• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN B"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (CLEAN GOVERNANCE & GOOD GOVERNANCE)

1. Pengertian Good Governance

Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik dan muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian good governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan istilah good corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.

2. Prinsip-prinsip Pokok Good and Clean Governance

Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance. Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental (asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yiatu: a) Partisipasi (Participation)

b) Penegakan hukum (rule of law) c) Transparansi (transparency) d) Responsif (responsive)

e) Oreintasi kesepakatan (consensus orientation) f) Kesetaraan (equity)

g) Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency) h) Akuntabilitas (accountability)

(2)

a) Partisipasi

Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisasi.

b) Penegakan Hukum

Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud good and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Supremasi hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang

partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).

b. Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara suku dengan lainnya.

c. Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil. d. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum

berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum yang memiliki integritas moral dan bertanggung jawan terhadap kebenaran hukum.

e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.

(3)

Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean governance. Akibat tidak adanya prinsip transparan ini, Indonesia telah terjerembab de dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu:

a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan. b. Kekayaan pejabat politik.

c. Pemberian penghargaan.

d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan. e. Kesehatan.

f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik. g. Keamanan dan ketertiban.

h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.

Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen yang dilakukan oleh lembaga legislatif maupun komisi independen, seperti komisi yudisial, kepolisian dan pajak.

d) Responsif

Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good and clean governance bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan sosial. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan layolitas profesional. Adapun etik sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik.

e) Konsensus

(4)

Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan.

f) Kesetaraan

Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan kelas sosial.

g) Efektivitas dan efisiensi

Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. adapun, asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien.

h) Akuntabilitas

Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyakarat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

(5)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clean governance.

3. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari implementasi good and clean governance. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program, yakni:

1. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan. 2. Kemandirian lembaga peradilan.

3. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah. 4. Penguatan partisipasi Masyarakat Madani.

5. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.

Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyakarat dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.

4. Korupsi Penghambat Utama Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih

Tindakan penyalahgunaan Anggaran Pembangunan dan Biaya Daerah (APBD) yang dilakukan oleh pemda dan anggota legislatif (DPRD) oleh sejumlah lembaga, seakan belum cukup untuk mengikis tindakan korupsi di kalangan pejabat negara. Menurut Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), korupsi merupakan tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

(6)

5. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik

Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma ataupun disertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-cuma sebenarnya merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian pelayanan publik yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada harga pasar ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan berdasarkan ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah.

Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia, yaitu:

1. Pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.

2. Pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek good and clean governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.

3. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah, maysarakat, dan mekanisme pasar.

Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah didtetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai berikut:

1. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.

2. Indikator proses, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian anatar perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.

3. Indikator produk, yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.

(7)

5. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6. Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

A. Reformasi Birokrasi

1. Pengertian Reformasi Birokrasi

Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif, dengan tujuan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik. Good governance (tata pemerintahan yang baik) adalah sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi yang konstruktif di antara pemerintah,sektor swasta, dan masyarakat.

Birokrasi menurut pemahamannya sebagai berikut.

a. Birokrasi merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan.

b. Birokrasi adalah struktur organisasi yang digambarkan dengan hierarki yang pejabatnya diangkat dan ditunjuk, garis tanggung jawab dan kewenangannya diatur oleh peraturan yang diketahui (termasuk sebelumnya), dan justifikasi setiap keputusan membutuhkan referensi untuk mengetahui kebijakan yang pengesahannya ditentukan oleh pemberi mandat di luar struktur organisasi itu sendiri.

c. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang diduduki oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat disertai aturan kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat.

d. Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian, unsur, yang terdiri atas pakar yang terlatih. Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar, merupakan ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang kehidupan. Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.

Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti:

(8)

c. mendahulukan peranan dari wewenang; d. tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir; e. perubahan manajemen kerja;

f. mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan profesional, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), melalui penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia, akuntabilitas kinerja yang berkualitas efisien, efektif, dan kondusif, serta pelayanan yang prima (konsisten dan transparan).

2. Visi dan Misi Reformasi Birokrasi a. Visi

Terwujudnya pemerintahan yang amanah atau terwujudnya tata pemerintahan yang baik.

b. Misi

Mengembalikan cita dan citra birokrasi pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat serta dapat menjadi suri teladan dan panutan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari hari.

3. Tujuan Reformasi Birokrasi

Secara umum tujuan reformasi birokrasi adalah mewujudkan pemerintahanyang baik, didukung oleh penyelenggara negara yang profesional, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan prima.

