• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK

1) Aris Budianto 2) Heru Santoso BR. 1,2) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRACT

The use of natural fibers as reinforcement in polymer composite materials provide several advantages because of natural fibers have low density, capable of biodegradable, recyclable, cheap price and has good mechanical properties and can be renewed because it comes from nature. Composite material is a material system that incorporated a combination of two or more constituent materials that on a macro scale is different in shape or material composition of each insoluble each other. Crust

leather is skin rawhide tanning process results from large and small animals. The use of leather has been used only in the fulfillment of human needs in terms of clothing

such as jackets, shoes, bags and others. Hemp (Boehmeria Nivea) belong to the natural plant fiber derived from the bark (bast). Crust leather and hemp used in this study by using epoxy resin matrix to form a composite.

Composites in this study were made with a constant pressure of 100 kg / cm 2. Samples were prepared with 56% volume fraction with KR11 arrangement, KR22 and KR33, and 61% with RK11 arrangement, RK22 and RK33, and different thicknesses respectively 0.5 cm, 1.3 cm and 2.0 cm . Tests performed by ballistic test and the results are measured using chronograph to know bullet speed reduction after passing through the sample. The type of weapon used Sigak short barrel Glock 17 with a bullet throw velocity 1236 fps, with a range of 5 meters. The ballistic testing using NIJ standard level III.

The results showed that the longer the thicker the sample the higher the speed reduction bullets, and bullet velocity difference in the rate of decline occurred in most major KR33 arrangement with a decrease of 87.18% the speed of a bullet. The result of a decrease in the speed of a bullet to the sample KR11, KR22, KR33, RK11, RK22 and RK33 are 13,27%, 28,43%, 87,18%, 12,93%, 65,40%, 41,75%.

(2)

STUDI KARAKTERISTIK KOMPOSIT KULIT KRAS DAN RAMI DENGAN MATRIK RESIN EPOKSI SEBAGAI BAHAN TAHAN IMPAK

1) Aris Budianto 2) Heru Santoso BR. 1,2) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRAK

Penggunaan serat alam sebagai penguat pada material komposit polimer memberikan beberapa keuntungan karena serat alam memiliki massa jenis yang rendah, mampu terbiodegradasi, mudah didaur ulang, harga murah serta memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat diperbaharui karena berasal dari alam. Material komposit merupakan suatu sistem material yang digabungkan kombinasi dua atau lebih material penyusun yang pada skala makro berbeda dalam bentuk atau komposisi material yang masing-masing tidak larut satu sama lain. Kulit kras merupakan kulit tersamak hasil proses penyamakan kulit mentah dari binatang besar maupun kecil. Penggunaan kulit selama ini hanya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam hal busana seperti jaket, sepatu, tas dan lain-lain. Serat rami (Boehmeria Nivea) tergolong ke dalam serat alam tumbuhan yang berasal dari kulit batang (bast). Kulit kras dan rami digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan matrik resin epoksi sehingga membentuk komposit.

Komposit pada penelitian ini dibuat dengan tekanan konstan sebesar 100 kg/cm2. Sampel dibuat dengan fraksi volum 56% dengan susunan KR11, KR22 dan KR33, dan 61% dengan susunan RK11, RK22 dan RK33, dan ketebalan yang berbeda-beda secara berturut-turut 0,5 cm, 1,3 cm dan 2,0 cm. Pengujian dilakukan dengan uji tembak dan hasilnya diukur menggunakan chronograp untuk mengetahui pengurangan kecepatan peluru setelah melewati sampel. Senjata yang digunakan jenis laras pendek Sigak Glock 17 dengan kecepatan lemparan peluru 1236 fps, dengan jarak tembak 5 meter. Pengujian tembak ini menggunakan standar NIJ level III.

Hasil penelitian menunjukkan, semakin lama tebal sampel semakin tinggi tingkat pengurangan kecepatan pelurunya, dan perbedaan tingkat penurunan kecepatan peluru yang paling besar terjadi pada susunan KR33 dengan penurunan kecepatan peluru sebesar 87,18%. Hasil penurunan kecepatan peluru untuk sampel KR11, KR22, KR33, RK11, RK22 dan RK33 adalah 13,27%, 28,43%, 87,18%, 12,93%, 65,40%, 41,75%.

