• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi dengan menggunakan pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, pembau, pengecap, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat melalui indra penglihatan dan indra pendengaran. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam mendasari terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Menurut pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih tahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Rogers (1974) adalah sebagai berikut:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui tentang stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest (merasa tertarik), merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun dari penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku seseorang tidak selalu melalui tahap-tahap yang disebut diatas. Apabila proses adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang postif, maka perilaku baru tersebut akan bersifat lebih tahan lama (long lasting).

(2)

Sebaliknya, apabila perilaku baru tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku baru tesebut tidak akan berlangsung lama. Contohnya ibu-ibu yang baru melahirkan dihimbau oleh petugas kesehatan atau pemerintah untuk menjalani program ASI eksklusif, tetapi jika ibu-ibu tersebut tidak mengetahui makna dan tujuan dari program ASI eksklusif maka ibu-ibu tersebut tidak akan mau menjalani program ASI eksklusif setelah beberapa saat himbauan tersebut diterima.

Tingkat Pengetahuan di dalam domain kognitif, terbagi atas 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu adalah suatu proses mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk kedalam pengetahuan pada tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang pernah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain: mendefinisikan, menyatakan, menyebutkan, menguraikan, dan sebagainya. Contoh: Dapat menyebutkan manfaat pemberian ASI eksklusif.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah memahami suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa bayi harus mendapatkan ASI eksklusif.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi di sini diartikan sebagai suatu proses penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penitian, dapat menggunakan

(3)

prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah demam berdarah disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau memberikan ASI eksklusif, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat yang disebut di atas.

(4)

2.2. Wanita Usia Produktif 2.2.1. Definisi

Menurut BKKBN (2011), wanita usia produktif (wanita usia subur) adalah wanita yang berumur 15-49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun janda.

2.3. Definisi ASI Eksklusif

Menurut WHO (2012), ASI eksklusif adalah bahwa bayi pada umur 0-6 bulan hanya menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi vitamin, suplemen mineral atau obat.

2.4. Stadium ASI 2.4.1. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dengan viskositas yang kental berwarna kekuning-kuningan. Kolostrum mengandung antibodi dan sel-sel yang berperan dalam sistem imun, yang kemudian akan menuju ke aliran darah bayi melewati saluran pencernaan bayi yang belum sempurna dan membantu proses pengeluaran mekonium (feses bayi selama di kandungan) (Wardlaw, Hampl & Disilvestro, 2004).

Kolostrum dihasilkan selama 5 hari pertama pascapartus serta lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI matur. Protein utama pada ASI matur berbeda dengan protein utama pada kolostrum. Protein utama pada kolostrum adalah globulin (gamma globulin) (Nelson, Behrman, Kliegman & Arvin, 1996).

2.4.2. Air Susu Masa Peralihan (ASI Transisi)

Air susu masa peralihan (ASI transisi) merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai ASI matur. ASI transisi dihasilkan oleh kelenjar mamae selama 6-10 hari pascapartus. Selama masa peralihan dari kolostrum ke ASI matur kadar

(5)

protein akan menurun sedangkan kadar lemak dan karbohidrat akan meningkat (Nelson, Behrman, Kliegman & Arvin, 1996).

2.4.3. ASI Matur

ASI matur merupakan ASI yang dikeluarkan oleh kelenjar payudara setelah 15 hari sampai 15 bulan pascapartum (Nelson, Behrman, Kliegman & Arvin, 1996). Selain itu, ASI matur memiliki kadar lemak yang tinggi dalam bentuk linoleic acid dan kolesterol, dimana diperlukan untuk perkembangan otak (Wardlaw, Hampl & Disilvestro, 2004). ASI matur terdiri dari dua jenis, yaitu foremilk dan hindmilk.

Foremilk (susu awal) adalah ASI yang diproduksi pada awal proses menyusui dan terdapat di sepanjang duktus yang menghubungkan sel yang memproduksi susu dengan nipple (puting susu). Foremilk selalu tersedia untuk diberikan kepada bayi. Selain itu, foremilk juga mengandung banyak protein, berkadar air tinggi, namun kadar lemaknya rendah, dan mengandung lebih sedikit kalori daripada hindmilk. Jumlah air yang banyak dalam foremilk mampu memenuhi kebutuhan air bayi (Brown, 1998). Sedangkan hindmilk (susu akhir) adalah ASI yang diproduksi pada akhir proses menyusui. Hindmilk disimpan di dalam sel yang memproduksi susu. Tidak seperti foremilk, hindmilk tidak selalu tersedia secara otomatis untuk diberikan kepada bayi. Karena pelepasan hindmilk dirangsang oleh oksitosin. Jumlah lemak yang tinggi dalam hindmilk akan memberikan banyak energi pada bayi, dan menimbulkan rasa kenyang yang lebih lama (Brown, 1998).

