.

Harapan peneliti, dengan

Affects

Accounting Infrastructure

AccountingPractice

Management of Public Expenditure

AccountingCulture

Budget Implementation/ Performance

Affects Affects

Affects Affects

Influence

(7)

fenomenologi peneliti dapat

memahami bagaimana makna dan

simbol dari satu pemahaman para

pelaku realitas dan bagaimana

mereka mengimplementasikan suatu

praktik akuntansi yang apabila suatu

standar di dunia ini berubah.

Situs penelitian yang dipilih oleh

peneliti adalah Aparatur Pemerintah

Desa yang berada di Kabupaten Sigi

Provinsi Sulawesi Tengah.

Pertimbangan peneliti mengambil

aparatur pemerintah Desa yang

berada di Kabupaten Sigi disebabkan

peneliti melihat perekonomian di

Kabupaten Sigi lambat laun semakin

menurun perkembangannya, tidak

adanya perkembangan yang

signifikan menjadi dasar

pertimbangan maka aparatur

Pemerintah Desa di Kabupaten Sigi

dijadikan situs peneliti. Sehingga

peneliti mencoba menggali apakah hal

tersebut disebabkan karena standar

serta ingin melihat bagaimana

interpretasi tentang standar

akuntansi itu sendiri. Pertimbangan

lain yakni peneliti sudah lama tinggal

di daerah tersebut sehingga hal

tersebut lebih memudahkan peneliti

untuk mengeksplorasi lebih dalam

permasalahan yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan

aparatur Pemerintah Desa di

Kabupaten Sigi sebagai informan

kunci dalam mengeksplorasi

mengenai pemaknaan dari

akuntabilitas berbasis accountability Framework yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 2 orang.

Berbeda dengan penelitian

kuantitatif/verifikatif, pada penelitian

kualitatif dengan menggunakan

paradigma interpretif informan dalam

mengungkap pemaknaan mengenai

akuntanbilitas yang dipahami oleh

aparatur Pemerintah.Pada penelitian

ini memiliki batasan dalam hal

jumlah. Sepanjang data yang

diperoleh telah mencukupi dalam

mengungkap permasalahan serta

dapat memahami informasi yang

telah diungkapkan oleh informan

maka dianggap informan tersebut

sudah cukup untuk memberikan data

yang peneliti maksud.

Pada penelitian ini agar

memperoleh informan yang

diharapkan maka peneliti

menggunakan teknik snowball sampling. Teknik snowball sampling

ini sering digunakan oleh para

peneliti kualitatif untuk memperoleh

sampel yang diharapkan. Untuk

mendapatkan sampel yang

diharapkan maka peneliti mencari

informan yang juga merupakan

aparatur Pemerintah Desa di

Kabupaten Sigi. Pengambilan

informan ini bukanlah tanpa alasan,

terdapat pertimbangan-pertimbangan

(8)

informan ini. Pertimbangan yang

paling penting adalah informan yang

dipilih merupakan informan yang

merupakan bagian dari desa Binaan

STIE Panca Bhakti sehingga

diharapkan dari adanya kajian ini

dapat memberikan sumbangsih

positif bagi desa binaan tersebut.

Diharapkan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti terkait

dengan permaknaan akuntanbilitas

berbasisaccountability Framework. Jumlah Desa yang dipilih

sebanyak 1 Desa yaitu desa Bahagia

dii Kabupaten Sigi.Penelitian ini

menggunakan satu desa yang berada

di Kabupaten Sigi sebagai objek

penelitian. Pemilihan objek ini bukan

tanpa alasan, Kabupaten Sigi

merupakan salah satu Kabupaten di

Provinsi Sulawesi Tengah yang

mengalami pemekaran. Sehingga hal

ini mengindikasikan kebijakan yang

diterapkan oleh Pemerintah Daerah

masih belum baik mengenai konsep

akuntabilitaas. Selain itu, pemilihan

objek ini dikarenakan masyarakat di

Kabupaten Sigi masih hampir

didominasi oleh masyarakat suku

asli. Hal ini menjadi menarik, karena

hasil penelitian ini nantinya bisa

digunakan dalam pengambilan

kebijakan terkait pemahaman

akuntabilitas di Masyarakat Asli

maupun Pemerintah Daerah.

