1.1.Konteks Masalah
Keberadaan bimbingan belajar di kota-kota besar di Indonesia semakin tahun
semakin bertambah jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa bimbingan belajar
sangat diminati dan dipercaya oleh masyarakat. Sebagian besar siswa, khususnya
siswa sekolah menengah atas di kota-kota besar di Indonesia, mengikuti kegiatan
bimbingan belajar yang sifatnya nonformal diluar kegiatan pembelajaran yang diikuti
di sekolah (Soemantoro, 2009:45).
Nia (18) salah satu siswa SMA Swasta di Semarang mengikuti kegiatan bimbingan belajar di Primagama Cabang Semarang. Nia mengatakan, mengikuti bimbingan belajar karena merasa bekal dari sekolah tidak cukup kalau hanya mengandalkan materi dari guru (http://www.suaramerdeka.com).
Shahifah Azura M salah satu siswa SMAN 15 Medan mengikuti bimbingan belajar di BT/BTS Bima Medan. Shahifah mengakui bahwa dengan mengikuti bimbingan belajar dirinya lebih giat belajar dan secara psikologis merasa ujian nasional tidak begitu sulit seperti yang dibayangkan (http://www.sumutpos.co).
Kevin (18), siswa dari SMA 1 Padang yang bimbel di Ganesha Operation Jalan Ratulangi Padang, walaupun sudah tiga tahun belajar di SMA 1 Padang yang notabene SMA terbaik se-Kota Padang yang kualitasnya tak diragukan lagi, ia mengaku masih harus mendapat tambahan ilmu lebih banyak lagi. Mengikuti bimbel menurutnya bukanlah karena tidak percaya diri mengikuti SBMPTN, melainkan untuk memperbanyak ilmu yang sudah ada (http://www.harianhaluan.com).
Kesulitan belajar banyak dikeluhkan oleh orang tua dan pendidik dewasa ini.
Menyikapi kesulitan itu, banyak orang tua yang akhirnya mengambil jalan keluar
dengan menambah jam belajar anak seusai sekolah. Pengamatan sementara peneliti
di lapangan menunjukkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi siswa
mengikuti bimbingan belajar nonformal antara lain adanya kebutuhan siswa untuk
mendapatkan tambahan dan pengulangan materi pelajaran secara lebih terarah seusai
sekolah, adanya rasa ketidakpercayaan siswa terhadap kemampuan guru di sekolah,
merupakan lembaga yang profesional untuk menjadikan siswa berprestasi di sekolah
serta mampu mempersiapkan siswa-siswi masuk perguruan tinggi, pendidik di
tempat bimbingan belajar nonformal dirasa lebih komunikatif dan mahir dalam
menyampaikan materi sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi
pelajaran yang diajarkan.
Bimbingan belajar juga dirasa sangat membantu siswa dalam belajar karena
menyediakan waktu tambahan untuk bertanya dan berdiskusi mengenai pelajaran
yang belum dimengerti di sekolah. Kegiatan bimbingan belajar mengarahkan siswa
untuk berpikir lebih aktif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di dalam
bimbingan belajar, siswa diajarkan cara sederhana yang dapat mempersingkat waktu
dalam menjawab soal-soal ujian yang akan dihadapi siswa, selain itu bimbingan
belajar juga dianggap mampu memberi motivasi belajar kepada siswasehingga siswa
dapat berprestasi di sekolahnya, dan dengan kata lain bimbingan belajar dianggap
merupakan problem solving bagi siswa.
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal dan bimbingan belajar sebagai
institusi pendidikan nonformal merupakan dua lembaga yang berbeda namun
memiliki tujuan yang sama yakni memberikan pendidikan kepada siswa. Sebagian
besar siswa merasa tidak puas dengan kondisi pembelajaran di sekolah dan
memutuskan untuk mengikuti bimbingan belajar nonformal sebagai alternatif
pembelajaran diluar waktu belajar mereka di sekolah. Kegiatan belajar yang sifatnya
nonformal seperti bimbingan belajar dirasa dapat menyediakan waktu lebih untuk
bertanya dan berdiskusi mengenai materi pelajaran yang dirasa masih
membingungkan siswa. Di dalam bimbingan belajar, secara tidak langsung siswa
telah mengalami dua proses belajar yang saling melengkapi dan memungkinkan
terjadinya pengulangan materi pelajaran secara lebih rinci dibandingkan apabila
mereka belajar sendiri di rumah.