4. Sasaran Reformasi Birokrasi

a. Terwujudnya birokrasi profesional, netral dan sejahtera, mampu menempatkan diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik.

b. Terwujudnya kelembagaan pemerintahan yang proporsional, fleksibel, efektif, efisien di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah.

(9)

Agar reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik dan menunjukkan cepatnya keberhasilan, faktor sukses penting yang perlu diperhatikan dalam reformasi birokrasi adalah:

a. Faktor Komitmen pimpinan; karena masih kentalnya budaya paternalistik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

b. Faktor kemauan diri sendiri; diperlukan kemauan dan keikhlasan penyelenggara pemerintahan (birokrasi) untuk mereformasi diri sendiri.

c. Kesepahaman; ada persamaan persepsi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi terutama dari birokrat sendiri, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat yang menghambat reformasi.

d. Konsistensi; reformasi birokrasi harus dilaksanakan berkelanjutan dan konsisten, sehingga perlu ketaatan perencanaan dan pelaksanaan.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi

Faktor-faktor yang memperngaruhi kinerja birokrasi antara lain : manajemen organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan birokrasi; budaya kerja dan organisasi pada birokrasi; kualitas sumber daya manusia yang dimiliki birokrasi; dan kepemimpinan birokrasi yang efektif dan koordinasi kerja pada birokrasi. Faktor-faktor ini akan menentukan lancar tidaknya suatu birokrasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, kinerja birokrasi di masa depan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Struktur birokrasi sebagai hubungan internal, yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas birokasi.

2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran, dan tujuan dalam perencanaan strategis pada birokrasi.

3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas kerja dan kapasitas diri untuk bekerja dan berkarya secara optimal.

4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan database dalam kerangka mempertinggi kinerja birokrasi.

(10)

B. Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Korupsi

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah dirumuskan,yakni:

1. melaksanakan upaya upaya pencegahan;

2. melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum;

3. melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundangundangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lainnya;

4. melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor; 5. meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi;

6. meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan reformasi birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk, antara lain:

1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan masuk pukul 8.30 dan pulang kantor pukul 17.00, untuk mencegah pegawai melakukan korupsi waktu.

2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai tugas pokok dan fungsi yang jelas, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan kinerjanya.

3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif ramah dan santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.

4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementerian kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-Korupsi melalui sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/seluruh Satker Kementerian Kesehatan.

(11)

8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran pegawai melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).

9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/ Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari 2010.

10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor 01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli 2010.

11. “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari Gini Masih Terima Suap”, dll.

C. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)

Pelaksanaan SPIP adalah amanat PP 60 tahun 2008 yang mengamatkan bahwa pelaksanaan kebijakan/program dilakukan secara integral antara tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dengan penerapan pelaksanaan SPI pada setiap unit kerja, diharapkan dapat mendorong seluruh unit kerja/satuan kerja untuk melaksanakan seluruh kebijakan/program yang telah ditetapkan yang bermuara terhadap tercapainya sasaran dan tujuan organisasi. Disamping itu setiap satuan kerja diharapkan dapat melakukan identifikasi kemungkinan terjadinya deviasi atau penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan antara perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut, sebagai umpan balik untuk melaksanakan tindakan koreksi atau perbaikan bagi pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi.

(12)

dilandasi oleh pemikiran bahwa pengawasan intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, serta hanya memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak.

Penerapan SPI dalam unit kerja dilaksanakan melalui penegakan integritas dan nilai etika, komitmen kepada kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran pengawasan intern pemerintah yang efektif serta hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) terdiri dari 5 (lima) unsur yakni :

1. Lingkungan Pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Dalam hal ini, pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

2. Penilaian Risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Dengan demikian, pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik luar maupun dari dalam.

3. Kegiatan Pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan instansi pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

(13)

5. Pemantauan pengendalian Intern, pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja baik secara kualitatif dan kuantitatif dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

D. Pembangunan Zona Integritas

Komitmen Pimpinan dan seluruh jajaran Kemenkes untuk mewujudkan WBBM diwujudkan dengan pencanangan Zona Integritas pada tanggal 18 Juli 2012 di lingkungan Kementerian Kesehatan. Pencanangan Zona Integritas merupakan bagian dari Gerakan Nasional Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan sebagai bentuk implementasi dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pencanangan ZI ini dilanjutkan dengan pencanangan ZI di seluruh Unit Utama dan Satker di lingkunganKemenkes.

