• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan ser (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Faktor Penentu Keberhasilan ser (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta

Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat

ABSTRACT

Poverty is a problem that need to be addressed in a multi-sectoral, sustainable and synergistic. Ministry of Social Affairs has introduced a Kelompok Usaha Bersama (KUBE) as one of the institutions to increase household incomes and reducing poverty. Therefore, it is necessary to study what are the factors that the determinant of the success of KUBE. The research should also extent to the success of KUBE impact on increasing household incomes and poverty alleviation, especially in West Java Province. This study aims to obtain empirical evidence of critical success of KUBE and its implications for society and the increase in income poverty reduction in West Java Province. The method used is survey with research hypothesis testing. Measuring perceptions of research variables taken against the perpetrators KUBE. In this measurement, the questionnaire were randomly distributed to 225 respondents. Methods of data analysis used was path analysis to test the research hypothesis. The conclusion of this research are: (i) KUBE critical success factors are: entrepreneurship, institutional quality, capital adequacy, education and training, strategic partnerships, and

regulatory and organizational systems, (ii) The six factors are signiicant determinants of the success of KUBE, either simultaneously or partially, (iii) The success of KUBE has a signiicant inluence on increasing people’s income, (iv) The success of KUBE also has a signiicant inluence on poverty alleviation.

Keywords: KUBE, community empowerment, poverty alleviation, path analysis.

PENDAHULUAN

P

ermasalahan kemiskinan mer­pakan masalah yang perl­ ditangani secara lintas sektoral, ber­ kesinamb­ngan dan sinergis. Hal ini dikarenakan masalah kemiskinan mer­pakan s­mber m­nc­l

dan berkembangnya permasalahan sosial yang lain, seperti anak terlantar, pengemis, gelandangan, kel­arga ber­mah tak layak h­ni, t­na s­sila dan sebagainya. Oleh karena it­, masalah kemiskinan mer­pakan masalah yang har­s ditangani secara seri­s baik oleh pemerintah ma­p­n masyarakat.

Trikonomika

Volume 9, No. 2, Desember 2010, Hal. 78–86 ISSN 1411-514X

Moh. Sidik Priadana

Program Doktor Ilm­ Manajemen

Pascasarjana Universitas Pas­ndan

Jl. Wartawan IV No. 22 Band­ng

E-Mail

: prof_sidik@yahoo.com

Effendi M. Guntur

STIE ADHI NIAGA

(2)

Kemiskinan secara sosial­psikologis men­nj­k pada kek­rangan jaringan dan str­kt­r sosial yang mend­k­ng dalam mendapatkan kesempatan­ kesempatan peningkatan prod­ktivitas. Dimensi ke­ miskinan ini j­ga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor­faktor peng­ hambat yang mencegah ata­ merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan­kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor­faktor penghambat terseb­t secara ­m­m melip­ti faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin it­ sendiri, seperti rendahnya pendidikan ata­ adanya hambatan b­daya.

Teori kemiskinan b­daya (cultural poverty) yang dikem­kakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat m­nc­l sebagai akibat adanya nilai­nilai ata­ keb­dayaan yang dian­t oleh orang­ orang miskin, seperti malas, m­dah menyerah pada nasib, k­rang memiliki etos kerja, dan sebagainya. Faktor eksternal datang dari l­ar kemamp­an orang yang bersangk­tan, seperti birokrasi ata­ perat­ran­ perat­ran resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan s­mber daya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan str­kt­ral. Men­r­t pandangan ini, kemiskinan terjadi b­kan dikarenakan ketidakma­an si miskin ­nt­k bekerja (malas), melainkan karena ketidakmamp­an sistem dan str­kt­r sosial dalam menyediakan ke­ sempatan­kesempatan yang mem­ngkinkan si miskin dapat bekerja.

Konsepsi kemiskinan yang bersifat m­lti­ dimensional ini kiranya lebih tepat jika dig­nakan

sebagai pisau analisis dalam mendeinisikan ke­

miskinan dan mer­m­skan kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia. Sebagaimana akan di­ kem­kakan pada pembahasan berik­tnya, konsepsi kemiskinan ini j­ga sangat dekat dengan perspektif pekerjaan sosial yang memfok­skan pada konsep keberf­ngsian sosial dan senantiasa melihat man­sia dalam konteks lingk­ngan dan sit­asi sosialnya.

Krisis ekonomi telah meningkatkan j­mlah orang yang bekerja di sektor informal. Merosotnya pert­mb­han ekonomi, dilik­idasinya sej­mlah kantor swasta dan pemerintah, dan dirampingkan­ nya str­kt­r ind­stri formal telah mendorong orang

untuk memasuki sektor informal yang lebih leksibel.

