• Tidak ada hasil yang ditemukan

Filsafat Ilmu dan Logika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Filsafat Ilmu dan Logika"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Modul ke: Fakultas Program Studi Fakultas Psikologi Masyhar zainuddin, MA

Filsafat Ilmu dan Logika

Pokok Bahasan: Pengantar Filsafat II

(2)

Peranan dan Kegunaan Filsafat

1. Filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan berwawasan luas terhadap berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah.

2. berfilsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide yang muncul karena keinginannya.

3. Filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan lainnya (interaksi dengan masyarakat,

komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.

4. terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa dibutuhkan kemampuan untuk

menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan sistematis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu riset, penelitian, ataupun kajian ilmiah lainnya. Dalam era globalisasi, ketika berbagai kajian lintas ilmu pengetahuan atau multidisiplin melanda dalam kegiatan ilmiah, diperlukan adanya suatu wadah, yaitu sikap kritis dalam menghadapi kemajemukan berpikir dari berbagai ilmu pengetahuan berikut para ilmuannya.

(3)

Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah

• Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang menjadi landasan asumsi logika (doktrin

netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta

batas-batas kemampuannya.

• Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya

pengembangan ilmu berdasarkan metode ilmiah, yang terdiri dari dua bagian, yaitu baik deduktif maupun induktif.

• Demikian pula, tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk pengetahuan atau knowledge baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).

(4)

Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah

• Filsafat ilmu maupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif (akal) tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus menigkatkan motivasi sebagai ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.

(5)

Peran Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu menurut Beerling (1988) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.

• Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki

syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.

(6)

Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M Zaenuddin, 2006), menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:

1. Filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu.

2. Filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan

pre-disposition dari para ilmuwan.

(7)

3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya

terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan

4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai

berikut:

a) Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dan tipe penyelidikan lain

b) Kondisi yang bagaimana yang patut diikuti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam.

c) Kondisi mana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar

d) Status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.

(8)

Filsafat ilmu menurut Koento Wibisono (1988), sebagai

kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat.

• Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.

Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan

aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan mengenai bagaimana

dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa.

(9)

• Filsafat memiliki dua obyek pemikiran, yaitu obyek material dan obyek formal.

1. Obyek material

yaitu materi atau bahan yang menjadi obyek penyelidikan filsafat, maupun bagi segala turunan filsafat itu sendiri, misalnya, pengetahuan atau ilmu. Jadi, dengan kata sifat “material” tidak dimaksudkan sebagai bahan-bahan materi bagi sebuah pekerjaan tukang, tetapi “pokok soal” atau

“pangkal pikir” yang merupakan bahan atau obyek pemikiran filsafat itu sendiri.

(10)

2. Obyek Formal

Adalah sudut pandang filsafat atau metode dan cara kerja yang digunakan dalam rangka membongkar, menyingkap, dan

mengolah setiap bahan atau materi pemikiran (obyek material), guna dapat mengembangkannya menjadi

pengetahuan yang teruji dan tertata secara sistematis dalam bentuk pengetahuan umum maupun pengetahuan ilmiah atau jenis-jenis ilmu yang bersifat spesifik namun saling terkait.

(11)

Jadi, obyek formal menunjuk pada kemampuan dalam

mengkritisi, mengkaji, memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengkonstruksi setiap sistem ide atau “peta kognitif” yang tersimpan di balik segala penampakan bahan atau materi

(obyek material) yang dihadapinya menjadi sistem-sistem pemikiran, pengetahuan, dan ilmu utuh dan spesifik.

(12)

• Obyek formal filsafat, akhirnya, hendak menegaskan bahwa meskipun terdapat berbagai macam pengetahuan atau ilmu, namun hal itu bisa bersumber dari suatu obyek material yang sama.

• Jadi, pengetahuan atau ilmu hanya menampilkan jenis pikiran

atau pendangan yang berbeda berdasarkan sudut pendekatannya yang saling berbeda tentang pokok soal atau obyek materi yang sama, misalnya; biologi, psikologi, teologi, ekologi, linguistik, dan sebagainya, bermaksud menemukan apa yang dapat diketahuinya secara khusus berdasarkan sudut pendekatannya yang khas

tentang manusia.

