PENGEMBANGAN KOLEKSI PERPUSTAKAAN
DI PERGURUAN TINGGI
A. Pendahuluan
Sebuah paradigma baru menyimpulkan bahwa, salah satu kriteria penilaian
layanan perpustakaan yang bagus adalah dilihat dari kualitas koleksinya. Koleksi yang
dimaksud tentu saja mencakup berbagai format bahan sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan alternatif para pemakai perpustakaan terhadap media rekam informasi. Setiap
kegiatan lain di perpustakaan akan bergantung pada pemilikan koleksi perpustakaan yang
bersangkutan. ( Ade Kohar, 2003 )
Setiap perpustakaan tentunya mempunyai visi yang berbeda, namun dapat
dipastikan bahwa perpustakaan itu dikatakan berhasil bila banyak digunakan oleh
komunitasnya. Salah satu aspek penting untuk membuat perpustakaan itu banyak
digunakan adalah ketersediaan koleksi yang memenuhi kebutuhan penggunanya. Oleh
karena itu tugas utama setiap perpustakaan adalah membangun koleksi yang kuat demi
kepentingan pengguna perpustakaan. Pustakawan yang diberi tugas di bidang
pengembangan koleksi, harus tahu betul apa tujuan perpustakaan tempat mereka bekerja
dan siapa penggunanya, serta apa kebutuhannya.
Dalam pemanfaatan layanan perpustakaan, para pemakai tentu memerlukan
berbagai fasilitas seperti; katalog atau basis data yang efektif, skema klasifikasi yang
mudah dipahami, dan sistem sirkulasi yang efisien. Tapi itu semua hanya merupakan
sarana atau media yang membantu para pemakai agar mudah menemukan informasi yang
diperlukannya dari jajaran koleksi perpustakaan. Esensinya para pemakai akan lebih
mementingkan dan mencurahkan perhatiannya pada pengelolaan serta pengamanan
koleksi perpustakaan yang menjadi kebutuhan aktualnya. Koleksi perpustakaan ini dapat
dibangun dan dipelihara dengan baik melalui kegiatan pengembangan koleksi yang
terencana dan dilakukan secara sistematis.
Untuk melihat apakah tujuan perpustakaan sudah tercapai dan bagaimana kualitas
koleksi yang telah dikembangkan tersebut sudah memenuhi standar, perlu diadakan suatu
perpustakaan baik dari segi ketersediaan koleksi itu bagi pengguna maupun pemanfaatan
koleksi itu oleh pengguna. Pedoman untuk mengevaluasi koleksi perpustakaan yang
dikeluarkan oleh American Library Association membagi metode kedalarn
ukuran-ukuran terpusat pada koleksi dan ukuran-ukuran-ukuran-ukuran terpusat pada penggunaan. Dalam setiap
kategori ada sejumlah metode evaluasi khusus. Perpustakaan perlu melakukan evaluasi
koleksi secara periodik dan sistematik untuk memastikan bahwa koleksi itu mengikuti
perubahan yang terjadi, dan perkembangan kebutuhan dari komunitas yang dilayani.
Perpustakaan sebagai unit pemberi jasa/layanan selalu menaruh perhatian pada
pengukuran kinerja dalam memenuhi kebutuhan para penggunanya, dan meyakinkan diri
bahwa berbagai sumber daya yang dipilih bermanfaat bagi konsumennya. Akhir-akhir ini
minat untuk pengukuran kinerja semakin menguat. Hal itu sebagian disebabkan oleh
tekanan untuk lebih memanfaatkan sumber daya dengan lebih efisien, bersa maan dengan
perhatian pada pemenuhan kebutuhan pengguna dengan lebih efektif. Disamping itu juga
adanya tekanan dari pihak penyandang dana untuk memanfaatkan dana secara optimum,
pada waktu yang sama pengguna dari jasa-jasa perpustakaan semakin tinggi tuntutannya.
Setiap penilaian pada koleksi seharusnya memasukkan sebuah pertimbangan pada
seberapa baiknya koleksi itu memenuhi harapan dan kebutuhan pengguna.
B. Landasan Teori
Pengembangan koleksi adalah suatu istilah yang digunakan secara luas di dunia
perpustakaan untuk menyatakan bahan pustaka apa saja yang harus diadakan di
perpustakaan. Sebelumnya muncul istilah seleksi buku, buku dalam pengertian yang lebih
luas yang mencakup monografi, majalah, bahan mikro dan jenis bahan pustaka lainnya.
Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983)
pengembangan koleksi merupakan sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan penentuan
dan koordinasi kebijakan seleksi, menilai kebutuhan pemakai, studi pemakaian koleksi,
evaluasi koleksi, identifikasi kebutuhan koleksi, seleksi bahan pustaka, perenca naan
kerjasama sumberdaya koleksi, pemeliharaan koleksi dan penyiangan koleksi
perpustakaan.
Di awal tahun 1970-an pengembangan kleksi perpustakaan merupakan istilah
Hal ini mengacu pada pengetahuan untuk mengadakan koleksi perpustakaan yang
meliputi seleksi bahan pustaka yang harus ditambahkan secara cermat, dan pengadaan
fisik bahan pustaka yang telah ditentukan. Didalam proses pengembangan tersebut
termasuk kegiatan seleksi dan pengadaan buku (Sharma & Singh, 1991).
