1 Candra Kusuma Negara1, Doni Wibowo 2 , Yuseran 3
1,2,3STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin LPPM (Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat)
ABSTRAK
Latar Belakang:Menikah dan punya keturunan merupakan dambaan setiap keluarga, namun dalam proses pembentukan keluarga kecil yang maju, sejahtera dan mandiri sangat berkaitan erat dengan pelaksanaan program keluarga berencana. Program ini juga yang secara khusus akan ditingkatkan guna mencegah masalah klasik yang terus muncul di Indonesia yaitu kemiskinan. Kemiskinan ini terjadi oleh karena besarnya jumlah penduduk tidak diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak bagi keluarga maupun generasi baru yang muncul.
Tujuan: Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai hal dalam pemakaian kontrasepsi, dan penentuan jumlah anak, dan nikah muda.
Metode: Penelitian menggunakan studi fenomenologi Kualitatif. Pengambilan data menggunakan indepth interview pada 16 Orang partisipan di Kab.HSU, Kab.HST, dan Kab.Tanah Bumbu. Metode analisis menggunakan Creswell
Hasil: Beragam persepi yang ditemuakan pada pengambilan keputusan kontrasepsi, penentuan jumlah anak dan nikah muda seperti 1) Berbagai respon dalam pengambilan keputusan dalam pemakaian kontasepsi KB dipengaruhi oleh adanya gangguan fisiologis, faktor ekonomi, faktor pengetahuan, sikap terhadap KB, dan budaya adat istiadat/tradisi. 2) Berbagai keputusan dalam penentuan jumlah anak dipengaruhi oleh adanya kesepakatan untuk menentukan jumlah anak, faktor informasi, menerima kenyataan, dan faktor agama/keyakinan. 3) Berbagai keputusan yang mempengaruhi menikah di usia muda dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, untuk memperoleh keturunan, media teknologi, orang tua, konsep diri, dan lingkungan.
Kesimpulan: Respon yang terungkap di dalam penelitian ini merupakan penyebab yang membuat sebab akibat dari berbagai kejadian. Adanya bebarapa faktor kesenjangan/dilema antara fakta dan opini yang selama ini berkembang sudah dapat terjawab di dalam penelitian ini.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM…[Candra Kusuma Negara, Doni Wibowo, Yuseran]
2
Pendahuluan
Menurut publikasi jurnal MKMI (2009), pernikahan usia dini di masyarakat pedesaan terjadi terutama pada golongan ekonomi menegah kebawah yang lebih merupakan bentuk sosial pada pembagian peran dan tanggung jawab dari keluarga perempuan pada suami. Perniakahan usia dini di masyarakat perkotaan umumnya terjadi karena kecelakaan (married by
accident) akibat salah pergaulan oleh remaja.
Pernikahaan usia dini memberi resiko yang lebih besar pada remaja perempuan khususnya pada aspek kesehatan reproduksi. Aspek sosial budaya masyarakat memberi pengaruh terhadap pelaksanaan pernikahan dan tidak terlepas pada pernikahan usia dini. Menurut Endang (2016) berpendapat bahwa masih tingginya angka pernikahan dini antara lain dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga dan banyaknya pasangan suami istri yang memiliki anak hingga 4 (empat) orang atau lebih.
Peningkatan program keluarga berencana tidak dapat lepas dari faktor konsumen atau penggunanya sehingga pemahaman terhadap karakteristik individu maupun keluarga menjadipenting untuk diketahui.Program keluarga berencana nasional tidak hanya berorientasi kepada masalah pengendalian pertumbuhan penduduktapi untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk Indonesia.Program penggunaan alat kontrasepsi belum sepenuhnya mampu berjalan dengan baik. Masih banyak permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan, seperti pengambilan keputusan penggunaan alat kontrasepsi yang bukan atas kehendak sendiri
Berdasarkan fenomena di atas tampak berbagai macam variasi individu untuk
menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.Indonesia memiliki keadaan sosial dan kultural yang berbeda tiap daerah sehingga pengalaman yang dialami partisipan sangat mungkin berbeda. Penelitian ini akan mengeksplorasi fenomena tersebut dengan menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi.