(3)

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemakaian logam khususnya baja sebagai bahan baku dalam dunia manufaktur dan konstruksi mulai berkurang seiring dengan perkembangan teknologi dan pertimbangan terhadap masalah lingkungan dalam pengembangan material teknik. Material komposit, khususnya dengan penguatan serat alam mulai dikembangakan karena meningkatnya kebutuhan akan material yang kuat, ringan , tahan korosi, murah dan ramah lingkungan (Ward, 2002).

Penggunaan serat alam sebagai penguat pada material komposit polimer memberikan beberapa keuntungan karena serat alam memiliki massa jenis yang rendah, mampu terbiodegradasi, mudah didaur ulang, harga murah serta memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat diperbaharui karena berasal dari alam (Wang dkk, 2003).

Serat rami merupakan tanaman yang memiliki kandungan serat yang tinggi. Pemanfaatan serat rami di Indonesia pada saat ini hanya sebatas sebagai bahan dasar pembuatan pakaian, kertas dan alat rumah tangga yang sederhana dan murah. Tentunya akan mempunyai nilai lebih, jika serat tersebut dapat digunakan untuk menggantikan serat non alam yang selama ini masih diimpor dari luar negeri sebagai penguat material komposit. Bahkan pusat riset Daimler Chrysler di Eropa mengungkapkan bahwa serat alam mempunyai potensi yang kuat dalam industri automotive jika dibandingkan dengan serat gelas, karena harganya murah dan ringan (Peijs, 2002).

Kulit kras merupakan kulit tersamak hasil proses penyamakan kulit mentah dari binatang besar maupun kecil. Tujuan pembuatan kulit tersamak adalah untuk memberikan sifat kulit dengan menghilangkan bahan-bahan yang tidak berguna dari kulit mentah dan menambahkan bahan yang diperlukan ke dalam kulit. Proses penyamakan menyebabkan kulit mentah hasil peternakan menjadi lentur, dan tahan terhadap serangan bakteri (Zhiwen, 2008).

(4)

Untuk aplikasi serat pada komposit, maka ikatan interfacial antara serat dan matrik merupakan unsur yang sangat penting dalam mencapai sifat mekanik yang baik. Ikatan interfacial ini sangat dipengaruhi wetability dari matrik terhadap serat, sehingga ketahanan biokomposit tersebut terhadap kondisi lingkungan dan beban mekanik akan lebih baik. Oleh karena itu perlu diteliti kekuatan mekanik komposit dari serat kulit kras dan rami dengan matrik resin epoksi sehingga bisa diketahui kemampuan mekanik dan kekuatan impact dari biokomposit. Karena serat kulit tersamak memiliki sifat yang elastis, ringan dan dapat diperbaharui maka serat ini memungkinkan untuk diaplikasikan pada pembuatan komposit yang tahan impak.

2. PERMASALAHAN

Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dari penelitian yang akan dilakukan, yaitu :

1. Apakah wettability antara serat dan matrik yang dipakai akan menghasilkan sudut kontak yang baik, yaitu kurang dari 30o, terutama antara kulit kras dan epoksi?

2. Seberapa besar pengurangan kecepatan peluru yang bisa ditahan pada komposit yang akan dibuat dari material tersebut?

3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk membuat biokomposit serat kulit kras dan rami (Boechmeria Nivea) dengan matrik resin epoksi.

2. Untuk mengetahui kemampuan menahan laju kecepatan peluru dari komposit serat kulit kras dan rami (Boechmeria Nivea) dari daerah pegunungan Garut Jawa Barat dengan matrik resin epoksi sebagai biokomposit.

