• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Perawat dalam Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Perawat dalam Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Standar Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI)

PPI adalah tonggak yang harus selalu diterapkan di semua fasilitas

pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman

bagi semua pasien dan mengurangi resiko infeksi lebih lanjut. Standar PPI

adalah langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi dasar yang

diperlukan untuk mengurangi resiko penularan agen infeksi dari yang

diketahui atau tidak diketahui sumber infeksi (Infection Control Team,

2015).

Prinsip utama dari kewaspadaan standar pelayanan kesehatan adalah

menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi

peralatan (Depkes RI, 2010). Berikut dijelaskan standar PPI tenaga

kesehatan (WHO, 2007):

2.1.1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene

Kebersihan tangan merupakan hal yang paling penting dan

merupakan pilar untuk PPI. Petugas kesehatan memiliki potensi terbesar

untuk menyebarkan mikroorganisme yang dapat mengakibatkan infeksi

karena berhubungan langsung dengan pasien, sehingga tindakan

kebersihan tangan ini harus dilaksanakan oleh semua tenaga kesehatan

(2)

Tindakan cuci tangan ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu

dengan menggunakan alkohol ataupun menggunakan sabun dan air

mengalir (Clinical Govermance, 2013). Antiseptik berbasis alkohol adalah

metode yang paling disukai untuk mendesinfeksi tangan, kecuali ketika

tangan terlihat kotor (misalnya, kotoran, darah, cairan tubuh), atau setelah

merawat pasien yang diketahui atau dicurigai terkena infeksi diare

(misalnya, clostridium difficile, norovirus), dimana penggunaan sabun dan

air akan lebih efektif (National Center for Emerging and Zoonatic

Infectious Diseases, 2011)

Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai kebersihan tangan

(Kemenkes RI, 2012) :

1) Sebelum kebersihan tangan, cincin, jam dan seluruh perhiasan yang

ada di perhelangan tangan harus dilepas

2) Kuku harus tetap pendek dan bersih

3) Jangan menggunakan pewarna kuku atau kuku palsu karena dapat

menjadi tempat bakteri terjebak dan menyulitkan terlihatnya kotoran di

dalam kuku

4) Selalu gunakan air mengalir, apabila tidak tersedia, maka harus

menggunakan salah satu pilihan sebagai berikut :

4.1. Ember berkeran yang tertutup

4.2. Ember dan gayung, dimana seseorang menuangkan air sementara

(3)

5) Tangan harus dikeringkan dengan menggunakan paper towel atau

membiarkan tangan kering sendiri sebelum menggunakan sarung

tangan

Berikut dijelaskan cara-cara mencuci tangan yang benar (WHO, 2009) :

1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

1) Basahi tangan dengan menggunakan air mengalir

2) Usapkan sabun keseluruh permukaan tangan

3) Ikuti teknik mencuci tangan yang benar seperti gambar di bawah

ini

4) Gosok tangan selama 15 detik tapi tidak lebih dari 3 menit,

meliputi seluruh permukaan tangan dan jari.

5) Bilas tangan dengan air dan keringkan secara menyeluruh dengan

handuk kering

6) Gunakan hands-free (misalnya siku) untuk mematikan keran.

2. Cuci tangan dengan menggunakan alkohol

1) Tindakan ini dilakukan ketika tangan mungkin terkontaminasi,

tetapi tidak tampak kotor (misalnya memasuki atau meninggalkan

bangsal/daerah klinis/pasien)

2) Langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan antiseptic

bebasis alkohol sama seperti ketika melakukan cuci tangan dengan

menggunakan sabun dan air mengalir

(4)

4) Banyaknya cairan yang digunakan sesuai dengan jumlah yang

direkomendasikan oleh produk biasanya sekitar 3 ml

Selain itu WHO juga menetapkan lima waktu untuk pelaksanaan

hand hygiene (WHO, 2009) :

1) Sebelum menyentuh pasien

2) Sebelum prosedur aseptic

3) Setelah terpajan resiko cairan

4) Setelah menyentuh pasien

5) Setelah menyentuh benda-benda yang melingkupi pasien

Jika tenaga kesehatan berada dalam lima kondisi tersebut, petugas

harus melaksanakan hand hygiene agar tangan petugas tidak

terkontaminasi. Hand hygiene yang dilakukan sesuai dengan prosedur

yang ditetapkan, agar kuman yang terdapat pada tangan bisa dihilangkan.