METODE
Penelitian ini menggunakan studi fenomenologi. Pengambilan data menggunakan
indepth interview pada enam belas orang
partisipan yang berasal dari kab.Tanah Bumbu, Kab.HST, kab.HSUyang dilengkapi dengan pedoman wawancara dan informed
consent.Metode analisis yang terstruktur dari Creswell menjadi 6 langkah.
Hasil dan Diskusi
Pengambilan keputusan dalam pemakaian alat kontrasepsi (Tema 1)
Skema berikut ini menggambarkan analisis tema
terhadap berbagai respon dalam keputusan pemakaian kontrasepsi.
Skema 1. Respon dalam pemakaian alat kontrasepsi
3 nyeri payudara, tidak terjadinya haid, ada
pendarahan dan adanya bercak / flek.
Efek samping tersebut memang terjadi sebagai respon tubuh terhadap paparan obat atau terapi yang dijalani. Hal tersebut sependapat dengan tulisan tentang Pelayanan keluarga berencana oleh Meilani et al. (2012) yang isinya menemukan bahwa ketidaknyamanan dan efek samping yang dapat timbul dari penggunaan kontrasepsi pil KB diantaranya yaitu mual pada 3 bulan pertama, nyeri payudara, tidak terjadinya haid, ada pendarahan dan adanya bercak / flek
“kan dia datang ke kita , bu saya mual
minum pil, kita obati terlebih dahulu ya, trus kalau sudah di obati masih saja , nanti datang lagi, ternyata masih saja mual, setelah itu pil
nya bias saja di stop kapan saja” (P4).
“ Setelah megosumsi Pil Kb tersebut, Malam
harinya merasa Pusing” (P3).
Pengaruh dari penggunaan alat kontrasepsi KB sangat beragam, adanya efek samping perdarahan membuat partisipan beralih jenis kontrasepsi berikut ini beberapa partisipan yang mengugkapkan keluhannya.
“paling pendarahan”…(P4)
“Biasanya ada , seperti suntikan , kan efek sampingnya Pendarahan… “(P9)
“tidak ada, hanya terjadi perdarahan saja, justru itu di ganti…” (P10.)
Partisipan selanjutnya mengungkapkan adanya efek samping lain dalam penggunaan alat kontrasepsi KB yaitu meningkatnya berat badan.
“kalau tidak cocok berat bada bisa
meningkat…”(P1)
“Pasang implant, dapat menyebabkan
kegemukan…”(P2)
“iya semakin gemuk, kalau tadinya
menggunakan suntik lalu pindah ke Pil setelah
Itu beberapa bulan lupa meminum…”(P4).
“kalau menggunakan pil bisa terjadi menstruasi,
kalau suntik berat badan bisa meningkat, kalau tidak menstruasi darah kotor tidak bisa
keluar…”(P6).
Tidak hanya peningkatan berat badan saja, ada partisipan yang mengungkapkan adanya efek samping menggunakan kontrasepsi KB yaitu adanya keluar flek-flek .
“ada flek hitam…”(P1) “flek seperti darah…(P4)
“flek-flek di wajah , menyebabkan ia tidak mau menggunakan KB, saya menggunakan tradisonal
saja…(P9)
Kondisi finansial juga mempengaruhi partisipan dalam pemilihan alat kontrasepsi KB.Adanya ungkapan bahwa perlu membayar dalam berKB khususnya KB suntik, IUD hal ini yang membuat pasien enggan untuk berKB.Berikut ini bebertapa ungkapan partisipan selama menggunakan kontrasepsi KB. Sependapat dengan Setianingrum (2016) Tinggi rendah nya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk di indonesia akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program Kb di indonesia. Kemajuan program Kb tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang digunakan. “soalnya mahal IUD, kalau kita beli mahal juga…”(P9)
“Harusnya gratis, seperti implant juga…”(P6)
Tingkat pendidikan dan informasi berbanding lurus dengan pengetahuan.seperti yang di ungkapkan partisipan mengenai interpretasi informasi, dan terpaparnya Informasi. Ada beberapa partisipan yang terpapar informasi namun masih belum dapat secara penuh memahaminya, ada juga partisipan yang sama sekali belum terpapar informasi. Apalagi di saat itu masih minim tenaga penyuluh terkait kontrasepsi KB, dan ditambah lagi dengan jarak antar pelayanan kesehatan yang terbilang cukup jauh untuk diakses.