Banyak dari siswa beranggapan bahwa bimbingan belajar sangat penting
untuk mengasah kemampuan siswa dalam menghadapi soal-soal ujian, memperdalam
materi yang telah diterima di sekolah, sekaligus memberikan materi tambahan yang
tidak diterima di sekolah. Bimbingan belajar dianggap mampu menyediakan aktivitas
pendidikan yang memenuhi kebutuhan dan kepentingan yang tidak dapat dipenuhi
terlepas dari peran guru-guru atau para pendidik dalam mendidik dan menyampaikan
materi pelajaran kepada siswa.
Pendidik memiliki kedudukan yang penting dalam keberhasilan siswa
memahami materi pelajaran yang disampaikan. Dalam dunia pendidikan, pendidik
berperan sebagai komunikator atau pihak penyampai pesan. Meskipun pada
prosesnya komunikasi yang terjalin adalah komunikasi dua arah dimana antara
komunikator dan komunikan dapat saling bertukar peran, pendidik sebagai
komunikator tetap memiliki tugas dan tanggung jawab utama yaitu mendidik dan
membantu peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Agar proses
pengajaran dapat terlaksana dengan baik, maka salah satu yang perlu mendapat
perhatian adalah karakter dari komunikator dalam hal ini pendidik yang memiliki
kredibilitas sehingga dapat menimbulkan minat dan memotivasi siswa dalam proses
belajar.
Karakter komunikator sangat penting dalam mempengaruhi komunikannya,
Aristoteles pernah menulis:
“persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang-orang lain.”
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos yang terdiri dari pikiran
baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik. Hovland dan Weiss kemudian
menyebut ethos ini sebagai credibility (kredibilitas) yang terdiri dari beberapa unsur yaitu expertise (keahlian), trustworthiness (dapat dipercaya), daya tarik (attractiveness), dynamism (dinamisme), sociability (sosiabilitas), co-orientation (koorientasi), dan kharisma (dalam Rakhmat, 2005:255).
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang
dimiliki komunikator sehingga diterima atau diikuti oleh komunikan. Kredibilitas
berkaitan dengan masalah persepsi, dimana kredibilitas dapat berubah bergantung
pada pelaku persepsi (komunikan), topik yang dibahas, dan situasi. Lebih jauh James
McCroskey (dalam Cangara, 2004:88) menjelaskan bahwa kredibilitas seorang
komunikator dapat bersumber dari kompetensi (competence), sikap (character),
tujuan (intention), kepribadian (personality), dan dinamika (dynamism). Kompetensi
menunjukkan pribadi komunikator apakah ia tegar atau toleran dalam prinsip; tujuan
menunjukkan apakah hal-hal yang disampaikan itu punya maksud yang baik atau
tidak; kepribadian menunjukkan apakah pembicara memiliki pribadi yang hangat dan
bersahabat; sedangkan dinamika menunjukkan apakah hal yang disampaikan itu
menarik atau sebaliknya justru membosankan.
Ketika seseorang berkomunikasi maka ada satu hal yang selalu terjadi, yaitu
ia akan melihat orang lain atau situasi yang tengah dihadapinya berdasarkan
perspektif yang dimilikinya sebagai penyampai pesan (komunikator). Beberapa pertanyaan penting terkait dengan kredibilitas komunikator adalah “siapakah saya sebagai komunikator? Kemampuan apa yang saya miliki untuk berkomunikasi? Apa
yang membedakan saya dengan komunikator lainnya? Bagaimana orang lain menilai
tingkah laku saya? Bagaimana saya harus menyesuaikan diri dari satu situasi kepada situasi lainnya?” (Morrisan dan Wardhany, 2009:48).
Komunikator merupakan pihak yang mengirim pesan kepada khalayak atau
komunikan. Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan komunikator sebagai
sumber pembuat atau pengirim informasi. Sebagai pelaku utama dalam proses
komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam
mengendalikan jalannya komunikasi. Ketika komunikator berkomunikasi, yang
berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. Untuk
itu, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi dan mengenal dirinya
sendiri.
