• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tatalaksana Rehabilitasi Medik pada Penderita Osteoarthritis Genu doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan " Tatalaksana Rehabilitasi Medik pada Penderita Osteoarthritis Genu doc"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat, bersifat kronis, yang berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. OA merupakan penyakit degeneratif dan progresif yang mengenai 2/3 orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5% pada wanita. Seiring bertambahnya jumlah kelahiran yang mencapai usia per-tengahan dan obesitas serta peningkatannya dalam populasi masyarakat osteoarthritis akan berdampak lebih buruk di kemudian hari. OA bersifat kronik progresif, dan berdampak sosial ekonomik yang besar di negara maju dan di negara berkembang.

Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang irregular pada permukaan persendian. Nyeri menjadi gejala utama terbesar pada sendi yang mengalami OA. Rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri dapat diringankan dengan istirahat. Trauma dan obesitas dapat meningkatkan risiko OA, namun baik penyebab maupun pengobatannya belum sepenuhnya diketahui. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada pasien sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari dan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang berat. Sebanyak 2 juta orang diperkirakan menderita cacat akibat OA.

(2)

tubuh manusia. Penyebab dari OA genu dapat disebabkan oleh penyebab primer (idiopatik) dan sekunder. Di Indonesia prevalensi OA lutut (genue) yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Prevalensi osteoarthritis usia 49-60 tahun di Malang mencapai 21,7%, yang terdiri dari 6,2% laki-laki dan 15,5% perempuan.1 Tatalaksana OA

secara umum mencakup pada tatalaksana farmakologis menggunakan obat-obatan serta non farmakologis, seperti pengobatan dalam hal rehabilitasi medik. Akibat semakin meningkatnya insidensi OA di Indonesia, maka sangat penting untuk membahas tentang tatalaksana rehabilitasi dari penderita OA genu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

(3)

progresif, sehingga OA lutut (genu) merupakan insidensi OA terbanyak terutama pada orang-orang dengan usia lanjut. 2

2. Epidemiologi

The National Arthritis Data Workgroup (NADW) memperkirakan penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun ke atas. Data tahun 2007 hingga 2009 prevalensi naik sekitar 1 dari 5 atau 50 juta jiwa yang didiagnosis dokter menderita OA. NADW memperkirakan 13 juta populasi di Amerika yang berusia 26 tahun keatas memiliki gejala OA pada tangan, OA pada lutut (genu) diperkirakan sebanyak 9,3 juta (4,9%) dan OA pada panggul sebanyak 6,7%.3

Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414% dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut (genu) yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun. Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2007 dan 2010, berturut-turut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297 kasus) reumatik pada tahun 2007, dengan 69% diantaranya adalah wanita dan kebanyakan merupakan OA lutut (87%). Data dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73% diantaranya adalah penderita OA, dengan demikian OA akan semakin banyak ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari.3

3. Etiologi

(4)

a. Umur, semakin tua usia maka semakin menurun kualitas kartilago persendian yang berfungsi sebagai bantalan penahan tekanan.

b. Gangguan mekanik, yang berupa trauma langsung atau tidak langsung yang akan mengakibatkan rusaknya kartilago persendian

c. Kecacatan genu valgus atau genu varus, yang mengakibatkan kerusakan pada kartilago persendian

d. Infeksi

e. Sindrom metabolik, berkaitan dengan penurunan fungsi mitokondria yang akan menghasilkan energi yang akan digunakan oleh inti sel sehingga DNA tidak bisa menyelenggarakan proses metabolisme tubuh

f. Obesitas, akan menambah beban sendi penopang berat badan yang dapat menyebabkan OA

g. Penyakit endokrin, seperti pada hipotiroidisme akan terjadi produksi air dan garam-garam proteoglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong, sehingga akan merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendon, synovial dan kulit yang akan menyebabkan produksi proteoglikan menurun dan menyebabkan OA

h. Penyakit sendi lain, seperti akibat timbulnya penyakit sendi lainnya seperti artritis karena infeksi akut atau karena infeksi kronis (tuberkulosis).4

4. Patogenesis

(5)

kerusakan kondrosit, dan nyeri. Jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, humoral, genetik, obesitas, stress mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, dan defek anatomik.5