(13)

Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai, prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia di dalam mengenal dan

mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik tolak pada beberapa ciri pemikiran.

1. Berpikir Rasional

Berfilsafat adalah berpikir. Meskipun demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir dimaksud dapat

dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan, atau imajinasi belaka. Ciri pemikiran

rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat, bukan sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum).

(14)

2. Berpikir Radikal (radix = akar).

Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke

permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang mendasar dan mendalam.

(15)

3. Kreatif-inovatif.

Artinya, pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang

melanggengkan dirinya di dalam berbagai keterkungkungan

dogma atau ideologi yang statis. Justru, ia selalu berusaha untuk mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi, mampu

mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan

mengembangkan diri sehingga dapat melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-gagasan baru yang lebih brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman.

(16)

4. Berpikir Sistematis dan analitis.

Artinya, ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir yang benar). Pemikiran

filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide,

penalaran, dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat selalu berusaha mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa (mengkompilasi) atau mengakumulasikan, serta menunjukkan makna terdalam dari pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata (pengertian), kalimat (keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran yang tepat dan benar.

(17)

5. Berpikir Universal.

Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan

pemikiran yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua tempat. Pemikiran filsafat tidak pernah akan berhenti dalam

sebuah kenyataan yang terbatas, ia akan menerobos mencari dan menemukan gagasan-gagasan yang bersifat global dan menjadi rujukan pemikiran umum.

6. Komprehensif dan holistik.

Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih bermakna

daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas dalam egoisme (kebenaran) sekoral yang

sempit.

(18)

7. Berpikir Abstrak.

Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau gagasan. Maksudnya, pemikiran filsafat selalu berusaha

meningkatkan taraf berpikir dari sekedar pernyataan-pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera manusia untuk menempatkannya pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral (terfokus), dan saling melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide, konsep, atau gagasan-gagasan pemikiran.

(19)

8. Berpikir secara reflektif.

Maksudnya, filsafat selalu berpikir dengan penuh pertimbangan dan penafsiran guna penemuan makna kebenaran secara utuh dan mendalam. Ciri pemikiran filsafat yang reflektif ini, hendak ditunjukkan bahwa pemikiran filsafat tidak cenderung

membenarkan diri, tetapi selalu terbuka membiarkan diri dikritik dan direnungkan secara berulang-ulang dan makin mendalam, untuk sambil mencari inti terdalam dari pemikiran dimaksud, juga menemukan titik-titik pertautannya secara utuh dengan inti

kehidupan manusia yang luas dan problematis.

(20)

9. Berpikir humanistik.

Ciri pemikiran filsafat ini hendak letakkan hakikat pemikiran itu pada nilai dan kepentingan-kepentingan kemanusiaan sebagai titik orientasi, pengembangan, dan pengendalian pemikiran itu sendiri. Maksudnya, pemikiran dan segala anak pinaknya, baik dalam bentuk pengetahuan, ilmu, atau teknologi harus dapat menunjukkan sebuah pertanggungjawaban pada sebuah tugas kemanusiaan yang nyata

.

(21)

10. Berpikir kontekstual.

Ciri pemikiran ini hendak menunjukkan bahwa pikiran bukan sekedar sebuah ide, tetapi sebuah realitas eksistensi dengan konteksnya yang nyata dan jelas. Maksudnya, setiap pemikiran filsafat, selalu bertumbuh dan berkembang dalam konteks hidup manusia secara nyata. Pikiran filsafat karenanya, merupakan

bagian dari cara berpikir dan cara bertindak manusia atau masyarakat dalam menyiasati dan memecahkan masalah-masalah kehidupannya secara nyata.