Suatu hal yang sering dilupakan oleh komunikator sebelum memulai aktivitas
komunikasinya ialah bercermin pada dirinya apakah syarat-syarat yang harus
dimiliki seorang komunikator yang handal telah terpenuhi atau belum. Komunikasi
yang dilakukan tanpa mengena sasaran, maka yang akan disalahkan adalah
komunikatornya (Cangara, 2004:81). Komunikator adalah pengambil inisiatif
terjadinya suatu proses komunikasi. Sebagai seorang komunikator di bidang
pendidikan, pendidik atau pengajar harus mengetahui lebih awal tentang kesiapan
dirinya, pesan yang ingin disampaikan, media yang akan digunakan, hambatan yang
mungkin ditemui, serta komunikan yang akan menerima pesannya yang dalam hal ini
Pendidikan dipahami sebagai aktivitas komunikasi yang digunakan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia dimana dalam prosesnya melibatkan dua
komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar atau pendidik sebagai
komunikator dan siswa atau peserta didik sebagai komunikan. Pada umumnya
pendidikan berlangsung secara terencana di dalam kelas serta hanya dikaitkan
dengan institusi formal bernama sekolah. Sesuai dengan perkembangan zaman di
segala bidang, sekolah menuntut peningkatan sumber daya manusia (SDM) siswa
agar mempunyai kompetensi yang cukup sebagai bekal kehidupan dan tuntutan kerja
di masa mendatang. Demi memenuhi tuntutan kompetensi tersebut, sekolah
menerapkan berbagai kurikulum yang membuat siswa harus memiliki waktu belajar
yang maksimal dan benar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang sistematis, yang tiap
komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik. Sebagai suatu
sistem, proses belajar itu saling berkaitan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang ingin dicapainya. Tujuan sistem disini adalah untuk menimbulkan belajar atau
learning dengan komponen-komponen belajarnya, yaitu anak didik (siswa), pendidik (guru), materi pengajaran, dan lingkungan pengajaran. Kegiatan belajar dan
pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang diberikan di sekolah dengan
tujuan agar siswa berhasil dalam bidang pendidikan dan pada akhirnya siswa dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan (TPIP, 2007:138). Meskipun demikian, pada
kenyataannya kemampuan belajar pada setiap individu siswa tidak sama; ada yang
cepat dan ada yang lambat menangkap isi pelajaran. Karena alasan inilah, peran
lembaga pendidikan nonformal dirasa sangat perlu untuk memberikan bimbingan
belajar tambahan kepada siswa.
Adanya kesadaran dari peserta didik akan pentingnya pendidikan juga
mendorong siswa memutuskan untuk menimba ilmu di bawah naungan institusi
pendidikan nonformal seperti lembaga bimbingan belajar diluar kegiatan belajar
mengajar yang telah diikuti di sekolah. Bimbingan belajar diyakini dapat membantu
siswa dalam mengulang pelajaran yang diberikan di sekolah, mungkin dengan cara
lain atau bahasa lain, sehingga anak dapat mengerti lebih jelas serta dapat
memberikan materi latihan yang lebih banyak dan bervariatif untuk membantu siswa
sekolah dan tempat bimbingan belajar adalah pranata interaksionisme, tempat
berinteraksi dan saling mempengaruhi diantara insan-insan yang terdiri atas pendidik
dan siswa, berlangsung secara terarah serta dalam suasana ilmu pengetahuan.
Kebutuhan siswa akan pendidikan yang maksimal menuntut para pendidik
untuk memiliki keterampilan dalam mendidik. Dengan memiliki keterampilan
mendidik, pendidik dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik yang
berimplikasi pada peningkatan kualitas kompetensi siswa. Keberhasilan pendidik
dalam mendidik siswanya selain ditentukan oleh kemampuan pendidik itu sendiri
dalam mengembangkan interaksi edukatif yang kondusif, juga dipengaruhi oleh
kredibilitas sebagai perwujudan dari kompetensi dan profesionalitas yang
dimilikinya.