Gambar 1. Skema OA

(6)

Tulang rawan (kartilago) sendi dibentuk oleh sel kondrosit dan matriks ekstraseluler, yang terutama terdiri dari air (65%-80%), proteoglikan, dan jaringan kolagen. Kondrosit berfungsi mensintesis jaringan lunak kolagen tipe II untuk penguat sendi dan proteoglikan untuk membuat jaringan tersebut elastis, serta memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah sehingga proses perbaikan pada kartilago berbeda dengan jaringan-jaringan lain. Di kartilago, tahap perbaikannya sangat terbatas mengingat kurangnya vaskularisasi dan respon inflamasi sebelumnya.5

Secara umum, kartilago akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru untuk memperbaiki diri akibat jejas mekanis maupun kimiawi. Namun dalam hal ini, kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Akibatnya, terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik kartilago, sehingga kartilago sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.5

(7)

enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMP dan inhibitor aktivator plasminogen. Tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMP) yang umumnya berfungsi menghambat MMP tidak dapat bekerja optimal karena di dalam rongga sendi ini cenderung bersifat asam oleh karena stromelysin (pH 5,5), sementara TIMP baru dapat bekerja optimal pada pH 7,5.5

Agrekanase akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMT-4) dan agrekanase 2 (ADAMT-11). Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan.5

Pada OA, mediator-mediator inflamasi ikut berperan dalam progresifitas penyakit. Selain pelepasan enzim-enzim degradasi, faktor-faktor pro inflamasi juga terinduksi dan dilepaskan ke dalam rongga sendi, seperti Nitric Oxide (NO), IL-1β, dan TNF-α. Sitokin-sitokin ini menginduksi kondrosit untuk memproduksi protease, kemokin, dan eikosanoid seperti prostaglandin dan leukotrien dengan cara menempel pada reseptor di permukaan kondrosit dan menyebabkan transkripsi gen MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Akibatnya sintesis matriks terhambat dan apoptosis sel meningkat.5

(8)

subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.5

Gambar 2. Patogenesis OA 5. Faktor Resiko

Secara umum, faktor risiko penyebab terjadinya OA lutut (genu) dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor predisposisi dan faktor biomekanik. Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami OA lutut, sedangkan faktor biomekanik ditinjau dari pembebanan oleh pergerakan tubuh yang menyebabkan terjadinya OA.6

Faktor predisposisi diantaranya 1. Faktor demografi

(9)

b. Jenis kelamin, laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan

2. Faktor genetik, berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan

3. Faktor gaya hidup, merokok dapat meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Hal ini dikarenakan merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi, dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan, dapat meningkatkan kandungan CO dalam darah dan menyebabkan jaringan kekurangan O2 yang dapat menghambat pembentukan

tulang rawan. 4. Faktor metabolik

a. Obesitas, merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan.

(10)

kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi menunjukkan bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada penderita osteoporosis.

c. Penyakit Lain. OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi, dengan catatan pasien tidak mengalami obesitas.

d. Histerektomi. Prevalensi OA lutut pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim.

e. Menisektomi. Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi. Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting bagi OA lutut. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa hal berikut ini : o Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan

berlebih pada tulang rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA lutut.

o Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan mungkin menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar daripada mereka yang tidak melakukan menisektomi.6

(11)

1. Riwayat trauma lutut, Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut.

2. Kelainan Anatomis. Faktor risiko timbulnya OA lutut antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg–Calve–Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.

3. Pekerjaan Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut.

4. Aktivitas fisik Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg–50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg–50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA lutut.7

6. Diagnosis

(12)

terasa nyeri, oleh karena rawan sendi adalah aneural. Nyeri timbul dari mikrofaktur tulang subkhonral dan iflamasi pada membran sinovium. Struktur artikuler yang sensitif terhadap nyeri adalah kapsul sendi, bantalan lemak sendi dan tulang subkhondral, sedangkan dari struktur ekstra artikuler adalah ligamen, tendon, dan bursa. Pada tahap lanjut, pada umumnya nyeri disebabkan oleh karena fibrosis kapsuler, kontraktur sendi dan kelelahan otot.8,9,10

Kekakuan sendi, sering timbul pagi hari dan keluhan dapat hilang dalam 15 menit. Kekakuan dapat berubah permanen, yang diduga disebabkan oleh karena terjadinya kerusakan permukaan sendi dan fibrosis kapsul. Edema persendian dapat berasal dari efusi cairan sinovial serta dapat disertai eritema ringan. Pemeriksaan penunjang rutin yang dilakukan untuk evaluasi OA lutut adalah pemeriksaan rontgen konvensional. Gambaran khas pada OA lutut adalah adanya osteofit dan penyempitan celah sendi.8,10

Pada stadium awal, sendi terasa kaku dan nyeri setelah lama tidak bergerak, seperti setelah bangun tidur atau duduk dalam waktu lama. Sendi lutut terasa sakit bila digunakan beraktifitas, seperti berjalan dalam waktu lama, naik turun tangga atau berjongkok. Sering terdengar bunyi krek-krek saat sendi lutut digerakkan. Juga dapat terjadi timbunan cairan sendi yang berlebihan hingga sendi membengkok. Pada stadium lanjut, rasa sakit tidak hanya dirasakan pada saat beraktifitas, namun juga pada saat beristirahat. Lutut menjadi kaku dan bengkok seperti huruf O atau X.

(13)

1. Stadium 1, celah sendi mulai menyempit dan tulang rawan sendi mulai kasar 2. Stadium 2, celah sendi semakin menyempit dan permukaan tulang rawan

kasar berserabut

3. Stadium 3, celah sendi semakin menyempit, khususnya sisi dalam lutut dan

permukaan tulang rawan kasar serta menipis

4. Stadium 4, celah sendi menghilang, tulang paha dan tulang kering saling

menempel serta lapisan tulang rawan menipis dan hilang di beberapa bagian

Gambar 3. Stadium Osteoartritis

Pada klasifikasi ACR secara klinis atau radiologis, presentasi dari OA genu meliputi satu dari tiga kriteria dengan adanya osteofit pada pemeriksaan X-ray:

1. Usia >50 tahun.

2. Kekakuan sendi di pagi hari < 30 menit. 3. Krepitus pada pergerakan lutut.11

Pada klasifikasi ACR berdasarkan gejala klinis dan gambaran radiologis, presentasi dari nyeri lutut dapat diklasifikasi 5 dari 9 kriteria pada OA yaitu: 1. Usia >50 tahun.

2. Kekakuan sendi di pagi hari < 30 menit. 3. Krepitus pada pergerakan sendi.

(14)

Kriteria ACR 2016 untuk Diagnosis Awal OA genu:

Kriteria awal :

 Nyeri lutut dan / atau nyeri tekan lutut  Tidak adanya kriteria eksklusi

 Onset terjadi antara usia 40 sampai 50 tahun  Onset terjadi saat usia < 50 tahun

 Knee bony enlargement

 Pada pemeriksaan X-ray atau MRI terdapat osteophyte

a. Bila terdapat 3 poin dari 10 dengan paling sedikit 1 poin dari Langkah II beserta semua kriteria masuk, diagnosis OA lutut dapat ditegakan.

b. Kriteria eksklusi termasuk: 1) Sinovitis lutut sedang sampai signifikan, 2) Keutuhan panas atau merah, 3) Temuan riwayat dan/atau pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gangguan internal pada lutut.

c. Nyeri lutut yang diawali atau meningkat dengan aktivitas/latihan lutut dan selesai atau menurun dengan istirahat lutut.

d. Cairan bening dengan viskositas normal disertai dengan jumlah WBC kurang dari 2000 / mm3 dengan kurang dari 25% PMN.

e. Osteofit di lutut pada X-Ray dapat diabaikan.11

Pedoman praktis dalam diagnosis OA lutut:

a. Step I : Anamnesis dan pemeriksaan fisik dari dokter spesialis. b. Step II : Foto X-Ray lutut (genu)

a. II A : Foto AP dan lateral X-Ray.

(15)

Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren dan Lawrence menyusun gradasi OA lutut menjadi:

1. Grade 0 : tidak ada OA

2. Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan

3. Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak deformitas tulang.

4. Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah sendi.

5. Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah sendi.12

Pemeriksaan Fisik OA Genu

Pemeriksaan yang dilakukan: 1,11

1) Pemeriksaan pada sendi lutut untuk menilai adanya tanda-tanda osteoartritis

Gambar 4. Pemeriksaan Lokalis pada Sendi Lutut

a. Tes fluktuasi mendeteksi cardinal sign inflamasi pada lutut

b. Palpasi pada garis lateral sendi pada pasien dengan osteoartritis lutut

(16)
(17)

Efusi minimal dapat dinilai dengan tes Brush, stroke atau wipe. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menempatkan satu tangan dengan jari di sisi distal lateral tungkai danmedial dari patella, kemudian tangan yang lainnya menekan dari arah atas (dari sisi proksimal lateral) ke arah distal. Pada efusi minimal dapat dirasakan gelombang cairan yang bergerak dari jari telunjuk ke ibu jari.

Gambar 6. Tes Brush, stroke atau wipe

(18)

Gambar 7. Tes Dancing Patella

(a) Pasien posisi supinasi; (b) Pasien posisi berdiri

Diagnosa Radiologi

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran

radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya

kista, dan sklerosis subkondral. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan foto polos.

Gambaran yang khas pada foto polos adalah : 11

1) Densitas tulang normal atau meninggi;

2) Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya tulang rawan sendi; 3) Sklerosis tulang subkondral;

(19)

Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoartritis lutut. (a) Foto anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda panah);

(b) Menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi pada kartilago dan subkondral (tanda panah terbuka); (c) Foto lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah); (d) Ditemukan kista subkondral (tanda panah)

7. Tatalaksana

Penatalaksanaan OA lutut terdiri dari terapi farmakologik dan non

farmakologik.

1. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologik dapat bebrupa analgesic baik dari golongan non steroid

(NSAID) maupun golongan steroid, dapat diberikan oral maupun injeksi

intraartikular. Suplemen glukosamin sulfat dan kondroitin sulfat sebagai bahan

dasar tulang rawan sendi juga sering digunakan sebagai terapi OA. Mekanisme

(20)

metabolisme kartilago sendi dan mempunyai efek anti inflamasi. Injeksi

intraartikular dengan asam hyaluronat sebagai viscosuplement dikatakan juga

dapat memperbaiki kekentalan dan elastisitas cairan sinovial, efek anti inflamasi

dan anti nosiseptif, menghambat degradasi enzim kartilago sendi, spons mekanik

(absorbsi mediator inflamasi), umpan balik positif untuk sintesis asam hyaluronat

endogen, dan merangsang sintesis matriks tulang sendi.13,14 Berdasarkan ACR

terapi farmakologi sebagai berikut:15

Rekomendasi untuk pasien dengan OA Genu sebaiknya menggunakan salah satu di bawah ini secara kondisional:

Terapi Farmakologi yang rekomendasi untuk pasien dengan OA Genu sebaiknya tidak menggunakan salah satu di bawah ini secara kondisional :

1. Kondrotin sulfat

modalitas, latihan, dan pemberian alat bantu/ortesa. Terapi modalitas bisa berupa

terapi panas (Short wave diathermy, micro wave diathermy, ultrasound

(21)

Terapi Non-farmakologi yang Sangat Direkomendasikan ACR 1. Latihan kardiovaskular (aerobik)

2. Mengikuti latihan aquatik

3. Menurunkan berat badan (untuk orang yang overweight) Terapi Non-farmakologi yang disarankan secara kondisional oleh ACR

1. Program self-management

2. Mendapat terapi mandiri dengan disertai terapi yang terawasi 3. Mendapatkan intervensi psikososial

4. Menggunakan pelindung lutut bagian medial (taping)

5. Menggunakan pengganjal dibagian lateral jika penderita menderita OA pada kompartemen medial

6. Menggunakan pengganjal dibagian medial jika penderita menderita OA pada kompartemen lateral

7. Diinstruksikan untuk menggunakan agen termal 8. Mendapatkan alat bantu jalan yang dibutuhkan 9. Mengikuti latihan tai-chi

10. Diterapi dengan akupuntur tradisional cina

11. Diinstruksikan dalam menggunakan stimulasi elektrik transkutaneus  Latihan aerobik

Latihan aerobik penting untuk penderita OA lutut karena pada penderita OA

lutut sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya

aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain meningkatkan kapasitas aerobik,

kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat badan. Selain itu latihan

aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen, serta memperbaiki

gejala depresi dan kecemasan.10,13

Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang dikeluhkan

pasien bertambah berat, intensitas latihan harus dikurangi atau bentuk latihan

dirubah. Alas kaki yang baik sangat penting dan latihan lebih baik dilakukan di

permukaan yang lunak. Untuk dapat meningkatkan kapasitas aerobik heart rate

(22)

20-aerobik yang baik, tapi menyebabkan jointloading yang maksimal pada hip dan

lutut sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut dan hip.13

Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi saat

pedal sepeda berada di bawah.18 Tingkat beban diatur bertahap mulai dari minimal

sampai sedang.Latihan dilakukan 5 menit dengan beban ringan selama 2 hari,

kemudian beban dinaikkan dan waktu ditambah 5 menit. Setiap peningkatan level

dilatih selama 3 hari sampai waktu latihan 20-30 menit.18

 Latihan aquatik

Latihan aerobik bisa dilakukan di darat dan di air (aquaterapi).Bentuk latihan

aerobik yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan

senam aerobik di kolam. Berenang dan latihan di kolam menimbulkan stress sendi

yang lebih ringan dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion

latihan aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang terdiri dari latihan

ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan.13

 Agen termal dan terapi listrik

Pemakaian terapi panas bertujuan mengurangi nyeri, mengurangi spasme

otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon. Kompres

dingin pada sendi OA akan menghambat aktivitas kolagenase di dalam sinovium.

Kompres dingin juga mengurangi spasme otot. Terapi listrik TENS

(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) digunakan untuk mengurangi nyeri

melalui kerjanya menaikkan ambang rangsang nyeri. Terapi laser pada dekade

terakhir ini mulai populer digunakan pada OA untuk mengurangi nyeri.13,14,19

(23)

a. Latihan Fleksibilitas (ROM)

Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi resiko cedera, dan memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk pasien OA, latihan fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan lunak. Latihan fleksibilitas sering dilakukan selama periode pemanasan atau tergabung dalam laithan ketahanan atau aktivitas aerobik.16

Gambar 9. Streching otot Hamstring dan Quadriceps

(a) Hamstring stretch; (b) Quadriceps strecth

(24)

otot, setidaknnya tiga kali seminggu. Apabila sudah terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otat secara bertahap. Latihan harus melibatkan kelompok otot dan tendon utama pada ekstremitas atas dan bawah.16

Gambar 10. Latihan ROM lutut

(a) Knee bending; (b) Knee straightening

b. Latihan Kekuatan

(25)

Gambar 11. Latihan kekuatan otot-otot penyangga sendi lutut

(a) Quadriceps strengthening; (b) Hamstring straightening; (c) Calf straightening

Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik memberikan tekanan ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoartritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan stais (static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakana yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan. Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonik).16

(26)

pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi pasien.16

Pasien diinstruksikan untuk bernafas selama masing-masing kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik. Latihan dilakukan 2 kali sehari pada periode peradangan akut. Selanjutnya jumlah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi 5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang harus diperhatikan adalah adanya resiko peningkatan tekanan darah bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik.16

Kontraksi isotonik digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan kekuatan isotonik memperlihatkan efek positif pada metabolism energi, kerja insulin, kepadatan tulang dan status fungsional pada orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut meupun instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoartritis.16

c. Latihan Fungsional

Pasien OA lutut sering mengalami gangguan aktivitas seperti naik turun

tangga, duduk dan bangkit dari kursi atau toilet, atau mengambil benda dari lantai.

