Muhdi dan Diana Sofia
7 # $ #
Diterima April 2008 disetujui untuk diterbitkan Januari 2009
Abstract
The objective of this research was to determine the effect of reduced impact logging (RIL) to residual stand damages in natural tropical forest. This research examined the effects of reduced impact logging to residual stand damages in natural tropical forest of West Kalimantan. The effects of RIL to residual stands were studied using the data of three plots with each size of 100 x 100 m, which were placed based on random at landing, middle skiddtrail and tips of skiddtrail, respectively. The degree of residual stand damages based on tree population and stage of vegetation development in conventional logging and RIL was as follow: for poles and trees of 33.15% (moderate stand damage) and of 19.53% (light stand damage). Based on the size of injury of every individual tree, the degree of trees damages caused by timber harvesting in conventional logging and RIL was as follow: trees heavy injury (64.66% and 57.20%), trees medium injury (20.30% and 24.00%) and trees light injury (15.03% and 18.80%). The most type stand damage were the falling dawn 36.84% and 32.01% and broken trees 22.78% and 21.25%. This research indicated that conventional logging in the tropical natural forest caused greater damage on residual stand when compared with a reduced impact logging. Based on the principles of sustainable forest management, the residual stand stocks in the forest was sufficient.
: logging, residual stand, damage, stand stocks, natural forest
Pendahuluan
Kegiatan pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur di hutan alam tropika dapat menimbulkan perubahan yang cukup besar terhadap ekosistem hutan. Hasil penelitian (Indrawan, 2000) menunjukkan bahwa terjadinya kerusakan tegakan sisa akibat pemanenan kayu dan penerapan sistem silvikultur di hutan yang signifikan terhadap vegetasi berupa kerusakan tegakan di hutan alam tropika.
Pemanenan kayu menyebabkan kerusakan yang tinggi pada tanah dan tegakan hutan yang mempengaruhi regenerasi hutan (Dubé ., 2005). Pengurangan kerusakan akibat pemanenan kayu merupakan prasyarat untuk mencapai pengelolaan hutan lestari
( ). Pengurangan kerusakan tegakan dapat mengurangi
siklus tebang karena menjamin regenerasi dan pertumbuhan tegakan komersial (Muhdi, 2008; Peńa Claros ., 2008).
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan tegakan hutan dalam merespon kerusakan akibat pemanenan kayu merupakan hal yang sangat penting dalam penerapan praktek pengelolaan hutan (Pham ., 2004; Nagel dan Diaci, 2006). Kegiatan pemanenan kayu juga menyebabkan keterbukaan pada lantai hutan (Muhdi, 2003).
Potensi tegakan setelah pemanenan kayu perlu dikaji untuk penyelamatan pohon pohon muda dari jenis komersial agar tidak terjadi penurunan produksi pada siklus tebang berikutnya. Salah satunya adalah dengan melihat potensi tegakan setelah pemanenan kayu (Bobiec, 2007). Data yang diperoleh diharapkan dapat menjadi dasar dalam membantu tindakan dan perlakuan silvikultur yang tepat sehingga tujuan pengelolaan hutan yang lestari dapat tercapai.
& '( )*+
',,-Metode Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di areal HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan petak pemanenan kayu dengan teknik RIL masing masing seluas 10 15 ha yang di dalamnya dibuat tiga plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing masing 100 x 100 m2(1 ha). Masing masing plot permanen/pengukuran ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran ukuran 20 x 20 m2(pohon), 10 x 10 m2(tiang), 5 x 5 m2(pancang) dan 2 x 2 m2(semai).
Plot plot permanen/pengukuran diletakkan secara sistematis pada kedua petak penelitian sedemikian rupa sehingga mewakili tempat tempat sebagai berikut: (1) Di lokasi tempat pengumpulan kayu (TPN), (2) Di lokasi jalan sarad utama dan (3) Di lokasi jalan sarad cabang.
! ! " ! " $
Pelaksanaannya dilaksanakan langsung oleh regu tebang dan sarad sesuai dengan yang diterapkan oleh perusahaan selama ini. Pemanenan kayu ini meliputi operasi penebangan dan penyaradan kayu.