2.1.2. Penggunaan Sarung Tangan

Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari

kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, kulit yang tidak utuh, selaput

lender pasien dan benda yang terkontaminasi (WHO, 2007).

Dikenal 3 jenis sarung tangan, yaitu (Depkes RI, 2008):

1) Sarung tangan bersih, yaitu sarung tangan yang didisinfeksi tinggi.

Dan digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lender

(5)

2) Sarung tangan steril, yaitu sarung tangan yang disterilkan dan harus

digunakan pada tindakan bedah. Bila tidak ada sarung tangan steril

baru dapat digunakan sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi.

3) Sarung tangan rumah tangga, yaitu satung tangan yang terbuat dari

latex atau vinil tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan

untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan ini biasanya dipakai

pada waktu membersihkan alat kesehatan, dan permukaan meja kerja,

dll.

Prosedur pemakaian sarung tangan steril (Kemenkes, 2012):

1) Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang sisi sebelah dalam

lipatannya.

2) Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung ke lantai,

sehingga bagian lubang jari-jari tangannya terbuka, lalu masukkan

tangan

3) Ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan

yang sudah memakai sarung tangan ke bagian lipatan (bagian yang

tidak tersentuh dengan kulit tangan)

4) Pasang sarung tangan dengan kedua dengan cara memasukkan jari-jari

tangan yang belum memakai sarung tanagan, kemudian luruskan

(6)

Prosedur melepas sarung tangan (Depkes RI, 2008) :

1) Pegang salah satu tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung jari-jari

tangan sehingga bagian dalam dari sarung tangan pertama menjadi sisi

luar

2) Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih

berada pada tangan sebelum melepas sarung tangan yang kedua. Hal

ini penting untuk mencegah terpajannya kulit tangan yang terbuka

dengan permukaan sebelah luar sarung tangan

3) Biarkan sarung tangan yang pertama sampai disekitar jari-jari, lalu

pegang sarung tangan yang kedua pada lipatannya lalu tarik kearah

ujung jari hingga bagian dalam sarung tangan menjadi sisi luar

4) Pada akhir setelah hampir di ujung jari, maka secara bersama dan

dengan sangat hati-hati sarung tangan dilepas

5) Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyentuh

bagian dalam sarung tangan

2.1.3. Pemakaian Pelindung Wajah (Mata, Hidung, dan Mulut)

Gunakan masker ataupun pelindung mata untuk melindungi

membran mukosa mata, hidung, dan mulut selama aktivitas yang

berhubungan langsung dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan ekskresi

(WHO, 2007; Depkes RI, 2008).

1. Alat Pelindung Mata

Alat pelindung mata melindungi petugas dari percikan darah atau

(7)

mencakup kacamata (googles) plastic bening, kacamata pengaman,

pelindung wajah, dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan

lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan

pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus

menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika

melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara

tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah,

petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau

kacamata biasa serta masker (Depkes RI, 2008).

2. Masker

Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian

bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk

menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas

bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan

darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas

kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka

masker tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut (Depkes RI,

2008).

National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases

(2011) menyatakan pemakaian masker sebaiknya digunakan:

1) Ketika ada potensi kontak dengan sekresi pernafasan dan

(8)

penggunaannya dengan kacamata atau pelindung wajah untuk

melindungi mulut, hidung, dan mata

2) Ketika pemasangan kateter atau menyuntikkan material kedalam

kanal spinal atau subdural. Masker juga sebaiknya digunakan

ketika melakukan kemoterapi.

2.1.4. Apron dan gaun

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti

pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang

diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui

droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk

melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi

(Depkes RI, 2008).