Perlu dilakukan latihan yang bertujuan mengatasi gangguan fungsional khusus

yang dialami pasien. Latihan ini berupa latihan penguatan dengan modifikasi

aktivitas sehari-hari. Contohnya adalah:

a. Latihan step-up dan step down (latihan naik turun tangga)

b. Wall slides dan mini squat sampai 90˚ atau sebatas toleransi: bertujuan melatih aktivitas duduk dan berdiri dari duduk dengan bantuan lengan, serta

menentukan perlu tidaknya adaptasi tinggi kursi untuk fungsi yang lebih

(27)

Partial lunge, bertujuan melatih mekanika tubuh yang efektif untuk

mengambil benda di lantai dengan konsentrasi pada kontrol otot trunk saat

melakukan gerakan. Pasien diajarkan untuk mengkontraksikan otot abdomen

untuk menstabilkan pelvis saat melakukan gerakan lunge.16

Latihan keseimbangan dan proprioseptif, dimulai bila pasien mempunyai

kemampuan kontrol yang baik, misalnya dengan berjalan sepanjang garis sempit,

latihan dengan bola Swiss, atau latihan keseimbangan dengan wobble board.16,21

Latihan Tai Chi juga efektif untuk memperbaiki keseimbangan pada penderita

OA.17 Menurut deLisa belum ada metode paling baik untuk mengoptimalkan

keseimbangan pada penderita OA, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa

latihan penguatan dan latihan aerobik dengan berjalan memperbaiki stabilitas

postural penderita OA.21

Latihan ambulasi : penggunaan alat bantu jalan dikurangi ketika kekutan

otot quadrisep membaik (MMT 4/5) atau nyeri berkurang. Latihan ambulasi

dilakukan pada permukaan yang bervariasi, naik turun ramp, pertama dengan

bantuan kemudian mandiri.

3. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan dilakikan pada kasus stadium lanjut atau stadium 3 dan 4 dengan indikasi utama untuk mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh arthritis. Tujuan total pembedahan atau Total Knee Replacement adalah untuk membebaskan sendi dari asa nyeri, untuk mengembalikan rentang gerak (ROM), untuk mengembalikan fungsi normal bagi seorang pasien dan untuk membangun kembali aktivitas sehari-hari (ADL), dengan modifikasi yang tetap menjaga ROM pasien.3

(28)

a. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.

b. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)

4. Edukasi dan Home Excercise Program

Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting bagi

penderita OA.Edukasi yang diberikan terutama tentang penyakit OA, prinsip

perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program latihan di

rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman dilakukan di rumah

berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan latihan enduran/daya

tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk mengurangi berat

badannya.16

Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan menghindari

gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu posisi

dalam waktu yang lama, menghindari overuse, mengontrol berat badan,

mengurangi beban pada sendi yang nyeri, menyeimbangkan aktivitas dan

istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi yang paling

kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik.10,17

Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi

pasien OA lutut. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah

merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan dengan perbaikan

(29)

Pada pasien OA genu dengan disertai obesitas atau nyeri akut, tidak

disarankan untuk melakukan excersice. Pada pasien yang obesitas, semakin

banyak pasien bergerak maka beban yang ditumpu oleh genu semakin berat dan

malah menyebabkan keparahan pada penderita OA. Sedangkan pada pasien nyeri

akut, tidak disarankan untuk melakukan excersice karena pasien akan semakin

kesakitan. Selain itu, pada pasien dengan OA tidak disarankan untuk melakukan

kegiatan yang bertumpu pada lutut, seperti naik-turun tangga, beraktivitas

jongkok (disarankan penggunaan kloset duduk), membawa beban yang berat.

8. Komplikasi

Penderita OA lutut, apabila tidak diberikan pertolongan yang cepat maka pada sendi tersebut dapat terjadi gangguan antara lain :

1. Gangguan pada waktu berjalan karena adanya pembengkakan akibat peradangan

2. Terjadi kekakuan pada sendi lutut karena peradangan yang berlangsung lama sehingga struktur sendi akan mengalami perlengketan,

3. Terjadi atrofi otot karena adanya nyeri

(30)

BAB III

PENUTUP

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang mengenai

kartilago sendi yang sangat sering terjadi. Terjadinya penyakit ini dipengaruhi

oleh genetik, usia, metabolisme, dan gerakan-gerakan pada sendi. OA pada lutut

sering terjadi karena lutut merupakan sendi penyangga berat tubuh yang utama.

Impairmen yang sering timbul pada OA antara lain nyeri yang sering

muncul karena stress mekanik atau aktivitas di lutut yang berlebihan, nyeri waktu

istirahat pada OA stadium lanjut, stiffness sendi, keterbatasan luas gerak sendi,

kelemahan otot (terutama otot quadrisep), gangguan proprioseptif dan

keseimbangan, serta gangguan aktivitas sehari-hari. Jika tidak diatasi bisa timbul

disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA.

