Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Ruang Lingkup Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit: - Imunisasi
- Surveilans epidemiologi - TBC
- Malaria - Kusta - DBD
- Penanggulangan KLB - ISPA/Pnemonia - Filariasis - AFP - Diare
- Rabies/Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) - Kesehatan Matra (Haji dan P. Bencana) - Frambusia
- Leptospirosis - HIV/AIDS
- Penyakit tidak menular (DM, hipertensi, dll).
Definisi epidemiologi menurut WHO (1989) adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.
Pengertian Surveilans (WHO) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan aalisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tinakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
1. Menentukan data dasar/besarnya masalah kesehatan 2. Memantau atau mengetahui kecenderungan penyakit 3. Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa
4. Membuat rencana, pemantauan, penilaian atau evaluasi program kesehatan.
Subsistem surveilans epideiologi kesehatan: c. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular d. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
e. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku f. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan
g. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentan Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Jenis-jenis penyakit yang diamati di Puskesmas (STP):
10. Kolera 11. Diare
12. Diare Berdarah 13. Tifus perut klinis 14. TB Paru BTA + 15. TB Paru Klinis 16. Kusta PB 17. Kusta MB 18. Campak 19. Difteri 20. Batuk Rejan 21. Tetanus
23. Malaria Klinis 24. Malaria Vivax 25. Malaria Falsifarum 26. Malaria mix
27. Demam Berdarah Dengue 28. Demam Dengue
29. Pnemonia 30. Sifilis 31. Gonore 32. Frambusia 33. Filariasis 34. Influenza
Kejadian Luar Biasa (KLB) =
Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) = adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidmiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Kriteria Kerja KLB:
1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikkan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahun
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proposional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih periode yang sama dalam kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus: kolera, DBD/DSS:
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis) b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. 9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: keracunan makanan, keracunan pestisida.
Macam penyakit menular:
Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes, Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis dan Difteri).
Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak, Pertusis dan Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.
Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis, frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorum dan tifus abdominalis.
Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC, Sifilis, Gonore dan Filariasis.
Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk memastikan adanya penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai sifat-sifat penyebabnya dan faktor-fator yang mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasannya.
3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi / WC, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum dan lain-lain.
3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar / di luar rumah yang dapat menampung air hujan.
Plus tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk.
• Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid 2 – 3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosid untuk 100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di puskesmas atau di apotik.
• Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
• Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
• Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok • Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
• Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
ERADIKASI CAMPAK
Penyakit campak sering juga disebut penyakit morbili atau measles. Definisi kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk
makulo papular selama 3 hari atau lebih disertai panas badan 38 derajat C atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO).
potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.
WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
1.Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap : a.Tahap pengendalian campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi
penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
b.Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.
2. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi.
Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak. 3. Tahap Eradikasi.
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.
Surveilans campak dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam penanggulangan campak yang meliputi :
1. Kelompok umur kasus campak 2. Status imunisasi kasus campak
Kegunaan data surveilans campak bagi program imunisasi : 1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan imunisasi campak
2. Memberikan arahan bagi program imunisasi dalam menentukan kebijakan imunisasi campak dan perencanaan dimasa mendatang secara tepat sesuai dengan permasalahan yang ditemukan oleh surveilans.
Peran petugas kesehatan dalam surveilans campak: 1. Melakukan pengobatan
2. Mencatat dan melaporkan setiap kasus campak ke Puskesmas / Dinas Kesehatan setempat menggunakan form C1
3. Pastikan status imunisasi campak penderita telah tercatat.
4. Menanyakan pada keluarga penderita apakah ada penderita campak lain di wilayahnya
5. Jika terdapat kasus, keluarga disarankan untuk membawa penderita campak ke Puskesmas / pelayanan kesehatan setempat
Tatalaksana kasus campak:
1. Pengobatan simptomatik (atipiretik)
2. Pemberian antibiotik bila ada komplikasi, bila berat segera dirujuk ke RS 3. Pemberian vitamin A dosis tinggi (sesuai umur)
4. Perbaikan gizi
5. meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
Peran Puskesmas dalam Penanggulangan KLB Campak:
1. Setiap kasus campak yang datang ke Puskesmas, harus dicatat dalam formulir C1, laporkan setiap bulan ke Kabupaten.
mengelompokkan secara epidemiologis di wilayah puskesmas, lakukan penyelidikan KLB menggunakan formulir C1 dan C2.
Definisi Kasus Campak Konfirmasi:
1. Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positip atau kenaikan titer antibodi 4 kali) dan atau isolasi virus campak positip.
2. Kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi) dengan kasus konfirmasi, dalam periode waktu 1-2 minggu.
Definisi KLB campak 1. Tersangka KLB Campak
Adanya 5 atau lebih kasus tersangka campak dalam waktu 4 minggu
berturut-turut mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis satu sama lain.
2. KLB Campak Pasti
Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.