2.5. Komposisi Gizi dalam ASI Matur 2.5.1. Protein

Asi mengandung whey protein dan casein. Whey protein adalah protein yang mudah diserap oleh usus bayi. Casein adalah protein yang sukar dicerna oleh usus bayi. Rasio whey – casein yang tinggi pada ASI membantu pencernaan bayi untuk menghasilkan hasil pencernaan yang lebih lembut dan mengurangi waktu pengosongan gaster bayi. Rasio whey : casein pada ASI adalah 40 : 60,

(6)

sedangkan pada susu sapi dan susu formula adalah 80 : 20 dan 82 : 18. Meskipun kedua susu tersebut sama-sama mengandung whey portein yang baik untuk pencernaan, tetapi whey protein pada ASI terdiri dari alpha-lactalbumin yang membantu sintesa laktosa, sedangkan pada susu sapi terdiri dari beta-lactoglobulin. Selain alpha-lactalbumin ASI juga mengandung 4 unsur penting yaitu serum albumin, lisozim, laktoferin, dan immunoglobulin (Sulistyawati, 2009).

2.5.2. Lemak

Lemak ASI terdiri dari trigliserid (98-99%) yang dengan enzim lipase akan terurai menjadi trigliserol dan asam lemak. Enzim lipase tidak hanya terdapat di dalam saluran pencernaan bayi tetapi terdapat juga di dalam ASI. Lemak ASI lebih mudah dicerna karena sudah dalam bentuk emulsi. Salah satu keunggulan lemak ASI adalah kandungan asam lemak essensial, docosahexaenoic acid (DHA) dan arachnoid acid (AA) yang berperan penting dalam pertumbuhan otak sejak trimester 1 kehamilan yang berperan sampai 1 tahun usia anak. Konsentrasi lemak meningkat dari 2,0 g/100ml pada kolostrum menjadi sekitar 4-4,5 g/ 100ml pada 14 hari pascapartus. Kadar lemak juga bervariasi pada saat baru menyusui (fore milk) menjadi 2-3 kali lebih tinggi pada akhir menyusui (hind milk) (Sulistyawati, 2009).

2.5.3. Vitamin

a. Vitamin yang larut dalam lemak.

Vitamin A merupakan salah satu vitamin penting yang tinggi kadarnya di dalam kolostrum dan menurun kadarnya pada ASI matur. Vitamin A sekitar 200 IU/dl terdapat didalam ASI. Sedangkan konsentrasi vitamin D dan K sedikit di dalam ASI. Untuk negara tropis yang terdapat cukup sinar matahari, vitamin D tidak menjadi masalah. Vitamin K juga akan terbentuk oleh bakteri di dalam usus bayi beberapa waktu kemudian.

(7)

b. Vitamin yang larut dalam air.

Vitamin C, asam nicotinic, B12, B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B6 (piridoksin) sangat dipengaruhi kadarnya oleh makanan ibu, namun untuk ibu yang dengan status gizi normal, tidak perlu diberi suplemen (Sulistyawati, 2009).

2.5.4. Zat Besi

Meskipun kandungan zat besi (0,5- 1,0 mg/liter) dalam ASI sedikit, tetapi bayi yang menyusui jarang terkena anemia. Bayi lahir dengan cadangan zat besi dan zat besi dari ASI lebih mudah diserap (>70%) oleh bayi dibandingkan dengan zat besi dari susu sapi (30%) dan zat besi dari susu formula (10%) (Sulistyawati, 2009).

