• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELESTARIAN RUANG PUBLIK LINGKUNGAN LAWEYAN SURAKARTA. Danarti Karsono. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELESTARIAN RUANG PUBLIK LINGKUNGAN LAWEYAN SURAKARTA. Danarti Karsono. Abstrak"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PELESTARIAN RUANG PUBLIK LINGKUNGAN LAWEYAN SURAKARTA

Danarti Karsono Abstrak

Lingkungan Laweyan Surakarta dengan kehidupan masyarakatnya menjadi bagian yang melengkapi perkembangan kota, suatu lingkungan dengan pola kehidupan yang khas diharapkan mampu mempertahankan jati dirinya di tengah perkotaan yang selalu mengalami perubahan-perubahan karena tuntutan kebutuhan masyarakat. Perubahan Ruang Publik Lingkungan Laweyan Surakarta bertujuan untuk memperoleh gambaran dan makna yang signifikan tentang bentuk ruang publik, agar dalam kegiatan pelestariannya tidak menjadikan asing bagi penghuninya.

Dari latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian, yakni mengungkapkan tentang makna pengaruh-pengaruh sosial budaya masyarakat terhadap morfologi lingkungan untuk melestarikan suatau lingkungan dengan segala perubahan kehidupan masyarakatnya, maka digunakan metoda deskriptif kualitatip. Konservasi adalah salah satu bentuk pelestarian yang mempunyai pengertian melestarikan apa yang ada sekarang dan mengarahkan perkembangannya ke masa depan. Pelestarian tersebut digunakan untuk menjaga agar tempat-tempat yang menarik dan dapat dipakai tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang kurang sesuai.

Dari pembahasan terungkap bahwa faktor-faktor sosial budaya di Laweyan Surakarta yaitu tingginya tingkat privacy yakni kehidupan individu yang tidak ingin diganggu oleh orang yang tidak dikenal menyebabkan morfologi lingkungan menjadi rutin, sehingga timbul konservasi/pelestarian dari masyarakatnya sendiri. Hasil dari interaksi faktor-faktor sosial masyarakat Laweyan tersebut menyebabkan dinding dipersepsikan sebagai pelindung privacy, dan sebagai ciri khas lingkungannya. Rutinnya fungsi ruang publik pada lingkungan permukiman yang ada di Laweyan karena interaksi sosial budaya masyarakat banyak dilakukan di dalam tembok bangunan, sehingga ruang publik menjadi tempat untuk penuntun manusia dari satu tempat ke tempat lain.

Dalam mengantisipasi perkembangan kota maka penambahan bangunan pada kawasan guna mendukung kehidupan lingkungannya diharapkan tidak menggusur tempat tinggal dan ruang publik yang ada, dengan harapan dapat mempertahankan identitas Laweyan sebagai lingkungan yang dikonservasi.

Kata kunci : pelestarian, ruang publik, Laweyan, Surakarta. 1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan kawasan kota baik yang direncanakan maupun yang secara organik sebagai konsekuensi perkem bangan sosial budaya, ekonomi dan politis seringkali berdampak juga pada penurunan kualitas lingkungan.

Intervensi pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan tidak jarang justru berdampak menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan pendekatan yang dilakukan hanya deterministik, tanpa memperhatikan aspek-aspek kehidupan sosial budaya masyarakat, sehingga

(2)

masalah-masalah non fisik terabaikan. Pendekatan deterministic yang tidak memperhati kan konteks histories akan berakibat hilangnya karakter spesifik, keunikan serta sense of place kawasan yang akan memberikan identitas yang menyatu dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.

Suatu proses perubahan budaya selalu mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak harmonis (kesenjangan budaya), karena kekuatan perubahan soaial, budaya, ekonomi dan politis mempunyai tingkat perubahan yang berbeda. Sehingga sering terjadi adanya konflik tata nilai yang kemungkinan akan berdampak pada kesenjangan budaya, baik fisik maupun non fisik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas lingkungan. Dalam hal ini, berupa permukiman dan kualitas kehidupan masyarakatnya.

Kajian yang dilakukan berangkat dari adanya fenomena perubahan fisik dalam konteks perubahan sosial budaya. Penelitian ini dilakukan di Laweyan Surakarta, yang merupakan lingkungan permukiman tradisional, dengan pertimbangan usia permukiman lebih dari atu abad, yang pada saat sekarang telah bergeser meninggalkan pola struktur tata ruang tradisionalnya, serta tata kehidupan sosial budaya tradisional yang menonjol. Sehingga kajian tentang perubahan baik fisik maupun non fisik masih dapat terdeteksi. Disisi lain konflik-konflik kepentingan sering menimbulkan perubahan nilai sosial yang menantinya juga akan memperngaruhi perubahan fisik lingkungan tersebut.