4. KAJIAN PUSTAKA

(5)

moisture absorption dan wettability, dimana debonding dapat terjadi dengan mudah apabila serat memiliki moisture absorption yang tinggi, wettability yang jelek dan daya ikat yang kurang antara serat untreated dan matrik polimer. (Wang dkk, 2003). Perlakuan kimia pada serat dapat mengakibatkan berhenti proses moisture absorption, membersihkan dan mengubah topografi permukaan serat meningkat

kekasaran permukaan sehingga dapat meningkatkan daya ikat interfacial antara serat dengan matrik. Topografi permukaaan serat yang kasar tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik dengan matrik. Kompatibilitas matrik polipropolin (PP) dan polimer termoset epoksi bahwa sudut kontak serat rami dengan matrik PP lebih rendah dibandingkan dengan matrik epoksi yaitu sudut kontak dengan droplet PP berkisar antara 10°–35°, sedangkan dengan matrik epoksi dalam kisaran 35° (Marsyahyo dkk, 2007).

Penelitian pengaruh panjang serat polypropylene yang tertanam dalam matrik cement terhadap sifat pull-out serta pengaruh lingkungan air laut dan air garam terhadap kekuatan ikatan interfacial antara serat matrik. Hasilnya menunjukan bahwa dengan meningkatnya panjang yang tertanam, maka meningkat pula beban pull-out, namun semakin panjang serat tertanam, maka tegangan gesernya menurun, sedangkan ikatan serat dan matrik menurun (Brown dkk, 2004).

Gaya untuk melepaskan ikatan secara linear tergantung pada panjang yang tertanam, sedangkan kekuatan geser interfacialnya nampak tidak dipengaruhi oleh panjang yang tertanam untuk sebagian thermosplastic yang dipakai sebagai matrik (Hwang 2004).

5. DASAR TEORI

Definisi Serat

(6)

Serat Rami

Serat rami merupakan tanaman tahunan dan biasa tumbuh pada daerah pegunungan pada ketinggian 350-1200 m dari permukan laut. Tanaman yang diduga berasal dari Cina itu secara botanis dikenal dengan nama Boehmeria nivea. Spesies rami yang terdapat di Indonesia ada dua, yaitu Boehmeria nivea yang permukaan daunnya berwarna perak, dikenal dengan nama china grass, dan Boehmeria tenacissima dengan permukaan bawah daunnya berwarna hijau dan lebih sempit, dikenal dengan nama rhea.

Serat ini akan tumbuh optimal pada ketinggian 500-1400 dpl dan akan tumbuh subur pada tanah yang gembur, lempung berpasir banyak mengandung organik pada ph 6-7, pada iklim 23° - 29,7° kelembaban 40 % -90 % dengan curah hujan 1200-2000 mm/th (Musaddad, 2007)

Kulit

Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Dalam Ensiklopedi Indonesia, dijelaskan bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau tubuh binatang dari pengaruh-pengaru.h luar. misalnya panas. pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu.

Dalam dunia perkulitan, jika dilihat dari sisi bahannya, dikenal ada dua kelompok besar kulit. Pertama, kulit yang telah mengalami proses pengolahan penyamakan kulit. yang kemudian disebut leather atau kulit jadi (kulit tersamak). Jenis kulit ini digunakan sebagai bahan baku industri persepatuan dan nonpersepatuan, yang pada umumnya merupakan barang-barang terpakai (fungsional). Kedua, kulit yang belum mengalami pengolahan dengan bahan kimiawi sehingga masih alami dan merupakan bahan mentah.

Wettability

(7)

cairan terhadap benda padat (Rochery dkk, 2006). Secara kuantitatif, wettability

ditunjukkan oleh sudut kontak (α) antara serat padat dan matrik cair dalam bentuk

droplet , sehingga semakin tinggi harga cos  semakin tinggi pula harga tegangan

permukaan serat-vapor sv, sudut kontak serat-matrik untuk menghasilkan

kemampuan basah yang baik dan optimal tidak lebih dari 30° (Dorn, 1994).