2.5.5. Zat Anti Infeksi

ASI mengandung anti infeksi terhadap berbagai macam penyakit, seperti penyakit diare, penyakit saluran cerna, dan penyakit saluran pernapasan atas. ASI mengandung enzim, Immunoglobulin, dan leukosit. Leukosit meskipun sedikit tetap dapat memberikan efek protektif yang signifikan terhadap bayi. Immunoglobulin merupakan protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai respon terhadap adanya imunogen atau antigen (zat yang menstimulasi tubuh untuk memproduksi antibodi). Ada 5 jenis immunoglobulin: IgA, IgM, IgE, IgD, dan IgG. Dari kelimanya, secrtory IgA (sIgA) disekresi oleh makrofag (disintesa dan disimpan dalam payudara), yang berperan dalam fungsi antibodi ASI. Bayi baru lahir mempunyai cadangan IgA yang sedikit dan oleh sebab itu bayi baru lahir sangat memerlukan tambahan proteksi sIgA dalam ASI terhadap penyakit infeksi (Sulistyawati, 2009).

2.5.6. Laktoferin

Laktoferin terdapat banyak dalam ASI (1-6 mg/ml), tapi tidak terdapat dalam susu sapi. Laktoferin bekerja sama dengan IgA untuk menyerap zat besi dari pencernaan sehingga menyebabkan terganggunya pertumbuhan organisme

(8)

patogenik seperti Eschericia Coli (E.Coli) dan Candida Albicans yang membutuhkan zat besi. Jadi, pemberian suplemen zat besi kepada bayi menyusui harus lebih dipertimbangkan (Sulistyawati, 2009).

2.5.7. Faktor Bifidus

Faktor bifidus (methyl-N-acetyl D-glucosamine) adalah faktor spesifik yang merangsang pertumbuhan Lactobacillus bifidus. Faktor bifidus hanya terdapat di dalam ASI. Lactobacillus bifidus menghasilkan asam asetat dan asam laktat di dalam saluran cerna bayi, dimana akan menurunkan ph tinja bayi dan membuat suasana asam didalam saluran cerna bayi, yang hasilnya akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen (seperti Shigela, Salmonela, dan E.Coli) (Sardesai, 2012).

2.5.8. Lisozim

Lisozim termasuk whey protein yang bersifat bakteriosidal, antiinflamasi, dan mempunyai kekuatan beberapa ribu kali lebih tinggi daripada susu sapi (Sulistyawati, 2009).

2.5.9. Taurin

Taurin adalah asam amino yang terbanyak kedua dalam ASI dan tidak terdapat dalam susu sapi. Taurin berguna sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam maturasi otak bayi. Oleh sebab itu, banyak susu formula bayi berusaha menambah taurin di dalam formulanya (Sulistyawati, 2009).

2.6. Manfaat Pemberian ASI

Menurut Wardlaw, Hampl & Disilvestro (2004), manfaat pemberian ASI untuk bayi dan manfaat ibu memberi ASI adalah:

a. Manfaat pemberian ASI untuk bayi: i. Aman dari bakteri.

(9)

ii. Selalu mendapatkan ASI dalam keadaan segar dan siap diminum kapan saja.

iii. ASI menyediakan antibodi kepada bayi ketika sistem imunitas bayi masih belum sempurna, juga menyediakan substansi yang berguna untuk pematangan sistem imun bayi.

iv. ASI juga berperan dalam maturasi saluran cerna bayi melalui faktor Lactobacillus Bifidus dalam mengurangi insidensi diare dan penyakit saluran nafas.

v. ASI dapat mengurangi risiko alergi makanan, intoleransi makanan, dan beberapa alergi yang lain.

vi. ASI dapat membuat kebiasaan makan bayi dalam batas wajar dan akan mengurangi kemungkinan obesitas di masa mendatang sebesar 20%.

vii. ASI dapat mengurangi infeksi telinga.

viii. ASI juga berperan untuk perkembangan rahang dan gigi bayi untuk perkembangan berbicara bayi yang lebih baik.

ix. ASI dapat meningkatkan perkembangan sistem saraf (menyediakan DHA) untuk kemampuan proses belajar.

x. Dapat mengurangi risiko menderita hipertensi di masa mendatang.

b. Manfaat ibu yang memberikan ASI:

i. Berpotensi mengurangi berat badan secara cepat ke berat badan sebelum hamil.

ii. Mengurangi risiko kanker ovarium dan kanker payudara di masa pramenopause.

iii. Berpengaruh dalam mempercepat masa involusi uterus (involusi uterus merupakan proses kembalinya ukuran uterus saat hamil ke ukuran sebelum hamil).