Tindakan Puskesmas bila terjadi tersangka KLB campak ? 1. Laporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota
2. Lacak penderita bersama Kab/Kota menggunakan formulir C1 dan C2 3. Ambil specimen darah penderita sesuai pedoman, segera kirim ke Dinkes Kabupaten / Kota
4. Analisa data, buat kesimpulan seperti tertera dalam peran Puskemas 5. Laporkan hasil penyelidikan KLB dan diskusikan dengan staf Puskesmas dan Kabupaten
6. Buat laporan lengkap KLB setelah tidak ada lagi kasus tambahan selama 2x masa inkubasi (2×2 minggu). Laporkan ke Dinas Kesehatan
Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah, maka kemungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi.
Pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB :
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 - 15 kasus baru pada setiap KLB.
Populasi rentan (susceptible) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung dengan rumus : Prc = Px - 0,85 ( Cix .Px ) - BS - AM
Prc = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (x) Px = Jumlah populasi bayi pada tahun (x)
Ci.x = % cakupan imunisasi tahun (x)
BS = Jumlah Bayi sakit campak selama periode thn x AM = Jurnlah Bayi meninggal selama periode tahun (x)
Cara pengambilan specimen darah pada tersangka KLB campak ?
1. Darah : ambil 3 – 5 ml darah vena pada tersangka penderita campak sebelum 28 hari setelah timbul rash, menggunakan syring 5 ml. Diamkan dalam suhu kamar selama 1 jam. Ambil serum,masukkan ke dalam tabung khusus. LAli masukkan ke dalam spesimen carier pada suhu 2 – 8 ° C.
2. Segera kirim ke propinsi atau laboratorium campak nasional
IMUNISASI
Tujuan kegiatan imunisasi:
1. Memberikan kekebalanpada bayi, anak dan ibu hamil dengan maksud menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari
PD3I.
3. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (insiden < 1 per 10.000 KH). 4. Tercapainya Eradikasi Poliomyelitis di seluruh Indonesia. 5. tercapainya reduksi Campak sebesar 90% dibandingkan sebelum program imunisasi dilakukan. Vaksin dibuat dari berbagai cara: Bibit penyakit yang dimatikan : bakteri pertusis Bibit penyakit yang dilemahkan: campak, polio, BCG Toksin yang diubah menjadi toksoid: TT dan DT Bioteknologi rekayasa genetika: Hepatitis B. Karakteristik vaksin: Jenis vaksin produksi PT. Bio Farma untuk program imunisasi saat ini adalah : • BCG (Basillus Calmette Guirene) dalam bentuk ampul berisi 20 dosis IP = 4 • Polio dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 8 • Campak dalam bentuk vial verisi 10 dosis/5 cc IP = 4 • TT (Tetanus Toxoid) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc) IP = 8 • DT (Difteri Tetanus) dalam bentuk 10 dosis/5 cc) IP = 20 • DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 6 • Hepatitis B dalam bentuk uniject berisi 1 dosis (0,5 cc) IP = 1 Sifat vaksin: 1. Vaksin yang rusak karena pembekuan: DPT, DT, TT, Hepatitis B 2.Vaksin yang tidak rusak karena pembekuan (boleh beku): BCG, Polio dan Campak. Kebijaksanaan penggunaan kembali vaksin yang telah dibuka adalah sebagai berikut : a. Vaksin DTP, DT, TT, Hep. B dan Polio dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka. b. Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG boleh digunakan hanya 3 jam setelah dilarutkan. c. Sisa vaksin dari lapangan seperti BCG, Campak, Polio, DTP, DT, TT dan Hep. B jangan disimpan dalam lemari es d. Sisa vaksin harus disimpan selama ± 1 bulan. Hal ini diperlukan untuk melacak bila terjadi kasus KIPI pada vaksin yang telah dipergunakan Uji mutu vaksin Mutu vaksin DPT yang baik: Bila didiamkan lama maka ada sedikit endapan pada dasarnya. Bila botol dimiringkan maka endapan mudah bergerak. Jika dikocok maka vaksin menjad berkabut. Kabut sangat halus dan tidak ada bintik-bintik. Kabut tersebut menjadi endapan lagi secara perlahan-lahan. Vaksin DPT dapat rusak kalau pernah beku. Untuk itu diperiksa dengan uji kocok. Uji kocok (shake test) vaksin DPT:
TIDAK PERNAH BEKU Saat ini = Rata dan keruh 15 menit = Tetap rata dan keruh
30 menit = Mulai jernih tapi tidak ada endapan
60 menit = Sebagian jernih dan dengan endapan keruh bila digoyang
WAKTU PERNAH BEKU
Saat ini = Ada gumpalan kecil, sedikit keruh 15 menit = Ada endapan pada dasar botol
30 menit = Sebagian tetap jernih, ada endapan tebal 60 menit = Endapan tebal bergerak bila botol digoyang
ANTIGEN INTERVAL PROTEKSI TT1 0 tahun
4 minggu TT2 3 tahun 6 bulan TT3 5 tahun 1 tahun TT4 10 tahun 1 tahun TT5 > 25 Tahun
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors) 2. Reaksi suntikan
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin) 4. Faktor kebetulan (koinsiden) 5. Penyebab tidak diketahui
Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulan
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai. 4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin