Modul ke: Fakultas Program Studi Fakultas Psikologi Masyhar zainuddin, MA
Filsafat Ilmu dan Logika
Pokok Bahasan: Pengantar Filsafat II
Peranan dan Kegunaan Filsafat
1. Filsafat atau berfilsafat mengajak manusia bersikap arif dan berwawasan luas terhadap berbagai masalah yang dihadapinya, dan manusia diharapkan mampu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dengan cara mengidentifikasinya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah.
2. berfilsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan seseorang secara lebih kreatif atas dasar pandangan hidup dan atau ide-ide yang muncul karena keinginannya.
3. Filsafat dapat membentuk sikap kritis seseorang dalam menghadapi permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan lainnya (interaksi dengan masyarakat,
komunitas, agama, dan lain-lain) secara lebih rasional, lebih arif, dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan.
4. terutama bagi para ilmuwan ataupun para mahasiswa dibutuhkan kemampuan untuk
menganalisis, analisis kritis secara komprehensif dan sistematis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan di dalam suatu riset, penelitian, ataupun kajian ilmiah lainnya. Dalam era globalisasi, ketika berbagai kajian lintas ilmu pengetahuan atau multidisiplin melanda dalam kegiatan ilmiah, diperlukan adanya suatu wadah, yaitu sikap kritis dalam menghadapi kemajemukan berpikir dari berbagai ilmu pengetahuan berikut para ilmuannya.
Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah
• Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang menjadi landasan asumsi logika (doktrin
netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta
batas-batas kemampuannya.
• Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya
pengembangan ilmu berdasarkan metode ilmiah, yang terdiri dari dua bagian, yaitu baik deduktif maupun induktif.
• Demikian pula, tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk pengetahuan atau knowledge baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).
Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah
• Filsafat ilmu maupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif (akal) tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus menigkatkan motivasi sebagai ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.
Peran Filsafat Ilmu
• Filsafat ilmu menurut Beerling (1988) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.
• Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki
syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M Zaenuddin, 2006), menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:
1. Filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu.
2. Filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan
pre-disposition dari para ilmuwan.
3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya
terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan
4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai
berikut:
a) Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dan tipe penyelidikan lain
b) Kondisi yang bagaimana yang patut diikuti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam.
c) Kondisi mana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar
d) Status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
• Filsafat ilmu menurut Koento Wibisono (1988), sebagai
kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat.
• Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.
• Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan mengenai bagaimana
dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa.
• Filsafat memiliki dua obyek pemikiran, yaitu obyek material dan obyek formal.
1. Obyek material
yaitu materi atau bahan yang menjadi obyek penyelidikan filsafat, maupun bagi segala turunan filsafat itu sendiri, misalnya, pengetahuan atau ilmu. Jadi, dengan kata sifat “material” tidak dimaksudkan sebagai bahan-bahan materi bagi sebuah pekerjaan tukang, tetapi “pokok soal” atau
“pangkal pikir” yang merupakan bahan atau obyek pemikiran filsafat itu sendiri.
2. Obyek Formal
Adalah sudut pandang filsafat atau metode dan cara kerja yang digunakan dalam rangka membongkar, menyingkap, dan
mengolah setiap bahan atau materi pemikiran (obyek material), guna dapat mengembangkannya menjadi
pengetahuan yang teruji dan tertata secara sistematis dalam bentuk pengetahuan umum maupun pengetahuan ilmiah atau jenis-jenis ilmu yang bersifat spesifik namun saling terkait.
Jadi, obyek formal menunjuk pada kemampuan dalam
mengkritisi, mengkaji, memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengkonstruksi setiap sistem ide atau “peta kognitif” yang tersimpan di balik segala penampakan bahan atau materi
(obyek material) yang dihadapinya menjadi sistem-sistem pemikiran, pengetahuan, dan ilmu utuh dan spesifik.
• Obyek formal filsafat, akhirnya, hendak menegaskan bahwa meskipun terdapat berbagai macam pengetahuan atau ilmu, namun hal itu bisa bersumber dari suatu obyek material yang sama.
