• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN SANITASI MAKANAN DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS HIDUP SANTRI (Studi Kasus Pondok Pesantren di Kabupaten Jombang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN SANITASI MAKANAN DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS HIDUP SANTRI (Studi Kasus Pondok Pesantren di Kabupaten Jombang)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN SANITASI MAKANAN DAN LINGKUNGAN TEMPAT

TINGGAL BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI UPAYA

PENINGKATAN KUALITAS HIDUP SANTRI

(Studi Kasus Pondok Pesantren di Kabupaten Jombang)

Oleh: Haris Supratno

Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya harissupratno@gmail.com

Abstract

Pesantren has very important role in improving the santri quality life through managing food and dwelling sanitation. By healthy, hygienic, and nutritious food and also good dwelling, it can improve santri quality life. Generally, some Pesantren in Jombang district have not been managed their food and environment dwelling well. They also have not been fulfilled the medical standard, especially, some small and traditional Pesantren. While in some big and modern Pesantren, generally have managed food and environment dwelling sanitation well and have fulfilled the medical standard.

Key words: Education, medical, environment, Pesantren, sanitation, water, garbage, waste, productivity

Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, karena dengan pendidikan manusia bisa mendapatkan berbagai pengetahuan dan ilmu sebagai bekal hidup dalam

masyarakat. Dengan pendidikan manusia bisa mengubah status sosial, taraf hidup, dan nasib hidupnya (Supratno, dkk, 2015:13). Menurut Mu’in (2011: 288) pendidikan merupakan suatu kegiatan dan proses aktivitas manusia yang disengaja untuk membentuk, mengarahkan, dan mengatur manusia agar menjadi masyarakat yang berbudaya dan berbudi. Pendidikan bertujuan untuk pemberdayaan, pencerahan, proses memberi motivasi dan inspirasi, dan proses mengubah perilaku manusia agar memberikan nilai-nilai yang ideal yang dapat mengatur perilaku peserta didik. Peserta didik yang perilakunya tidak baik, agar dapat berubah ke arah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Menurut Zamroni (Tilaar, 2002: 41) pendidikan merupakan salah bagian kebutuhan masyarakat, sehingga pendidikan dituntut dapat melayani kebutuhan masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, pendidikan harus dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat, antara lain pemberian life skill dan shof skill bagi masyarakat yang mengikuti pendidikan sebagai kemapuan yang dimiliki peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup dalam masyarakat.

(2)

Keberadaan pondok pesantren sejak jaman dulu telah memiliki peranan yang cukup besar dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan, karena peminat pondok pesantren pada umumnya berasal dari masyarakat pendesaan golongan menengah-bawah. Pendidikan pesantren pada mulanya hanya menekankan pendidikannya pada ilmu agama saja dengan sistem pengajarannya sistem hafalan dan sorogan ( ngaji kitab kuning).

Namun, saat ini keberadaan pondok pesantren sudah banyak yang pengalami perubahan, baik pada sistem pengajarannya maupun menajemen pengelolaannya (Supratno, dkk, 2015:17).

Pondok pesantren saat ini sudah banyak menglami perubahan dari masa ke masa. Bila dahulu pondok pesantren hanya sebagai pusat pengembangan ilmu agama, saat ini sudah banyak pondok pesantren menjadi pusat pengembangan ilmu umum, karena telah membuka lembaga pendidikan umum dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembangunan (Rofik A. dkk., 2005: 1-2).

Pengelolaan makanan dan lingkungan tempat tinggal di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapat perhatian, terutama pondok pesantren tradisional. Sedangkan pondok pesantren yang modern pengelolaan makanan dan lingkungan tempat tinggal sudah banyak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik dan telah memenuhi standar kesehatan, baik dari segi kebersihan, gizi, maupu lingkungan.Sedangkan pondok pesantren yang besar dan modern, pada umumnya pengelolaan makanan dan lingkungan tempat tinggal sudah lebih baik dan telah memenuhi standar kesehatan, gizi, dan kebersiahan.