Dalam upaya pembangunan Zona Integritas menuju WBBM, Kemenkes telah melakukan penilaian terhadap calon Satker WBK yang memenuhi syarat indikator hasil dan indikator proses Satker WBK serta pada tanggal 30 Agustus 2013 telah mengusulkan 3 Satuan Kerja ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai Satker WBK.

Proses pembangunan Zona Integritas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan melakukan 2 (dua) cara penilaian, yakni sebagai berikut.

1. Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK

Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di lingkungan Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan. Penilaian dilakukan dengan dengan menggunakan indikator proses (nilai di atas 75) dan indikator hasil yang mengukur efektivitas kegiatan pencegahan korupsi yang telah dilaksanakan.

(14)

Tabel 5.1

Unsur Indikator Hasil WBK

NO UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT(%)

1. Penandatanganan pakta integritas 5

2. Pemenuhan kewajiban LHKPN 6

3. Pemenuhan akuntabilitas kinerja 6 4. Pemenuhan kewajiban laporan keuangan 5 5. Penerapan kewajiban disiplin PNS 5

6. Penerapan kode etik khusus 4

7. Penerapan kebijakan pelayanan publik 6 8. Penerapan whistle blower sistem tindak pidana korupsi 6

9. Pengendalian gratifikasi 6

10. Penanganan benturan kepentingan (conflict of interest) 6 11. Kegiatan pendidikan, pembinaan, dan promosi anti korupsi 6 12. Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh

BPK/KPK/APIP 5

13. Penerapan kebijakan pembinaan purna - tugas 4 14. Penerapan kebijakan pelaporan transaksi keuangan yang

tidak sesuai dengan profil PPATK 6 15. Promosi jabatan secara terbuka 3

16. Rekrutmen secara terbuka 3

17. Mekanisme pengaduan masyarakat 6

18. E – procurement 6

19. Pengukuran kinerja individu 3

20. Keterbukaan informasi publik 3

2. Penilaian dan Penetapan Satuan Kerja Berpredikat WBBM

Penilaian satker yang berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) melalui evaluasi atas kebenaran material hasil self-assessment yang dilaksanakan oleh TPI termasuk hasil self-assesament tentang capaian indikator hasil WBBM. Untuk mencapai Indikator Hasil WBK dan WWBM dapat dinilai mengacu pada penilaianseperti tabel berikut ini.

Tabel 5.2

Indikator Hasil WBK dan WWBM

(15)

1. Nilai Indeks Integritas >7,0 >7,5 Skala 0 – 10 berdasarkan

3. Penilaian kerugian Negara (KN) yang belum diselesaikan hukuman disiplin karena penyalahgunaan keuangan melakukan tindak pidana korupsi

(16)

3.1 SIMPULAN

Good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian good governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan istilah good corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari implementasi good and clean governance. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program.

3.2 SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan nantinya pembaca dapat memberikan kami masukan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Selain itu setelah membaca makalah ini pembaca juga akan lebih memahami mengenai korupsi dan ikut serta membangun masyarakat yang bebas korupsi

(17)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.2014.Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi.Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.2011.Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/Anti Korupsi.Jakarta: Kemendikbud

Ramadhani,Yola. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean Governance).Academia.edu:

Gambar

Tabel 5.1Unsur Indikator Hasil WBK

Referensi

Dokumen terkait

Melalui perbaikanperbaikan yang dilakukan, maka hasil nilai tes akhir (post test) siswa mengalami peningkatan yang signifikan, 89.65% siswa dari kelas XI

Pada analisis ini merupakan penilaian kerentanan sikap penduduk terhadap terjadi bencana tergenangnya beberapa kawasan akibat kenaikan air laut di Wilayah Pesisir Kota Semarang

Berdasarkan tabel diatas diketahuai bahwa jawaban responden terhadap pernyataan mengenai saya mengetahui produk dan jasa bank Syariah berpedoman pada prinsip

" (1) Pindjaman2 jang disebut dalam pasal 5 Perse- tudjuan sekarang ini hanja dapat diper g unakan untuk membiajai barang2 dan djasa2 dari negara2 dan daerah2

Apabila pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah lebih banyak menggunakan utang, akan berpotensi meningkatkan resiko financial distress dimana nilai S-Score

adalah jumlah aset yang dimiliki perusahaan klien yang tercantum pada laporan.. keuangan perusahaan pada akhir periode yang

Pada dasarnya ada empat jenis kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang bisa memberikan dampak pada lingkungan lamun. Pertama, kerusakan

Majlis Tarjih itu adanya pada tingkat pusat, wilayah, dan daerah, maka jika ada usulan atau pendapat dari tingkat ranting atau cabang harus disampaikan kepada majlis