• Jadi, pengetahuan atau ilmu hanya menampilkan jenis pikiran
atau pendangan yang berbeda berdasarkan sudut pendekatannya yang saling berbeda tentang pokok soal atau obyek materi yang sama, misalnya; biologi, psikologi, teologi, ekologi, linguistik, dan sebagainya, bermaksud menemukan apa yang dapat diketahuinya secara khusus berdasarkan sudut pendekatannya yang khas
tentang manusia.
Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai, prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia di dalam mengenal dan
mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik tolak pada beberapa ciri pemikiran.
1. Berpikir Rasional
Berfilsafat adalah berpikir. Meskipun demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir dimaksud dapat
dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan, atau imajinasi belaka. Ciri pemikiran
rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat, bukan sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum).
2. Berpikir Radikal (radix = akar).
Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke
permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang mendasar dan mendalam.
3. Kreatif-inovatif.
Artinya, pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang
melanggengkan dirinya di dalam berbagai keterkungkungan
dogma atau ideologi yang statis. Justru, ia selalu berusaha untuk mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi, mampu
mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan
mengembangkan diri sehingga dapat melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-gagasan baru yang lebih brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman.
4. Berpikir Sistematis dan analitis.
Artinya, ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir yang benar). Pemikiran
filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide,
penalaran, dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat selalu berusaha mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa (mengkompilasi) atau mengakumulasikan, serta menunjukkan makna terdalam dari pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata (pengertian), kalimat (keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran yang tepat dan benar.
5. Berpikir Universal.
Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan
pemikiran yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua tempat. Pemikiran filsafat tidak pernah akan berhenti dalam
sebuah kenyataan yang terbatas, ia akan menerobos mencari dan menemukan gagasan-gagasan yang bersifat global dan menjadi rujukan pemikiran umum.
6. Komprehensif dan holistik.
Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih bermakna
daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas dalam egoisme (kebenaran) sekoral yang
sempit.
7. Berpikir Abstrak.
Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau gagasan. Maksudnya, pemikiran filsafat selalu berusaha
meningkatkan taraf berpikir dari sekedar pernyataan-pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera manusia untuk menempatkannya pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral (terfokus), dan saling melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide, konsep, atau gagasan-gagasan pemikiran.
8. Berpikir secara reflektif.
Maksudnya, filsafat selalu berpikir dengan penuh pertimbangan dan penafsiran guna penemuan makna kebenaran secara utuh dan mendalam. Ciri pemikiran filsafat yang reflektif ini, hendak ditunjukkan bahwa pemikiran filsafat tidak cenderung
membenarkan diri, tetapi selalu terbuka membiarkan diri dikritik dan direnungkan secara berulang-ulang dan makin mendalam, untuk sambil mencari inti terdalam dari pemikiran dimaksud, juga menemukan titik-titik pertautannya secara utuh dengan inti
kehidupan manusia yang luas dan problematis.
9. Berpikir humanistik.
Ciri pemikiran filsafat ini hendak letakkan hakikat pemikiran itu pada nilai dan kepentingan-kepentingan kemanusiaan sebagai titik orientasi, pengembangan, dan pengendalian pemikiran itu sendiri. Maksudnya, pemikiran dan segala anak pinaknya, baik dalam bentuk pengetahuan, ilmu, atau teknologi harus dapat menunjukkan sebuah pertanggungjawaban pada sebuah tugas kemanusiaan yang nyata
.
10. Berpikir kontekstual.
Ciri pemikiran ini hendak menunjukkan bahwa pikiran bukan sekedar sebuah ide, tetapi sebuah realitas eksistensi dengan konteksnya yang nyata dan jelas. Maksudnya, setiap pemikiran filsafat, selalu bertumbuh dan berkembang dalam konteks hidup manusia secara nyata. Pikiran filsafat karenanya, merupakan
bagian dari cara berpikir dan cara bertindak manusia atau masyarakat dalam menyiasati dan memecahkan masalah-masalah kehidupannya secara nyata.
11. Berpikir eksistensial.
Ciri pemikiran filsafat ini bermaksud menunjukkan bahwa pikiran itu adalah pikiran manusia. Pikiran itu sendiri adalah sebuah
tanda keberadaan atau fenomena eksistensi, dengan pikirannya, manusia membudayakan diri dan memenuhi kodrat
eksistensialnya sebagai eksistensi yang bermartabat.
12. Berpikir kontemplatif.
Ciri pemikiran filsafat ini diarahkan untuk menajamkan kepekaan diri, ketajaman bathin, serta kemampuan mengenal kekuatan dan kelemahan, dan kesadaran otodidik dalam diri. Melalui pemikiran kontemplatif dimaksud, setiap pemikir, filsuf, atau ilmuwan
mampu menasihati dan membimbing diri (menangani diri)
dengan penuh kerendahan hati, kesabaran, dan kesetiaan. Ciri berpikir kontemplatif mampu membimbing para subyek (pemikir) sedemikian rupa, sehingga mampu melalukan koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas segala cara berpikir maupun hasil
pemikiran itu sendiri.
Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah
• Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang menjadi landasan asumsi logika (doktrin
netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta
batas-batas kemampuannya.
• Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya
pengembangan ilmu berdasarkan metode ilmiah, yang terdiri dari dua bagian, yaitu baik deduktif maupun induktif.
• Demikian pula, tentang hasil-hasil yang dicapai, berbentuk pengetahuan atau knowledge baik yang bersifat deskriptif (kualitatif dan kuantitatif) maupun yang bersifat hubungan (proporsi tingkat rendah, proporsi tingkat tinggi, dan hukum-hukum).
Filsafat Ilmu dalam metode ilmiah
• Filsafat ilmu maupun metodologi penelitian bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif (akal) tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan menimbulkan pengertian untuk disiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus menigkatkan motivasi sebagai ilmuwan untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh.
Peran Filsafat Ilmu
• Filsafat ilmu menurut Beerling (1988) adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan.
• Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki
syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu maka Cony (M Zaenuddin, 2006), menjelaskan empat titik pandang dalam filsafat ilmu:
1. Filsafat ilmu adalah perumusan world view yang konsisten dengan teori-teori ilmiah yang penting. Menurut pandangan ini, adalah merupakan tugas filsuf ilmu untuk mengelaborasi implikasi yang lebih luas dari ilmu.
2. Filsafat ilmu adalah eksposisi dari presupposition dan
pre-disposition dari para ilmuwan.
3. Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang didalamnya
terdapat konsep dan teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan
4. Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua, filsafat ilmu menuntut jawaban terhadap pertanyaan sebagai
berikut:
a) Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dan tipe penyelidikan lain
b) Kondisi yang bagaimana yang patut diikuti oleh para ilmuwan dalam penyelidikan alam.
c) Kondisi mana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar
d) Status kognitif yang bagaimana dari prinsip dan hukum ilmiah.
• Filsafat ilmu menurut Koento Wibisono (1988), sebagai
kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat.
• Tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.
• Komponen tersebut adalah ontologi, epistemologi dan
aksiologi. Ontologi menjelaskan mengenai pertanyaan apa, epistemologi menjelaskan pertanyaan mengenai bagaimana
dan aksiologi menjelaskan pertanyaan untuk apa.
• Filsafat memiliki dua obyek pemikiran, yaitu obyek material dan obyek formal.
1. Obyek material
yaitu materi atau bahan yang menjadi obyek penyelidikan filsafat, maupun bagi segala turunan filsafat itu sendiri, misalnya, pengetahuan atau ilmu. Jadi, dengan kata sifat “material” tidak dimaksudkan sebagai bahan-bahan materi bagi sebuah pekerjaan tukang, tetapi “pokok soal” atau
“pangkal pikir” yang merupakan bahan atau obyek pemikiran filsafat itu sendiri.
2. Obyek Formal
Adalah sudut pandang filsafat atau metode dan cara kerja yang digunakan dalam rangka membongkar, menyingkap, dan
mengolah setiap bahan atau materi pemikiran (obyek material), guna dapat mengembangkannya menjadi
pengetahuan yang teruji dan tertata secara sistematis dalam bentuk pengetahuan umum maupun pengetahuan ilmiah atau jenis-jenis ilmu yang bersifat spesifik namun saling terkait.
Jadi, obyek formal menunjuk pada kemampuan dalam
mengkritisi, mengkaji, memahami, menganalisis, mensintesis, dan mengkonstruksi setiap sistem ide atau “peta kognitif” yang tersimpan di balik segala penampakan bahan atau materi
(obyek material) yang dihadapinya menjadi sistem-sistem pemikiran, pengetahuan, dan ilmu utuh dan spesifik.
• Obyek formal filsafat, akhirnya, hendak menegaskan bahwa meskipun terdapat berbagai macam pengetahuan atau ilmu, namun hal itu bisa bersumber dari suatu obyek material yang sama.
• Jadi, pengetahuan atau ilmu hanya menampilkan jenis pikiran
atau pendangan yang berbeda berdasarkan sudut pendekatannya yang saling berbeda tentang pokok soal atau obyek materi yang sama, misalnya; biologi, psikologi, teologi, ekologi, linguistik, dan sebagainya, bermaksud menemukan apa yang dapat diketahuinya secara khusus berdasarkan sudut pendekatannya yang khas
tentang manusia.
Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai, prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia di dalam mengenal dan
mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik tolak pada beberapa ciri pemikiran.
1. Berpikir Rasional
Berfilsafat adalah berpikir. Meskipun demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir dimaksud dapat
dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan, atau imajinasi belaka. Ciri pemikiran
rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat, bukan sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum).
2. Berpikir Radikal (radix = akar).
Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke
permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang mendasar dan mendalam.
3. Kreatif-inovatif.
Artinya, pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang
melanggengkan dirinya di dalam berbagai keterkungkungan
dogma atau ideologi yang statis. Justru, ia selalu berusaha untuk mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi, mampu
mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan
mengembangkan diri sehingga dapat melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-gagasan baru yang lebih brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman.
4. Berpikir Sistematis dan analitis.
Artinya, ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir yang benar). Pemikiran
filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide,
penalaran, dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat selalu berusaha mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa (mengkompilasi) atau mengakumulasikan, serta menunjukkan makna terdalam dari pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata (pengertian), kalimat (keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran yang tepat dan benar.
5. Berpikir Universal.
Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan
pemikiran yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua tempat. Pemikiran filsafat tidak pernah akan berhenti dalam
sebuah kenyataan yang terbatas, ia akan menerobos mencari dan menemukan gagasan-gagasan yang bersifat global dan menjadi rujukan pemikiran umum.
6. Komprehensif dan holistik.
Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih bermakna
daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh, tidak terlepas-lepas dalam egoisme (kebenaran) sekoral yang
sempit.
7. Berpikir Abstrak.
Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau gagasan. Maksudnya, pemikiran filsafat selalu berusaha
meningkatkan taraf berpikir dari sekedar pernyataan-pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera manusia untuk menempatkannya pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral (terfokus), dan saling melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide, konsep, atau gagasan-gagasan pemikiran.
8. Berpikir secara reflektif.
Maksudnya, filsafat selalu berpikir dengan penuh pertimbangan dan penafsiran guna penemuan makna kebenaran secara utuh dan mendalam. Ciri pemikiran filsafat yang reflektif ini, hendak ditunjukkan bahwa pemikiran filsafat tidak cenderung
membenarkan diri, tetapi selalu terbuka membiarkan diri dikritik dan direnungkan secara berulang-ulang dan makin mendalam, untuk sambil mencari inti terdalam dari pemikiran dimaksud, juga menemukan titik-titik pertautannya secara utuh dengan inti
kehidupan manusia yang luas dan problematis.
9. Berpikir humanistik.
Ciri pemikiran filsafat ini hendak letakkan hakikat pemikiran itu pada nilai dan kepentingan-kepentingan kemanusiaan sebagai titik orientasi, pengembangan, dan pengendalian pemikiran itu sendiri. Maksudnya, pemikiran dan segala anak pinaknya, baik dalam bentuk pengetahuan, ilmu, atau teknologi harus dapat menunjukkan sebuah pertanggungjawaban pada sebuah tugas kemanusiaan yang nyata
.
10. Berpikir kontekstual.
Ciri pemikiran ini hendak menunjukkan bahwa pikiran bukan sekedar sebuah ide, tetapi sebuah realitas eksistensi dengan konteksnya yang nyata dan jelas. Maksudnya, setiap pemikiran filsafat, selalu bertumbuh dan berkembang dalam konteks hidup manusia secara nyata. Pikiran filsafat karenanya, merupakan
bagian dari cara berpikir dan cara bertindak manusia atau masyarakat dalam menyiasati dan memecahkan masalah-masalah kehidupannya secara nyata.
11. Berpikir eksistensial.
Ciri pemikiran filsafat ini bermaksud menunjukkan bahwa pikiran itu adalah pikiran manusia. Pikiran itu sendiri adalah sebuah
tanda keberadaan atau fenomena eksistensi, dengan pikirannya, manusia membudayakan diri dan memenuhi kodrat
eksistensialnya sebagai eksistensi yang bermartabat.
12. Berpikir kontemplatif.
Ciri pemikiran filsafat ini diarahkan untuk menajamkan kepekaan diri, ketajaman bathin, serta kemampuan mengenal kekuatan dan kelemahan, dan kesadaran otodidik dalam diri. Melalui pemikiran kontemplatif dimaksud, setiap pemikir, filsuf, atau ilmuwan
mampu menasihati dan membimbing diri (menangani diri)
dengan penuh kerendahan hati, kesabaran, dan kesetiaan. Ciri berpikir kontemplatif mampu membimbing para subyek (pemikir) sedemikian rupa, sehingga mampu melalukan koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas segala cara berpikir maupun hasil
pemikiran itu sendiri.
Hubungan filsafat dengan ilmu
dan
47
• Ilmu adalah sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu, sehingga menjadi suatu kesatuan. • Menurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga kesimpulan, yaitu;
1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematikan
2. Suatu pendekatan/metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia, dan
3. Suatu cara yang mengijinkan kepada ahli-ahli lainnya untuk menyatakan suatu proporsi.
48
Agama
Agama diartikan secara praktis, adalah
suatu keyakinan akan adanya
aturan/jalan hidup (way of life) yang
bersumber dari suatu kekuatan yang
absolut (Tuhan).
•
Agama memiliki empat perangkat sbb:
1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai
49
lanjutan
2. adanya aturan (code hukum) yang harus
dipahami yang termaktub dalam kitab suci
dan kebenarannya bersifat ansolut.
3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa
aturan hukum.
4. Adanya komunitas (manusia) sebagai
pelaksana aturan yang bersumber dari
Tuhan.
50
HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN
AGAMA
ILMU, mencari kebenaran dengan cara
penyelidikan (riset) sesuai dengan
eksistensinya yang berhubungan dengan
alam empiris.Dalam penyelidikan ilmu selalu
mencari hukum sebab akibat. Sebagai
hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti
ada.
51
lanjutan
FILSAFAT, karena selalu berhadapan denga
alam empiris, (metafisika, ghaib) maka ia
komit dengan organon (alatnya) yaitu logika.
Cara kerjanya selalu diawali dengan
pertanyaan apa…. Berpikir logis, sistematis,
radikal, dan universal.
52
lanjutan
AGAMA, menemukan konsep kebenaran
bersumber pada wahyu, kebenarannya
bersifat mutlak, absolut sebagiai
53
•
Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat
kebenarannya bersifat spekulatif (berdasrkan
nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi.