“tidak ada merenggangkan anak…(P5).
“belum ada informasi tentang KB” ( P16 )
Berbagai macam respon yang diungkapkan partisipan terhadap penggunaan alat kontrasepsi KB, respon sikap di dalam sub tema ini diungkapkan oleh partisipan dalam rasa takut, lalai, dan kurangnya kesadaran diri akan pentingnya ber KB. Penggunaan Kontrasepsi KB ini dapat di pegaruhi oleh Sikap beberapa partisipan. Umpan balik dari reson partisipan sangat bervariasi terkait pemilihan alat kontrasepsi, respon dari sikap tersebut diungkapkan oleh responden berikut ini . “Mau apa?saya bu ingin menggunakan implan
tetapi saya takut. yasudah kalau kamu
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM…[Candra Kusuma Negara, Doni Wibowo, Yuseran]
4 Berbeda halnya dengan partisipan berikut
ini yang mengungkapkan respon yang berbeda, partisipan berikut ini sesungguhnya menggunakan kontrasepsi pil KB namun partisipan mengonsumsi pil KBnya tidak rutin. “iya karna efek samping , sehingga pindah kePil
karna pil lupa mengosumsinya…(P4).
“Tidak ingat mengosumsi pil KB…”(P6)
Keinginan yang kurang menyebabkan rendahnya tingkat kesadaran akan pentingya ber KB. Berikut beberapa ungkapan respon partisipan.
“tidak apalah, karna Pil KB ini masing-masing banyak yang menginginkan sendiri.seperti itu tidak dari luar. Contohnya saya bidan . Ayo kita
semua ber KB , nah tidak seperti itu…”(P6). Budaya dan keyakinan, serta suatu larangan yang membuat partisipan enggan memakain kontrasepsi KB.adapun partisipan mengungkapkan. Begitu banyak aspek budaya di kehidupan kita di pengaruhi oleh kebudayaan, maka terbentuk kecendrungan untuk menganggap bahwa cara hidup kitalah merupakan yang sebagaimana mestinya atau merupakan yang paling baik, bahwa kepercayaan dan perilaku khusus kita lah merupakan sipat dasar manusia (Maramis, 2013).
“kita tidak sanggup tidak bersih badan, maka
kata orang itu yang di kerjakan lima waktu .
yang tidak ingin seperti itu tiap hari…”(P3).
Pengambilan keputusan dalam penentuan jumlah anak (Tema 2)
Skema berikut ini menggambarkan analisis tema terhadap berbagai respon pengambilan keputusan dalam penentuan jumlah anak.
Skema 2. Respon dalam penentuan jumlah anak
Budaya sepertinya sudah menjadi adat/tradisi yang menjadi kebiasaaan masyarakat, ditambah lagi keyakinan/ cerita massa lalu yang sangat oriental bahkan dapat mengesampingkan fakta terkini. Berikut ungkapan partisipan yang mengungkapkan bahwa dalam menetukan jumlah anak dapat dikarnakan suatu kebiasaan atau suatu semboyan.
“oh… jumlah anak,mungkin ia belajar ilmu cina…”(P4).
“Zaman dahulu mereka tidak seenak sekarang
perekonomianya, setelah anak-anaknya hidup
sejahtera beliau juga ikut merasakanya…(P5)”
Ada pertisipan yang berpendapat bahwa anak itu membawa rejeki di masa tua kelak, yang menganggap bahwa anak itu membawa perubahan bagi keluarganya.