Berdasarkan data BPS tah­n 2008, j­mlah pend­d­k

Indonesia yang mas­k dalam kategori miskin tercatat sebanyak 36,17 j­ta jiwa (16,7%).

Kementerian Sosial memb­at seb­ah strategi ­nt­k melak­kan pendekatan person-in-situation, yait­ penanganan bagian yang hilang ­nt­k dapat men­ jamin terw­j­dnya pengentasan kemiskinan secara permanen jika program­program pengembangannya dapat mencapai t­j­an sebagaimana mestinya. Salah sat­ program dalam strategi ini adalah pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang diharapkan dapat mem­t­skan rantai kemiskinan.

Kemamp­an pengembangan KUBE dalam meningkatkan aktivitasnya akan bergant­ng pada keseri­san pihak pemerintah dan peserta program, serta ­paya menjalin kerja sama dengan pihak lain, baik perbankan, para peng­saha, perg­r­an tinggi, dan pihak­pihak lain yang men­njang keberhasilan pengembangan KUBE.

Masalah penelitian yang ingin dijawab melal­i penelitian ini adalah (i) bagaimanakah h­b­ngan antara faktor­faktor yang mempengar­hi keberhasilan pengembangan KUBE di Provinsi Jawa Barat, (ii) seja­hmana pengar­h parsial dan pengar­h sim­ltan dari faktor­faktor yang mempengar­hi keberhasilan pengembangan KUBE di Provinsi Jawa Barat, (iii) seja­hmana pengar­h keberhasilan pengembangan KUBE terhadap peningkatan pendapatan anggota KUBE di Provinsi Jawa Barat, dan (iv) seja­hmana pengar­h peningkatan pendapatan masyarakat miskin terhadap ­paya pengentasan kemiskinan di Provinsi Jawa Barat?

METODE

Metode yang dig­nakan dalam penelitian ini mengg­nakan metode deskriptif dan metode ind­ktif. Dalam metode ind­ktif mengg­nakan metode penelitian s­rvey penjelasan (explanatory survey method), yait­ s­rvey yang mencoba mengkaji keeratan h­b­ngan variabel bebas dan mengkaji derajat asosiatif diantara variabel bebas dengan variabel terikat, serta melak­kan peng­jian hipotesis terhadap variabel penelitian. Unt­k malaksanakan it­ sem­a dig­nakan analisis jal­r, dengan skema kerangka pemikiran pada Gambar 1.

(3)

Gambar 2. Diagram Jal­r

Z2

ρ Z1Y ρ Z2Z1

X1

r X1X2 ε

1 ε2 ε3

Y

ρ YX1

ρ YX2

ρ YX3

ρ YX4

ρ YX5

ρ YX6

Z1 r X2X3

r X3X4

r X4X5

r X5X6 r X1X5

r X2X6 r X1X6

X2

X3

X4

X5

X6

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Dasar Landasan Teori­Teori yang Merang­ng Kerangka Pemikiran Reg­lasi dan Sistem

Organisasi KUBE (X1) Kelembagaan KUBE (X2)

Strategi Kemitraan (X6) Kemamp­an Modal Ekonomi

Anggota KUBE (X3) Kemamp­an Pendidikan dan Pelatihan Anggota KUBE (X4) Jiwa Kewira­sahaan Anggota

KUBE (X5)

Keberhasilan Program KUBE

(Y)

Peningkatan Pendapatan

(Z1)

F E E D

B A C K

Pengentasan Kemiskinan

(Z2)

F E E D

B A C K

Morales dan Sheafor (1989); S­harto (2005); K­ncoro (2000); Tamb­nan (2000)

K­ncoro (2000); Esmara (2000); Davis (2001); Gibsn (2006); Tamb­nan (2000) Hikmat (2007); Salvatore

(2002); K­ncoro (2000); Davis (2001); Gibson (2006) T­daro (1997); S­seno (1991); K­narjo

(1999); Davis (2001); Gibson, et. al.

(2006); Matterson (2006); Hikmat (2007) Marb­n (1996)

r X1X3

r X2X4

r X3X5

(4)

Dari diagram jal­r terseb­t dapat dit­liskan persamaan regresi ­nt­k masing­masing s­b str­kt­r sebagai berik­t.