! ! " ! " ) +
Sebelum pelaksanaan RIL dibuat perencanaan pemanenan kayu yang intensif meliputi penentuan arah rebah, jaringan jalan sarad di atas peta dan ditandai di lapangan (Elias, 1999). Regu tebang dan regu sarad sebelum melakukan kegiatan pemanenan kayu diberi pengarahan, serta pada saat pelaksanaan disupervisi oleh peneliti. Desain plot plot permanen/pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada setiap petak pengamatan, data yang diambil untuk tegakan tingkat pohon dan tiang meliputi nama jenis, diameter pohon setinggi dada (1,3 m) atau 20 cm di atas banir dan tinggi bebas cabang (Cox, 1985; Mueller Dombois & Ellenberg, 1974).
Gambar 1. Desain plot plot permanen/pengukuran Figure 1. The design of measurement permanent plots
Hasil dan Pembahasanan
Potensi Tegakan
Inventarisasi tegakan dilakukan sebelum penebangan pada plot ukuran 100
x 100 m (1 ha) pada petak teknik konvensional dan teknik RIL untuk melihat
potensi tegakan tingkat tiang dan pohon sebelum kegiatan pemanenan kayu.
Sebaran potensi tegakan tingkat tiang dan pohon per kelas diameter dapat dilihat
pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Histogram potensi tegakan tingkat tiang dan pohon per kelompok jenis pada petak pemanenan kayu konvensional.
Figure 2. The histogram of potential stumps and trees in each diameter group within permanent plots of conventional logs
Gambar 3. Histogram potensi tegakan tingkat tiang dan pohon per kelompok jenis pada petak pemanenan kayu RIL.
Figure 3. The histogram of potential stumps and trees in each diameter group within permanent plots of RIL logs
Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa pada ke dua petak pemanenan kayu kelompok jenis non komersial mendominasi kelompok jenis lain dengan persentase rata rata sebesar 39,27%, kemudian kelompok jenis komersial non Dipterocarpaceae 34,56% dan kelompok jenis komersial Dipterocarpaceae 26,17%.
Dharmono (2007) menyatakan bahwa jenis yang memiliki dominansi yang tinggi atau memiliki peranan penting dalam menentukan vegetasi pada setiap lapisan. Beberapa jenis yang saat ini dijumpai di hutan bekas tebangan dengan sistem tebang pilih tanam Indonesia (TPTI) diperkirakan akan hilang bila tidak dilakukan dengan pemanenan kayu yang ramah lingkungan (Muhdi, 2009).
! "! " #
& '( )*+
',,-Tipe Kerusakan Tegakan
Tipe kerusakan tegakan baik pemanenan kayu teknik konvensional dan RIL ditentukan oleh jenis kegiatan dan tipe kerusakan pada individu pohon. Pada kegiatan penebangan kayu teknik konvensional dan RIL didominasi oleh patah tajuk (39,22%; 32,15%) dan akibat penyaradan kayu didominasi oleh tipe kerusakan roboh (48,48 %; 44,07 %).
Gambar 4. Jumlah kerusakan tegakan sisa tingkat tiang dan pohon akibat penebangan berdasarkan tipe kerusakan.
Figure 4. The number of damage in remaining stumps and trees due to logging based on type of damage
Jumlah rata rata pohon rusak per hektar akibat penebangan dengan teknik konvensional sebesar 35,6 pohon di mana dengan menebang 1 pohon merusakkan 5,95 pohon. Jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan penebangan teknik RIL sebesar 22,7 pohon/ha atau 1 pohon ditebang merusakkan 4,28 pohon. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemanenan kayu dengan teknik RIL dapat mengurangi/menekan jumlah kerusakan tegakan sisa tiang dan pohon sebesar 1,65 pohon/ha atau 27,73%..
Gambar 5. Jumlah kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon akibat penyaradan berdasarkan tipe kerusakan.