Sudut kontak yang memberikan mampu basah yang optimal ditentukan oleh besaran sudut antara permukaan kayu dan cairan perekat yang mendekati nol. Sudut kontak yang mendekati nol menunjukkan bahwa permukaan memiliki kemampuan menyerap cairan dimana cairan memiliki tegangan permukaan lebih rendah daripada permukaan kayu. Semakin kecil sudut kontak wettability semakin baik, sehingga matrik sebagai media perekat serat harus memiliki kemampuan melapisi luasan permukaan serat secara optimal (Vicks, 1999).

Gambar 1 : Tingkat wettability menurut ukuran sudut kontak (Dorn, 1994)

Uji Balistik

(8)

Gambar 2 : Tingakatan kemampuan baju balistik (Anonimus, 2009)

Prinsip kerja dari baju tahan peluru adalah dengan mengurangi sebanyak mungkin lontaran energi kinetik peluru, dengan cara menggunakan lapisan-lapisan untuk menyerap energi laju tersebut dan memecahnya kepenampang baju yang luas, sehingga energi tersebut tidak cukup lagi untuk membuat peluru dapat menembus baju. Dalam menyerap laju energi peluru, baju (kevlar) mengalami deformasi yang menekan ke arah dalam (shock wave), tekanan kedalam ini akan diteruskan sehingga mengenai tubuh pengguna. Batas maksimal penekanan kedalam tidak boleh lebih dari 4,4 cm (44 mm). Jika batasan tersebut dilewati, maka pengguna baju akan mengalami luka dalam (internal organs injuries), yang tentunya akan membahayakan keselamatan jiwa (Syah E., 2014).

Gambar 3 : Serapan laju energi peluru yang menyebabkan lapisan panel mengalami deformasi. (Syah E., 2014)

6. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari :

1. Kulit kras yang digunakan berasal dari kulit sapi yang disamak dan belum diproses finising.

2. Serat rami dari daerah pegunungan Garut Jawa Barat yang dipotong-potong dengan panjang 0,5 cm.

(9)

(a) (b) (c)

Gambar 4: Bahan-bahan yang digunakan; (a) rami, (b) kulit kras dan (c) resin epoksi.

Spesimen Uji Kadar Air Serat Rami

Spesimen uji kadar air serat di ambil dari serat mentah (green) yang akan dianyam. Serat ditimbang sebelum dimasukkan oven sebagai massa awal, kemudian serat dimasukkan kedalam oven selama 6 jam pada temperatur 105 °C dan ditimbang setiap satu jam. Untuk menghitung prosentase kadar air (Marriati dkk, 2008) menghitung dengan persamaan di bawah ini.

% 100 akhir

berat

akhir berat -awal berat

% kadarairx

Spesimen Uji Wettability

Spesimen uji wettability menggunakan serat rami tunggal. Serat dilekatkan di atas jig berbentuk profil U yang dibuat dari bahan aluminium. Matrik diteteskan di atas permukaan serat dengan orientasi serat membujur tiga baris dengan panjang serat tiap baris 10 cm jumlah titik droplet 30 buah, kemudian difoto dengan mikroskop optik dan pengukuran sudut kontak menggunakan image analyzer IPWin / coreldraw.

Spesimen Uji Tarik Kulit

Spesimen uji tarik dibuat sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-0234-989 tentang syarat mutu kulit boks, seperti terlihat pada gambar 5.

11 cm

3

cm

3 cm 5 cm

R = 1

1

cm

(10)

Pembuatan Komposit

Pembuatan komposit pada penelitian ini menggunakan rami yang dipotong-potong dengan panjang 0,5 cm dan orientasi serat acak. Metode pembuatan komposit dengan cara manual hand lay up. Komposit dari serat rami dan kulit kras dibuat pada cetakan besi dengan ukuran 9 x 11 cm. Cetakan dari besi diberi aluminium foil agar komposit tidak lengket pada cetakan. Sebelum dicetak bahan rami dan kulit kras ditimbang terlebih dahulu untuk memperoleh perbandingan yang sama antara berat kulit dan rami. Resin epoksi juga ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan besarnya perbandingan 1:1 antara resin dan pengerasnya (hardener). Setelah bahan komposit ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cetakan lapis demi lapis, sesuai perencanaan penelitian kemudian ditekan 100 kg/cm2 selama 12 jam.