Tidak hanya para santri dan pengelola atau pengasuh pondok pesantren yang kurang atau tidak memperhatikan masalah pendidikan kesehatan, khususnya pengelolaan makanan dan lingkungan tempat tinggal, para peneliti pondok pesantren juga tidak banyak yang memfokuskan penelitiannya pada objek pendidikan kesehatan lingkungan di pondok pesantren berbasis

karakter. Mereka pada umumnya lebih banyak meneliti tentang perubahan sistem pendidikan dan manajemen kepemimpinan kyai di pondok pesantren.

Pengelolaan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah penciptaan dan pemeliharaan kondisi-kondisi higinies dan sehat. Sanitasi makanan merupakan ilmu terapan yang menggabungkan prinsip-prinsip desain, pengembangan, pelaksanaan, perawatan, perbaikan, peningkatan kondidi-kondisi dan tindakan higinies untuk mencipatakan dan mempertahankan lingkungan yang bersih dan sehat. Pengelolaan makanan yang buruk akan mengakibatkan makanan terkontaminasi oleh mikroorganisme penyebab penyakit. Sumber kontaminasi makanan antara lain, manusia, tanah/ debu, udara, alat, kontaminasi, hewan, air, dan serangga (Rauf, 2013: 1).

Sanitasi makanan adalah suatu usaha untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia.Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka sanitasi makanan, antara lain sumber bahan makanan harus terbebas dari kontaminasi atau pencemaran, pengangkutan makanan harus memenuhi standar sanitasi makanan, contoh pengangkutan daging dan ikan harus menggunakan alat pendingin, penyimpanan bahan makanan harus di simpan di tempat yang memenuhi syarat sanitasi makanan, tempat pemasaran makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi makanan, antara lain bersih, terkena cahaya, sikulasi udara, dan ada alat pendingin, pengelolaan makanan harus di tempat yang bersih, penyajian makanan harus bebas dari kontaminasi, bersih, dan tertutup, dan penyimpanan makanan di tempat yang bersih seperti lemari atau alat pendingin (Chandra, 2012: 86).

(3)

di makan. Dalam memilih jenis bahan makanan perlu diperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut: (1) bahan makanan pokok sumber kalori, seperti gandum, sagu, singkong, dan beras, (2) bahan makanan sumber protein, seperti kacang hijau, kacang tolo,kacang merah, kacang kedelai atau yang sudah diolah seperti tempe dan tahu, (3) bahan makanan sumber protein hewani, seperti ikan, telur, daging, dan susu, dan bahan makanan sumber vitamin dan kineral, seperti sayuran daun berwarna hijau tua (Notoatmodjo, 2011: 260-261).

Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi atau kekuatan bagi manusia adalah karbohidrat, lemak, vitamin, protein, mineral, dan air. Zat gizi tersebut akan menghasilkan energi yng diperlukan tubuh manusia untuk melakukan kegiatan (Indra dan Wulandari, 2013: 7; Dewi dkk., 2013: 5-10).

Berbagai aktivitas manusia dengan memproduksi makanan, minuman, dan kebutuhan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumber alam, selain

menghasilkan barang-barang yang dikosumsi, juga menghasilkan sisa bahan buangan yang tidak dibutuhkan oleh manusia. Sisa bahan yang tidak dipakai lagi oleh manusia disebut sampah. Menurut WHO, sampah adalah “sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia” (Chandra, 2012: 111).