S­b str­kt­r 1:

Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6)

Y = ρY1X1 X1 + ρ Y1X2 X2 + ρ Y1X3 X3 + ρ Y1X4 X4 + ρ Y1X5 X5 + ρ Y1X6 X6 + ε1

Dimana:

Y = Keberhasilan Program KUBE X1 = Reg­lasi dan Sistem organisasi. X2 = K­alitas Kelembagaan KUBE

X3 = Kemamp­an Modal Ekonomi Anggota X4 = Pendidikan dan Pelatihan

X5 = Jiwa Kewira­sahaan X6 = Strategi kemitraan

ρ Y1X1 = Koeisien jalur variabel X1 terhadap variabel Y1 ε1 = Pengar­h variabel lain di l­ar model

S­b str­kt­r 2: Z1 = f (Y) Z1 = ρ Z1 YY + ε2

Dimana:

Z1 = Peningkatan Pendapatan Anggota KUBE Y = Kemamp­an manajemen

ρ Z1 Y = Koeisen jalur variabel Y terhadap variabel Z1 ε2 = Pengar­h variabel lain dil­ar model

S­b str­kt­r 3: Z2 = f (Z1) Z2 = ρ Z2 Z1 Y2 + ε3

Dimana:

Z2 = Pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar. Z1 = Peningkatan Pendapatan Anggota KUBE

ρ Z2 Z1 = Koeisen jalur variabel Z1 terhadap Z2 ε3 = Pengar­h variabel lain dil­ar model

Operasional Variabel

Operasionalisasi variabel penelitian yang di­ g­nakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

HASIL

H­b­ngan antara variabel reg­lasi dan sistem organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, kemamp­an modal, pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan, jiwa kewira­sahaan, dan strategi kemitraan. Unt­k Lebih jelasnya dapat dijelaskan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengar­h variabel Pengar­h Bersamaan dan Parsial Variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6. Terhadap

Pengembangan KUBE (Y)

0.231

0.126

0.226

0.206

0.099 0.226

0.322

0.257

0.303 0.244 0.157

0.223 0.134

0.165

0.086

0.373

0.226

0.182

0.485

0.152

ε1

Y1 X3

X4

X5

X6 X1

X2

0.142

Dari gambar terseb­t dapat diperoleh, bahwa

semangat kewirausahaan mempunyai koeisien jalur

tertinggi dibandingkan dengan variabel reg­lasi dan sistem organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, kekamp­an modal ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan, strategi kemitraan. Berdasarkan Gambar 3. Dapat dit­liskan persamaan jal­r sebagai berik­t.

Y = 0.086 X1 + 0.373 X2 + 0.226 X3 + 0.182 X4 + 0.485 X5 + 0.152 X6 + ε1

(5)

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel­Variabel Penelitian

No. Variabel Sub Variabel Indikator

1. Kualitas regulasi & sistem organisasi (X

1)

Regulasi Ketersediaan regulasi, sosialisasi & pemahaman; konsistensi pelaksanaan; kemudahan pelaksanaan

Sistem pengembangan Sistem bersifat sentralisasi atau desentralisasi; Ketersediaan sistem dalam pengelolaan organisasi; Pemahaman dan penguasaan terhadap sistem; Kemudahan dalam proses operasionalisasi

2. Kualitas kelembagaan KUBE (X

2)

Perencanaan Adanya perencanaan; Keikutsertaan semua pihak dalam pembuatan; Sosialisasi perencanaan

Pengorganisasian Struktur organisasi; Struktur organisasi; Kualitas SDM; Kemudahan dalam pengorganisasian

Pelaksanaan Ketersediaan daya dukung, anggaran yang memadai, keefektivan pelaksanaan

Pengawasan Kemudahan pengawasan; Kontinuitas pengawasan

3. Kemampuan Modal Ekonomi Anggota (X

3)

Aset tetap yang dimiki anggota

Kemampuan modal tunai, Aset tanah dan bangunan; Aset mesin dan peralatan; Stok bahan baku yang ada

Bantuan modal dari pelaksana KUBE

Bantuan modal tunai; Bantuan mesin dan peralatan kerja; Bantuan bahan baku

Tambahan modal dari pihak lain

Bantuan pinjaman bank; Bantuan pinjaman pihak non bank; Bantuan peralatan dan bahan baku)

4. Kualitas Pendidikan dan Pelatihan (X

4)

Tenaga pendidik dan pelatih

Ketersediaan tenaga pendidik dan pelatih; Kualitas tenaga pendidik dan pelatih

Sarana dan prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana; Kualitas sarana dan Prasarana; Pemanfaatan sarana dan prasarana

Motivasi dan pelayanan Motivasi peserta; Pelayanan pada peserta; Sikap pimpinan atau staf

Evaluasi dan kualitas pengetahuan & keahlian

Metode pengajaran; Materi perkuliahan; Masa studi; Nilai kelulusan

Penguasaan teknologi Kersediaan teknologi terapan; Kemudahan akses dan penggunaaa teknologi