(10)

2.7. Anatomi Payudara

Gambar 2.7. Anatomi Payudara (Tortora & Derrickson, 2009)

Menurut Tortora & Derrickson (2009), payudara terdiri dari: a. Nipple (puting susu).

b. Areola

Bagian payudara berwarna gelap disekitar puting. c. Suspensory ligaments of the breast (Cooper’s ligament)

Merupakan jaringan ikat yang mempertahankan struktur payudara. d. Sinus lactiferous

Tempat penyimpanan ASI yang terletak di areola. e. Lactiferous duct

Berfungsi untuk menyalurkan ASI dari sinus lactiferous ke nipple. f. Mammary gland (kelenjar mamae)

Kelenjar mamae merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang menghasilkan air susu. Kelenjar mamae terdiri dari 15 sampai 20 lobus yang dipisahkan oleh jaringan lemak. Di dalam setiap lobus terdapat beberapa alveoli.

(11)

g. Alveoli

Berbentuk seperti buah anggur dan dindingnya terdiri dari sel-sel yang memproduksi ASI jika dirangsang oleh hormon prolaktin.

h. Myoepithelial

Otot yang mengelilingi alveoli. Jika dirangsang oleh hormon oksitosin maka sel myoepithelial akan berkontraksi dan mengakibatkan air susu mengalir dari alveoli ke secondary tubules lalu menuju ke mammary ducts kemudian ke sinus lactiferous untuk disimpan sebelum dikeluarkan menuju nipple melalui lactiferous ducts.

2.8. Fisiologi Laktasi

Laktasi merupakan proses sekresi dan ejeksi susu yang berasal dari kelenjar mamae. Hormon utama yang merangsang terjadinya sintesis dan sekresi susu adalah prolaktin. Prolaktin merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Meskipun kadar hormon prolaktin meningkat seiring dengan proses kehamilan, tidak ada air susu yang disekresi karena hormon progesteron menghambat efek prolaktin. Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron yang ada di darah ibu mengalami penurunan dan proses inhibisi hormon prolaktin sudah tidak ada. Stimulus utama dalam mempertahankan sekresi prolaktin dalam masa laktasi adalah dengan cara bayi menghisap puting susu sang Ibu. Proses menyusu merangsang reseptor regang di puting susu untuk mengirim impuls ke hipotalamus, impuls tersebut mengakibatkan penurunan pelepasan prolactin inhibiting hormone (PIH) oleh hipotalamus dan meningkatkan pelepasan prolactin releasing hormone (PRH), sehingga jumlah prolaktin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior bertambah.

Oksitosin menyebabkan pelepasan air susu ke mammary ducts melalui reflek ejeksi susu. Air susu dibentuk oleh sel glandular di payudara dan disimpan sampai bayi mulai aktif menyusu. Rangsangan pada reseptor sentuh di puting susu menginisiasi rangsangan sensoris ke hipotalamus. Akibatnya, sekresi oksitosin dari posterior hipofisis meningkat. Oksitosin yang dibawa oleh aliran darah ke kelenjar mamae, merangsang kontraksi myoepithelial di sekitar sel glandular

(12)

mamae. Akibat dari kontraksi tersebut airsusu mengalir dari alveoli kelenjar mamae ke mammary ducts untuk dihisap oleh bayi. Proses ini disebut ejeksi air susu (let-down reflex). Stimulus selain tindakan menyusu yang dapat mengakibatkan pelepasan oksitosin dan ejeksi air susu adalah ketika ibu mendengar tangisan bayi atau mendapat rangsangan sentuh pada alat genital ibu. Tindakan menyusu yang mengakibatkan pelepasan oksitosin juga menghambat pelepasan PIH yang berakibat meningkatnya sekresi prolaktin yang mana diperlukan untuk mempertahankan proses laktasi.

Selama akhir masa kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan, kelenjar mamae mengsekresi cairan kelabu yang disebut kolostrum. Walaupun tidak memiliki kandungan nutrisi sebaik air susu matur, cairan tersebut mengandung laktosa dalam kadar lebih rendah dan tidak mengandung lemak; kolostrum cukup untuk kebutuhan bayi hingga air susu matur diproduksi pada hari ke4. Kolostrum dan air susu matur mengandung antibodi penting yang melindungi bayi dalam beberapa bulan awal ia dilahirkan.