Agama kebenarannya bersifat absolut
mutlak, dalam penentuannya semua perlu
perumusan
54
lanjutan
•
Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert
Einstein menagatakan dengan singkat’
“science with out is blind, religion with out
science is blame” Ilmu tanpa agama buta,
agama tanpa ilmu lumpuh.
55
BAGAIMANAKAH KATEGORI
MANUSIA ITU?
1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM
KETIDAKAHUANNYA
2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM KETAHUANNYA
3. MANUSIA TAHU AKAN KETIDAKTAHUANNYA
4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA
56
Manusia adalah akhluk ciptaan Tuhan yang tercanggih.
Memiliki banyak kelebihan dibanding dengan makhluk
lain terutama akalnya.
•
Memiliki rasa ingin tahu, maka diaktuakisasikan
dalam bentuk bertanya.
•
Melalui rasio maka manusia memberikan jawaban
terhadap aneka pertanyaan
•
Manusia bertanya, manusia pula menjawab
•
Manusialah yang benar-benar bereksistensi karena
memiliki kesadaran dan otonomi dirinya.
57
Lanjutan
DENGAN KATA LAIN
Malalui akalnya manusia mampu menyamai
makhluk lain.
•
Burung terbang tinggi, manusia tefrbang dengan
pesawat ciptaannya.
•
Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia
berenang dengan kapal Feri ciptaannya.
•
Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia
58
APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU BERFILSAFAT? Tidak
juga. Rule of the game ( ada aturan mainnya)
•
Berpikir logis, sistematis, radikal, dan
universal.
Dengan mengindahkan ke empat aturan main
tersebut, maka Anda bisa menjadi seorang
filsuf
59
LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN
SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN?
•
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang
tercanggih.
•
Dengan akalnya manusia mampu. berpikir,
dengan pikirannya memperoleh
pengetahuan, dengan pengetahuannya
manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya
manusia mampu berpikir rasional, logis dan
sistematis.
60
JADI PENGETAHUAN LAHIR SEJAK MANUSIA
ITU ADA
SEJAK MANUSIA BERPIKIR
SEJAK MANUSIA BERINTERAKSI DENGAN
ALAM
61
BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU PENGETAHUAN
DENGAN FILSAFAT?
•
Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu,
pengetahuan lahir sejak adanya peradaban
manusia dan berkembang pesat sesuai dengan
budayanya.
•
Pengetahuan lahir dari aktivitas
•
Aktivitas memerlukan metode
•
Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
62
lanjutan
•
Aktivitas memerlukan metode
•
Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
•
Ilmu dan pengetahuan tidak bisa
63 AKTIVITAS PENGETAHUAN METODE ILMU
SIKLUS ILMU
64
PENGERTIAN ILMU SEBAGAI
PENGETAHUAN
Dari segi maknanya pengertian ilmu
sekurang-kurangnya merujuk tiga hal:
¾Pengetahuan
¾Aktivitas
¾metode
65
Pengertian Umum
•
Ilmu adalah sesuatu kumpulan yang
sistematis dari pengetahuan.
•
Ilmu berarti semua pengetahuan yang
dihimpun dengan perantara metode
ilmiah (John G. Kemeny).
66
lanjutan
•
Menurut Norman Campbell :
¾Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan
yang berguna dan praktis dan suatu metode
untuk memperoleh pengetahuan
¾Ilmu tidak bersangkutan dengan kehidupan
praktis dan tidak dapat mempengaruhinya
kecuali dalam cara yang paling tak langsung,
baik kebaikan atau keburukan.