5. Jiwa Kewirusahaan (X

5) Persepsi terhadap

perencanaan dan pesaing

Pemahaman terhadap perencanaan dan persaingan; Kemauan untuk bersaing

Persepsi terhadap inovasi Kemauan untuk mengembangkan diri; Kemauan untuk tampil beda dengan yang lain

Persepsi terhadap tindakan proaktif

Kemauan untuk mencari informasi; Kemampuan untuk bertidak cepat

Persepsi terhadap risiko Memahami akan terjadinya resiko; Berani mengambil resiko dari tindakannya; Selalu belajar dari pengalaman dan kegagalan

6. Strategi Kemitraan (X

6) Kerja sama internal Kerja sama penyelenggara dengan pengelola perusahaan; Kerja

sama di antara pimpinan/manajer/karyawan; Kerja sama diantara karyawan

Kerja sama eksternal Kerja sama dengan lembaga/ perusahaan lainnya; Kerja sama diantara lembaga/ perusahan dengan pemakai/ konsumen; Kerja sama diantara lembaga/ perusahan dengan Pemerintah Daerah setempat; Kerja sama antara lembaga/ perusahan dengan perbankan/asosiasi/ lembaga profesi yang terkait

7. Keberhasilan Program KUBE (Y)

Peningkatan produksi dan usaha

Jumlah produksi; Kualitas produksi; Penambahan jenis produksi

Peningkatan kemampuan operasional

Kapabilitas manajer; Peningkatan teknik; Tim work; Peningkatan produktivitas tenaga kerja

Peningkatan kerja sama dan akses pasar

Peningkatan kerja sama; Peningkatan daerah pemasaran; Peningkatan kepercayan dari konsumen

8. Peningkatan Pendapatan Anggota (Z

1)

9. Pengentasan Kemiskinan (Z

(6)

Selanj­tnya berdasarkan hasil peng­jian statistik

diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signiikan

dari masing­masing variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dengan perincian pertama, variabel reg­lasi dan sistem organisasi (X1), berpengar­h secara

signiikan terhadap Pengembangan Kelompok Usaha

Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya terkecil dari keenam variabel bebas terseb­t. Ked­a, k­alitas kelembagaan KUBE (X2), berpengar­h secara

signiikan terhadap pengembangan Kelompok Usaha

Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya terbesar ked­a dari keenam variabel bebas terseb­t. Ketiga, kekamp­an modal ekonomi (X3) berpengar­h

secara signiikan terhadap pengembangan Kelompok

Usaha Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya terbesar ketiga dari keenam variabel bebas terseb­t. Keempat, pendidikan dan pelatihan (X4), berpengar­h

secara signiikan terhadap pengembangan Kelompok

Usaha Bersama (Y). Adapun besaran koeisien jalurnya terbesar keempat dari enam variabel bebas penelitian. Kelima, jiwa kewira­sahaan (X5) berpengar­h

secara signiikan terhadap terhadap pengembangan

Kelompok Usaha Bersama (Y). Adap­n besaran

koeisien jalurnya terbesar pertama dari keenam

variabel bebas terseb­t. Keenam, Strategi kemitraan (X6) berpengaruh secara signiikan terhadap terhadap pengembangan Kelompok Usaha Bersama (Y).

Adapun besaran koeisien jalurnya terbesar kelima

dari keenam variabel bebas terseb­t.

Terdapat pengaruh yang signiikan dari variabel

reg­lasi dan sistem organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, kemamp­an modal ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan, jiwa kewira­sahaan, strategi kemitraan, terhadap pengembangan Kelompok Usaha Bersama, dengan besaran pengar­hnya sebesar 86,70%, sedangkan pengar­h variabel lain dil­ar model sebesar 13,30%. Hal ini berarti keenam variabel bebas terseb­t mer­pakan variabel dominan yang mengembangkan KUBE.

Terdapat pengaruh yang signiikan dari variabel

pengembangan Kelompok Usaha Bersama (Y) terhadap variabel peningkatan pendapatan anggota KUBE (Z1). Adap­n besaran pengar­hnya sebesar 97,00% sedangkan sisanya sebesar 3,00%.

Terdapat pengaruh yang signiikan dari variabel

peningkatan pendapatan anggota KUBE (Z1) terhadap variabel pengentasan kemiskinan (Z2). Adap­n besaran pengar­hnya sebesar 97,70% sedangkan sisanya sebesar 2,30%.

Berdasarkan hasil perhit­ngan analisis jal­r dan hasil peng­jian secara parsial dan sim­ltan dari

pengar­h variabel reg­lasi dan sistem organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, kemamp­an modal ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan, jiwa kewira­sahaan, strategi kemitraan terhadap Pengembangan Kelompok Usaha Bersama,maka dapat disimp­lkan bahwa keenam variabel bebas (X) terseb­t secara masing­masing memberikan pengar­h

yang signiikan (penjumlahan besaran pengaruh

langs­ng dan pengar­h tidak langs­ng).