Setelah melahirkan bayi, kadar prolaktin ibu kembali ke kadar sebelum hamil. Tetapi setiap kali ibu menyusui sang bayi, impuls saraf dari puting susu ke hipotalamus meningkatkan pelepasan PRH (dan menurunkan pelepasan PIH), yang mengakibatkan kenaikan sekresi prolaktin 10 kali lipat oleh hipofisis anterior yang berlangsung selama 1 jam. Prolaktin di kelenjar mamae berguna untuk menyediakan air susu untuk periode menyusui selanjutnya. Jika pengeluaran prolaktin dihambat oleh trauma atau penyakit, atau proses menyusui dihentikan, maka kelenjar mamae tidak dapat mensekresi susu selama beberapa hari. Walaupun sekresi air susu biasanya menurun dalam 7-9 bulan setelah melahirkan, proses tersebut bisa berlanjut hingga beberapa tahun jika menyusui dilanjutkan.

Laktasi sering menghambat siklus ovulasi dalam beberapa bulan pertama setelah melahirkan, jika frekuensi menyusu adalah 8-10 kali sehari. Efek ini tidak konsisten karena pada umumnya ovulasi terjadi sebelum masa mensturasi pertama setelah melahirkan. Akibatnya ibu tidak akan pernah bisa yakin jika dia tidak subur. Jadi menyusui bukanlah pencegah kehamilan yang baik.

(13)

Penghambatan ovulasi selama laktasi dipercaya terjadi karena pada saat menyusui, puting susu mengirim impuls saraf ke hipotalamus untuk membentuk neurotransmitter yang menghambat pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH). Sehingga produksi luteinizing hormone (LH) dan folicle stimulating hormone (FSH) menurun dan proses ovulasi terhambat (Tortora & Derrickson, 2009).

2.9. Cara Menyusui yang Benar

a. Posisi ibu dan bayi yang benar. i. Berbaring miring

Berbaring miring merupakan posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasakan lelah atau nyeri. Posisi ini biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar. Yang harus diwaspadai pada teknik ini adalah pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu. Oleh sebab itu, ibu harus selalu didampingi oleh orang lain ketika menyusui (Sulistyawati, 2009).

ii. Duduk

Untuk posisi menyusui dalam keadaan duduk, ibu dapat memilih beberapa posisi tangan dan bayi yang paling nyaman (Sulistyawati, 2009).

Posisi menyusui yang baik perlu agar produksi ASI dapat keluar secara optimal (IDAI Cab.DKI Jakarta, 2008).

b. Langkah-langkah dalam pelekatan/menyusui yang benar (Sulistyawati, 2009):

i. Keluarkan ASI sedikit untuk membersihkan puting susu sebelum menyusui.

ii. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu. iii. Hidung bayi dan puting susu ibu berhadapan.

iv. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga kepala bayi agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala bayi dapat ditopang

(14)

dengan jari-jari tangan yang terentang atau pada lekukan siku ibunya. Mungkin akan membantu dengan membungkus bayi sehingga tangannya berada di sisi badan.

v. Pegang payudara dengan C Hold di belakang areola. C Hold merupakan posisi dimana ibu jari berada diatas areola dan empat jari tangan yang sama berada di bawah areola.

vi. Kemudian sentuhkan puting susu ibu dengan lembut ke pipi atau bibir bayi untuk merangsang bayi untuk membuka mulut lebar-lebar (rooting reflect). Dagu bayi menempel pada payudara.

vii. Tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan lidah bayi menjulur.

viii. Dekatkan bayi ke ibu dan arahkan puting susu ke atas menyusuri langit-langit mulut bayi.

ix. Kemudian bayi mengulum puting susu dan sebagian besar dari areola di dalam mulutnya. Bila diposisikan dengan benar maka ujung puting susu dan payudara serta sinus lactiferous sekarang berada di dalam rongga mulut bayi.

x. Puting susu akan masuk sampai bersentuhan dengan palatum mole. Sentuhan ini akan merangsang refleks penghisapan. xi. Rahang bawah bayi menutup jaringan payudara, penghisapan

akan terjadi, dan puting susu ditangkap dengan baik dalam rongga mulut, sementara lidah memberikan penekanan yang berulang-ulang secara teratur sehingga ASI akan keluar dari duktus lactiferous.

xii. Jika bayi sudah dirasa cukup kenyang maka hentikan proses menyusui dengan memasukkan kelingking ke dalam mulut bayi menyusuri langit-langit mulut bayi. Kemudian menyendawakan bayi di pundak ibu atau di paha ibu.