“iya nanti ada saja rejekinya. Ketika kelak
ia besar, saat ini saudara-saudaranya dan tantenya ikut membantu kebutuhan ekonomi
kami saat ini…”(P6)
Keyakinan jika memiliki anak banyak juga diungkapkan oleh Ganursa (2011) yang bependapat anak adalah karunia, kehadiran mereka adalah nikmat.Partisipan selanjutnya juga menyampaikan bahwa suatu keyakinan yang kuat jika memiliki jumlah anak banyak dapat berpengaruh untuk masa yang akan datang. Seperti respon dari partisipan berikut ini:
“Tentu di kehendaki kelahiranya,
Bagaimana ya kalau sudah Kehendak Allah
SWT…”(P5).
5 “Tentu sama-sama setuju, tidak mungkin
terjadi jika hanya kemauan sendiri…”(P5 )
Menurut Nugraha (2007) salah satu faktor yang mendasari pasangan memilih jumlah anak adalah karena kurangnya informasi tentang damapak jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan pengetahuan dan informasi kehamilan yang aman akan memudahkan pasangan untuk mengambil keputusan kapan saat yang tepat untuk menentukan berapa jumlah anak serta jarak kehamilan yang aman.
Beberapa pertisipan mengungkapkan bahwa suami menjadi faktor penting di dalam penentuan jumlah anak, hal tersebut seperti ungkapan partisipan berikut ini.
“kata Suami , lebih baik punya anak
terlebih dahulu…”(P2).
“tidak banyak bicara. Mengikuti kemauan suami…”(P3).
Kurangnya Informasi mengenai kontrasepsi KB seperti tidak adanya kontrasepsi dan tidak terencana.Beberapa hal yang berpengaruh terhadap penentuan jumlah anak.Seperti yang di sampaikan beberapa partisipan berikut.
“Rahimnya tidak ada istirahatnya, dan
sekarang sudah ada pencegahanya seperti
kontrasepsi KB…”(P5)
“tidak adanya obat Kontrasepsi KB…”(P5)
Partisipan selanjutnya mengungkapkan rasa pasrahnya ketika sudah hamil tanpa direncanakan, dan sebagiannya dengan keterpaksaan sehingga menjalani kehamilan anak selanjutnya dengan keterlanjuran.
“Jika kita di berikan berarti itu Rejekinya…”(
P3 )
“Tuhan mungkin menutup hatinya sehingga dia
tidak ada kemauan untuk menggunakan
kontrasepsi KB…”(P7).
“ya kalau ada kita rawat aja karna sudah
terlanjur hamil . kana ada bapaknya juga yang
bertangung jaga…”(P4)
Pengambilan keputusan untuk menikah di usia muda (Tema 3)
Skema berikut ini menggambarkan analisis tema terhadap berbagai respon pengambilan keputusan untuk menikah diusia muda
Skema 3. Respon pengambilan keputusan menikah di usia muda
Kondisi pengaruh krisis finansial dan pekerjaan dapat membuat keputusan agar segera menikah karena tuntutan hidup. Biaya kehidupan sehari-hari yang terus meningkat mendesak orang tua pada khususnya untuk segera menikahkan anaknya, karena beranggapan jika kelak nanti akan dihidupi oleh suaminya dan akan mengurangi beban ekonomi keluarga. Seperti ungkapan partisipan berikut ini:
“alhamdulialh ketika dalam keadaan krisis
justru dari pihak calon suami yang menjamin
semua dalam pernikahan…”(P15).
“Di tempat ini atau tempat lain mereka menikah
muda karna memang ingin menikah tidak ada
sebab, atau memang karna ekonomi tadi…”(P8)
Pertisipan berikut ini mengemukakan dari pada akibat pergaulan maka dari itu ingin segera menikah.