Clinical Govermance (2013) menyebutkan aturan penggunaan

apron dan gaun:

1) Harus segera dilepaskan setelah tindakan selesai

2) Jangan pernah dipakai ke pasien/klien/area yang berbeda

3) Celemek mungkin memiliki warna-kode untuk tindakan tertentu

dan/atau area tertentu sesuai dengan kebijakan ditempat tersebut

(misalnya ketika menangani atau melayani makanan dalam area

klinik)

4) Jika ada resiko percikan dari darah, cairan tubuh, sekresi atau

(9)

5) Untuk mencegah kontaminasi, saat melepas gaun/apron, sisi yang

terluar harus dibalik ke sisi bagian dalam, digulung menjadi bola

dan segera dibunag sebagai limbah klinis

2.1.5. Pencegahan Cedera dari Jarum Suntik dan Benda Tajam Lainnya

Benda tajam misalkan jarum, pisau bedah, stitch cutter, ampul kaca,

dan setiap instrumen yang tajam. Bahaya utama dari cedera benda tajam

adalah penyebaran virus hepatitis B, hepatitis C, dan HIV melalui darah

yang masih ada pada instrumen tersebut (Evans, Liz, dkk., 2012).

Keselamatan injeksi mengacu pada penggunaan yang tepat dan

penanganan persediaan injeksi dan infus (misalnya syringe, needle,

perangkat fingerstik, tabung infus, botol obat). Praktek-praktek ini

dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit menular antara satu

pasien dan yang lain, atau antara pasien dan petugas kesehatan selama

persiapan dan pemberian obat parenteral (National Center for Emerging

Zoomotic Infectious Diseases, 2011).

WHO (2014) menjelaskan pencegahan cedera dan manajemen

injeksi:

1) Setiap pasien harus diinjeksi dengan benar dan hati-hati dan peralatan

yang telah digunakan harus dibuang. Syringe, needle atau peralatan

sejenisnya tidak bisa digunakan lagi

2) Batasi penggunaan jarum dan benda tajam lainnya semaksimal

(10)

3) Batasi pengeluaran darah dan tes laboratorium seperlunya untuk

evaluasi diagnostik dan perawatan pasien

4) Jika penggunaan benda tajam tidak dapat dihindari, pastikan

pencegahan berikut diamati:

4.1. Jangan ganti tutup jarum yang telah digunakan

4.2. Jangan mengarahkan ujung jarum yang digunakan pada bagian

tubuh

4.3. Jangan lepaskan syringe bekas dari jarum suntik sekali pakai

dengan tangan, dan jangan membengkokkan, ataupun

mematahkannya

4.4. Buang syringe, needle, pisau bedah dan benda tajam lainnya di

tempat atau wadah tahan tusukan

5) Pastikan bahwa wadah tahan tusukan untuk benda tajam ditempatkan

sedekat mungkin dengan daerah dimana objek digunakan untuk

membatasi jarak antara penggunaan dan pembuangan. Jika wadah

benda tajam jauh, jangan pernah membawa benda tajam di tangan,

tetapi menempatkannya dalam bengkok atau wadah yang serupa untuk

membawa ke wadah benda tajam

6) Pastikan bahwa wadah tahan tusukan aman dengan tutup yang kuat

dan rapat dan diganti ketika sudah penuh ¾

7) Pastikan wadah ditempatkan di daerah yang tidak mudah diakses oleh

(11)

2.1.6. Hygiene respirasi / Etika Batuk

National center for emerging and zoonotic infectious diseases

(2011), menjelaskan untuk mencegah penularan infeksi pernafasan di

rumah sakit, langkah-langkah pencegahan infeksi berikut ini

diimplementasikan untuk semua orang yang berpotensi terinfeksi. Hal ini

berlaku untuk semua orang (misalnya, pasien dan anggota keluarga yang

menemani, pengasuh, dan pengunjung) dengan tanda-tanda dan gejala

penyakit pernafasan, termasuk batuk, rhinorhhea, atau peningkatan

produksi sekresi pernafasan

1. Identifikasi orang dengan potensial infeksi pernafasan

1) Tenaga kesehatan harus tetap waspada untuk setiap orang dengan

gejala infeksi pernafasan

2) Tanda-tanda yang ditimbulkan di area resepsionis

menginstruksikan pasien dan orang yang menemani untuk:

3) Keluhan pasien dengan adanya infeksi pernafasan selama registrasi

4) Praktek kebersihan pernafasan dan etika batuk dan memakai

masker wajah yang diperlukan

2. Tersedianya persediaan

Persediaan berikut diberikan di ruang tunggu dan area tunggu

umum lainnya:

1) Maker, tisu, dan waah limbah no-touching untuk membuang tisu

(12)

3. Etika batuk

Terapkan etika kebersihan pernafasan/batuk, sebagai berikut:

1) Tutup mulut & hidung saat batuk/bersin dengan tisu

2) Buang tisu ke tempat sampah

3) Lakukan kebersihan tangan

4) Jika tisu tidak tersedia, bersinkan atau batukkan ke lengan bagian

dalam

2.1.7. Kebersihan Lingkungan

Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan

dengan melakukan pembersihan lingkungan, desinfeksi permukaan

lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh,

melakukan pemeliharaan peralatan medis dengan tepat, mempertahankan

mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik (Depkes RI,

2008)

Prinsip dasar manajemen lingkungan :

1) Pastikan lingkungan kerja Anda rapi dan ‘bebas kacau’ untuk

memastikan pembersihan yang efektif dapat dilakukan

2) Pastikan semua peralatan/wadah digunakan untuk membersihkan

lingkungan bersih sebelum digunakan

3) Deterjen netral cocok untuk membersihkan lingkungan secara rutin

(13)

4) Alkohol dan deterjen tisu tidak cocok untuk membersihkan permukaan

besar dan tidak harus digunakan untuk mebersihkan lingkungan secara

rutin

5) Chlorhexidine (misalnya Hibiscrub dan agen antiseptik tangan lain)

tidak boleh digunakan untuk membersihkan lingkungan

6) Segera bersihkan tumpahan darah atau bahan infeksius lainnya

menggunakan cairan desinfektan

7) Hindari penggunaan karpet dan furniture dari bahan kain yang

menyerap di daerah kerja, laboratorium dan daerah pemrosesan

instrument

2.1.8. Penatalaksanaan Linen

Kain kotor /linen dalam pengaturan kesehatan dapat menimbulkan

potensi sejumlah besar patogen mikroorganisme, oleh karena itu penting

bahwa tindakan ini dilakukan (Clinical Governance, 2013).

Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan

menggunakan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur.

Resiko terpajan atau mengalami ISPA akibat membawa linen yang sudah

digunakan relatif kecil. Namun demikian membawa linen yang sudah

digunakan harus dilakukan dengan hati-hati (Depkes RI, 2008).

WHO (2014) menjelaskan manajemen linen sebagai berikut:

1) Linen yang telah digunakan pasien bisa terkontaminasi dengan cairan

(14)

sebaiknya tenaga kesehatan menggunakan APD , seperti sarung tangan

karet dan apron.

2) Linen kotor harus ditempatkan pada tas anti bocor atau ember di lokasi

penggunaan dan permukaan wadah harus didesinfeksi (menggunakan

desinfektan yang efektif) sebelum dipindahkan dari ruang isolasi. Jika

ada kotoran padat seperti feses atau muntahan, bersihkan dengan

hati-hati dan siram ke dalam toilet sebelum linen ditempatkan di wadah.

Jika linen diangkut dari ruangan pasien harus dimasukkan ke dalam

wadah terpisah dan tidak boleh mengenai tubuh

3) Jika linen memiliki kotoran yang bisa menyebabkan penularan infeksi,

sebaiknya linen dibakar atau diproses oleh autoklaf, terutama jika

pembersihan aman dan desinfeksi tidak mungkin atau dapat diandalkan

4) Linen dimaksudkan untuk dicuci dan didekontaminasi, harus diangkut

langsung ke area cuci dalam wadah dan dicuci segera

5) Untuk pencucian suhu rendah, cuci kain dengan deterjen dan air, bilas

dan kemudian rendam dalam larutan klorin 0,05% selama kurang lebih

15 menit. Linen kemudian harus dikeringkan sesuai dengan standar

dan prosedur yang telah ditetapkan

6) Jika linen yang terkontaminasi harus dicuci menggunakan tangan,

karena mesin cuci tidak ada atau daya tidak terjamin, letakkan linen

kotor pada ember besar dan isi dengan air dan sabun. Rendam linen

dalam ember dan pastikan sudah benar-benar tertutup dengan rapat.