(22)

11. Berpikir eksistensial.

Ciri pemikiran filsafat ini bermaksud menunjukkan bahwa pikiran itu adalah pikiran manusia. Pikiran itu sendiri adalah sebuah

tanda keberadaan atau fenomena eksistensi, dengan pikirannya, manusia membudayakan diri dan memenuhi kodrat

eksistensialnya sebagai eksistensi yang bermartabat.

(23)

12. Berpikir kontemplatif.

Ciri pemikiran filsafat ini diarahkan untuk menajamkan kepekaan diri, ketajaman bathin, serta kemampuan mengenal kekuatan dan kelemahan, dan kesadaran otodidik dalam diri. Melalui pemikiran kontemplatif dimaksud, setiap pemikir, filsuf, atau ilmuwan

mampu menasihati dan membimbing diri (menangani diri)

dengan penuh kerendahan hati, kesabaran, dan kesetiaan. Ciri berpikir kontemplatif mampu membimbing para subyek (pemikir) sedemikian rupa, sehingga mampu melalukan koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas segala cara berpikir maupun hasil

pemikiran itu sendiri.

(24)

Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah

• Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang menjadi landasan asumsi logika (doktrin

netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta

batas-batas kemampuannya.

• Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya

pengembangan ilmu berdasarkan metode ilmiah, yang terdiri dari dua bagian, yaitu baik deduktif maupun induktif.

• Demikian pula, tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk pengetahuan atau knowledge baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).

(25)

Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah

• Filsafat ilmu maupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif (akal) tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus menigkatkan motivasi sebagai ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.

(26)

Peran Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu menurut Beerling (1988) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.

• Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki

syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.

(27)

Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M Zaenuddin, 2006), menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:

1. Filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu.

2. Filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan

pre-disposition dari para ilmuwan.

(28)

3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya

terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan

4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai

berikut:

a) Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dan tipe penyelidikan lain

b) Kondisi yang bagaimana yang patut diikuti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam.

c) Kondisi mana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar

d) Status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.

(29)

Filsafat ilmu menurut Koento Wibisono (1988), sebagai

kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat.

• Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.

Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan

aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan mengenai bagaimana

dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa.

(30)

• Filsafat memiliki dua obyek pemikiran, yaitu obyek material dan obyek formal.

1. Obyek material

yaitu materi atau bahan yang menjadi obyek penyelidikan filsafat, maupun bagi segala turunan filsafat itu sendiri, misalnya, pengetahuan atau ilmu. Jadi, dengan kata sifat “material” tidak dimaksudkan sebagai bahan-bahan materi bagi sebuah pekerjaan tukang, tetapi “pokok soal” atau

“pangkal pikir” yang merupakan bahan atau obyek pemikiran filsafat itu sendiri.

(31)

2. Obyek Formal

Adalah sudut pandang filsafat atau metode dan cara kerja yang digunakan dalam rangka membongkar, menyingkap, dan

mengolah setiap bahan atau materi pemikiran (obyek material), guna dapat mengembangkannya menjadi

pengetahuan yang teruji dan tertata secara sistematis dalam bentuk pengetahuan umum maupun pengetahuan ilmiah atau jenis-jenis ilmu yang bersifat spesifik namun saling terkait.

(32)

Jadi, obyek formal menunjuk pada kemampuan dalam

mengkritisi, mengkaji, memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengkonstruksi setiap sistem ide atau “peta kognitif” yang tersimpan di balik segala penampakan bahan atau materi

(obyek material) yang dihadapinya menjadi sistem-sistem pemikiran, pengetahuan, dan ilmu utuh dan spesifik.

(33)

• Obyek formal filsafat, akhirnya, hendak menegaskan bahwa meskipun terdapat berbagai macam pengetahuan atau ilmu, namun hal itu bisa bersumber dari suatu obyek material yang sama.

• Jadi, pengetahuan atau ilmu hanya menampilkan jenis pikiran

atau pendangan yang berbeda berdasarkan sudut pendekatannya yang saling berbeda tentang pokok soal atau obyek materi yang sama, misalnya; biologi, psikologi, teologi, ekologi, linguistik, dan sebagainya, bermaksud menemukan apa yang dapat diketahuinya secara khusus berdasarkan sudut pendekatannya yang khas

tentang manusia.