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini, meliputi: Survei

pendahuluan yaitu dengan menggali

informasi-informasi up-to date baik melalui artikel, internet, media cetak,

dan lainnya untuk memperoleh

gambaran tentang Pemerintah Desa

dan memahami permasalahan yang

akan diteliti dan dibahas dalam

penelitian ini. Kemudian tahapan

kedua dengan melakukan survei

kepustakaan yaitu dengan

mengumpulkan dan mempelajari data

jadi yang diperoleh baik dari

buku-buku, jurnal maupun aturan

perundang-undangan yang

disesuaikan dengan teori-teori yang

mendukung dan langkah terakhir

adalah dengan melakukan proses

pengumpulan data lapangan yang

dilakukan dengan observasi,

wawancara, rekaman dan

dokumentasi. Proses pengumpulan

data dilakukan dengan melakukan

observasi, dalam observasi tersebut

peneliti melakukan wawancara secara

mendalam guna memperoleh

informasi yang terkait dengan tujuan

penelitian. Dalam proses wawancara,

peneliti menggunakan alat perekam

untuk mempermudah proses

pengumpulan data. Dan sebagai

tambahan informasi/data diperoleh

dari dokumentasi-dokumentasi yang

mendukung penelitian. Selain itu

(9)

note untuk memudahkan dalam

analisa selanjutnya.

Langkah selanjutnya setelah

melakukan pengumpulan data adalah

langkah-langkah analisis data pada

pendekatan fenomenologi (Creswell,

2007), yaitu:

1. Peneliti memulai

mengorganisasikan semua data

atau gambaran menyeluruh

tentang fenomena pengalaman

yang telah dikumpulkan.

2. Membaca data secara

keseluruhan dan membuat

catatan pinggir mengenai data

yang dianggap penting.

3. Menemukan dan

mengelompokkan makna

pernyataan dengan melakukan

horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya

diperlakukan memiliki nilai

yang sama. Selanjutnya

pernyataan yang tidak relevan

dengan topik pertanyaan

maupun pernyataan yang

bersifat repetitif dihilangkan

sehingga yang tersisa hanya

horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau

pembentuk dari phenomenon

yang tidak mengalami

penyimpangan).

4. Pernyataan tersebut kemudian

dikumpulkan ke dalam unit

makna lalu ditulis gambaran

tentang bagaimana

pengalaman tersebut terjadi.

5. Selanjutnya peneliti

mengembangkan uraian secara

keseluruhan dari fenomena

sehingga menemukan esensi

dari fenomena tersebut.

Kemudian mengembangkan

textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada

informan) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu

terjadi).

6. Peneliti kemudian memberikan

penjelasan secara naratif

mengenai esensi dari fenomena

yang diteliti dan mendapatkan

makna pengalaman informan

mengenai fenomena tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Accountability

Framework

Penerapan Faktor

Kompentensi dan Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah

dengan menggunakan Accountability

Framework .Penerapan Accountability Frameworkterbagi 3 tahap:

a. Accountability Infrastructure,

tahapan dimana struktur

untuk mendukung sistem

akuntansi disuatu organisasi

(10)

yang dimiliki lemah maka akan

membuat tingkat akuntabilitas

semakin lemah. Sehingga

nantinya lemah / kuat tahapan

ini akan sangat mempengaruhi

tahapan lainnya. Penerapan

Kompetensi dan Sistem

Pengendalian Internal

Pemerintah dengan

menggunakan Accountability Infrastructure untuk level penerapannya masih lemah di

lihat dari faktor kompetensi

yang tidak berpengaruh

signifikan terhadap

akuntabilitas meskipun faktor

sistem pengendalian internal

pemerintah berpengaruh

signifikan terhadap

akuntabilitas pengelolaan

Alokasi Dana Desa (ADD) tetapi

ada faktor lain diluar penelitian

ini yang lebih berpengaruh

terhadap akuntabilitas sebagai

contoh Penerapan

Akuntabilitas Keuangan,

Motivasi Kerja, Ketaatan pada

Peraturan Perundangan dan

lain – lain.

b. Accounting Practice, ini merupakan tahapan dimana

sistem akuntansi harus bekerja

seperti seharusnya. Pada

tahapan ini sangat dipengaruhi

oleh tahapan sebelumnya yaitu

Accounting Infrastructure.

Karena Accounting

Infrastructurenya lemah maka level penerapan faktor

kompetensi dan faktor sistem

pengendalian internal juga

lemah. Hal ini dititik beratkan

pada lemahnya kompetensi

yang dimiliki Aparatur

Pemerintah Desa dalam

mengelola Alokasi Dana Desa

(ADD).

c. Accounting Culture, ini merupakan tahapan yang

berkaitan dengan budaya yang

terjadi disuatu organisasi.

