HUBUNGAN ANTARA PARIWISATA DAN PENYAKIT INFEKSI
MENULAR SEKSUAL
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2010), mobilitas penduduk merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah yang lain, baik bersifat non permanen seperti turisme (nasional dan intemasional) maupun permanen. Migrasi, merupakan bagian dari mobilitas penduduk, terdiri dari perpindahan penduduk di dalam suatu negara (nasional) atau ke negara lain (intemasional). Perpindahan penduduk cenderung menuju ke daerah yang lebih baik yang dapat meningkatkan kehidupan pelaku migrasi (migran). Sesuai dengan karakteristik migran yang khas, terjadinya migrasi penduduk dapat mengakibatkan adanya perubahan, baik dalam jumlah dan struktur kependudukan maupun perubahan wilayah di daerah asal migran dan/atau di daerah tujuan (United Nations, 1958).
Perkembangan HIV/AIDS di dunia telah menjadi masalah global termasuk di Indonesia. Risiko penularan infeksi menular seksual dan HIV/AIDS masih kurang disadari oleh kelompok berisiko dan ditambah kesadaran yang rendah untuk memeriksakan HIV sehingga masih banyak kasus AIDS yang ditemukan pada stadium lanjut di rumah sakit. Dalam rangka memperkuat upaya pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, sangat penting untuk memadukan upaya pencegahan dengan perawatan karena keduanya merupakan komponen penting yang saling melengkapi. Infeksi menular seksual merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan infeksi menular seksual telah menimbulkan pengaruh besar dalam pengendalian HIV/AIDS. Pada saat yang sama, timbul peningkatan kejadian resistensi kuman penyebab infeksi menular seksual terhadap beberapa antimikroba yang akan menambah masalah dalam pengobatan infeksi menular seksual.
Tabel 1. Situasi HIV/AIDS di Beberapa Negara Asia Tenggara selama 1999-2000
Sumber : Chantavanich, Beesey and Paul, 2000, 4
Tabel 2. Indonesia: Jumlah Kasus AIDS per 100.000 jiwa Penduduk di 5 Propinsi November 2000
Sumber: UNAIDS (Jakarta), 2000
satu hari (dan warga Malaysia baru-baru ini). Industri seks menjadi bagian dari bisnis hiburan ini.
Bali berada di urutan ketiga untuk tingkat pelaporan (0.8/100.000) dan urutan keenam terbesar dalam kasus yang dilaporkan semua propinsi. Irwanto (2001) melaporkan bahwa pada bulan desember 2000 diadakan pengujian HIV yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Propinsi Bali terhadap 187 narapidana di Rumah Tahanan Kerobokan di Denpasar. Tercatat bahwa 160 diantaranya adalah pengguna narkoba dan 66 pengguna narkoba suntik serta 34 dari mereka ternyata positif mengidap HIV. Alasan terjadinya infeksi HIV di bali seperti dalam kasus di ats masih kurang jelas. Beberapa menyatakan bahwa Bali beresiko tinggi, mengingat tingginya aktivitas wisatawan di propinsi tersebut, terutama industri narkoba dan seks setempat. Namun, benar juga bila dikatakan bahwa bila tingkat pengawasan yang lebih tinggi di propinsi itu tentu saja lebih banyak lagi jumlah orang tertular yang terdeteksi.
anak-anak serta nyeri panggul kronis pada wanita. Beban sosial meliputi konflik dengan pasangan seksual dan dapat mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga.
A. PENGERTIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
penyakit Gonore, Sifilis dan Herpes Genetalis yang jumlahnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
B. TANDA DAN GEJALA INFEKSI MENULAR SEKSUAL
Macam-macam infeksi menular seksual berdasarkan tanda dan gejala klinis yang muncul, dapat dibedakan menjadi :
1. Gonore merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan keluarnya cairan berwarna putih, kuning atau kehijauan seperti nanah dari alat kelamin dan merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae atau gonokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 µ dan panjang 1,6 µ yang bersifat tahan asam serta gram negatif yaitu terlihat di luar dan di dalam sel lektosit yang tidak tahan lama di udara bebas serta cepat mati dalam keadaan kering dan tidak tahan pada suhu 39ºC. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
2. Sifilis merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan adanya luka dialat kelamin dan disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum serta sering disebut Raja Singa. Infeksi sifilis terbagi menjadi empat tahapan utama, antara lain :
serangga tapi tidak menimbulkan rasa sakit. Pada tahap ini, jika orang yang terinfeksi berhubungan seksual dengan orang lain maka penularannya mudah terjadi. Luka ini bertahan selama 1-2 bulan. Pada akhirnya, lesi ini akan sembuh tanpa meninggalkan bekas.
b. Sifilis Sekunder, penderita sifilis sekunder akan mengalami ruam merah seukuran koin keccil dan biasanya ruam ini muncul pada telapak tangan dan telapak kaki. Gejala lain yang mungkin muncul adalah demam, nafsu makan menurun, radang tenggorokan dan kutil kelamin. Fase ini bisa bertahan selama satu hingga tiga bulan. c. Sifilis Laten, setelah fase sifilis sekunder, sifilis seakan-akan menghilang dan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Masa laten ini bisa bertahan sekitar dua tahun sebelum kemudian lanjut ke masa yang paling berbahaya dalam infeksi sifilis yaitu sifilis tersier.