Latihan merupakan bagian penting dalam manajemen pasien dengan OA

lutut. Tujuan program latihan pada pasien OA adalah mengurangi impairmen dan

memperbaiki fungsi, melindungi sendi dari kerusakan lebih lanjut, serta mencegah

disabilitas dan menurunnya kesehatan yang terjadi sekunder karena inaktivitas

dengan meningkatkan level aktifitas fisik sehari-hari dan memperbaiki daya tahan

(31)

Penelitian menunjukkan bahwa latihan pada OA relatif aman tetapi harus disusun

secara individual dengan mempertimbangkan usia, faktor komorbid, dan mobilitas

pasien secara umum. Cochrane Database of Systematic Review dan Philadelpia

Panel Evidence-Based Clinical Practice Guidelines menyimpulkan bahwa latihan

penguatan. peregangan, latihan aerobik dan latihan fungsional terbukti

mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi fisik pada penderita OA.17 Latihan juga

dapat meningkatkan fleksibilitas, memperbaiki aliran darah dan kerja jantung,

menjaga/menurunkan berat badan, memperbaiki mood, dan meningkatkan daya

tahan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pratiwi AI. Diagnosis and treatment osteoarthritis. Faculty of Medicine, University of Lampung. 2015;4(4):10-17

(32)

3. PAPDI. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoartritis. 2014

4. Ismail A. Evaluasi kualitas hidup penderita osteoartritis di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. 2013

5. Rice DA, McNair, Lewis PJ. Mechanisms of Quadriceps muscle weakness in knee joint osteoarthritis: The effects of prolonged vibration on torque and muscle activation in osteosrthritic and healthy control subjects. Arthritis research & therapy. 2011

6. Maharani, Pratiwi E. Faktor-faktor resiko osteoarthritis lutut. Tesis, program studi magister epidemiologi program pascasarjana Universitas Diponegoro. 2007

7. Goodman, Fuller K. Patholofy implications for the physical therapy. Saunders. 2009

8. Reni HM. Rehabilitasi nyeri pada sendi degeneratif. SMF/bagian ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi RSU dr. Soetomo/FK UNAIR. Surabaya, PKB Rehabilitasi Medik. 2005

9. Brandt KD, Doherty M, Lohmander LS. Osteoarthritis. Oxford university press. New York. 2003

10. Moskowitz RW, Altman RD. Osteoarthritis diagnosis and medical/surgical management. Lippincot Williams-Wilkins.2007

11. Salehi I, Abari. 2016 ACR Revised criteria for early diagnosis of knee osteoarthritis. Aperito.2016;3(1):1-5

12. Elyas E. Pendekatan terapi fisik pada osteoartritis. Pertemuan ilmiah tahunan PERDOSRI. 2002

13. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoarthritis. Proffessional communications Inc. Caddo. 2000

(33)

15. Hochberg MC, Altman RD, April KT, Benkhalti M, Guyatt G, McGowan J, et al. American College of Rheumatology 2012 Recommendations for the use of nonpharmacologic and pharmacologic therapie in osteoarthritis of the hand, hip and knee. American College of Rheumatology. 2012;64(4):465-474

16. Rachmah LA. Peran latihan fisik dalam manajemen terpadu osteoartritis. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta; 2011

17. Angela BMT. Rehabilitasi medik pada osteoarthritis. Cermin dunia kedokteran. 1995

18. Kisner C, Cosby LA. Therapeutic excercise foundation and technique. Davis company, Philadelpia.2007

19. Angela BMT. Rehabilitasi medik pada osteoarthritis. Cermin dunia kedokteran. 1995

20. Erstad S. Patellar tracking disorders: Excercises (Online). Available from www.Cigna.com

21. O’Toole FW. Excersise in the treatment of musculoskeletal disease. Blackwell Publishing.2005

Gambar

Gambar 1. Skema OA
Gambar 2. Patogenesis OA
Gambar 3. Stadium Osteoartritis
Gambar 4. Pemeriksaan Lokalis pada Sendi Lutut
+7

Referensi

Dokumen terkait