Budaya ini sangat

mempengaruhi perilaku

individu maupun kelompok

suatu organisasi bekerja. Pada

tahapan ini sangat dipengaruhi

oleh tahapan sebelumnya yaitu

accounting infastructure dan

accounting practice. Penerapan faktor kompetensi dan faktor

sistem pengendalian internal

dengan menggunakan

Accounting Culture masih berada dilevel yang lemah. Hal

ini dikarenakan perilaku kerja

Pemerintah Desa yang

mengelola ADD belum sesuai

(11)

Kendala yang dihadapi Aparatur

Pemerintah Desa Dalam

Pengelolaan Dana Alokasi Desa

(ADD)

Dalam Pengelolaan Dana

Alokasi desa ada beberapa kendala

yang di hadapi oleh Aparatur

Pemerintah desa yaitu lemahnya

kompetensi sumber daya manusia

aparatur desa dalam hal ini aparatur

pemerintah desa rata – rata

berpendidikan (SMA), minimnya

pengetahuan aparatur desa dalam hal

penyajian dan penyusunan laporan

keuangan dalam hal ini rata – rata

responden menjawab ragu – ragu

mengenai mekanisme dan teknik

sistem akuntansi pemerintahan.

Selain itu Pemahaman responden

dalam menggunakan komputer untuk

bekerja masih rendah dan kurangnya

minat untuk mengikuti pelatihan

untuk menambah pengetahuan

mengenai pengelolaan Alokasi Dana

Desa (ADD) sehingga pemahaman

memadai mengenai standar

akuntansi pemerintahan khususnya

Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2010 belum bisa diterapkan dengan

baik.

Permasalahan lain yang

dihadapi oleh pemerintah desa ini

akan memunculkan berbagai masalah

lain jika tidak dikelola dengan baik

yaitu lemahnya akuntabilitas dalam

proses pertanggungjawaban kepada

publik terkhususnya masyarakat. Hal

ini penting untuk dikembangkan

dikarenakan Pemerintah Desa

merupakan wilayah yang menjadi

sorotan terlebih ketika adanya alokasi

dana sekitar 1 miliar untuk

pengelolaan desa.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Penerapan Faktor

Kompentensi dan Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah

dengan menggunakan Accountability Framework .Penerapan Accountability Frameworkterbagi 3 tahap:

a.Accountability

Infrastructure,Penerapan Kompetensi dan Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah dengan menggunakan

Accountability Infrastructure untuk level penerapannya masih lemah di

lihat dari faktor kompetensi yang

tidak berpengaruh signifikan

terhadap akuntabilitas meskipun

faktor sistem pengendalian internal

pemerintah berpengaruh signifikan

terhadap akuntabilitas pengelolaan

Alokasi Dana Desa (ADD) tetapi ada

faktor lain diluar penelitian ini yang

lebih berpengaruh terhadap

akuntabilitas sebagai contoh

Penerapan Akuntabilitas Keuangan,

(12)

Peraturan Perundangan dan lain –

lain.

b. Accounting Practice, ini

merupakan tahapan dimana sistem

akuntansi harus bekerja seperti

seharusnya. Pada tahapan ini sangat

dipengaruhi oleh tahapan sebelumnya

yaitu Accounting Infrastructure.

Karena Accounting Infrastructurenya lemah maka level penerapan faktor

kompetensi dan faktor sistem

pengendalian internal juga lemah. Hal

ini dititik beratkan pada lemahnya

kompetensi yang dimiliki

AparaturPemerintah Desa dalam

mengelola Alokasi Dana Desa (ADD).

c.Accounting Culture, Penerapan

faktor kompetensi dan faktor sistem

pengendalian internal dengan

menggunakan Accounting Culture

masih berada dilevel yang lemah. Hal

ini dikarenakan perilaku kerja

Pemerintah Desa yang mengelola ADD

belum sesuai dengan yang

diharapkan.

2. kendala yang dihadapi

Aparatur Pemerintah Desa untuk

meningkatkan Akuntabilitas

Pengelolaan Alokasi Dana Desa

adalah minimnya pengetahuan

aparatur pemerintah dalam mengelola

dana desa, kurangnya pengetahuan

aparatur pemerintah desa dalam hal

penyusunan laporan keuangan,

,kurangnya pemahaman mengenai

mekanisme, teknik sistem akuntansi

serta standar akuntansi

pemerintahan.

SARAN

Dari beberapa penjelasan dan

kesimpulan di atas, maka untuk

pencapaian sasaran maksimal dalam

meningkatkan akuntabilitas

pemerintah desa dalam mengelola

Alokasi Dana Desa (ADD), maka

harus ada pembenahan dalam

beberapa hal sebagai berikut::

1. Aparatur Pemerintah yang

mengelola alokasi dana desa

sebaiknya memilki pengetahuan,

keterampilan dan pelatihan mengenai

peyusunan laporan keuangan yang

baik dan benar sehingga

akuntabilitas dapat berjalan baik ;

2. Aparatur Pemerintah yang

bertugas mengelola keuangan

sebaiknya berlatar belakang

akuntansi / keuangan ;