(15)

dengan klorin 0,05% dan rendam selama 15 menit. Keluarkan linen

dan kemudian bilas dengan air bersih.

2.1.9. Manajemen Limbah

Depkes RI (2008) menyebutkan limbah yang berasal dari rumah

sakit/sarana kesehatan dapat dibedakan menjadi:

1) Limbah rumah tangga, atau limbah non-medis, yaitu limbah yang tidak

kontak dengan darah atau cairan tubuh sehingga disebut sebagai resiko

rendah

2) Limbah medis, yaitu bagian dari sampah rumah sakit/sarana kesehatan

yang berasal dari bahan yang mengalami kontak dengan darah atau

cairan tubuh pasien dan dikategorikan sebagai limbah beresiko tinggi

dan bersifat menularkan penyakit. Limbah medis dapat berupa : limbah

klinis, dan limbah laboratorium.

3) Limbah berbahaya, adalah limbah kimia ynag mempunyai sifat

beracun. Limbah jenis ini meliputi produk pembersih, desinfektan,

obat-obatan sitoksik dan senyawa radio aktif.

Upaya penanganan limbah di pelayanan kesehatan meliputi

penanganan limbah cair dan limbah padat (sampah). Adapun teknik

penanganan sampah meliputi pemisahan, penanganan, penampungan

(16)

1. Pemisahan

Pemilahan dilakukan dengan menyediakan wadah yang sesuai

dengan jenis sampah medis. Wadah-wadah sampah tersebut biasanya

menggunakan kantong plastik berwarna.

1) Hitam, sampah yang tidak mengandung bahan menular, benda

tajam, dan produk medis, hanya untuk bahan non medis.

Pembuangan akhir adalah ke TPA.

2) Orange/Biru Muda

1. Orange, terdiri dari item yang terkontaminasi atau mungkin

terkontaminasi dengan darah dan/atau cairan tubuh.

2. Biru muda, untuk limbah untuk laboratorium /mikrobiologi.

3) Kuning, limbah yang sangat menular atau item dengan infeksi

tinggi atau yang terkontaminasi. Ini termasuk jaringan tubuh

manusia, alat kesehatan, dan kotak sampah benda tajam.

4) Merah, limbah kimia (Infection Control Team, 2015; Wigglesworh,

2014)

2. Penanganan

Penanganan sampah dari masing-masing sumber dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1) Wadah tidak boleh penuh atau luber. Bila wadah sudah terisi

¾

bagian maka segera dibawa ke tempat pembuangan akhir

2) Wadah berupa kantong plastik dapat diikat rapat pada saat akan

(17)

3) Pengumpulan sampah dari ruang perawatan atau pengobatan harus

tetap pada wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta

sampah) yang terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari

terjadinya kontaminasi disekitarnya dan mengurangi resiko

kecelakaan terhadap petugas, pasien, dan pengunjung

4) Petugas yang menangani harus selalu menggunakan sarung tangan

dan sepatu, serta harus mencuci tangan dengan sabun setiap selesai

mengambil sampah.

3. Penampungan sementara

Pewadahan sementara sangat diperlukan sebelum sampah

dibuang. Syarat yang harus dipenuhi wadah sementara yaitu :

1) Ditempatkan pada daerah ynag mudah dijangkau petugas, pasien

dan pengunjung

2) Harus bertutup dan kedap air serta tidak mudah bocor agar

terhindar dari jangkauan serangga, tikus, dan binatang lainnya

3) Hanya bersifat sementara dan tidak boleh lebih dari satu hari.