(34)

Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai, prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia di dalam mengenal dan

mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik tolak pada beberapa ciri pemikiran.

1. Berpikir Rasional

Berfilsafat adalah berpikir. Meskipun demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir dimaksud dapat

dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan, atau imajinasi belaka. Ciri pemikiran

rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat, bukan sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum).

(35)

2. Berpikir Radikal (radix = akar).

Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke

permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang mendasar dan mendalam.

(36)

3. Kreatif-inovatif.

Artinya, pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang

melanggengkan dirinya di dalam berbagai keterkungkungan

dogma atau ideologi yang statis. Justru, ia selalu berusaha untuk mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi, mampu

mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan

mengembangkan diri sehingga dapat melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-gagasan baru yang lebih brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman.

(37)

4. Berpikir Sistematis dan analitis.

Artinya, ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir yang benar). Pemikiran

filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide,

penalaran, dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat selalu berusaha mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa (mengkompilasi) atau mengakumulasikan, serta menunjukkan makna terdalam dari pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata (pengertian), kalimat (keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran yang tepat dan benar.

(38)

5. Berpikir Universal.

Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan

pemikiran yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua tempat. Pemikiran filsafat tidak pernah akan berhenti dalam

sebuah kenyataan yang terbatas, ia akan menerobos mencari dan menemukan gagasan-gagasan yang bersifat global dan menjadi rujukan pemikiran umum.

6. Komprehensif dan holistik.

Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih bermakna

daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas dalam egoisme (kebenaran) sekoral yang

sempit.

(39)

7. Berpikir Abstrak.

Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau gagasan. Maksudnya, pemikiran filsafat selalu berusaha

meningkatkan taraf berpikir dari sekedar pernyataan-pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera manusia untuk menempatkannya pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral (terfokus), dan saling melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide, konsep, atau gagasan-gagasan pemikiran.

(40)

8. Berpikir secara reflektif.

Maksudnya, filsafat selalu berpikir dengan penuh pertimbangan dan penafsiran guna penemuan makna kebenaran secara utuh dan mendalam. Ciri pemikiran filsafat yang reflektif ini, hendak ditunjukkan bahwa pemikiran filsafat tidak cenderung

membenarkan diri, tetapi selalu terbuka membiarkan diri dikritik dan direnungkan secara berulang-ulang dan makin mendalam, untuk sambil mencari inti terdalam dari pemikiran dimaksud, juga menemukan titik-titik pertautannya secara utuh dengan inti

kehidupan manusia yang luas dan problematis.

(41)

9. Berpikir humanistik.

Ciri pemikiran filsafat ini hendak letakkan hakikat pemikiran itu pada nilai dan kepentingan-kepentingan kemanusiaan sebagai titik orientasi, pengembangan, dan pengendalian pemikiran itu sendiri. Maksudnya, pemikiran dan segala anak pinaknya, baik dalam bentuk pengetahuan, ilmu, atau teknologi harus dapat menunjukkan sebuah pertanggungjawaban pada sebuah tugas kemanusiaan yang nyata

.

(42)

10. Berpikir kontekstual.

Ciri pemikiran ini hendak menunjukkan bahwa pikiran bukan sekedar sebuah ide, tetapi sebuah realitas eksistensi dengan konteksnya yang nyata dan jelas. Maksudnya, setiap pemikiran filsafat, selalu bertumbuh dan berkembang dalam konteks hidup manusia secara nyata. Pikiran filsafat karenanya, merupakan

bagian dari cara berpikir dan cara bertindak manusia atau masyarakat dalam menyiasati dan memecahkan masalah-masalah kehidupannya secara nyata.

(43)

11. Berpikir eksistensial.

Ciri pemikiran filsafat ini bermaksud menunjukkan bahwa pikiran itu adalah pikiran manusia. Pikiran itu sendiri adalah sebuah

tanda keberadaan atau fenomena eksistensi, dengan pikirannya, manusia membudayakan diri dan memenuhi kodrat

eksistensialnya sebagai eksistensi yang bermartabat.