“Dari pada keluyuran tidak jelas,tidak memiliki
pekerjaan juga, lebih baik bersuami saja, agar ada yang menafkahi, karna mengharap dari
orang tua juga kerjaan mereka tidak
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM…[Candra Kusuma Negara, Doni Wibowo, Yuseran]
6 Kejadian ini masih terjadi di Indonesia,
terutama di beberapa daerah pedalaman yang masih kuat nilai-nilai tradisionalnya.Padahal tertulis dalam hak-hak reproduksi yang mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimiliki serta jarak kehamilan yang diinginkan (Diana, 2007).
Kurangnya motivasi sekolah kepada partisipan menyebabkan partisipan berhenti sekolah sehingga pengaruh pernikahan dini dikarnakan kurangnya pengetahuan mengenai pernikahan dini.
Kurangya niat untuk melanjutkan sekolah, putus sekolah membuat kesulitan di dalam mencari pekerjaan pada awalnya diakibatkan karena rendahnya pendidikan orangtua, anak, dan masyarakat membauat pernikahan dini semakin merak. Rendahnya tingkat pendidikan orang tua menyebabkan adanya kecendrungan mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur (Landing et al. 2009).
“Keluarganya, ketimbang tidak sekolah juga, berhenti sekolah satu tahun ini…”(P16)
“kamu cepat menikah saja , lagian kamu tidak sekolah juga , keluyuran, mending di nikahkan
saja…”(P18)
“ “iya terus nikah, sekolah juga gak mesti kerja juga lulusnya…”(P9)
Keinginan dari orang tua yang menginginkan keturunan serta kemauan partisipan sendiri yang menginginkan keturunan, adapun respon dari partisipan seperti yang di ungkapkan.
“salah satunya sudah tidak sabar ingin memiliki keturunan…”(P19).
“orang tua ingin memiliki cucu…”(P17).
Sebagian partisipan mengungkapkan adanya suatu perkumpulan atau komunitas dan media sosial sebagai penghubung komunikasi dari awal pertemuan sampai dengan menikah.
Tidak sedikit pernikahan dini disebabkan karena “kecelakaan” yang tidak sengaja akibat pergaulan yang tidak terkontrol. Dampaknya mereka harus mempertanggung jawabkan perbuatan dengan menikah dini ( Surbakti, 2008).
“Tidak ada alasan lain, hanya saja ingin
menghindari perkataan orang-orang
(tetangga)…”(P18).
Beberapa partisipan mengungkapkan pemikiran dan rasa kekehawatiran orang tua dalam mempengaruhi partisipan untuk menikah di usia muda.
Lingkungan dan adat istiadat adanya anggapan jika anak gadis belum menikah dianggap sebagai aib keluarga (Romauli, 2009). Sejalan dengan pendapat Mubarok (2016) di dalam bukunya menungkapkan bahwa lingkungan ilmu pendidikan, baik faktor hereditas atau keturunan maupun faktor lingkungan,keduanya diakui mempunyai pengaruh dalam memebentuk perilaku manusia. “iya iyalah di bilang kejam, bukan kejam juga
sih, hanya takutnya anak
kenapa-kenapa…”(P15)
Ya, keputusan keluarga untuk
menikahkan…”(P10)
“Ketimbang di belakang melakukan hal yang tidak di inginkan, apalgi kalau sudah
sama-sama suka…”(P16)
Menikah di usia muda diawali dengan kemauan dan kematangan mental serta psikologi. Di dalam sub tema ini, kesepakatan, kesiapan, dan kemauan terungkap sebagai salah factor pemicu untuk menikah di usia muda. “Tidak ada, hanya karna kemauan diri sendiri
dan sudah merasa sama-sama cocok, dan
lanjutkan saja sampai menikah…(P11). “sama-sama suka...” ( P12 )
iya, kesepakatan kami berdua…” ( P15 ) “ya, sepakat-sepakat keduanya…” ( P17 )
“nggak ada sih, atas dasar kemauan sendiri juga…” ( P18 )
“ingin menjalani hubungan yang lebih serius…”(P16)
Beberapa partisipan mengungkapkan adanya pengaruh lingkungan yang membuat partisipan lebih memilih untuk menikah muda . “ nikah ada beberapa kasus aja.” ( P8 ) “ hamil diluar nikah.” ( P17 )
“tidak marah, hanya pihak dari suami yang
terus mendesak. ketimbang dosa di lihat
tetangga…” (P15)
“Iya, kan ya jalan bareng sama temen-temen ya difitnah orang yang nggak-nggak, katanya
ngelakuin yang nggak-nggak…” (P17).