3. Untuk meningkatkan

keberhasilan program Alokasi Dana

Desa (ADD) oleh Aparatur Pemerintah

Desa di Kabupaten Sigi perlu

dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut :

a. Pelatihan bagi Perangkat Desa

selaku Tim Pelaksana Desa tentang

manajemen dan administrasi

pengelolaan ADD.

b. Penyediaan sarana yang

(13)

Kecamatan untuk menunjang

kegiatan supervisi, pemantauan,

evaluasi dan monitoring kegiatan

ADD di desa.

c. Dilakukan monitoring dan

evaluasi secara berkelanjutan untuk

memperbaiki kinerja di semua sisi

baik fisik, teknis, maupun

administrasi

(pertanggungjawaban/SPJ).

d. Pembinaan pengelola ADD

merupakan sarana efektif untuk

keberhasilan program ADD. Oleh

karena itu pemahaman prinsip

partisipatif, transparansi, dan

akuntabilitas harus dilakukan

seefektif kepada aparatpemerintah

desa, BPD, lembaga kemasyarakatan

desa, tokoh masyarakatdan tokoh

agama guna meningkatkan semangat,

motivasi, dan kreatifitasmasyarakat

dalam pembangunan desa.

e. Perlu dibangun kembali

kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah dengan jalan

melaksanakan prinsip responsif

terhadap kebutuhan/ usulan

masyarakat dan merealisasikannya

dalam bentuk kegiatan pembangunan

lain di desa.

REFERENSI

Aikins, Stephen K.2011. An Examination of Government Internal Audit’s Role in Improving Financial Permonce.Journal of Public Finance and Management.

Volume 11, Number 4, pp. 306-337

Aksi-Corupption Forum (IACF) tahun 2010

Cheng,R.H., John H.E., Susan, C. Kattelus, Fall.(2002). Educating government Financial Managers: University collaboration between business

Grimmelikhuijsen, S. (2013).A good man but a bad wizard.About

the limits and

futureTransparency of democratic

governments.Information Polity, vol 17, pp 293–302.

Hartono, Jogiyanto. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman.Yogyakarta. BPFE Yogyakarta

Iyoha , F.O. dan Oyerinde, D. 2009. Accounting infrastructure and accountability in the management ofPublic expenditure in developing countries: A focus on Nigeria. Critical Perspectives on Accounting vol 21 pp 361–373

Jermias , Johnny dan Setiawan, Trisnawati. 2008. The moderating effects of hierarchy and control Systems on the relationship between budgetary participate on and performance. The International Journal of Accounting Vol 43 pp 68–292

(14)

Kalbers, L. P., & Fogarty, T. J. (1995). Professionalism and It’s Consequences: A Study of Internal Auditors. A Journal of Practice and Theory.Spring.Vol. 14. No.1.pp. 64-85

Kurtz, M. J., &Schrank , A. (2007). Growth and Governance: Models, Measures, and Mechanisms, The Journal of Politics, Vol. 69, No. 2, May 2007, pp. 538–554

Laswad,F.,Fisher,R.,&Oyelere,P.(2005) . Determinants of voluntary Internet financialReporting by local government authorities.

Journal of Accounting and Public Policyvol 24 pp 101–121

Leung, P. (2009). The Role of Internal Audit in Corporate Governance and Management. The Institute of Internal Auditors Inc. Research

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2014

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

PP No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil

Scott,J.K. (2006). “E” the people: Do US municipal government websites support public involvement? Public Administration Review, 66 (3), 341–353.

Uddin,S.,&Hopper,T.(2001).A

Bangladesh soap opera: Privatization, accounting and regimes of controlin a less developed country. Accounting

Organizations and Society, vol 26, pp 643−672.

Gambar

Gambar 1.Accountability Framework (Iyoha dan Oyerinde, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

keikutsertaannya dalam riset kedokteran. 7) Hak dirujuk kepada dokter spesialis, apabila diperlukan dan dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Alokasi Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi

Dari Tabel di atas bisa dijelaskan bahwa materi ajar untuk mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan dimulai dengan materi Fakta, dimana mahasiswa diminta untuk

Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjalankan studi dibangku

Jadi, setiap orang Ahmadi yang tinggal diberbagai tempat didunia apabila mereka menghadiri Jalsah ditempat mereka masing-masing, atau orang-orang Ahmadi yang

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmatNya, penulisan Tugas Akhir yang kami yang berjudul Partisipasi dan Akuntabilitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : Pengaruh Perencanaan, Pengelolaan, dan Pengawasan Alokasi Dana Desa Terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Hasil Pengamatan yang dllakukan di hutan Gama Giri Mandiri ditemukan 47 jenis burung dari 26 famili, lima jenis burung masuk dalam daftar Appendix II CITES yaitu