Bimbingan belajar Ganesha Operation merupakan salah satu lembaga bimbingan belajar yang terbesar yang telah berkembang dan menyebar di seluruh
kota-kota besar di Indonesia. Keberadaan lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation di Kota Medan merupakan salah satu lembaga bimbingan belajar tertua di Kota Medan dan telah memiliki banyak cabang yang tersebar hampir di beberapa
kecamatan besar di Kota Medan. Mengusung pelayanan proses pengajaran yang
santai dengan metode-metode pembelajaran yang menyenangkan, fasilitas yang
memadai, serta tentor lulusan PTN yang ramah, Ganesha Operation telah dipercaya
oleh masyarakat sebagai bimbingan belajar terbaik dan terbesar di Indonesia dengan
jumlah lulusan siswa di PTN melalui jalur SBMPTN sebanyak 20.771 orang pada
tahun 2013 lalu (http://www.pikiran-rakyat.com).
Alasan peneliti kemudian memutuskan melakukan penelitian terhadap siswa
SMA Swasta Santo Thomas 2 Medan adalah berdasarkan data jumlah siswa yang
telah diperoleh peneliti dari lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation, ada 48 siswa kelas 12 SMA Santo Thomas 2 Medan yang mengikuti bimbingan belajar di
Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan. SMA Santo Thomas 2 Medan merupakan salah satu institusi pendidikan yang memiliki akreditasi A dan merupakan salah satu
sekolah unggulan Katolik di Kota Medan.
Sebagai institusi pendidikan yang sama-sama memiliki tujuan untuk
memberikan pendidikan agar siswa memiliki kompetensi yang cukup, bimbingan
Medan sudah selayaknya memiliki pendidik yang benar-benar memiliki kredibilitas.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis
bagaimana kredibilitas pendidik lembaga institusi pendidikan formal dan nonformal
di mata siswa kelas 12 SMA Santo Thomas 2 Medan yang Mengikuti Bimbingan
Belajar di Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan.
1.2.Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan, peneliti merumuskan bahwa fokus masalah yang akan diteliti adalah “bagaimanakah kredibilitas pendidik institusi pendidikan formal dan nonformal di mata siswa kelas 12 SMA Santo
Thomas 2 Medan yang mengikuti bimbingan belajar di Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan?”
1.3.Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar
penelitian lebih fokus terhadap permasalahan yang sedang diteliti, maka perlu dibuat
pembatasan permasalahan sebagai berikut.
1.) Ruang lingkup penelitan ini mencakup beberapa siswa kelas 12 SMA Santo
Thomas 2 Medan yang mengikuti kegiatan belajar nonformal di bimbingan
belajar Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan, beberapa pendidik di SMA Santo Thomas 2 Medan, dan beberapa pendidik di bimbingan belajar
Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan.
2.) Penelitian ini hanya difokuskan kepada kredibilitas pendidik institusi
pendidikan formal dan kredibilitas pendidik institusi pendidikan nonformal.
1.4.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kredibilitas pendidik pada institusi
pendidikan formal dan nonformal di mata siswa kelas 12 SMA Santo Thomas
2 Medan yang mengikuti bimbingan belajar di Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan.
2. Untuk membandingkan aspek kredibilitas pendidik di institusi pendidikan
SMA Santo Thomas 2 Medan yang mengikuti bimbingan belajar di Ganesha Operation Hayam Wuruk Medan.
1.5.Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut dapat diungkapkan bahwa penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
pemikiran, saran, dan bahan pertimbangan terkait perkembangan dan
kemajuan ilmu komunikasi khususnya perkembangan public speaking dalam dunia pendidikan, memberikan kontribusi positif dalam menambah
pengetahuan dan pengamalan ilmu mahasiswa di Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU, serta dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian
serupa di masa yang akan datang.
2. Secara teoritis, melalui penelitian ini peneliti berkesempatan untuk
menerapkan segenap ilmu pengetahuan yang diperoleh selama berada di
bangku perkuliahan sekaligus menambah wawasan peneliti secara khusus
mengenai kredibilitas pendidik di mata peserta didik.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat
memberikan pandangan serta masukan bagi para pendidik khususnya dalam