(44)

12. Berpikir kontemplatif.

Ciri pemikiran filsafat ini diarahkan untuk menajamkan kepekaan diri, ketajaman bathin, serta kemampuan mengenal kekuatan dan kelemahan, dan kesadaran otodidik dalam diri. Melalui pemikiran kontemplatif dimaksud, setiap pemikir, filsuf, atau ilmuwan

mampu menasihati dan membimbing diri (menangani diri)

dengan penuh kerendahan hati, kesabaran, dan kesetiaan. Ciri berpikir kontemplatif mampu membimbing para subyek (pemikir) sedemikian rupa, sehingga mampu melalukan koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas segala cara berpikir maupun hasil

pemikiran itu sendiri.

(45)

Hubungan filsafat dengan ilmu

dan

(46)
(47)

47

• Ilmu adalah sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu, sehingga menjadi suatu kesatuan. • Menurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga kesimpulan, yaitu;

1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematikan

2. Suatu pendekatan/metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia, dan

3. Suatu cara yang mengijinkan kepada ahli-ahli lainnya untuk menyatakan suatu proporsi.

(48)

48

Agama

Agama diartikan secara praktis, adalah

suatu keyakinan akan adanya

aturan/jalan hidup (way of life) yang

bersumber dari suatu kekuatan yang

absolut (Tuhan).

Agama memiliki empat perangkat sbb:

1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai

(49)

49

lanjutan

2. adanya aturan (code hukum) yang harus

dipahami yang termaktub dalam kitab suci

dan kebenarannya bersifat ansolut.

3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa

aturan hukum.

4. Adanya komunitas (manusia) sebagai

pelaksana aturan yang bersumber dari

Tuhan.

(50)

50

HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN

AGAMA

ILMU, mencari kebenaran dengan cara

penyelidikan (riset) sesuai dengan

eksistensinya yang berhubungan dengan

alam empiris.Dalam penyelidikan ilmu selalu

mencari hukum sebab akibat. Sebagai

hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti

ada.

(51)

51

lanjutan

FILSAFAT, karena selalu berhadapan denga

alam empiris, (metafisika, ghaib) maka ia

komit dengan organon (alatnya) yaitu logika.

Cara kerjanya selalu diawali dengan

pertanyaan apa…. Berpikir logis, sistematis,

radikal, dan universal.

(52)

52

lanjutan

AGAMA, menemukan konsep kebenaran

bersumber pada wahyu, kebenarannya

bersifat mutlak, absolut sebagiai

(53)

53

Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat

kebenarannya bersifat spekulatif (berdasrkan

nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi.

Agama kebenarannya bersifat absolut

mutlak, dalam penentuannya semua perlu

perumusan

(54)

54

lanjutan

Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert

Einstein menagatakan dengan singkat’

“science with out is blind, religion with out

science is blame” Ilmu tanpa agama buta,

agama tanpa ilmu lumpuh.

(55)

55

BAGAIMANAKAH KATEGORI

MANUSIA ITU?

1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM

KETIDAKAHUANNYA

2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM KETAHUANNYA

3. MANUSIA TAHU AKAN KETIDAKTAHUANNYA

4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA

(56)

56

Manusia adalah akhluk ciptaan Tuhan yang tercanggih.

Memiliki banyak kelebihan dibanding dengan makhluk

lain terutama akalnya.

Memiliki rasa ingin tahu, maka diaktuakisasikan

dalam bentuk bertanya.

Melalui rasio maka manusia memberikan jawaban

terhadap aneka pertanyaan

Manusia bertanya, manusia pula menjawab

Manusialah yang benar-benar bereksistensi karena

memiliki kesadaran dan otonomi dirinya.

(57)

57

Lanjutan

DENGAN KATA LAIN

Malalui akalnya manusia mampu menyamai

makhluk lain.

Burung terbang tinggi, manusia tefrbang dengan

pesawat ciptaannya.

Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia

berenang dengan kapal Feri ciptaannya.

Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia

(58)

58

APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU BERFILSAFAT? Tidak

juga. Rule of the game ( ada aturan mainnya)

Berpikir logis, sistematis, radikal, dan

universal.

Dengan mengindahkan ke empat aturan main

tersebut, maka Anda bisa menjadi seorang

filsuf

(59)

59

LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN

SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN?

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang

tercanggih.

Dengan akalnya manusia mampu. berpikir,

dengan pikirannya memperoleh

pengetahuan, dengan pengetahuannya

manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya

manusia mampu berpikir rasional, logis dan

sistematis.

(60)

60

JADI PENGETAHUAN LAHIR SEJAK MANUSIA

ITU ADA

SEJAK MANUSIA BERPIKIR

SEJAK MANUSIA BERINTERAKSI DENGAN

ALAM

(61)

61

BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU PENGETAHUAN

DENGAN FILSAFAT?

Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu,

pengetahuan lahir sejak adanya peradaban

manusia dan berkembang pesat sesuai dengan

budayanya.

Pengetahuan lahir dari aktivitas

Aktivitas memerlukan metode

Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.

(62)

62

lanjutan

Aktivitas memerlukan metode

Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.

Ilmu dan pengetahuan tidak bisa

(63)

63 AKTIVITAS PENGETAHUAN METODE ILMU

SIKLUS ILMU

(64)

64

PENGERTIAN ILMU SEBAGAI

PENGETAHUAN

Dari segi maknanya pengertian ilmu

sekurang-kurangnya merujuk tiga hal:

¾Pengetahuan

¾Aktivitas

¾metode

(65)

65

Pengertian Umum

Ilmu adalah sesuatu kumpulan yang

sistematis dari pengetahuan.

Ilmu berarti semua pengetahuan yang

dihimpun dengan perantara metode

ilmiah (John G. Kemeny).

(66)

66

lanjutan

Menurut Norman Campbell :

¾Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan

yang berguna dan praktis dan suatu metode

untuk memperoleh pengetahuan

¾Ilmu tidak bersangkutan dengan kehidupan

praktis dan tidak dapat mempengaruhinya

kecuali dalam cara yang paling tak langsung,

baik kebaikan atau keburukan.

(67)

67

SIMPULAN

Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang

rasional dan kognitif dengan berbagai metode

berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga

menghasilkan kumpulan pengetahuan yang

sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,

kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan

mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman,

memberikan penjelasan, ataupun melakukan

(68)

68

LANJUTAN

ILMU SEBAGAI RANGKAIAN AKTIVITAS MANUSIA:

1. Rasional: proses pemikiran yang

berpegang pada kaidah-kaidah logika

2. Kognitif : proses mengetahui dan

(69)

69

lanjutan

1. Teologis:

mencapai kebenaran memperoleh

pemahaman

Memberi penjelasan

Meakukan penerapan dengan peramalan atau

pengendalian

(70)

70

ILMU SEBAGAI METODE ILMIAH

ANALISIS (analysis)

PEMERIAN (description)

PENGUKURAN (measurement)

PERBANDINGAN (comparison)

SURVAI (survey)

(71)

71

Pengelompokan Pengetahuan

Menurut Bertrand Russell, pengetahuan

dibedakan menjadi 2:

1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta

(knowledge of facts)

2. Pengetahuan mengenai hubungan

umum antara fakta (knowledge of

(72)

72

Ledger Wood membagi

pengetahuan menjadi:

1.Non inferential Apprehension;

pengetahuan nonpenyimpulan yang

merupakan pengenalan terhadap

(73)

73

Bentuknya:

Perception ;pengenalan objek diluar diri

seseorang

Introspection; pengenalan terhadap dirinya

sendiri dengan segenap kemampuan, pikiran

(74)

74

Lanjutan

2. Inferential Knowledge, meliputi;

Knowledge of other selves; pengetahuan

mengenai diri orang lain.

Historical knowledge; pengetahuan

menyangkut masa lampau.

(75)

75

George Klubertanz

Pengetahuan langsung berdasarkan pengenalannya

terhadap objek-objek pengalaman.

Pengetahuan kemanusian (humanistic knowledge)

yang diperoleh karena mempelajari

Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge)

berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat

membuktikan kesimpulannya kebenaran.

(76)

76

lanjutan

Pengetahuan Ilmiah (scientific

knowledge) berdasarkan azas-azas

yang cocok dan dapat membuktikan

kesimpulannya kebenaran.

(77)

77

HAKIKAT PENGETAHUAN

Darimanakah hakikat pengetahuan itu?

1. Realisme; pengetahuan manusia riil adanya

dari kehidupan.

2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat

dalam dunia riil melainkan hanya dalam

dunia konsep ideal atau dunia ide-ide.

(78)

78

Dari manakah sumber pengetahuan

manusia?

1. Rasionalisme; sumber pengetahuan berasal

dari rasio (akal) manusia.

2. Empirisme; sumber pengetahuan adalah

indra manusia (empiri)

3. Kritisisme/transidentalisme; pengetahuan

manusia bersumber dari luar diri manusia,

yaitu Tuhan.

(79)

79

PENGETAHUAN SEBAGAI DASAR TEORITIS

YANG

MELAHIRKAN PENGETAHUAN ILMIAH

CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH:

1. Jenis sasaran

2. Bentuk-bentuk pernyataan

3. Ragam-ragam proposisi

4. Ciri-ciri pokok

(80)

80

Lanjutan

Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:

Objek material; fenomena di dunia ini

yang ditelaah oleh ilmu

Objek formal; pusat perhatian penelaahan

(81)

81

lanjutan

OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH

DIKELOMPOKAN MENJADI 6:

IDE ABSTRAK

BENDA FISIK

JASAD HIDUP

GEJALA ROHANI

PERISTIWA SOSIAL

PROSES TANDA

(82)

82

OBJEK MATERIAL

KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG, INGATAN

DST

(83)

83

TELAAH OBJEK FORMAL

MANUSIA

PSIKOLOGI

BIOLOGI

FILSAFAT KODRATI

(84)

84

SEPERTI APA BENTUK

PENGETAHUAN ILMIAH ITU?

1. DESKRIPTIF

2. PRESKRIPSI

•ANATOMI

•GEOGRAFI

•UKURAN

•AZAS-AZAS

•PETUNJUK

•PROSEDUR

(85)

85

LANJUTAN

3. EKSPOSISI POLA

SOSIOLOGI

POLA-POLA BUDAYA

ANTROPOLOGI

PERKEMBANGAN

BUDAYA

(86)

86

LANJUTAN

4.

REKONTRUKSI

HISTORIS

HISTORIOGRAFI

PURBAKALA

PALEONTOLOGI

(87)

87

PROPOSISI ILMU PENGETAHUAN

1. AZAS ILMIAH

MENGANDUNG

KEBENARAN UMUM

BERDASARKAN FAKTA

YANG TELAH DIAMATI

(88)

88

LANJUTAN

2. KAIDAH ILMIAH

• Mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa

kebenarannya diantara fenomena secara umum berlaku pula untuk

berbagai fenomena yang sejenis.

(89)

89

LANJUTAN

3. TEORI ILMIAH

Kemampuan

proposisi yang saling

berkaitan secara logis

untuk memberi

penjelasan mengenai

sejumlah fenomena.

Teori Darwin

Kau lahir dariku bodoh

(90)

90

lanjutan

Teori; sekumpulam proposisi yang

mencakup konsep-konsep tertentu

yang saling berhubungan

(91)

91

APA MANFAAT DAN PERANAN TEORI?

Mensistematiskan dan menyususn data

maupun pemikiran tentang data sehingga

tercapai pertalian yang logis diantara aneka

data yang semula kacau balau. Jadi teori

berfungsi sebagai kerangka, pedoman, bagan

sistematisasi atau sistem acuan.