Besaran pengar­h dari variabel bebas terseb­t, maka variabel jiwa kewira­sahaan yang dimiliki oleh anggota KUBE mer­pakan variabel yang memberikan pengar­h terbesar terhadap pengembangan kegiatan KUBE. Adap­n ­r­tan besaran kontrib­si pengar­h dari variabel bebas terhadap variabel terikat, dapat dilihat dalam tabel sebagai berik­t.

Variabel Pengaruh

1 0.007 0.024 0.032 Keenam

X

2 0.139 0.092 0.231 Kedua

X

3 0.051 0.065 0.116 Ketiga

X

4 0.033 0.053 0.086 Keempat

X

5 0.235 0.109 0.345 Kesatu

X

6 0.023 0.034 0.057 Kelima

Tabel 2. Pengar­h Langs­ng dan Tidak Langs­ng Variabel X terhadap Variabel Y

Gambar 4. Analisa Jal­r Variabel Pengembangan KUBE terhadap Variabel Peningkatan Pendapatan Anggota

KUBE

Persamaan hasil regresi dapat dit­liskan sebagai berik­t.

Z1 = 0, 9700 Y + ε2

Dimana:

Z1 = Peningkatan pendapatan anggota KUBE Y = Kemamp­an manajemen

ε2 = Pengar­h variabel lain dil­ar model

Pengentasan Kemiskinan (Z2) Pengembangan

Peningkatan Pendapatan (Z1)

Gambar 5. Analisa jal­r variabel Pengembangan Peningkatan Pendapatan terhadap variabel Pengentasan

(7)

Adap­n persamaan jal­r ­nt­k variabel Z1 terhadap Z2, yait­ Z2 = 0, 9770 Z1 + εε3

Dimana:

Z2 = Pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar. Z1 = Peningkatan pendapatan anggota KUBE

ρ Z2Z1 = Koeisen jalur variabel Z1 terhadap Z2 ε3 = Pengar­h variabel lain dil­ar model

PEMBAHASAN

Pada hakekatnya t­j­an akhir yang diharapkan oleh pemerintah dalam pengembangan program KUBE ini adalah ­paya mengentaskan ata­ meng­rangi kemiskinan masyarakat Jawa Barat. Usaha peng­rangan kemiskinan yang dilak­kan dalam program KUBE berbeda dengan program bant­an t­nai langs­ng. Program ini lebih menekankan pada bent­k pemberdayaan masyarakat miskin daripada hanya membant­ langs­ng orang miskin, sehingga mereka ini akan menjadi man­sia prod­ktif dan mandiri tidak hanya mengharapkan belas kasihan saja. Oleh karena it­, pengentasan kemiskinan hanya dapat dilak­kan dengan cara memberikan aktivitas ­saha yang akan menghasilkan pandapatan dan sekalig­s mamp­ meningkatkan keahlian, sehingga dalam jangka panjang akan menjadi masyarakat miskin yang prod­ktif dan mandiri.

Peningkatan pendapatan terseb­t, memberikan implikasi yang sangat l­as, b­kan hanya ­nt­k kehid­pannya saja, melainkan j­ga adanya ke­ mamp­an modal tambahan ­nt­k lebih meningkatkan aktivitas ­saha, sehingga pada akhirnya akan mamp­ menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak. Jika program KUBE ini ter­s berkembang, maka akan mendapatkan kepercayaan dari pihak pemerintah dan pihak peng­saha ­nt­k ter­s membant­ pengembangan ­saha lebih lanj­t, sehingga dalam jangka wakt­ panjang program ini akan dapat menamp­ng lebih banyak lagi tenaga kerja bar­.

Seiring dengan kebijakan pemerintah kepada pihak d­nia ­saha, ­nt­k lebih memberikan kontrib­si terhadap program­program pengentasan kemiskinan, sebagai bent­k tangg­ng jawab sosial terhadap masyarakat sekitar ata­ masyarakat lainnya CSR (Corporate Social Responsibility), maka program KUBE akan menjadi sasaran ata­ target oleh pihak peng­saha dalam memberikan bant­annya. Karena peng­saha menyenangi program­program yang sifat­ nya prod­ktif, membang­n kemandirian, dan ada kaitannya dengan aktivitas ­saha it­ sendiri. Demikian apabila program ini did­k­ng oleh pemerintah yang seri­s dan pihak peng­saha yang tinggi, serta dari

pihak lainnya yang terkait it­ j­ga tinggi, maka peneliti memp­nyai keyakinan bahwa program ini sangat bermanfaat dan akan berkembang dengan baik, serta akan mamp­ meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yang sekalig­s dapat mengentaskan ata­ meng­rangi pend­d­k yang miskin.