Spesimen Uji Balistik

Bentuk dan dimensi specimen yang dipakai tergantung kepada pengujian yang akan dilaksanakan. Bentuk spesimen pada penelitian ini berupa persegi panjang dengan ukuran 9,5 x 11 cm dengan variasi tebal 0,41 cm, 1,4 cm dan 2,1 cm

Gambar 6 : Sampel uji balistik.

Panel komposit susunan I seperti terlihat pada gambar 7 di bawah ini, terdiri dari 3 buah sampel a, b, c secara berturut-turut dengan kode KR11, KR22, dan KR33.

(11)

Panel komposit susunan II seperti terlihat pada gambar 8 di bawah ini, terdiri dari 3 buah sampel a, b, c secara berturut-turut dengan kode RK11, RK22, dan RK33.

(a) (b) (c) Gambar 8 : Komposit susunan II Keterangan :

= lapisan rami = lapisan kulit kras

Set up penelitian

Pengecekan kecepatan peluru keluar dari senjata (pistol) dilakukan dengan menembakkan peluru tanpa menembak spesimen, di dekat cronograp dengan jarak 50 cm. Kecepatan peluru ini disebut sebagai V1, yaitu kecepatan peluru sebelum mengenai spesimen. Ilustrasi penembakan diperlihatkan pada gambar 9 di bawah ini.

(a) (b)

Gambar 9 : Ilustrasi penembakan tanpa spesimen. Ket:

(a) = penembak (b) = chronograph

(12)

(a) (b) (c)

Gambar 10 : Ilustrasi penembakan spesimen. Ket:

(a) = penembak (b) = panel komposit (c) = cronograph

Jarak penembak dan cronograph = 50 cm Jarak penembak dan panel komposit = 500 cm

7. Prosedur Penelitian

Gambar 11 : Diagram alir penelitian.

Mulai

Studi Literatur

Mencetak dan membuat komposit dengan variasi tebal 0,4; 1,4; 2,0 cm

Analisa Data

Pembahasan

Kesimpulan Pengadaan Material; Kulit kras,

rami, dan matrik resin epoksi

Uji kuat tarik Uji wetability

(13)

Prosedur penelitian ini dimulai dengan studi literatur dengan membaca buku referensi yang mendukung, jurnal-jurnal dan beberapa tulisan dari internet. Langkah selanjutnya, setelah dilakukan studi literatur adalah mencari bahan-bahan yang diperlukan, seperti : kulit boks, rami dan resin epoksi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian tarik dan pengujian wetability pada kulit boks.

Pengujian tarik kulit boks dilakukan untuk memperoleh data kuat tarik dari bahan yang digunakan, sedangkan pengujian wetability untuk mengetahui mampu basah dari bahan yang digunakan. Setelah bahan sudah siap, selanjutnya membuat komposit dengan variasi tebal 0,4; 1,4; 2,0 cm dan posisi lapisan kulit dan rami yang berbeda. Komposit yang sudah jadi selanjutnya diuji tembak dengan jarak tembak 5 meter dan standar peluru yang digunakan sesuai dengan NIJ level III. Selesai penembakan, bekas tembakan diamati, difoto dan dianalisa. Hasil analisa tersebut kemudian disimpulkan.

8. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Kadar Air Rami

Menurut penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Muntaha, 2008, pengujian kadar air rami diperoleh sebagai berikut. Gambar 12 merupakan grafik pengaruh lama pemanasan terhadap berat serat ramie. Selisih berat serat sebelum dioven dengan berat serat setelah dioven merupakan kandungan air yang ada dalam serat. Kadar air dalam serat ramie diukur dengan cara dipanaskan pada suhu 105oC supaya air yang terkandung dalam serat menguap/hilang .

(14)

Tabel 1: Data hasil pengukuran kadar air (Muntaha,2008) Sam pel Ber at ser at awa l (gra m)

Berat serat setelah di oven pada temperatur

105°C (gram)

kada r air kerin g ( % ) 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam rerat a rami

A 2.62 2.38 2.37 2.36 2.36 2.37 2.37 2.36 10.97 rami

B 2.83 2.55 2.53 2.53 2.53 2.54 2.54 2.54 11.33 rami

C 2.91 2.58 2.62 2.62 2.62 2.63 2.63 2.62 10.78

Gambar 12 : Pengaruh lama pemanasan pada suhu 105°C terhadap berat serat rami 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9

0 1 2 3 4 5 6

Waktu oven (jam)

(15)

a. EKB b. EKB

d. EKB c. EKB

Wettability Kulit Kras Dan Rami

Hasil pengukuran sudut pada EKB (epoksi kras balik) dengan empat sampel : Pandangan atas

Pandangan samping

Gambar 13 : Hasil penempelan epoksi pada kulit kras bagian flash.

Menurut penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Muntaha, 2008, hasil pengamatan foto droplet serat rami dan matrik epoksi diperoleh sebagai berikut. Gambar 14 merupakan hasil pengamatan foto droplet serat rami dan matrik epoksi dengan mikroskop optik pembesaran 100X dan pengukuran sudut kontak antara serat dan matrik dengan menggunakan image analyzer IPWin / coreldraw terukur sudut kurang dari 30o. Hal ini menunjukkan bahwa matriks epoksi mempunyai kompatibilitas yang tinggi atau baik terhadap serat rami. Karena wettability merupakan indikator salah satu kompatibilitas antara serat dan matriks maka keduanya dapat dibuat menjadi suatu material komposit.

Resin Epoksi Kulit Kras

(16)

Hasil Uji Tarik Kulit Kras

Pengujian tarik kulit kras mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kulit boks. Gambar berikut memperlihatkan empat spesimen untuk uji kulit kras. Setelah dilakukan uji tarik, diperoleh hasil seperti pada gambar 15, dan tabel 2 di bawah ini.

Gambar 15 : Hasil pengujian tarik kulit kras. Table 2 : Hasil uji tarik pada kulit kras

Kode specimen

Tebal (mm)

Gaya (N)

Tegangan (N/mm2)

KKT 1 2.1 500 23

KKT 2 1.9 441 23

KKT 3 2.1 520 25

KKT 4 1.6 294 18

Rerata 1.9 439 23

Hasil Uji Balistik

--a

--b

(17)

Gambar 17 : Penampang melintang sampel uji setelah ditembak, (a) untuk jenis KR22 dan (b) untuk sampel RK22.

Pengamatan kecepatan peluru yang keluar dari pistol dilakukan dengan menembakkan pistol tanpa spesimen dan diarahkan pada chronograp pada jarak 50 cm. Hasil pengamatan kecepatan peluru ini disebut sebagai kecepatan awal peluru, V1. Pistol yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis Sigak dan peluru Glock 17. Hasil pengamatan kecepatan awal ini diperlihatkan pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 : Hasil pengamatan kecepatan awal peluru. No Tembakan V1,

fps

1 1 1151

2 2 1139

3 3 1419

Rata-rata 1236

Dari tabel 3 di atas diperoleh tiga kali tembakan dengan kecepatan peluru rata-rata sebesar 1236 fps (feet per second). Selanjutnya pengambilan data diteruskan dengan menembak papan komposit yang terdiri dari enam sampel. Masing-masing sampel uji ditembak pada jarak lima meter, dan dibelakang sampel uji dipasang chronograp untuk mendeteksi kecepatan peluru setelah melewati panel komposit. Kecepatan peluru hasil pengukuran dinyatakan sebagai kecepatan akhir, V2. Hasil pengamatan kecepatan peluru setelah melewati panel komposit diperlihatkan pada tabel 4 di bawah ini.

(a)

(18)

Tabel 4 : Hasil pengamatan kecepatan akhir peluru. No sampel Susunan I Kecepatan peluru, fps Prosentase penurunan, %

a KR11 1072 13,27

b KR22 884,6 28,43

c KR33 158,4 87,18

Susunan II

a RK11 1076 12,94

b RK22 427,7 65,40

c RK33 720 41,75

Prosentasi penurunan kecepatan dapat dihitung dengan rumus :

% 100 x 1 V 2 V 1 V V %  

Dimana : V1 = kecepatan awal peluru, fps. V2 = kecepatan akhir peluru, fps.

Pembahasan

Hasil perhitungan yang diperoleh diperlihatkan seperti pada tabel 4 di atas. Dari keenam sampel tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kecepatan terbesar adalah terjadi pada sampel dengan kode KR33 yaitu terjadi penurunan kecepatan sebesar 87, 18%. Susunan komposit pada sampel KR33 yaitu terdiri dari tiga lapis kulit masing-masing di lapisan luar dan enam lapisan rami di bagian dalam. Gambar 18 memperlihatkan grafik perbedaan penurunan kecepatan peluru setelah melewati panel komposit atara susunan I dan susunan II.

Gambar 18 : Perbedaan kecepatan peluru setelah melewati panel komposit susunan I dan II.

0 500 1000 1500

a b c

(19)

Komposit pada penelitian ini dibuat dengan tekanan konstan sebesar 100 kg/cm2. Sampel dibuat dengan fraksi volum 56% dengan susunan KR11, KR22 dan KR33, dan 61% dengan susunan RK11, RK22 dan RK33, dan ketebalan yang berbeda-beda secara berturut-turut 0,5 cm, 1,3 cm dan 2,0 cm. Pengujian dilakukan dengan uji tembak dan hasilnya diukur menggunakan chronograp untuk mengetahui pengurangan kecepatan peluru setelah melewati sampel. Senjata yang digunakan jenis laras pendek Sigak dan peluru Glock 17 dengan kecepatan lemparan peluru 1236 fps, dengan jarak tembak 5 meter. Pengujian tembak ini menggunakan standar NIJ level III.

Hasil penelitian menunjukkan, semakin lama tebal sampel semakin tinggi tingkat pengurangan kecepatan pelurunya, dan perbedaan tingkat penurunan kecepatan peluru yang paling besar terjadi pada susunan KR33 dengan penurunan kecepatan peluru sebesar 87,18%. Hasil penurunan kecepatan peluru untuk sampel KR11, KR22, KR33, RK11, RK22 dan RK33 adalah 13,27%, 28,43%, 87,18%, 12,93%, 65,40%, 41,75%.

9. Kesimpulan

Dari hasil pengujian komposit kulit kras dan rami dengan matrik epoksi dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari hasil pengukuran wettability kulit kras dan serat rami memiliki sudut kontak kurang dari 30o, sehingga kompabilitas komposit baik. Sudut kontak terbesar untuk kulit kras dan resin epoksi adalah 22,6o dan untuk rami 25o. 2. Dari hasil uji balistik semua sample tembus peluru. Semakin lama tebal

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1989, SNI No. 06-0234-989, Mutu Dan Cara Uji Kulit Boks, Dewan Standarisasi Nasional – DSN, Jakarta.

Anonimus, 2009, Teknologi Baju Anti Peluru, http://muslimdaily.net/artikel/ santai/teknologi-baju-anti-peluru-full-image.html, on line access 20 April 2014.

Brown, R. Shukla. And Singh, SP., 2004, Pullout behaviorof polypropylene fibers from Cementitious matrix, University of Rhode Island.

Callister, W.D, 2000, Materials Science and Engineering : An Introduction, edisi ke 5, pen.John Wiley, New York.

Chawla, K.C., 1987, Composit Materials, Springer-Verlag, New York.

Clyne, T. W, and Jones, F. R, 2001, Composites interfaces, Encyclopdia of materials: Science and Technology, Elsever.

Dorn, L., 1994, Adhesive Bonding -Terms and Definitions, EAA – European Aluminium Association.