Pola atau sistem makan santri di pondok pesantren di Kabupaten Jombang pada umumnya bervariasi. Pertama, para santri ada yang memasak sendiri. Mereka pada umumnya memasak nasi dan lauk serta sayur-sayuran. Ada pula yang nasinya memasak sendiri, tetapi lauk dan sayuran beli di luar pondok. Kedua, ada santri yang makan di warung di sekitar pondok pesantren. Ketiga, para santri ada yang makannya dengan sistem kos khusus makan di ibu kos di luar pondok pesantren. Sistem ini merupakan model pemberdayaan masyarakat diluar pondok pesantren, sehingga masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dari sistem yang diterapkan oleh pondok pesantren. Hal tersebut dilakukan karena pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang belum mampu untuk mengkoordinasikan dan menyiapkan makanan untuk para santrinya, karena sarana dan prasaranya belum memungkinkan. Hal tersebut sesuai dengan keterangan Gofar bahwa dahulu sistem makan di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang bervariasi. Ada yang memasak sendiri baik nasi, lauk, dan sayurannya. Ada yang nasinya memasak sendiri, tetapi lauk dan sayurannya membeli di warung. Ada yang pola makannya kos di masyarakat sekitar pondok pesantren (Wawancara tanggal 4 Juli 2015, di Pesantren Tebuireng Jombang).

Namun, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di bawah kepemimpinan Dr. H.C. K.H. Salahudin Wahid, pola atau sistem makan para santri dikelola sendiri oleh pondok, karena dari segi sarana, prasarana, dan menejemen sudah mampu untuk mengelola sendiri. Pola makan santri semuanya dikelola oleh pondok. Tidak ada santri yang masak sendiri atau makan dengan sistem jajan di warung di luar pondok pesantren. Para santri makan sehari tiga kali. Makan pagi antara pukul 06.00- 07.00 di pondok. Makan siang antara pukul 12.00-13.00 di sekolah masing- masing. Makan sore antara pukul 06.00-07.00 di pondok.

Makan pagi di pondok telah disiapkan ruang makan santri. Mereka makan dengan pola bergantian. Makan siang santri di sekolah masing-masing, artinga santri yang sekolah di Madrasah Tsanawiyah, makannya di Madrasah Tsanawiyah. Santri yang sekolah di Madrasah Aliyah makan siangnya di Madrasah Aliyah. Santri yang sekolahnya di SMP. Makan siangnya diSMP. Santri yang sekolahnya di SMA, makan siangnya di SMA. Pengurus pondok yang membawa makanan ke setiap sekolah masing-masing dan sudah ada petugas yang khusu menangani makan siang santri. Sistem makannya, siswa mengambil nasi sendiri,tetapi lauk- pauk diambilkan oleh petugas.

(4)

telah diatur sedemikian rupa secara terjadwal, sehingga menu gizi para santri dapat variatif setiap harinya. Pergantian menu gizi berubah setiap seminggu sekali. Makan yang dikonsumsi para santri sudah memenuhi syarat kesehatan, yaitu memenuhi empat sehat lima sempurna.

Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Gofar bahwa pola makan santri pada mulanya sangat variasi. Ada yang memasak sendiri. Ada yang kos di masyarakat. Namun setelah di bawah kepemimpinan K.H. Salahudin Wahid, pola makan santri dikelola sendiri oleh pondok pesantren. Makan santri tiga kali. Makan pagi sekitar pukul 06.00-07 di pondok. Makan siang sekitar puku 12-00-13.00 di sekolah masin-masing. Makan sore pukul 06.00-07.00 di pondok. Pola makan di pondok dilakukan secara bergiliran. Sedangkan pola makan di sekolah ditangani oleh petugas khusus dari pondok. Makanan dari pondok dibawa ke sekolah masing-masng. Pondok juga sudah mempunyai ahli gizi yang menangani pengaturan gizi para santri. Gizi para santri diatur secara terjadwal. Pergantian menu gizi para santri diatur per minggu, sehingga pola makan santri selalu ada variasi jenis makanan dan gizi para santri, sehingga tidak membosankan (Wawancara tanggal 4 Juli 2015, di Pesantren Tebuireng Jombang).