Figure 5. The number of damage in stumps and trees due to skidding based on type of damage
Gambar 6. Jumlah kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon akibat pemanenan kayu berdasarkan tipe kerusakan.
Figure 6. The number of damage in stumps and trees due to harvesting based on type of damage
Jumlah rata rata kerusakan tegakan akibat pemanenan kayu konvensional sebesar 114,2 pohon/ha. Rata rata kerusakan akibat pemanenan kayu RIL sebesar 67,4 pohon/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dengan diterapkan teknik pemanenan kayu RIL dapat mengurangi kerusakan tegakan sebesar 6,36 pohon/ha atau 33,38%.
Sularso (1996) menyatakan bahwa kerusakan tegakan akibat pemanenan kayu konvensional sebesar 40,42% sedangkan dengan teknik RIL sebesar 19,08%. Dengan demikian pemanenan kayu RIL mampu menekan kerusakan tegakan sebesar 47,20%. Di hutan alam tropika, kerusakan tegakan yang berat akan mempengaruhi dinamika tegakan (Nagel dan Diaci, 2006).
Tingkat Kerusakan Tegakan
Gambar 7 memperlihatkan bahwa besarnya tingkat kerusakan pada pemanenan kayu teknik RIL dan konvensional.
Gambar 7. Histogram tingkat kerusakan berdasarkan besarnya luka pada tingkat tiang dan pohon akibat pemanenan kayu.
Figure 7. The histogram of degree of damage based on injury in stumps and trees due to log harvesting
Pemanenan kayu teknik RIL menunjukkan persentase kerusakan rata rata per hektar sebesar 15,88%. Persentase kerusakan ini termasuk dalam tingkat kerusakan ringan (< 25%). Pemanenan kayu konvensional termasuk pada tingkat kerusakan sedang (25 50%).
Pedoman TPTI mensyaratkan minimal harus ada 25 pohon sehat dan komersial berdiameter 20 cm ke atas setiap hektar sebagai pohon inti. Perbandingan antara kriteria yang ditetapkan dengan jumlah tegakan sisa setelah pemanenan kayu termasuk kriteria penilaian baik menurut pedoman TPTI (Departemen Kehutanan, 1993).
Pada areal hutan produksi di Kalimantan, pemanenan kayu konvensional umumnya menyebabkan kerusakan lebih dari 50% bila intensitas penebangan lebih dari 10
& '( )*+
',,-pohon/ha (Sist %, 2003). Pada hutan alam tropika, kerusakan tegakan tinggal rata rata mencapai 53% (Shukri dan Kamaruzzaman, 2003) diacu Elias dan Vuthy (2006).
Peńa Claros . (2008) menyatakan bahwa penggunaan teknik RIL di hutan tropis Bolivia dapat mengurangi kerusakan akibat pemanenan kayu. Tingkat pertumbuhan tegakan jenis komersial 50 60% lebih tinggi pada areal pemanenan kayu RIL dibandingkan dengan di areal konvensional. Putz % (2008) menyatakan bahwa perbaikan pengelolaan hutan melalui teknik RIL mampu mengurangi kerusakan lingkungan hutan sampai dengan 50%, dan memangkas emisi sampai 30%.
Kesimpulan dan Saran
Kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon rata rata per hektar akibat pemanenan kayu teknik konvensional dan RIL masing masing sebesar 133,0 pohon (33,15%) dan 83,3 pohon (19,53%). Berdasarkan tingkat keparahannya, kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional termasuk tingkat kerusakan sedang (25 50%) dan pemanenan kayu RIL termasuk dalam tingkat kerusakan ringan (< 25%). Rata rata kerusakan tegakan akibat pemanenan kayu konvensional dan teknik RIL masing masing sebesar 114,2 pohon/ha dan 67,4 pohon/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dengan diterapkan teknik pemanenan kayu RIL dapat mengurangi kerusakan tegakan sebesar 6,36 pohon/ha atau 33,38%. Berdasarkan prinsip kelestarian hasil, jumlah tegakan pada pemanenan kayu dengan teknik RIL tersedia dengan cukup baik.