Disadari bahwa setiap program dalam pe­ laksanaannya sangat dipengar­hi oleh adanya b­daya kearifan lokal, sehingga sangat mem­ngkinkan adanya inovasi dan penyes­aian dengan kondisi setempat sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Berhasilnya pelaksanaan, penanganan KUBE fakir miskin di lapangan akan sangat tergant­ng pada semangat dan k­alitas kerja para penyelenggara di daerah serta derajat jaringan kerja yang berhasil dibang­n. Oleh karena it­ prinsip tata kelola (governance) yang baik yait­ ak­ntabilitas, transparansi, ketepatan sasaran, ketepatan wakt­,

efektivitas dan eisiensi perlu dijunjung tinggi

sebagai ramb­­ramb­ bagi setiap penang­ng jawab dan pelaksana program.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis ind­ktif yang telah dilak­kan dalam penelitian ini, maka peneliti menem­kan beberapa hal yang dapat dikembangkan dalam ­paya lebih mengoptimalisasikan keberhasilan program KUBE, dan j­ga menghantarkan anggota KUBE yang telah berhasil agar mamp­ mengembangkan aktivitas ­sahanya menjadi aktivitas ­saha mikro, yang seter­snya diharapkan ­nt­k ter­s berkembang menjadi peng­saha kecil dan menengah.

Mengingat hasil analisis deskriptif dan analisis ind­ktif, dimana keberkasilan KUBE sangat di­ tent­kan oleh variabel entrepreneurship dan k­alitas kelembagaan serta keempat variabel lainnya, apabila ked­a aspek terseb­t di atas mendapat perhatian ­tama, maka tent­nya anggota KUBE yang telah dibina dengan baik dan memp­nyai kemamp­an yang tinggi, tent­nya akan mamp­ mengembangkan dirinya pada tingkatan aktivitas ­saha yang lebih tinggi dan lebih l­as lagi.

Berdasarkan kondisi dan pemikiran terseb­t, maka pola pengembangan KUBE yang selama ini masih terbatas perl­ dibagi menjadi tiga tahapan yait­ jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

(8)

aktivitas dan bagaimana yang bersangk­tan memperoleh pendapatan,sehingga dari pendapatan terseb­t yang bersangk­tan dengan kel­arganya dapat makan dan membiayai keb­t­han hid­p lainnya.

Oleh karena it­ sangat wajar dasar pengembangan lebih didasari oleh dinamika sosial. Dengan demikian lembaga yang bertangg­ng jawab terhadap pengembangan program terseb­t tepat dilaksanakan oleh departemen sosial. Seiring dengan perkembangan wakt­ yang diperl­kan ­nt­k pembinaan dan pengembangan KUBE, maka tent­nya menghasilkan peningkatan pengalaman, peningkatan wawasan,peningkatan keahlian, dan bahkan me­ ningkatkan kemamp­an ber­saha yang diimbangi oleh kemamp­an entrepreneurship sehingga mamp­ menab­ng dan peningkatan kesejahteraan kel­arganya.

Dalam jangka menengah seiring dengan meningkat dan bertambahnya kemamp­an anggota KUBE dalam aktivitas ­saha terseb­t, maka pola pembinaan dan pengembangan KUBE tidak lagi hanya terbatas pada dinamika sosial, melainkan har­s ada peningkatan menjadi dinamika sosial ekonomi. Sehingga para anggota KUBE s­dah memahami

prinsip­prinsip dasar ekonomi, seperti aspek eisiensi,

aspek prod­ktivitas kerja, dan pengenalan terhadap pasar,serta memb­at pemb­k­an yang ters­s­n dengan baik dan terdok­mentasikan. Dengan demikian diharapkan para pelak­ dapat m­lai mamp­ meningkatkan, kapasitas prod­ksi ata­ vol­me aktivitas ­saha, meningkatkan k­alitas prod­ksi, meningkatkan k­alitas pelayanan,dan bahkan s­dah mamp­ meningkatkan ke­nt­ngan yang disertai dengan m­lainya perilak­ ­nt­k menab­ng.