(92)

92

lanjutan

Memberikan skema atau rencana sementara

mengenai medan yang semula belum

dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi

Menunjukkan atau menyarankan arah-arah

(93)

93

PEMBAGIAN ILMU

PENGETAHUAN

Ilmu Pengetahuan dibedakan atas:

1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science);

membahas hubungan manusia sebagai makhluk

sosial.

a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang mempelajari

proses mental dan tingkah laku.

b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses latihan

yang terarah dan sistematis meneju ke suatu

(94)

94

Lanjutan

c.

Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang

pempelajari asal-usul dan perkembangan

jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah laku

manusia.

d. Etnologi; studi antropologi dari aspek sistem

sosio ekonomi dan pewarisan kebudayaan

terutama keaslian, perkembangan dan

(95)

95

Lanjutan

e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa –

peristiwa yang telah terjadi pada suatu

bangsa, negara atau individu.

f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang

berhubungan dengan produksi, tukar

menukar barang produksi, pengelolaan

dalam lingkup rumah tangga, perusahaan

atau negara.

(96)

96

Lanjutan

g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial, terutama

asal-usul organisasi, institusi dan perkembangan

masyarakat manusia.

2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas alam

semesta dengan segala isinya, ilmu ini terbagi atas:

a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda mati

dari aspek wujud dengan perubahan yang bersifat

sementara.

(97)

97

lanjutan

b.

Kimia (chemistry); mempelajari benda hidup

dan tidak hidup dari aspek susunan materi dan

perubahan-perubahan yang bersifat tetap;

Kimia secara garis besar dibagi menjadi:

Kimia anorganik

Kimia organik

c. Biologi (biological science); ilmu pengetahuan

yang mempelajari makhluk hidup dan

gejala-gejalanya.

(98)

98

lanjutan

Cabang-cabang biologi:

1. Botani; mempelajari seluk beluk

tumbuhan

2. Zoologi; mempelajari hewan

3. Anatomi; mempelajari strukur dalam

makhluk hidup

(99)

99

5. Sitologi; studi tentang sel secara

mendalam

6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh

atau organ makhluk hidup

7. Palaentologi:studi tentang makhluk

masa lampau yang kebanyakan hanya

berupa fosil

(100)

100

lanjutan

3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (earth

science and space)

a. Geologi; studi tentang struktur bumi

Petrologi membahas batu-batuan

Vulkanologi, membahas gempa bumi

Mineralogi, membahas bahan

mineral/bahan galian

Kristalografi, membahas bentuk-bentuk

kristal dari mineral.

(101)

101

lanjutan

b. Astronomi; suatu ilmu pengetahuan yang

membahas benda-benda ruang angkasa dan

alam semesta.

b. Geografi; ilmu pengetahuan tentang muka

bumi dan produk ekonomi sehubungan

(102)

Terima Kasih

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan perubahan penduduk secara implisit menyatakan pertambahan penduduk atau penurunan jumlah penduduk secara parsial ataupun keseluruhan sebagai akibat

Seorang pembina atau pelatih ataupun guru renang pasti mempunyai berbagi tips untuk membuat semua orang yang mau belajar renang menjadi senang dan berbagi jurus

1. Harga dapat meningkatkan kecenderungan keputusan pembelian pada produk kosmetik halal. Karena semakin harga yang dikenakan kepada konsumen sesuai dengan manfaat dan

Indonesia yang termasuk kedalam negara-negara yang mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan ekonominya, strategi diversifikasi negara tujuan ekspor menjadi pilihan yang sangat

Kemungkinan intervensi yang dilakukan oleh kesehatan masyarakat mencakup tentang meningkatkan usia mengemudi, menuntut standar yang ketat untuk lisensi,

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(Lembaran Negara

Hasil secara keseluruhan perhitungan response bias pada kedua teknik pengukuran menunjukkan bahwa responden cenderung memberikan respon konservatif dibandingkan respon

Menurut Nasution (dalam Nurlaeli, 2012, hlm. 98), analisis data kualitatif bersifat terbuka open-ended, redukatif. Dikatakan terbuka karena terbuka bagi perubahan perbaikan