d. Sifilis Tersier, jika infeksi tidak terobati sifilis akan berkembang ke tahapan akhir, yaitu sifilis tersier. Pada tahap ini, infeksi bisa memberi efek yang serius pada tubuh. Beberapa akibat dari infeksi pada tahapan ini adalah kelumpuhan, kebutaan, demensia, masalah pendengaran, impotensi, dan bahkan kematian jika tidak ditangani. Sifilis paling mudah menular pada fase sifilis primer dan sekunder.
papilloma. Pada wanita, virus papilloma tipe 16 dan 18 yang menyerang leher rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papilloma lainnya bisa menyebabkan tumor intra-epitel pada leher Rahim (ditunjukkan dengan hasil pap smear yang abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau kerongkongan.
4. Trikomoniasis merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan keluar cairan berwarna kuning kehijauan dan berbau busuk, bengkak, kemerahan dan gatal disekitar genitalia. Penyakit ini disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
5. Ulkus Mole (Chancroid) merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan luka lebih dari diameter 2 cm, keluar nanah dan rasa nyeri, biasanya hanya pada salah satu sisi alat kelamin, biasanya disertai pembengkakan kelenjar getah bening di lipat paha berwarna kemerahan (bubo) yang bila pecah akan bernanah dan nyeri. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Hemophilus ducreyi.
7. Kutil Kelamin merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan tonjolan kulit seperti kutil besar disekitar alat kelamin (seperti jengger ayam). Penyakit ini disebabkan oleh Human papilloma virus.
8. Herpes Genitalia (Herpes Simplex) merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan luka yang terbuka dan terlihat merah tanpa disertai rasa sakit, terasa sakit dan gatal di sekitar daerah genital atau daerah anal, adanya luka melepuh yang kemudian pecah dan terbuka di sekitar genital, rektum, paha, dan bokong, merasakan sakit saat membuang air kecil, sakit punggung bawah, mengalami gejala-gejala flu seperti demam, kehilangan nafsu makan dan kelelahan serta luka terbuka atau melepuh pada leher rahim dan adanya cairan yang keluar dari vagina. Penyebab penyakit ini adalah virus herpes simpleks atau HSV. Ada dua jenis virus herpes simpleks, yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Herpes genital umumnya disebabkan oleh HSV tipe 2 dan HSV tipe 1 yang seringkali menyebabkan herpes di rongga mulut atau yang biasa disebut dengan cold sores.Namun tidak menutup kemungkinan bahwa herpes genitalis juga disebabkan oleh HSV tipe 1.
penyakit yang perlahan-lahan mengakibatkan jaringan sehat digantikan oleh jaringan rusak. Fungsi hati dalam memproses nutrisi, hormon, obat, dan racun yang diproduksi tubuh akan melambat.
penderita mungkin tidak menyadari sudah mengidap HIV tetapi penderita sudah bisa menularkan infeksi ini pada orang lain. Lama tahapan ini bisa berjalan sekitar 10 tahun atau bahkan bisa lebih. Pada tahap ketiga atau tahap terakhir infeksi HIV jika tidak ditangani maka HIV akan melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi. Dengan kondisi ini, penderita akan lebih mudah terserang penyakit serius. Tahap akhir ini lebih dikenal sebagai AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang menimbulkan gejala seperti noda limfa atau kelenjar getah bening membengkak pada bagian leher dan pangkal paha, demam yang berlangsung lebih dari 10 hari, merasa kelelahan hampir setiap saat, berkeringat pada malam hari, berat badan turun tanpa diketahui penyebabnya, bintik-bintik ungu yang tidak hilang pada kulit, sesak napas, diare yang parah dan berkelanjutan, infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina, mudah memar atau berdarah tanpa sebab. Risiko terkena penyakit yang mematikan akan meningkat pada tahap ini misalnya kanker, TB dan pneumonia tetapi meski ini penyakit mematikan, pengobatan HIV tetap bisa dilakukan. Penanganan lebih dini bisa membantu meningkatkan kesehatan.
C. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
akibat waktu yang hilang untuk melakukan aktivitas produktif (waktu untuk pergi berobat, waktu tunggu di sarana pelayanan kesehatan, serta waktu untuk pemeriksaan tenaga kesehatan).
2. Mencegah infeksi HIV Mencegah dan mengobati IMS dapat mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seks, terutama pada populasi yang paling memungkinkan untuk memiliki banyak pasangan seksual, misalnya penjaja seks dan pelanggannya. Keberadaan IMS dengan bentuk inflamasi atau ulserasi akan meningkatkan risiko masuknya infeksi HIV saat melakukan hubungan seks tanpa pelindung antara seorang yang telah terinfeksi IMS dengan pasangannya yang belum tertular. Ulkus genitalis atau seseorang dengan riwayat pernah menderita ulkus genitalis diperkirakan meningkatkan risiko tertular HIV 50-300 kali setiap melakukan hubungan seksual tanpa pelindung. Program pencegahan HIV akan mempercepat pencapaian Millennium Development Goal (MDG) tujuan 6 di tahun 2015.
dibandingkan dengan yang tidak menderita PRP, dan 40%-50% kehamilan ektopik disebabkan oleh PRP yang diderita sebelumnya. MDG 5, bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015. Pencegahan PRP berperan dalam pencapaian tujuan ini melalui pencegahan kematian ibu akibat kehamilan ektopik. Pencegahan infeksi human papillomavirus (HPV) akan menurunkan angka kematian perempuan akibat kanker serviks, yang merupakan kanker terbanyak pada perempuan.