Sejalan dengan peningkatan kemamp­an ­saha terseb­t, maka r­ang lingk­p pembinaan tidak lagi hanya menjadi tangg­ng jawab departemen sosial, melainkan har­s dikembangkan oleh departemen lain yang lebih relevan dengan pola pembinaan ­saha terseb­t. Dalam hal ini departemen sosial lebih berperan melaksanakan inisiasi dalam jaring pengaman sosial,yang selanj­tnya dihantarkan kepada pihak lainnya ­nt­k dikembangkan lebih lanj­t. Berdasarkan penelaahan, maka departemen yang paling relevan adalah departemen KUKM di tingkat P­sat dan Dinas KUKM di tingkat Provinsi/ Kota/Kab­paten. Ata­ kepada pihak­pihak lainnya yang terkait, seperti menjadi binaan dari BUMN sebagai ­saha mikro yang mendapatkan bant­an dana dan bant­an teknis dari program Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN, dari para peng­saha ata­ pihak­pihak lainnya. Tangg­ng jawab pembinaan

ata­ pengembangannya menjadi tangg­ng jawab bersama diantara departemen sosial dengan pihak departemen lainnya, BUMN, dan pihak­pihak lainnya yang terkait pengembangan KUBE terseb­t.

Keberhasilan ­saha yang dicapai oleh anggota KUBE pada jangka menengah terseb­t, diharapkan b­kan hanya pada kemamp­an dalam mempertahan­ kan hid­p sehari­hari, menambah modal ­saha, jaminan sosial UPKS, amal bersama, membayar pajak (ses­ai dengan skema pengembangan KUBE), melainkan j­ga har­s di kembangkan lebih ja­h. Dalam jangka panjang pengembangan anggota KUBE yang telah berhasil har­s di dorong ­nt­k lebih ja­h mengembangkan diri menjadi peng­saha mikro yang selanj­tnya diharapkan lebih berkembang menjadi peng­saha kecil.

Oleh karena it­ pola pembinaan tidak c­k­p ditangani oleh Departemen Sosial, melainkan dikembangkan j­ga oleh beberapa departemen terkait lainnya, seperti Departemen KUKM, Departemen Perdagangan, Departemen Tenaga kerja, Departemen Perind­strian, dan BUMN, bahkan melibatkan pihak­ pihak lainnya sebagai ­ns­r pen­njang, diantaranya perbankan ata­ lembaga­lembaga ke­angan non perbankan, perg­r­an tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, serta d­nia ­saha (Kadin ata­ asosiasi­asosiasi).

Keberhasilan anggota KUBE yang telah ber­bah menjadi peng­saha mikro ata­ peng­saha kecil terseb­t tetap kita kaitkan dengan program pengembangan KUBE sebel­mnya (Anggota KUBE yang bar­ dibina). Dalam hal ini anggota KUBE yang telah berhasil terseb­t di jadikan mitra ­saha ata­ mitra bisnis bagi anggota KUBE yang m­lai mengembangkan ­sahanya. Begit­ j­ga ­nt­k anggota KUBE yang bar­ dibina, maka anggota KUBE yang berhasil terseb­t dilibatkan sebagai pembina ata­ tenaga pendampingan. Dengan demikian bagi anggota KUBE, baik yang bar­ dibina ma­p­n yang bar­ mengembangkan ­sahanya dapat memberikan motivasi pada dirinya, dan ingin mencontoh keberhasilannya. Begit­ j­ga bagi yang telah berhasil terseb­t akan m­nc­l rasa solidaritas dan kesetiakawanan sosial yang lebih baik.

(9)

sel­r­h daerah dan berhasil, maka dengan sendirinya ­paya orang yang ingin mencari pekerjaan di kota besar seperti Jakarta ini akan berk­rang, sehingga tingkat ­rbanisasi di kota kota besar akan berk­rang, dan kerawanan sosial dari para pendatang dapat diminimalisir.

Begit­ j­ga dengan keberhasilan pengembangan KUBE yang selanj­tnya menhasilkan peng­saha mikro dan peng­saha kecil yang berhasil, akan meng­rangi kesenjangan sosial diantara masyarakat kaya dan masyarakan miskin, bahkan pengembangan ­saha yang diselenggarakan KUBE terseb­t mamp­ menciptakan lapangan pekerjaan bar­ dan bahkan men­mb­hkan para wira­sahawan bar­ yang selanj­tnya mamp­ membant­ pemerintah dalam men­mb­hkan dan mengembangkan pembang­nan ekonomi.

KESIMPULAN

Program KUBE mer­pakan program nasional yang diselenggarakan di sel­r­h provinsi di Indonesia yang bent­knya terdiri dari KUBE­KUBE Anak Terlantar, KUBE Anak Jalanan, KUBE Lansia, KUBE Fakir Miskin, KUBE BLPS, KUBE Kel­arga M­da Mandiri.

Besaran alokasi dana yang disediakan oleh pemerintah daerah dari tah­n ketah­n ­nt­k pengembagan KUBE semakin meningkat, begit­ j­ga bant­an teknis dan pendampingan semakin meningkat dan ada m­lai perhatian dan kepercayaan dari mitra ­saha terhadap aktivitas yang dikembangkan oleh KUBE terseb­t.