Sedangkan menurut Prof DR Sulistyo Basuki pengertian pengembangan koleksi
lebih ditekankan pada pemilihan buku. Pemilihan buku artinya memilih buku untuk
perpustakaan. Pemilihan buku berarti juga proses menolak buku tertentu untuk
perpustakaan. Selanjutnya pengertian pengembangan koleksi mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan bidang kepustakawanan. Pengembangan koleksi, seleksi
dan pengadaan menjadi istilah- istilah yang saling melengkapi.
C. Pe mbahasan
Pada prinsipnya pengembangan koleksi suatu perpustakaan yang baik
memerlukan proses yang panjang dan berkesinambungan dari tahun ketahun berikutnya,
sepanjang perpustakaan yang bersangkutan melakukan kegiatan dan dana
pengembangannya tersedia. Ini membuat pustakawan dan semua pihak yang terkait
bekerja keras untuk merealisasikannya. Koleksi yang cukup dan imbang bagi kebutuhan
pemakai perpustakaan tidak bisa diciptakan dalam waktu sekejap, tapi harus didukung
oleh kegiatan perencanaan yang teratur dan te rus menerus.
Banyak perpustakaan yang mengabaikan kegiatan perencanaan pengembangan
koleksi. Pada prakteknya pengembangan koleksi perpustakaan hanya merupakan
rangkaian kegiatan pengadaan bahan pustaka, baik melalui pembelian, pertukaran
maupun melalui hadiah. Semuanya diserahkan kepada para pustakawanan atas dasar hasil
arahan, pendapat dan kebijakan pimpinan perpustakaan dan lembaga induknya secara
global tanpa pedoman tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka bisa saja
kebijakan tersebut tidak begitu jelas dan sulit dipahami sehingga dapat diinterpretasikan
secara berlainan oleh petugas yang melaksanakannya.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan koleksi
perpustakaan terutama perpustakaan di perguruan tinggi, antara lain ukuran koleksi dan
perimbangan koleksi itu sendiri. Ukuran koleksi meliputi : kondisi dan kualitas kolesi;
di perguruan tinggi yang meliputi SO, S1, S2, dan S3 akan memerlukan koleksi
perpustakaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perguruan tinggi yang hanya
melayani satu strata saja.
Disamping ukuran koleksi, perimbangan koleksi juga harus dipertimbangkan.
Perimbangan meliputi subjek atau bidang ilmu yang dicakup b ahan pustaka di dalam
koleksi perpustakaan. Untuk menentukan perimbangannya bisa berdasarkan
perbandingan antar jumlah individu kelompok pemakai yang dilayani dan pemakaian
koleksi perpustakaan itu sendiri. Jumlah koleksi suatu bidang subjek akan berbanding
lurus dengan jumlah individu kelompok pemakai yang dilayani di bidang subjek tersebut.
Maka keberhasilan program pengadaan bahan pustaka di suatu perpustakaan yang
berlangsung dari tahun ke tahun tidak terjadi begitu saja. Ini memerlukan bimbingan
yang jelas dari suatu kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan secara tertulis
sebagai pedoman staf yang bertugas melaksanakannya. Semua pihak yang berpartisipasi
dan berwenang merumuskan kebijakan tersebut seperti : komisi perpustakaan,
pustakawan dan para ahli di lingkungan perpustakaan serta lembaga induknya
mempunyai tanggung jawab untuk merawatnya secara terus menerus. Bila perpustakaan
tidak mempunyai komisi perpustakaan, maka pustakawan itu sendiri secara otomatis
harus mempunyai inisiatif untuk mencatat dan merumuskan kebijakan pengembangan
koleksi yang kemudian disyahkan oleh pimpinan perpustakaan atau lembaga induknya.
(Sharma & Singh, 1991).
Menurut Sulistyo Basuki petugas/personil dalam pengembangan koleksi
perpustakaan haruslah orang yang menguasai subjek dan mengetahui buku serta
kebutuhan pembaca. Untuk dapat menjadi pemilih buku yang baik harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Menguasai sarana bibliografis yang tersedia, paham akan dunia penerbitan
khususnya mengenai penerbit, spesialisasi para penerbit, kelemahan mereka,
standar, hasil terbitan yang ada selama ini.
2. Mengetahui latar belakang para pemakai perpustakaan, misalnya siapa saja yang
menjadi anggota, kebiasaan membaca anggota, minat dan penelitian yang sedang
dan telah dilakukan, berapa banyak mereka menggunakan perpustakaan.
4. Hendaknya personil pemilihan buku bersikap netral, tidak bersikap mendua,
menguasai informasi, dan memiliki akal sehat dalam pemilihan buku
5. Pengetahuan mendalam mengenai koleksi perp ustakaan
6. Mengetahui buku melalui proses membuka-buka buku ataupun melalui proses
membaca.
Kesimpulannya seorang pemilih bahan pustaka harus mempunyai pengetahuan
mengenai sumberdaya informasi yang luas. Dengan keahlian tersebut tim seleksi bahan
pustaka beserta seluruh anggotanya dapat ditetapkan dan dimuat secara jelas di dalam
kebijakan pengembangan koleksi perpustakaan yang bersangkutan.
Begitu juga dengan segala sesuatu yang telah kita putuskan perlu ditinjau
kembali, apakah sudah mencapai tujuan yang telah ditentukan atau belum. Demikian pula
halnya dengan koleksi perpustakaan. Bila perpustakaan telah membuat suatu kebijakan
pengembangan koleksi, kemudian telah melakukan pembelian bahan pustaka serta
mengembangkan koleksinya, seringkali timbul pertanyaan apakah koleksi yang dibeli
tersebut sesuai dengan standar tertentu?