“iya, sama satu lagi. Agar pandangan orang
lain tidak berpikir hal yang jelek, Atau hal-hal
7 “Iya,sekarang ini kan zaman pergaulan
bebas,daripada tidak karuan dan keluarga
masih sanggup lebih baik menikah saja”(P10 ).
“Iya,biasa remaja masih labil sering khilaf,jadi
orang tuanya suami langsung berpikir yang negative…”(P11).
“Jadi,saya ngomong sama orang
tua.Pak,daripada saya kelayapan kemana-mana dan membantah terus lebih baik
“Iya,daripada ada fitnah dan omongan yang
tidak baik,orang tua sendiri yang malu lebih
baik dinikahin saja…”(P17).
KESIMPULAN
Beragam persepi yang ditemuakan pada pengambilan keputusan kontrasepsi, penentuan jumlah anak dan nikah muda seperti 1). Berbagai respon dalam pengambilan keputusan dalam pemakaian kontasepsi KB dipengaruhi oleh adanya gangguan fisiologis, faktor ekonomi, faktor pengetahuan, sikap terhadap KB, dan budaya adat istiadat/tradisi. 2) Berbagai keputusan dalam penentuan jumlah anak dipengaruhi oleh adanya kesepakatan untuk menentukan jumlah anak, faktor informasi, menerima kenyataan, dan faktor agama/keyakinan. 3) Berbagai keputusan yang mempengaruhi menikah di usia muda dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, untuk memperoleh keturunan, media teknologi, orang tua, konsep diri, dan lingkungan.
Respon yang terungkap di dalam penelitian ini merupakan penyebab yang membuat sebab akibat dari berbagai kejadian.Adanya bebarapa faktor kesenjangan/dilema antara fakta dan opini yang selama ini berkembang sudah dapat terjawab di dalam penelitian ini.
SARAN
1. Menginovasi/memaksimalkan kontrasepsi KB yang lebih efektif dan tanpa efek samping.
2. Menginovasi iklan bahaya nikah uasia muda yg lebih implikatif.
3. Melakukan Konsolidasi dan membuat kerjasama dengan kemenkes dan pemerintah Kabupaten/Kota untuk memastikan seluruh Klinik KB minimal mempunyai tenaga kesehatan/bidan.
4. Menggalang kemitraan dengan melakukan registrasi terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan yang dipastikan akan bermitra dengan pihak BPJS.
5. Membuat kader/Mendirikan group konseling pra nikah dikalangan siswa sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Erna Setiyaningrum. (2016). Pelayanan
Keluarga Berencana.CV.Trans Info Media.
Jakarta.
Gunarsa, D. S. (2011).Dari Anak Sampai Usia
Lanjut : Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.
MKMI. (2009). Jurnal: Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana
Toraja. FKM-UNHAS. Makassar.
Niken Meilani, Nanik Setiyawati, Dwiana Estiwidani, Suherni. (2012). Pelayanan
Keluarga Berencana.Fitramaya.Jogyakarta.
Nugraha, (2007).Resiko Kehamilan. Jakarta. http://www.balipost.com.
Romauli, (2009).Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Nuha Medika
Surbakti.(2008). Awas Tayangan Talevisi
Tayangan Misteri dan Kekerasan
Mengancam anak anda. Jakarta: PT
Gramedia.
Willy F. Maramis. (2016). Ilmu Perilaku Dalam
Pelayanan Kesehatan. UNAIR (AUP).
Surabaya.
Yanti, (2010) Buku Ajar Kebidanan
Persalinan.Yogyakarta : Pustaka Rihama.