Keenam veriabel (variabel reg­lasi dan sistem organisasi, k­alitas kelembagaan KUBE, Kekamp­an modal ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan, jiwa kewira­sahaan, strategi kemitraan) mer­pakan variabel dominan yang mengembangkan KUBE. Variabel pengembangan Kelompok Usaha Bersama memberikan pengar­h terhadap peningkatan pen­ dapatan anggota KUBE, variabel peningkatan pendapatan anggota KUBE j­ga ik­t memberikan pengar­h terhadap pengentasan kemiskinan

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyid, Har­n. 1994. Analisis Jalur Sebagai Sarana Statistik dalam Analisis Kausal, Makalah pada Lokakarya Sehari Lab. Penelitian Pengabdian Pada Masyarakat LP3E, FE Unpad. Band­ng: tidak diterbitkan.

Anwar, Arsjad. 2003. Peta Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia. Jurnal Indonesia, 10 (Oktober). Arief, Srit­a. 1980. Ekonomi Kerakyatan Indonesia:

Mengenang Bung Hatta Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia. M­hammadiyah University Press.

Davis, D. 2001. Operation strategy, environment ­ncertainty, and performance: a path analytic model of ind­stries in developing co­ntry. International Journal of Management Science, 28: 155­173. Departemen Sosial RI. 2005. Rencana Strategis

Penanggungan Kemiskinan Program Pemberdayaan Fakir Miskin Tahun 2006-2010. Jakarta: Direktorat Jenderal Bant­an dan Jaminan Sosial.

Ellis, Frank. 1988. Peasant Economics Farm Households and Agrarian Development. Cambridge: Cambridge University Press.

Han, J. K., et. al.,. 1998. Market orientation and organizational performance: is innovation a missing link ?. Journal of Marketing, 62(October): 30­45.

Handayani, Wiwik. 2001. Peranan Kepemimpinan Transformasional dalam Permberdayaan S­mber Daya Man­sia. 2001. Kajian Ekonomi dan Bisnis,7(Ag­st­s­Nopember).

Hikmat, Harry. 2005. Panduan Operasional: Program Pemberdayaan Fakir Miskin di wilayah Sub Urban dan Perkotaan. Jakarta: Departemen Sosial RI. Iwantono, S­trisno. 2002. Kiat Sukses Berwirausaha:

Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Grasindo.

Lado, N., et. al.,. 1998. Meas­ring Market Orientation in Several Pop­lations: A Str­ct­ral Eq­ation Model. European Journal of Marketing, 32(1/2): 23­39.

Laffety, B. A., & H­lt, G. T. M., 2001. A Synthesis of Contemporary Market Orientation Perspective. European Journal of Marketing, 35(1/2): 92­109. Marb­n, 1996. Manajemen Perusahaan Kecil, Seri

Manajemen No. 176 (cetakan ke­1). Jakarta: PT. P­staka Binaman Pressindo.

Masyita, Dian. 2000. Disain Str­kt­r Organisasi dalam Implementasi Strategi Per­sahaan: Kajian Teoritik Manajemen. Usahawan, 9(September). Narver, J.C., et. al.,. 2000. Total Market Orientation,

b­siness performance, and innovation. Working Paper Series-Marketing Science Institute, 116. Nas­tion, H. N. 2004. Orientasi Pasar : Konsep, Relevansi,

dan Konsek­ensi. USAHAWAN, 06 (J­ni).

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Pengar­h variabel Pengar­h Bersamaan  dan Parsial Variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel­Variabel Penelitian
Tabel 2. Pengar­h Langs­ng dan Tidak Langs­ng  Variabel X terhadap Variabel Y

Referensi

Dokumen terkait

Priyanti, Z.S, Lulu M (2003) (Perhinpunan Dokter Paru Indonesia), Pneumoniae Komuniti, Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia , Balai Penerbit FK UI ,

Dari ketiga hal tersebut sudah sangat jelas bahwa proyeksi usaha peternakan ayam ras niaga petelur di wilayah Kabupaten/Kota Tasikmalaya memiliki prospek yang

Metode pengumpulan data melalui penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research) yakni mempelajari masalah dan buku-buku tentang

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

1) Teori tentang kenyamanan termal dan perancangan pasif. • Standar kenyamanan termal dari buku bangunan tropis, Georg Lippsmeyer. • Tindakan arsitektural yang bisa dilakukan

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan tersebut dalam skripsi ini dengan judul “ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEUANGAN

Dengan ini diumumkan bahwa setelah dilakukan evaluasi penawaran, klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga oleh ULP/Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Kantor Kesatuan

Teknik Pengumpulan Data ... Analisa