Ada beberapa pedoman standar untuk perpustakaan umum, perpustakaan sekolah,
dan juga perpustakaan perguruan tinggi yang dapat digunakan untuk suatu evaluasi
koleksi. Itulah sebagian dari pertanyaan yang bisa dijawab melalui program penilaian
evaluasi koleksi. Evaluasi melengkapi siklus pembangunan koleksi dan membawa
kembali pada kegiatan kajian kebutuhan informasi pengguna. Siklus pembangunan
koleksi di perpustakaan secara lengkap dimulai dari seleksi (dengan memperhatikan
dokumen "Kebijakan Pengembangan Koleksi"), pengadaan (termasuk proses pembelian,
penerimaan, inventarisasi, penempelan barcode untuk sistem yang terkomputerisasi),
katalogisasi dan klasifikasi (termasuk entri da ta katalog ke komputer untuk sistem yang
telah terkomputerisasi), pasca katalogisasi (penempelan label nomor panggil, slip tanggal
kembali, kartu buku dan kantong buku untuk sistem yang masih manual), dilanjutkan
dengan layanan sirkulasi dan referensi, kemudian dilakukan CREW (Continues, Review,
Evaluation, and Weeding). Istilah yang diperkenalkan oleh Moore, dengan
memperhatikan hasil kajian kebutuhan pengguna. Hasil dari proses CREW ini akan
memberikan masukan pada dokumen "Kebijakan Pengembangan Koleksi", dan
Pada perpustakaan, seperti juga organisasi lainnya, ingin mengetahui keadaan
mereka dibandingkan dengan organisasi yang sama. Data perbandingan dapat
bermanfaat, tetapi bisa juga menyesatkan. Dalam membandingkan sebuah perpustakaan
dengan perpustakaan lain harus diperhatikan apakah berbagai aspek yang
melatarbelakangi data yang diperbandingkan itu sudah sama. Sebagai contoh, sebuah
perpustakaan yang kecil tidak bisa dibandingkan dengan perpustakaan lain yang besar.
Tentunya akan banyak hal yang berbeda. Misalkan sebuah perpustakaan A mempunyai
koleksi 150.000 judul buku, sedangkan perpustakaan B mempunyai koleksi 75.000 judul
buku. Dengan data yang demikian itu tidak bisa langsung mengatakan bahwa
perpustakaan A lebih baik dari B.
Bila diteliti lebih lanjut, pengguna yang harus dilayani perpustakaan A ada
25.000 orang dan pengguna yang harus dilayani perpustakaan B ada 1.600 orang. Itu pun
harus diteliti lebih lanjut, apakah koleksi yang tersedia itu merupakan koleksi yang sesuai
dengan kebutuhan penggunanya. Bisa terjadi koleksi yang kelihatannya begitu besar bagi
kedua perpustakaan itu, ternyata dipenuhi buku-buku lama yang tidak terpakai oleh
penggunanya. Walaupun demikian membandingkan data antar perpustakaan itu menarik
dan bisa membantu dalam mengevaluasi sebuah perpustakaan, hanya diperlukan data
yang lengkap dan harus jeli dalam menganalisis semua data.
Evaluasi koleksi adalah kegiatan menilai koleksi perpustakaan baik dari segi
ketersediaan koleksi itu bagi pengguna maupun pemanfaatan koleksi itu oleh pengguna.
Tujuan dari evaluasi koleksi pada perpustakaan perguruan tinggi menurut dokumen
"Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi" (2005) adalah:
1. Mengetahui mutu, lingkup, dan kedalaman koleksi
2. Menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan program perguruan tinggi
3. Mengikuti perubahan, perkembangan sosial budaya, ilmu dan teknologi
4. Meningkatkan nilai informasi
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi
6. Menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi.
Walaupun tujuan yang disebutkan di atas untuk perpustakaan perguruan tinggi,
namun materi tersebut bisa digunakan untuk perpustakaan jenis yang lain.
sebagai contoh: secara ekonomi, moral, keagamaan, estetika, intelektual, pendidikan,
politis, dan sosial. Nilai sebuah benda atau koleksi berfluktuasi tergantung pada ukuran
mana yang digunakan. Mengkombinasikan beberapa ukuran adalah efektif sepanjang ada
kesepakatan menyangkut bobot relatifnya. Banyak faktor- faktor subjektif berlaku dalam
proses evaluasi yang harus dilalui sebelum mulai melaksanakan proses tersebut. Satu
keuntungan bila sudah ditentukan tujuan dan kriteria nilai-nilai sebelumnya, sehingga
interpretasi hasil bisa dilakukan dengan lebih mudah. Hal itu juga akan membantu
memperkecil perbedaan dalam pemikiran tentang hasil- hasil.
Perpustakaan melakukan evaluasi untuk beberapa alasan, seperti:
- Untuk mengembangkan program pengadaan yang cerdas dan realistis berdasarkan
pada data koleksi yang sudah ada
- Untuk menjadi bahan pertimbangan pengajuan anggaran untuk pengadaan koleksi
berikutnya
- Untuk menambah pengetahuan staf pengembangan koleksi terhadap keadaan
koleksi
Pokok bahasan berikut ini adalah beberapa metode dalam evaluasi. Berbagai metode
evaluasi koleksi telah dibahas dalam berbagai tulisan, untuk memilihnya tergantung pada
tujuan dan kedalaman dari proses evaluasi. George Bonn (dalam Evans, 2000)
memberikan lima pendekatan umum terhadap evaluasi, yaitu:
a. Pengumpulan data statistik semua koleksi yang dimiliki
b. Pengecekan pada daftar standar seperti katalog dan bibliografi
c. Pengumpulan pendapat dari pengguna yang biasa datang ke perpustakaan
d. Pemeriksaan koleksi langsung
e. Penerapan standar, pembuatan daftar kemampuan perpustakaan dalam penyampaian
dokumen, dan pencatatan manfaat relatif dari kelompok khusus.
Kebanyakan metode yang dikembangkan akhir-akhir ini mengambil teknik-teknik
statistik. Beberapa standar dan pedoman dari asosiasi profesional dan badan-badan
akreditasi menggunakan pendekatan dan formula- formula statistik yang memberikan
kepada pelaksana evaluasi beberapa indikator kuantitatif dalam melakukan penilaian.
Berbagai standar, daftar pencocokan (checklist), katalog, dan bibliografi adalah beberapa
Pedoman untuk mengevaluasi koleksi perpustakaan yang dikeluarkan oleh
American Library Association (ALA's Guide to the Evaluation of Library Collections)
membagi metode kedalam ukuran-ukuran terpusat pada koleksi dan ukuran- ukuran
terpusat pada penggunaan. Dalam setiap kategori ada sejumlah metode evaluasi khusus.
Pedoman itu meringkas sebagian besar teknik-teknik yang digunakan sekarang ini untuk
mengevaluasi koleksi. Metode tersebut difokuskan untuk sumber daya tercetak, tetapi ada
unsur-unsur yang dapat digunakan dalam evaluasi sumber daya elektronik. Ada pun
metode itu adalah:
1. Metode Terpusat pada Koleksi
Pada metode ini terdapat beberapa cara untuk melakukan evaluasi koleksi, yaitu:
- Pencocokan terhadap daftar tertentu, bibliografi, atau katalog
- Penilaian dari pakar
- perbandingan data statistik
- Perbandingan pada berbagai standar koleksi
2. Metode Terpusat pada Penggunaan
Pada metode ini terdapat beberapa cara untuk melakukan evaluasi koleksi, yaitu:
- Melakukan kajian sirkulasi
- Meminta pendapat pengguna
- Menganalisis statistik pinjam antar perpustakaan
- Melakukan kajian sitiran
- Melakukan kajian penggunaan di tempat (ruang baca)
- Memeriksa ketersediaan koleksi di rak
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Seringkali yang terbaik
adalah menggunakan beberapa metode yang saling dapat menutupi
kelemahannya. Di bawah ini akan dibahas secara ringkas berbagai metode
tersebut.
3. Metode Terpusat pada Koleksi Pencocokan pada Daftar
Metode dengan menggunakan daftar pencocokan (checklist) merupakan
cara lama yang telah digunakan oleh para pelaku evaluasi. Metode ini dapat
digunakan dengan berbagai tujuan, baik dengan satu metode ini saja maupun
seperti: "perpustakaan A mempunyai x % dari buku-buku yang ada di daftar itu".
Jadi pelaku evaluasi mencocokkan antara koleksi yang dimiliki sebuah
perpustakaan dengan bibliografi yang standar. Beberapa contoh bibliografi yang
standar adalah: Books for College Libraries, Business Journals of the United
States, Public Library Catalog, Guide to Reference Books, Best Books for Junior
High Readers (standar ini banyak dikeluarkan oleh American Library
Association) dan Core Lists untuk berbagai subjek tertentu (dikumpulkan oleh
Association of College and Research Libraries, Amerika Serikat). Untuk terbitan
dari Indonesia belum ada, karena membuat dokumen seperti itu membutuhkan
waktu yang lama dan biaya yang sangat besar.
Evaluasi koleksi menggunakan bibiografi sebagai daftar pencocokan
dilakukan pertama kali pada tahun 1933 oleh pustakawan di perpustakaan
University of Chicago. Pada saat itu mereka menggunakan 300 bibliografi untuk
mencocokkan seluruh koleksi yang ada di perpustakaan, dalam rangka penentuan
kebutuhan pengguna di masa depan.
Untuk melakukan evaluasi koleksi, berbagai daftar pencocokan bisa
digunakan. Terkait masalah banyaknya daftar yang akan digunakan tergantung
pada ketersediaan waktu untuk melakukan evaluasi, karena jelas semakin banyak
daftar yang akan dicocokkan semakin banyak waktu dib utuhkan untuk
melakukannya. Namun terlalu sedikit daftar yang digunakan untuk evaluasi
koleksi juga memberikan hasil yang kurang baik
Memang dengan adanya data katalog di komputer, OPAC (Online Public
Access Catalog), akan sangat mempercepat proses pencocokan koleksi dengan
daftar. Perlu juga diteliti apakah publikasi yang didaftar pada daftar pencocokan
(checklist) itu sesuai dengan tujuan dari perpustakaan. Bisa saja daftar itu
memang tidak sesuai dengan koleksi yang harus dibina di perpustakaan itu. Di
negara maju seperti Amerika Serikat dimana pangkalan data dari jaringan
berbagai perpustakaan banyak tersedia, mereka membuat bibliografi khusus yang
memang diperuntukkan sebagai sarana untuk evaluasi koleksi. Bibliografi yang
Ada beberapa kelemahan dalam teknik pencocokan pada daftar untuk evaluasi
koleksi, yaitu:
- Pemilihan judul untuk penggunaan yang khusus, tidak berlaku umum.