(15)

xiii. Kadang bayi akan tertidur sendiri sebelum proses menyusui diakhiri (menunjukkan bayi menyusu dengan puas). Usahakan menyusui dengan kedua payudara secara bergantian.

2.10. Penyimpanan ASI

Penyimpanan ASI dapat dilakukan selama:

a. 4-8 jam dalam temperatur ruangan (19°-25° C), bila kolostrum masih bertahan selama 12 jam.

b. 1-8 hari di lemari es (0°-4° C).

c. 2 minggu sampai 4 bulan di freezer lemari es. d. 4 bulan dalam peti freezer.

e. ASI tidak boleh dipanaskan atau dimasak, hanya dihangatkan dengan cara merendam gelas berisi ASI ke dalam air hangat (Sulistyawati, 2009).

2.11. Tanda Bayi Cukup ASI

Tanda bayi cukup ASI sebagai berikut:

a. Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam sehari dan warnanya jernih sampai kuning muda.

b. Bayi sering buang air besar berwarna kekuningan “berbiji”.

c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup. Bayi setidaknya menyusui 10-12 kali dalam 24 jam.

d. Payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali selesai menyusui. e. Ibu dapat merasakan geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai

menyusu.

(16)

2.12. Faktor-Faktor yang dapat Menghambat Proses Menyusui

Ibu-ibu sering tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini, karena berbagai alasan dan kendala. Beberapa alasan dan kendala ibu untuk tidak menyusui terutama secara eksklusif, yaitu:

a. Sindrom ASI kurang.

b. Ibu kurang memahami teknik menyusui yang benar, misalnya bagaimana ASI keluar, bagaimana posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat menghisap secara efektif dan ASI dapat keluar secara optimal, termasuk cara memberikan ASI bila ibu harus berpisah dari bayinya. Untuk mengurangi jumlah ibu yang belum memahami tata cara laktasi yang benar, pada saat usia kehamilan lebih dari 32 minggu, maka ibu perlu melakukan konsultasi ke klinik laktasi untuk melakukan perisapan pemberian ASI eksklusif.

c. Ibu yang bekerja.

d. Ibu ingin menyusui kembali setelah bayi diberi formula (relaktasi). e. Ibu hamil lagi padahal masih menyusui.

f. Kelainan pada payudara ibu, seperti puting ibu terbenam, puting susu ibu lecet, payudara bengkak, dan abses payudara (mastitis).

g. Kelainan pada bayi, seperti bayi dalam keadaan sakit dan abnormalitas bayi (kelainan saluran mulut, kelainan saluran napas, atau lahir tidak cukup bulan).

h. Bayi terlanjur mendapatkan prelakteal feeding (misalnya pemberian air putih, air gula, air madu dan susu formula dengan dot pada hari-hari pertama kelahiran). Hal ini tidak diperbolehkan karena selain akan menyebabkan bayi malas menyusu, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi intoleransi atau alergi (IDAI Cab.DKI Jakarta, 2008).

Gambar

Gambar 2.7. Anatomi Payudara (Tortora & Derrickson, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

tersebut dapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan

2) Postnatal tanpa gigi: berkisar antara umur 0 – 6 bulan, yaitu saat tumbuhnya gigi susu yang pertama. Penentuan umur secara tetap disini masih memerlukan sediaan mikroskopis

sendiri (Huntington 1993), merupakan sumber nilai bagi sikap dan perilaku yang kurang mendukung bagi toleransi terhadap pemeluk agama lain, atau bagi kebersamaan antar kelompok

Perbandingan proses dan hasil pada sistem pengenalan pola wajah yang dibuat harus memiliki fungsi sebagai pembanding antara metode Eigenface untuk digunakan sebagai acuan untuk

Aplikasi Membran Polisulfon untuk Proses Filtrasi Susu Kedelai; Iwan Andrianto, 001810301084; 2007; 107 Halaman; Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Hasil analisis naskah menunjukkan penokohan Nyonya Lovett secara tiga dimensi (fisiologis, psikologis, dan sosiologis), yaitu seorang wanita berusia 40 tahun,

Perubahan rencana studi tersebut dilakukan dengan seizin dosen wali atau ketua program studi (dalam hal dosen wali berhalangan) dengan mempertimbangkan alasan

Dari uraian pelaksanaan dan pencapaian kegiatan diatas, permasalahan pada program lansia Puskesmas ABCD 2016 adalah rendahnya kunjungan pelayanan kesehatan lansia