4. Pembuangan/Pemusnahan

Seluruh sampah yang dihasilkan pada akhirnya harus dilakukan

pembuangan atau pemusnahan. System pemusnahan yang dianjurkan

adalah dengan pembakaran. Pembakaran dengan suhu tinggi akan

(18)

2.1.10. Perawatan Peralatan Pasien

Perawatan peralatan yang digunakan pada pasien/klien bisa

terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekret, dan eksresi selama

pemberian perawatan dan harus dikelola dengan tepat untuk membatasi

resiko kontaminasi dengan mikroorganisme. Untuk keperluan pedoman

ini, peralatan perawatan harus item yang non invasif dan dapat digunakan

kembali misalnya stetoskop, infuse pumps, drip stands, dan termometer

(Clinical Govermance, 2013).

Perawatan perlatan pasien diklasifikasikan sebagai berikut (Infection

Control Team, 2015) :

1) Alat sekali pakai, yaitu peralatan yang digunakan sekali pada satu

pasien dan jika sudah digunakan segera dibuang. Jangan gunakan

kembali meskipun pasien yang sama

1.1. Needles dan syringes adalah alat sekali pakai. Tidak

diperbolehkan digunakan untuk lebih dari satu pasien atau

digunakan kembali untuk memasukkan obat

1.2. Jangan pernah memberi obat dari satu botol intravena untuk

beberapa pasien

2) Single patient use, yaitu peralatan yang dapat digunakan kembali pada

pasien yang sama

3) Reusable invasive equipment, yaitu peralatan sekali pakai yang

(19)

4) Reusable non-invasive equipment, yaitu peralatan yang bisa dipakai

lebih dari satu pasien namun harus selalu didesinfeksi sebelum

digunakan kembali, misalnya commode, dan patient transfer trolley

Perawatan peralatan pasien menurut Kemenkes RI (2012)

disebutkan, sebagai berikut:

1) Bersihkan dan sterilkan peralatan kritis sebelum digunakan

2) Bersihkan dan sterilkan peralatan semi kritis sebelum digunakan

3) Biarkan pembungkus alat mengering di sterilisator sebelum ditangani

untuk menghindari kontaminasi

4) Area pemrosesan intrumen meliputi area penerimaan, pembersihan dan

desinfeksi, persiapan dan pembungkusan, sterilisasi dan penyimpanan

5) Gunakan alat pembersih otomatis (Ultrasonic cleaner atau

washer-desinfector)

6) Pakai sarung tangan rumah tangga untuk membersihkan instrumen dan

prosedur desinfeksi

7) Pakai APD selama melakukan pembersihan peralatan

8) Gunakan system container atau pembungkus yang cocok dengan tipe

proses sterilisasi yang digunakan

9) Sebelum instrumen kritis dan semi kritis disterilisasi, periksa

kebersihan instrument, kemudian bungkus atau tempatkan insrumen

dalam kontainer yang tepat untuk mempertahankan kesterilan selama

Referensi

Dokumen terkait

NTOR PELAYANAN PAJAK PRATAM PANITIA PENGADAAN BARANG /. JALAN

kepala madrasah MTsN 1 Tulungagung, kepala madrasah menggerakkan kepada guru-guru untuk disiplin, memberikan contoh teladan pada bawahannya serta membimbing setiap aktivitas

Sony Kurniawan 091 BANYUWANGI... SHOHIBUL FARIZ

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) bentuk kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang meliputi kesalahan ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf;

Alat pengumpulan data adalah studi kepustakaan (library research). Seluruh data dianalisis secara kuantitatif. Hasil penelitian menerangkan bahwa Hibah KUR di Indonesia

dalam menjalankan sebuah usaha kuliner, dengan inovasi lahir sebuah produk baru yang berbeda dengan para pesaing yang nantinya menarik minat konsumen untuk..

ID dapat digunakan untuk mengidentifikasi XML dalam banyak cara yang sama seperti atribut ID pada HTML. Berikut ini contoh penulisan XML atribut

Pengaruh Strategi Inovasi Terhadap Minat beli Konsumen pada usaha Ritel (Studi Kasus pada Distro Kontjo Brothers Medan) Variabel Independen: Strategi Inovasi Variabel