- Hampir semua daftar selektif dan bisa saja mengabaikan banyak judul-judul
publikasi yang bermutu
- Banyak judul yang tidak sesuai untuk sebuah komunitas perpustakaan yang
khusus
- Daftar-daftar itu mungkin saja sudah kedaluwarsa
- Sebuah perpustakaan mungkin saja mempunyai banyak judul yang tidak
tercantum pada daftar pencocokan, namun publikasi itu sarna baiknya dengan
yang ada di daftar
- Daftar pencocokan tidak memasukkan materi yang khusus yang sangat
penting bagi sebuah perpustakaan tertentu
- Tidak ada salahnya memiliki publikasi yang kurang bermutu.
Untuk menjawab berbagai kritik tersebut, daftar pencocokan seharusnya
mendaftar semua bahan pustaka untuk semua perpustakaan. Hanya perlu diingat
bahwa tidak semua bahan pustaka mempunyai nilai yang sama, atau sama
bergunanya untuk sebuah perpustakaan tertentu. Banyak buku-buku lama yang
masih sangat berguna bagi pembaca, namun daftar pencocokan yang sudah
kedaluwarsa sangat kecil kemungkinannya untuk bermanfaat sebagai sarana untuk
mengevaluasi koleksi perpustakaan.
Hasil pencocokan terhadap sebuah daftar menunjukkan persentase
buku-buku dari daftar yang ada dalam koleksi. Tetapi tidak ada standar berapa persen
dari daftar pencocokan yang harus ada dalarn koleksi sebuah perpustakaan.
Misalkan sebuah perpustakaan memiliki 53% dari buku-buku yang ada pada
sebuah daftar pencocokan. Apakah nilai itu sudah memadai, apakah penting untuk
memiliki semua buku yang ada di daftar? Membandingkan angka persentase dari
daftar untuk kepemilikan sebuah perpustakaan dengan perpustakaan lain kecil
manfaatnya, kecuali kedua perpustakaan itu mempunyai populasi yang dilayani
masih terus didiskusikan, namun tetap saja teknik ini bermanfaat bagi
perpustakaan dalam mengevaluasi koleksi.
Sayang sekali di Indonesia belum memiliki pangkalan data jaringan
perpustakaan yang secara resmi bekerja sama atau bibliografi yang dibuat khusus
untuk evaluasi koleksi. Ada juga beberapa pustakawan yang mengumpulkan data
katalog dari berbagai perpustakaan, namun data itu merupakan hasil usaha
perorangan dan tidak ada kepastian perbaharuan data secara berkala. Salah satu
jalan keluarnya, seorang pustakawan dari perpustakaan sejenis menanyakan
buku-buku atau jurnal yang seharusnya dimiliki kepada perpustakaan lain yang sudah
diketahui umum bahwa badan induknya merupakan sebuah institusi yang bermutu
dalarn bidang subjek tertentu.
4. Penilaian Pakar
Metode ini tergantung pada keahlian seseorang untuk melakukan penilaian
dan penguasaan terhadap subjek yang dinilai. Dalam me tode ini pemeriksaan
terhadap koleksi dalam hubungannya dengan kebijakan dan tujuan perpustakaan,
dan seberapa baiknya koleksi itu memenuhi tujuan perpustakaan.
Prosesnya bisa memerlukan peninjauan terhadap keseluruhan koleksi
menggunakan daftar pengrakan (shelflist), bisa terbatas hanya pada satu subjek,
itu yang sering terjadi, tetapi bisa juga mencakup berbagai subjek tergantung pada
penguasaan pakar tersebut terhadap subjek yang akan di evaluasi.
Biasanya metode ini berfokus pada penilaian terhadap kualitas seperti
kedalaman koleksi, kegunaannya terkait dengan kurikulum atau penelitian, serta
kekurangan dan kekuatan koleksi. Teknik mengandalkan pada penilaian seorang
pakar ini jarang digunakan tanpa dikombinasikan dengan teknik lain. Sering kali
pelaku evaluasi yang menggunakan teknik ini merasa tidak cukup bila hanya
melihat keadaan di rak.
Maka mereka merasa perlu untuk mendapatkan kesan dari komunitas yang
dilayani. Pengumpulan pandangan dari berbagai pengguna bisa dianggap
mewakili pandangan komunitas. Dengan dernikian pengguna didorong untuk
5. Perbandingan Data Statistik
Perbandingan diantara institusi bermanfaat untuk data evaluasi. Namun
ada keterbatasan disebabkan oleh perbedaan institusional dalam tujuan,
program-program, dan populasi yang dilayani. Sebagai contoh, perpustakaan yang ada di
sebuah sekolah tinggi untuk bidang ilmu tertentu, misalkan ilmu ekonomi,
tentunya berbeda dengan perpustakaan yang ada di sebuah universitas yang
mempunyai banyak fakultas dengan berbagai bidang ilmu. Dengan hanya
menyatakan jumlah koleksi secara kuantitatif, sulit untuk dapat menyatakan
kecukupan dari koleksi sebuah perpustakaan. Jumlah judul atau eksemplar saja
tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat pertumbuhan koleksi. Tetapi dirasakan
penting untuk mengembangkan pendekatan kuantitatif untuk mengevaluasi
koleksi yang berguna untuk pengambilan keputusan, tetap dengan cara yang
sederhana.