Pesantren Tebuireng Jombang merupakan salah satu pesantren modern di Jawa Timur, yang telah menyediakan pola makan santri dikelola secara mandiri. Pengelolaan makan tersebut ternyata juga menimbulkaan problema tersendiri dalam pengelolaan sampahnya. Karena

setiap hari menyediakan makan sekitar 3000 orang, maka mengakibatkan bertumpuknya sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga tersebut secara garis besar dibedakan menjadi du jenis, yaitu sampah basah dari sisa hasil makanan dan sampah kering. Sampah tersebut bila tidak dikelola secara baik, maka akan menimbulkan problema tersendiri. Bahkan problema pengelolaan sampah merupakan hal yang sangat rumit, dan sulit dipecahkan, karena pengelolaan samapah perlu menejemen yang baik sejak dari pemilihan sampah di rumah tangga, tempat penampungan, pembuangan atau pengangkutan, dan pengelolaannya.

Pengelolaan Lingkungan Tempat Tinggal

Pendidikan kesehatan lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan pondok pesantren. Pendidikan kesehatan lingkungan sangat dibutuhkan untuk melestarikan dan menjaga kesehatan lingkungan alam dan bumi kita semakin teracam menuju kehancuran akibat rusaknya lingkungan. Para penghuni bumi semakin terancam akibat pemanasan global dan bumi sudah tidak lagi bisa digunakan untuk menghidupi manusia (Mu’in, 2011: 333).

Sejak manusia hidup di bumi, sebenarnya sudah selalu berhadapan dengan kesehatan lingkungan, karena hidup dalam masyarakat manusia selalu berhubungan dengan benda mati, makhluk hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan. Benda mati dan makhluk hidup tersebut bila tidak dikelola secara baik akan dapat mengakibatkan lingkungan yang tidak sehat. Sebaliknya, bila dikelola secara baik, benda mati atau makhluk hidup, akan dapat menciptakan lingkungan yang baik. Lingkungan yang tidak baik akan mengakibatkan penyakit dan lingkungan yang kumuh dan jorok. Sebaliknya, lingkungan yang baik akan mengakibatkan kesehatan lingkungan yang baik dan menjadikan lingkungan yang indah dan menarik. Konsep mengenai faktor-faktor lingkungan hidup eksternal manusia yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan manusia, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan manusia disebut ilmu kesehatan lingkungan (Chandra, 2012: 1). Kebersihan lingkungan merupakan salah satu tolak ukur

(5)

sehingga kebersihan lingkungan juga sangat ditentukan bagaimana perilaku masyarakat

mengelola, membersihkan, menjaga, dan memelihara lingkungan di sekitar masyarakat tinggal. Perilaku masyarakat yang tidak mau atau tidak peduli terhadap sampah dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan atau kebersihan lingkungan, bahkan dapat menimbukan penyakit. Oleh sebab itu, sampah merupakan persoalan yang sangat serius dan harus dikelola secara serius, agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan (Wibowo, 2009: 38).

Pengelolaan lingkungan tempat tinggal yang dimaksud di sini adalah tempat tinggal para santri. Para santri di pondok pesantren pada umumnya dan pesantren tradisional pada khusunya menempati satu kamar yang dihuni oleh beberapa santri. Ukuran kamar besar bisa dihuni 20 -30 santri. Sedangkan kamar sedang bisa dihuni 10-20 santri. Sedangkan kamar kecil bisa dihuni 6-10 santri. Satu kamar tersebut pada umumnya juga merupakan tempat tinggal, tidur, belajar, menaruk segala barang milik santri, dan tempat memasak, sehingga ditinjau dari segi kesehatan kurang sehat, tidak layak sebagai tempat tinggal. Pondok pesantren yang masih tradisional kamar tersebut lantainya plesteran biasa yang pad umumnya digelari dengan tikar atau karpet (Supratno, 2015: 25)..

Lingkungan tempat tinggal para santri di pondok pesantren di Kabupaten Jombang pada umumnya merupakan pondok pesantren yang tergolong tradisional, meskipun sudah ada yang pengelolaannya menuju ke sistem modern, seperti Pesantren Tebuireng, Pesantren Peterongan, dan Pesantren Tambakberas. Pondok pesantren yang sudah modern tersebut sistem penataan lingkungan tempat tinggal sudah meninggalkan kesan kekumuhan. Pondok pesantren yang sudah modern seperti Pesantren Tebuireng, Darul Ulum, Tambah Beras, dan Den Ayar sistem tempaat tinggal sudah ditata sedemikian rupa, sehingga sudah boleh dikatakan layak sebagai tempat tinggal. Kamar mereka sudah diberi dipan atau dipan bertingkat yang diberi kasur busa. Setiap satu santri menempati satu tempat tidur. Kamar yang ukuran besar sekitar 8x12 m2 diberi 14-15 tempat tidur bertingkat dan satu tempat tidur pembina, sehingga satu kamar bisa ditempati oleh 28-30 santri dan satu pembina.