Hwang, 2004, Evaluatio of Bulk Interfacial Adhesion between Wood and Five thermoplastics, Journal for Science , Vol 19 No1, Taiwan.

Looney M., Kyratzis I.,Truong Y. and Wassenberg J., 2002, Enhancing the Unique

Properties of Kangaroo Leather, RIRDC Publica-tion No 02/105, RIRDC

Project No CWT-1A

Marsyahyo E., Soekrisno R., Rachardjo H.S.B, dan Jamasri, 2007, Pengukuran sudut kontak antara permukaan Serat Rami dengan Droplet matrik Epoksi

dan Polipropilin, Seminar Nasional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

(21)

Mueller and Krobjilowski, 2003, New Discovery in the Properties of Composites reinforced with natural Fibers, Journal of industrial Textile, Vol 33 No 2.

Musaddad, A.M., 2007, Agribisnis Tanaman Rami, Cetakan 1, Penebar Swadaya, Jakarta.

Peijs,T.,2002, Composites Turn Green, Journal e-Polymers 2002 No. T 002., Quen Mary, University of London, Departement of Material, Mile End Road, London E1 4NS, UK

Rochery, M., Vroman, I., Campagne, C., 2006, Coating of polyester with

poly(dimethylsioxane) and Poly(tetramethylene oxide) based of

polyurethane, Journal of Industrial textiles, Vol.35,no.3,pp.227-238

Syah E., 2014, Jenis, Bahan, dan Cara Kerja Rompi Anti Peluru, http://www. artileri.org/ 2014/01/jenis-bahan-dan-cara-kerja-rompi-anti-peluru.html, on line access 20 April 2014.

Vicks, C.B., 1999, Adhesive Bonding of Wood material, Wood Handbook Wood as Engineering material, Forest Priduct Laboratory, Madison

Wang, Tabil P., Kolylaba C.P. and Sokhansanj, 2002, Flax Fiber Reinforced Thermoplastic Composites, Journal The Society f Eng. In Agriculture, food and Biological Systems, Dep. Of Agriculture and BioressourceUniv. Saskatchwan., 57 Campus Drive, Saskatoon, Sk, Canada , S7N 5A9.

Ward,J., Panigrahi,S.,Tabil,LG., Crear, W.J.,and Pwel,T., 2002, Rotanional molding of Flax reinforced thermoplastics, Dep. Of Agricultural and bioresource Eng. Univ. of saskatchwan, 57 Campus Drive, saskaton, SK. S7N 59 CANADA.

Gambar

Gambar 1 : Tingkat  wettability menurut ukuran sudut kontak  (Dorn, 1994)
Gambar 2 : Tingakatan kemampuan baju balistik (Anonimus, 2009)
Gambar 5 : Spesimen uji tarik kulit.
Gambar 7 : Komposit susunan I
+7

Referensi

Dokumen terkait

pengujian ini juga bertujuan untuk melihat apakah penyebab panas trafo sudah cukup efesien atau belum. Pengujian kenaikan suhu sama dengan pengujian beban penuh, pengujian

Jika seorahg manajer menemukan pendekatan yang lebih baik -yang kemungkinan lebih baik dari rencana yang ditetapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan

Berdasarkan dari masalah-masalah yang ditemukan dalam kegiatan operasional teller, dan pentingnya audit operasional dalam perbankan khususnya di bagian kerja teller

Dari hasil penelitian peneliti berkesimpulan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi dan penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar siswa

Meskipun rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada intinya dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebagai upaya berencana

Qurban (udlhiyah) adalah bentuk ibadah kepada Allah dengan menyembelih binatang pada hari raya ‘Idul Adlha dan hari Tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah.. Sa’i

“BIMTEK ini menunjang penerapan analisis jabatan berbasis Informasi Teknologi (IT), karena dalam BIMTEK ini mas, nantinya akan di berikan pengetahuan menganai

Adapun kewenangan jaksa dalam memulihkan kekayaan Negara yang dimaksud dalam judul penulisan ini adalah jaksa yang mempunyai wewenang dan tugas dalam bidang Perdata dan Tata