Dengan dimanfaatkannya komputer untuk menyimpan data bibliografi bahan
pustaka telah menciptakan sarana evaluasi yang sangat berguna. Di Amerika
Serikat sebuah pangkalan data yang meliputi koleksi berbagai perpustakaan yang
tergabung dalam sebuah jaringan bernama Washington Library Network (WLN)
merupakan sarana evaluasi koleksi yang banyak digunakan.
Sebuah perpustakaan bisa membandingkan koleksi yang dimiliki dengan
koleksi perpustakaan lain yang tergabung dalam jaringan WLN. Berhubung
banyak perpustakaan di Amerika Serikat menggunakan standar klasifikasi Library
of Congress, untuk membandingkan koleksi sebuah perpustakaan dengan data
yang ada di WLN, data statistik koleksi dibandingkan berdasarkan nomor
klasifikasi Library of Congress.
Dengan menggunakan pangkalan data jaringan WLN bisa diperoleh data
seperti jumlah judul buku yang ada di koleksi sebuah perpustakaan untuk setiap
nomor klasifikasi dibandingkan dengan koleksi perpustakaan lain, jumlah judul
buku yang hanya dimiliki oleh sebuah perpustakaan untuk setiap nomor
klasifikasi, dan berapa jumlah judul buku yang sarna yang ada di koleksi berbagai
perpustakaan lain untuk setiap nomor klasifikasi, serta berbagai perbandingan
6. Perbandingan dengan Berbagai Standar Koleksi
Tersedia berbagai standar yang diterbitkan untuk hampir setiap jenis
perpustakaan. Standar itu memuat semua aspek dari perpustakaan, termasuk
mengenai koleksi. Standar itu ada yang menggunakan pendekatan kuantitatif, ada
pula yang menggunakan pendekatan kualitatif. Contoh dari standar adalah
Standards for College Libraries, antara lain memuat informasi mengenai cara
untuk menentukan tingkatan kelas sebuah perpustakaan dalam ukuran koleksi
berdasarkan persentase koleksi yang dimiliki dibandingkan dengan ukuran yang
ideal.
Maka apabila ukuran koleksi sebuah perpustakaan sama atau melebihi dari
yang ideal, maka perpustakaan itu mendapat kelas A. Untuk perpustakaan yang
ukuran koleksinya di bawah yang ideal mendapat kelas di bawah A. Sebuah
contoh standar yang lain, Books for College Libraries menyatakan bahwa sebuah
perpustakaan perguruan tinggi yang mempunyai program pendidikan sarjana
empat tahun seharusnya mempunyai koleksi minimum 150.000 eksemplar, 20%
diantaranya seharusnya terbitan berkala yang sudah dijilid dan sisanya 80%
adalah judul-judul monograf.
7. Metode pada Penggunaan kajian Sirkulasi
Pengkajian pola penggunaan koleksi sebagai sarana untuk mengevaluasi
koleksi semakin populer. Dua asumsi dasar dalam kajian pengguna/penggunaan
adalah:
a. Kecukupan koleksi buku terkait langsung dengan pemanfaatannya oleh
pengguna
b. Statistik sirkulasi memberikan gambaran yang layak mewakili penggunaan
koleksi.
Dengan digunakannya komputer dalam melaksanakan transaksi
peminjaman, maka semakin mudah untuk memantau data sirkulasi. Ada masalah
dengan data sirkulasi dikaitkan dengan nilai koleksi, karena data itu tidak
termasuk data koleksi yang dibaca di dalam perpustakaan. Beberapa jenis koleksi
seperti referens dan jurnal biasanya tidak dipinjarnkan. Jadi data sirkulasi belum
8. Meminta Pendapat Pengguna
Survei untuk mendapatkan data persepsi pengguna tentang kecukupan
koleksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu data yang
sangat berguna dalam program evaluasi koleksi.
Hanya perlu diperhatikan keobjektifan dari pengguna dalam menilai
kecukupan koleksi dalam memenuhi kebutuhannya. Jangan sampai ketidaktahuan
pengguna dalam mencari informasi di perpustakaan mengakibatkan penilaian
kurangnya koleksi untuk memenuhi kebutuhan akan informasinya.
Begitu juga dengan lemahnya sistem temu kembali b isa mengakibatkan
seolah-olah koleksi perpustakaan itu tidak bisa memenuhi kebutuhan pengguna.
Perlu juga diketahui latar belakang pengguna mengapa seseorang mengatakan
positif atau negatif tentang koleksi. Tentunya pengguna yang sudah sering
menggunakan perpustakaan akan memberikan pendapat yang lebih objektif
dibandingkan dengan pengguna yang baru atau bahkan tidak pemah
menggunakan perpustakaan. Namun demikian bukan berarti bahwa pengguna
atau calon pengguna yang demikian pendapatnya tidak perlu didengar.