67
SIMPULAN
•
Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan berbagai metode
berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga
menghasilkan kumpulan pengetahuan yang
sistematis mengenai gejala-gejala kealaman,
kemasyarakatan atau keorangan untuk tujuan
mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman,
memberikan penjelasan, ataupun melakukan
68
LANJUTAN
ILMU SEBAGAI RANGKAIAN AKTIVITAS MANUSIA:
1. Rasional: proses pemikiran yang
berpegang pada kaidah-kaidah logika
2. Kognitif : proses mengetahui dan
69
lanjutan
1. Teologis:
•
mencapai kebenaran memperoleh
pemahaman
•
Memberi penjelasan
•
Meakukan penerapan dengan peramalan atau
pengendalian
70
ILMU SEBAGAI METODE ILMIAH
•
ANALISIS (analysis)
•
PEMERIAN (description)
•
PENGUKURAN (measurement)
•
PERBANDINGAN (comparison)
•
SURVAI (survey)
71
Pengelompokan Pengetahuan
•
Menurut Bertrand Russell, pengetahuan
dibedakan menjadi 2:
1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta
(knowledge of facts)
2. Pengetahuan mengenai hubungan
umum antara fakta (knowledge of
72
Ledger Wood membagi
pengetahuan menjadi:
1.Non inferential Apprehension;
pengetahuan nonpenyimpulan yang
merupakan pengenalan terhadap
73
Bentuknya:
•
Perception ;pengenalan objek diluar diri
seseorang
•
Introspection; pengenalan terhadap dirinya
sendiri dengan segenap kemampuan, pikiran
74
Lanjutan
2. Inferential Knowledge, meliputi;
•
Knowledge of other selves; pengetahuan
mengenai diri orang lain.
•
Historical knowledge; pengetahuan
menyangkut masa lampau.
75
George Klubertanz
•
Pengetahuan langsung berdasarkan pengenalannya
terhadap objek-objek pengalaman.
•
Pengetahuan kemanusian (humanistic knowledge)
yang diperoleh karena mempelajari
•
Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge)
berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya kebenaran.
76
lanjutan
•
Pengetahuan Ilmiah (scientific
knowledge) berdasarkan azas-azas
yang cocok dan dapat membuktikan
kesimpulannya kebenaran.
77
HAKIKAT PENGETAHUAN
•
Darimanakah hakikat pengetahuan itu?
1. Realisme; pengetahuan manusia riil adanya
dari kehidupan.
2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat
dalam dunia riil melainkan hanya dalam
dunia konsep ideal atau dunia ide-ide.
78
Dari manakah sumber pengetahuan
manusia?
1. Rasionalisme; sumber pengetahuan berasal
dari rasio (akal) manusia.
2. Empirisme; sumber pengetahuan adalah
indra manusia (empiri)
3. Kritisisme/transidentalisme; pengetahuan
manusia bersumber dari luar diri manusia,
yaitu Tuhan.
79
PENGETAHUAN SEBAGAI DASAR TEORITIS
YANG
MELAHIRKAN PENGETAHUAN ILMIAH
•
CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH:
•
1. Jenis sasaran
•
2. Bentuk-bentuk pernyataan
•
3. Ragam-ragam proposisi
•
4. Ciri-ciri pokok
80
Lanjutan
Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:
•
Objek material; fenomena di dunia ini
yang ditelaah oleh ilmu
•
Objek formal; pusat perhatian penelaahan
81
lanjutan
OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH
DIKELOMPOKAN MENJADI 6:
•
IDE ABSTRAK
•
BENDA FISIK
•
JASAD HIDUP
•
GEJALA ROHANI
•
PERISTIWA SOSIAL
•
PROSES TANDA
82
OBJEK MATERIAL
KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG, INGATAN
DST
83
TELAAH OBJEK FORMAL
MANUSIA
•
•
PSIKOLOGI
BIOLOGI
•
FILSAFAT KODRATI
84
SEPERTI APA BENTUK
PENGETAHUAN ILMIAH ITU?
1. DESKRIPTIF
2. PRESKRIPSI
•ANATOMI
•GEOGRAFI
•UKURAN
•AZAS-AZAS
•PETUNJUK
•PROSEDUR
85
LANJUTAN
3. EKSPOSISI POLA
•
SOSIOLOGI
•
POLA-POLA BUDAYA
•
ANTROPOLOGI
•
PERKEMBANGAN
BUDAYA
86
LANJUTAN
4.