Sedangkan pondok pesntren kecil yang masih tradisional tempat tinggal atau kamar pada umumnya beralaskan karpet atau kasur busa. Mereka tidur di lantai yang beralaskan karpet atau busa. Namun, pada umumnya beralaskan karpet. Bahkan ada para santri laki-laki bila tidur di kamar tanpa alas apa pun, mereka tidur di lantai lebih merasa nyaman karena dingin.

Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkat kualitas hidup santri melalui pengeolaan makanan dan lingkungan tempat tinggal, khususnya kamar sebagai tempat tinggal. Pada umumnya pondok pesantren tradisional dan kecil pada umumya pengelolaan makanan dan tempat tinggal kurang baik dan belum memenuhi standar kesehatan. Pengelolaan makanan belum memperhatiak standar kesehatan, yaitu bersih berskih danm sehat. Pengelolaan tempat tinggal, yaitu kamar juga belum memenuhi standar kesehatan.

(6)

Pengelolaan tempat tinggal santri pada yang sudah modern seperti Pesantren Tebuireng Jombang setiap kamar sudah diberi tempat tidur dari kayu dan atau besi, ada yang senggel ada yang bertingkat. Setiap satu santri satu tempat tidur yang diberi kasur dari busa. Sedangkan di pondok pesantren yang masih tradisional pada umumnya tempat tinggal santri di beri alas tikar atau karpet. Satu kamar kecil diisi 6-10 orang. Kamar sedang diisi 10-20 orang.ar besar diisi 20-30 orang.

Daftar Pustaka

A’la, Abd. 2006. Pembaruan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Chandra, Budiman. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Dewi, Ayu Bulan Febry Kurnia dkk. 2013. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Indra, Dewi dan Yettik Wulandari. 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Ahli Gizi. Jakarta Timur : Dunia Cerdas.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta:Rineka Cipta. Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Rofiq, A. dkk. 2005. Pemberdayaan Pesantren Manuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri Dengan Metode Daurah Kebudayaan. Yogyakarta : LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta. Supratno, Haris dkk. 2015. Pendidikan Kesehatan Lingkungan Berbasis Karakter (Studi Kasus Pondok Pesantren di Kabupaten Jombang). Surabaya: Unesa University Press Supratno, Haris. 2015. “Pengelolaan Sanitasi Berbasis Pendidikan Karakter Sebagai Media

Mewujudkan Budaya Hidup Bersih dan Sehat Santri di Kabupaten Jombang”.Menara Tebuireng, Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman.Vol.11 No.01. September 2015.hlm.1-29.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Ushuluddin, Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Anwar Mujahidin M.A. Kata Kunci: Ketakwaan dan Kehormatan. Harga diri dan kehormatan manusia

atau lulus program Sarjana dari program studi yang terakreditasi minimal B atau perguruan tinggi yang terakreditasi minimal B, dengan disiplin ilmu yang sebidang, memiliki

Berdasarkan hal tersebut maka informasi tentang status unsur hara lahan kering di Kecamatan Andoolo sangat diperlukan guna sebagai dasar membuat rekomendasi

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Berdasarkan penelitian terdahulu yang berada pada Tabel 2.2 dijelaskan bahwa setiap penelitian yang dilakukan menggunakan metode technology acceptance model yang dimana

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari hasil tes pretest dan posttest siswa serta

Model pembelajaran Artikulasi merupakan tipe pembelajaran kooperatif dengan menerapkan model tutor sebaya yang dapat memotivasi siswa untuk melatih