Penentuan responden secara acak tentunya akan memasukkan semua unsur
dalam populasi pengguna, termasuk pengguna potensial (belum menjadi
pengguna). Perlu juga ada pertanyaan bagi pengguna potensial mengapa mereka
tidak menjadi pengguna perpustakaan, apakah karena koleksinya tidak memenuhi
kebutuhan mereka, ataukah karena mereka tidak mengetahui apa yang ada di
koleksi perpustakaan? Dengan demikian yang menjadi masalah bukanlah
koleksinya, tetapi masalah promosi perpustakaan. Semua itu harus menjadi
masukan bagi evaluasi koleksi. Penentuan pertanyaan yang jeli akan
menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat, menghilangkan kemungkinan
kesimpulan yang menyesatkan.
9. Menganalisis Statistik Pinjam Antar Perpustakaan
Bila pengguna sebuah perpustakaan banyak menggunakan perpustakaan
lain bisa jadi ada masalah dengan koleksi perpustakaan itu. Namun bisa juga ada
hal lain yang menyebabkan penggunanya lebih suka menggunakan perpustakaan
keadaan perpustakaannya lebih nyaman, lebih mudah dan cepat menemukan buku
di rak, lebih dekat dengan rumah atau kantornya, jam bukanya lebih sesuai
dengan waktu yang dimiliki, tempat parkir mobilnya lebih mudah dan aman, dan
berbagai alasan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kecukupan koleksi.
Tetapi tetap saja ada kemungkinan bahwa sumber dari semua masalah adalah
koleksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna Pustakawan harus mencari
informasi mengapa hal itu terjadi dan alasan utama terjadinya penggunaan
perpustakaan lain oleh komunitasnya.
Pustakawan pengembangan koleksi juga harus secara berkala memeriksa
data pinjam antar perpustakaan, bila pelayanan itu ada. Bila ada buku atau jurnal
yang tidak dimiliki perpustakaan, tetapi sering diminta melalui pinjam antar
perpustakaan, berarti buku atau jurnal itu mempunyai peminat yang tinggi,
sehingga sewajarnya bila buku atau jurnal itu dimiliki oleh perpustakaan. Bila
buku atau jurnal itu sudah ada di koleksi, tetapi juga banyak diminta melalui
pinjam antar perpustakaan, berarti diperlukan duplikat yang lebih banyak untuk
buku tersebut. Untuk jurnal yang biasanya sangat mahal harga berlangganannya,
perlu dipikirkan bagaimana sistem baca di tempat yang lebih memberikan
kesempatan yang merata kepada pengguna.
10. Melakukan Kajian Penggunaan Di Tempat (Ruang Baca)
Melengkapi data yang diperoleh pada kajian sirkulasi, kajian terhadap
buku dan jurnal yang dibaca di tempat/rnang baca perlu dilakukan. Kajian dapat
dilakukan dengan menghitung buku dan jurnal yang ada di meja baca setelah
selesai dibaca pengguna pada kurun waktu tertentu. Idealnya buku dan jurnal
yang telah selesai dibaca itu dihitung seluruhnya sepanjang tahun.
Namun pelaksanaan penghitungan itu akan menghabiskan waktu dan
tenaga pustakawan. Oleh karena itu penghitungan dilakukan dengan pengambilan
contoh pada waktu-waktu tertentu dan sepanjang kurun waktu tertentu pula.
Misalkan ditetapkan pengambilan contoh akan dilakukan untuk kurun waktu tiga
bulan, dan dalam satu minggu pengambilan conto h dilakukan selama tiga hari,
Pengumpulan data dilakukan dengan menugaskan satu orang atau lebih
petugas untuk mencatat banyaknya buku yang dibaca di ruang baca. Minggu
pertama dipilih hari Senin, Selasa, dan Rabu petugas mencatat buku-buku yang
dibaca pengguna setiap dua jam. Minggu berikutnya dipilih hari Kamis, Jum'at,
dan Sabtu untuk melakukan pencatatan buku yang dibaca setiap dua jam, terus
berlanjut sampai tiga bulan.
Dalam pengumpulan data perlu dipikirkan masa sepi dan ramainya
pengguna yang menggunakan perpustakaan. Masa pengambilan data harus
mewakili kedua macam pola penggunaan perpustakaan, karena bila data diambil
hanya pada masa- masa tingginya penggunaan perpustakaan, angka yang diperoleh
akan lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebaliknya bila pengumpulan data
dilakukan pada masa- masa rendahnya penggunaan perpustakaan, maka angka
yang diperoleh akan lebih rendah dari angka yang seharusnya.
Karena tujuan pengumpulan data ini adalah untuk mengevaluasi koleksi,
maka tidak cukup hanya mengetahui jumlah buku yang dibaca di tempat. Lebih
rinci lagi, mungkin perlu diketahui jumlah buku yang dibaca di tempat
berdasarkan nomor klasifikasi. Petugas pengumpul data perlu dibekali tabel yang
telah dibagi kolom-kolomnya menurut nomor kelas dari 0 - 9.
Dengan demikian bisa diketahui nomor kelas besar yang mana yang paling
banyak digunakan, dan nomor kelas mana yang paling rendah digunakan.
Tingginya penggunaan untuk buku-buku kelompok kelas tertentu bisa berarti
bahwa pengguna memang membutuhkan informasi dalam subjek itu dan
buku-buku yang ada corok dengan kebutuhan pengguna. Sedangkan rendahnya
penggunaan kelompok kelas tertentu bisa berarti pengguna kurang membutuhkan
informasi untuk subjek tersebut, atau buku-buku yang ada dalam subjek itu tidak
sesuai dengan kebutuhan pengguna. Untuk itu diperlukan data pendapat dari
pengguna mengenai koleksi untuk subjek itu.