4. Mencegah efek kehamilan yang buruk Infeksi menular seksual yang tidak diobati seringkali dihubungkan dengan infeksi kongenital atau perinatal pada neonatus, terutama di daerah dengan angka infeksi yang tinggi. Perempuan hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, sebanyak 25% mengakibatkan janin lahir mati dan 14% kematian neonatus, keseluruhan menyebabkan kematian perinatal sebesar 40%. Kehamilan pada perempuan dengan infeksi gonokokus yang tidak diobati, sebesar 35% akan menimbulkan abortus spontan dan kelahiran prematur, dan sampai 10% akan menyebabkan kematian perinatal. Dalam ketiadaan upaya pencegahan, 30% sampai 50% bayi yang lahir dari ibu dengan gonore tanpa pengobatan dan sampai 30% bayi yang lahir dari ibu dengan klamidiosis tanpa diobati, akan mengalami oftalmia neonatorum yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Mobilitas penduduk merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah yang lain, baik bersifat non permanen seperti wisatawan nasional dan internasional maupun permanen. Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk, terdiri dari perpindahan penduduk di dalam suatu negara atau ke negara lain. Perpindahan penduduk cenderung menuju ke daerah yang lebih baik yang dapat meningkatkan kehidupan pelaku migrasi/migran. Terjadinya migrasi penduduk dapat mengakibatkan adanya perubahan, baik dalam jumlah dan struktur kependudukan maupun perubahan wilayah di daerah asal migran dan atau di daerah tujuan. Adanya kesempatan kerja disuatu daerah merupakan salah satu daya tarik bagi para migran untuk mendatangi wilayah tersebut. Pesatnya perkembangan industri pariwisata di suatu tempat kemungkinan besar menarik banyak orang untuk bermigrasi ke daerah tersebut, baik secara permanen maupun temporer dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik. Masuknya para wisatawan ke daerah-daerah tujuan wisata membuka peluang bagi penduduk setempat untuk berinteraksi dengan para pendatang yang berasal dari berbagai tempat dengan segala latar belakang suku maupun budaya. Sebaliknya, migran atau pendatang juga melakukan penyesuaian dalam hal baik sosial budaya maupun ekonomi yang dimiliki penduduk setempat.
seperti seperti transportasi dan akomodasi. Pembangunan pariwisata telah memberikan keuntungan ekonomi bagi daerah yang berdampak positif bagi peningkatan kesejahteraan penduduk. Industri pariwisata yang berkembang dengan pesat tentunya mempunyai dampak positif dari sisi ekonomi yang dapat mendongkrak pendapatan asli daerah. Namun demikian, perkembangan pariwisata yang sangat cepat ternyata juga membawa perubahan terhadap aspek sosial budaya dengan segala konsekuensinya. Salah satu dari dampak adanya mobilitas penduduk yang masuk ke daerah wisata tersebut terkait dengan kegiatan pariwisata adalah risiko penularan IMS dan HIV/AIDS.
E. DAMPAK PARIWISATA TERHADAP PENULARAN IMS DAN HIV/AIDS
Adanya mobilitas penduduk di daerah-daerah tujuan wisatawan tidak menutup kemungkinan akan adanya aktivitas yang memicu penularan kasus IMS dan HIV/AIDS. Wisatawan yang datang tidak hanya menikmati keindahan alam dan budaya yang dimiliki oleh tempat tujuan wisata tetapi juga ditengarai ada aktivitas ikutan seperti prostitusi dan peredaran narkotika.
meningkatnya penghasilan daerah wisata tersebut. Sedangkan dampak negatif dari perkembangan pariwisata adalah kejahatan berupa pungutan liar atau pemalakan yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang tentu meresahkan wisatawan, kemacetan dan polusi udara yang terjadi karena kepadatan transportasi akibat tingginya mobilitas wisatawan serta pergeseran moral yang mengakibatkan tingginya angka prostitusi akibat kebutuhan ekonomi yang besar untuk hidup di daerah wisata tersebut.
Mengingat stuktur penduduk Indonesia adalah tingginya penduduk usia muda maka hal ini berarti bahwa proporsi penduduk yang aktif seksualnya juga tinggi. Jika penduduk usia muda tersebut beresiko terhadap penularan IMS dan HIV/AIDS, hal ini tentunya akan berakibat sangat buruk tidak saja bagi perekonomian tempat wisata tersebut tetapi juga kondisi sumber daya manusia di masa mendatang.
segala perilakunya yang memungkinkan adanya peluang bagi penularan IMS dan HIV/AIDS.