REKONTRUKSI
HISTORIS
•
HISTORIOGRAFI
•
PURBAKALA
•
PALEONTOLOGI
87
PROPOSISI ILMU PENGETAHUAN
1. AZAS ILMIAH
•
MENGANDUNG
KEBENARAN UMUM
BERDASARKAN FAKTA
YANG TELAH DIAMATI
88
LANJUTAN
2. KAIDAH ILMIAH
• Mengungkapkan keajegan atau hubungan tertib yang dapat diperiksa
kebenarannya diantara fenomena secara umum berlaku pula untuk
berbagai fenomena yang sejenis.
89
LANJUTAN
3. TEORI ILMIAH
•
Kemampuan
proposisi yang saling
berkaitan secara logis
untuk memberi
penjelasan mengenai
sejumlah fenomena.
•
Teori Darwin
Kau lahir dariku bodoh
90
lanjutan
•
Teori; sekumpulam proposisi yang
mencakup konsep-konsep tertentu
yang saling berhubungan
91
APA MANFAAT DAN PERANAN TEORI?
•
Mensistematiskan dan menyususn data
maupun pemikiran tentang data sehingga
tercapai pertalian yang logis diantara aneka
data yang semula kacau balau. Jadi teori
berfungsi sebagai kerangka, pedoman, bagan
sistematisasi atau sistem acuan.
92
lanjutan
•
Memberikan skema atau rencana sementara
mengenai medan yang semula belum
dipetakan sehingga terdapat suatu orientasi
•
Menunjukkan atau menyarankan arah-arah
93
PEMBAGIAN ILMU
PENGETAHUAN
•
Ilmu Pengetahuan dibedakan atas:
1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science);
membahas hubungan manusia sebagai makhluk
sosial.
a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang mempelajari
proses mental dan tingkah laku.
b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses latihan
yang terarah dan sistematis meneju ke suatu
94
Lanjutan
c.
Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang
pempelajari asal-usul dan perkembangan
jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah laku
manusia.
d. Etnologi; studi antropologi dari aspek sistem
sosio ekonomi dan pewarisan kebudayaan
terutama keaslian, perkembangan dan
95
Lanjutan
e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa –
peristiwa yang telah terjadi pada suatu
bangsa, negara atau individu.
f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang
berhubungan dengan produksi, tukar
menukar barang produksi, pengelolaan
dalam lingkup rumah tangga, perusahaan
atau negara.
96
Lanjutan
g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial, terutama
asal-usul organisasi, institusi dan perkembangan
masyarakat manusia.
2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas alam
semesta dengan segala isinya, ilmu ini terbagi atas:
a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda mati
dari aspek wujud dengan perubahan yang bersifat
sementara.
97
lanjutan
b.
Kimia (chemistry); mempelajari benda hidup
dan tidak hidup dari aspek susunan materi dan
perubahan-perubahan yang bersifat tetap;
Kimia secara garis besar dibagi menjadi:
•
Kimia anorganik
•
Kimia organik
c. Biologi (biological science); ilmu pengetahuan
yang mempelajari makhluk hidup dan
gejala-gejalanya.
98
lanjutan
•
Cabang-cabang biologi:
1. Botani; mempelajari seluk beluk
tumbuhan
2. Zoologi; mempelajari hewan
3. Anatomi; mempelajari strukur dalam
makhluk hidup
99
5. Sitologi; studi tentang sel secara
mendalam
6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh
atau organ makhluk hidup
7. Palaentologi:studi tentang makhluk
masa lampau yang kebanyakan hanya
berupa fosil
100
lanjutan
3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (earth
science and space)
a. Geologi; studi tentang struktur bumi
•
Petrologi membahas batu-batuan
•
Vulkanologi, membahas gempa bumi
•
Mineralogi, membahas bahan
mineral/bahan galian
•
Kristalografi, membahas bentuk-bentuk
kristal dari mineral.
101