11. Memeriksa Ketersediaan Koleksi di Rak
Pustakawan perlu melakukan pengumpulan data mengenai ketersediaan
koleksi di rak pada kurun waktu tertentu. Maksud dari pengumpulan data ini
rak koleksi. Bila persentase penemuan tinggi, bisa berarti bahwa koleksi sudah
sesuai dengan kebutuhan pengguna. Bila persentase ketidaktersediaan bahan
pustaka yang dilerai tinggi, ada dua kemugkinannya. Pertama, bahan pustaka itu
dimiliki oleh perpustakaan tetapi sedang dipinjam atau dibaca oleh pengguna lain,
artinya perpustakaan perlu menambah dup likat bahan pustaka itu. Kedua, bahan
pustaka yang dicari memang tidak dimiliki pe rpustakaan, artinya bila sesuai
dengan Kebijakan Pengembangan Koleksi maka bahan pustaka itu perlu
diadakan..
Untuk pengumpulan data ini diperlukan petugas khusus untuk
melakukannya. Cara pengumpulan data bisa dilakukan seperti yang dilakukan
untuk kajian penggunaan koleksi di tempat. Namun untuk mendapatkan data
judul- judul bahan pustaka yang banyak diperlukan tetapi belum tersedia di rak
bisa dilakukan secara terus menerus sepanjang tahun. Pengguna diminta untuk
menuliskan judul tersebut pada sehelai daftar isian yang akan dikaji oleh
pustakawan pengembangan koleksi untuk keputusan pembe liannya.
12. Evaluasi Te rbitan Berkala
Untuk mengevaluasi terbitan berkala, selain menggunakan metode yang
telah disebutkan di atas yang berlaku umum, ada hal- hal lain yang perlu
diperhatikan. Perbedaan ini disebabkan oleh sifat terbitnya yang berbeda dari
jenis-jenis bahan pustaka yang lain. Proses evaluasi pada terbitan berkala
mencakup:
a) Apakah akan melanjutkan atau menghentikan langganan terhadap sebuah judul
terbitan berkala
b) Apakah akan menambah langganan terhadap sebuah judul terbitan berkala
yang belum dimiliki
F. Penutup
Bila evaluasi koleksi ini ingin dilakukan secara objektif, maka diperlukan
serangkaian riset untuk mendukung pengambilan keputusan. Diakui bahwa tugas evaluasi
koleksi itu sulit, dan sering kali hasilnya itu subjektif. Jadi seorang pelaksana evaluasi
tersedia tidak ada yang sempurna untuk dapat digunakan secara tunggal. Oleh karena itu
disarankan menggunakan kombinasi beberapa metode, sehingga dapat saling menutupi
kekurangan masing- masing metode. Langkah- langkah berikut ini disarankan untuk
diambil dalam mengevaluasi koleksi, meliputi : pengembangan standar nilai dan mutu
pengembangan koleksi; mengambil contoh secara acak dari ko leksi dan memeriksa
pemanfaatan buku itu; mengumpulkan data tentang judul- judul yang diinginkan
pengguna; Mengumpulkan data judul-judul yang dibaca di tempat; Mengumpulkan data
dari aktivitas pinjam antar perpustakaan dan sebagainya.
Melakukan evaluasi koleksi memang menyita banyak waktu, tetapi dari hasil
evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemaha n koleksi. Dengan data itu, maka staf
pengembangan koleksi dapat memformulasikan kembali perencanaan untuk terus
memelihara koleksi yang kuat dan memperbaiki koleksi yang lemah. Semua aktivitas
evaluasi ini tentunya harus sejalan dengan fungsi dan tujuan perpustakaan, serta
kebutuhan komunitas. Bila evaluasi koleksi ini sudah dilakukan secara rutin, akan terasa
semakin ringannya tugas ini, terlebih bila diingat bahwa proses ini akan membawa
Daftar Pustaka
Ade Kohar, 2003. Teknik Penyusunan Kebijakan Pengembangan Koleksi
Perpustakaan:Suatu Implementasi Studi Retrospektif. Jakarta
_________, 2005. Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman. ed. ke 3. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI. Jakarta.
_________, Collection Evaluation and Weeding. Chapter 6.
http://www.emro.who.int/HIS/VHSL/ Doc/part2/CHAP6.pdf (diambil tgl. 29 September
2006).
Dickstein, Ruth dan Hovendick, Kelly Barrick. 2002. University of Arizona Women's
Studies Collection Evaluation. http://oratt.edu/~johnso2/UArizcollectioneval.html
(diambil tgl. 29 September 2006)
Evans, G. Edward and Zarnosky, Margaret R. 2000. Developing Library and Information
Center Collections. Libraries Unlimited. Englewood, Colorado.
Jenkins, Clare and Morley, Mary (ed.). 1999. Collection Management in Academic
Libraries.
Moore, Jo Anne. Guidelines for Collection Evaluation and Weeding.
http://www.tea.state.tx.us/technology/libraries/lib_downloads/weedingl.pdf (diambil tgl.
29 September 2006) 2nd ed. Gower Publishing. Hampshire, England.
Sujana, Janti G. dan Yulia, Yuyu. 2006. Modul Pengembangan Koleksi. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. P ustaka Utama. Jakarta.