Keberadaan Lingkungan Laweyan sebagai warisan arsitektur kota akan merupakan kekayaan fisik dan non fisik yang merupakan keputusan masyarakat yang telah melegitimasi keberadaan warisan arsitekturnya sebagai jati diri dan

citra terhadap identitas kotanya. Perkembangan ruang publik di suatu kota akan membentuk pola perkotaan yang merupakan cerminan dari tingkat sosial budaya masyarakatnya. Keindahan ruang publik tidak hanya dapat dilihat dari elemen pembentuknya tetapi lebih mendalam terhadap keindahan dan makna bangunan yang ada yang di sekitarnya.

1.2. Permasalahan

Dari latar belakang masalah diketahui bahwa terbentuknya lingkung an organik di Laweyan Surakarta, di pengaruhi oleh kehidupan sosial budayanya. Maka perlu dikaji tentang faktor-faktor sosial budaya yang mempengaruhi perkembangan lingkungannya dan pergeseran peruntukan yang terjadi pada ruang publik di lingkungan Laweyan Surakarta. 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manusia dan Kebudayaan.

Pemahaman tentang manusia serta kebudayaan, merupakan pemahaman atas dua hal yang tak terpisahkan. Karena manusia adalah pelaku kebudayaan dan kebudayaan, adalah lingkup tempat seharusnya manusia hidup. Dalam kebudayaanlah tercermin segala kenyataan bernilai dan berharga. Keeratan hubungan hubungan manusia dengan kebudayaan dapat disimak dari konsep awal tentang kebudayaan yakni keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan yang lain yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat. Oleh karenanya manusia disebut sebagai mahkluk budaya.

Dipandang sebagai mahluk alamiah, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan rohani, dan aktivitas kebudayaan berfungsi untuk memenuhi

(3)

komplek kebutuhan naluri manusia. Maka pernyataan manusia sebagai mahluk budaya mengandung pengertian, bahwa kebudayaan merupakan dimensi hidup dalam perilaku manusia, dan dalam kebudayaanlah tercakup hal-hal berkaitan dengan persepsi manusia terhadap lingkungan serta masyarakat. Dengan demikian hubungan antara manusia, kebudayaan, perilaku dan lingkungan sangatlah erat.

2.2. Ruang Publik

Menurut Spreiregen dalam ‘Architecture of Town and City’ ruang publik adalah ruang yang dapat berdiri sendiri, tidak berhubungan dengan ruang di dekatnya,atau mungkin di hubungkan dengan ruang lain yang dapat dinikmati dengan bergerak dari satu ke ruang lain. Ruang publik direncanakan dengan maksud untuk memperlihatkan lingkaran yang menonjolkan sebuah bangunan di dalam ruang atau menunjukkan arah sirkulasi utama.

Ruang publik biasanya terbentuk oleh fasade bangunan da lantai kota, pada dasarnya ruang publik dibedakan oleh karakteristik yang menonjol seperti kualitas yang melengkapinya, kualitas dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Ruang publik secara ideal harus dilengkapi oleh dinding, mem punyai lantai sesuai dengan maksud dan mempunyai fungsi.

2.2.1. Fungsi, Bentuk dan Karakter Ruang Publik

Harvey S. Perloff dalam ,The Quality of The Urban Enviroment Essays on New Resources in an Urban Age, menyebutkan bahwa ruang publik dalam pembentukannya mempunyai fungsi : (1) menyediakan cahaya dan sirkulasi udara di dalam bangunan terutama pada

bangunan tinggi di pusat kota, (2) menghadirkan kesan perspektif dan vista pada pemandangan kota terutama pada kawasan yang padat di pusat kota, (3) menyediakan area rekreasi dengan bentuk aktivitas yang spesifik, (4) memberikan bentuk ‘solid-void’ kawasan kota, (5) sebagai area cadangan bagi penggunaan di masa datang.

Beberapa teori bentuk ruang publik yang dikemukakan oleh Rob Krier dalam Urban Space, mengklarifikasi menjadi dua yakni : (1) berbentuk memanjang, yaitu ruang terbuka yang mempunyai batasan-batasan di sisi- sisinya contoh : jalan, sungai, pedestrian dan lain-lain, (2) bentuk cluster yaitu ruang terbuka mempunyai batasa-batasan di sekelilingnya, missal plaza, square, lapangan dan lain-lain. Sedang menurut Samuel Zisman dalam Garret Eckbo menyimpulkan bentuk ruang publik di bagai dalam tiga tipe yakni (1) openutility, (2) open green dan (3) corridor.

Menurut Yoshinobu Ashihara dalam Aesthetic Townscape, karakter fisik ruang publik berbentuk koridor dapat diukur dari perbandingan lebar lantai/jalan dengan dinding/bangunan (D/H).. Dengan adanya karakter ruang public, amnesia dalam melakukan pergerakan, berhubungan dengan rasa suatu tempat yang didukung oleh pemandangan pada ruang publik tersebut sebagai penuntun manusia.

2.3. Teori Desain Spasial A. Figure ground teori

Setiap lingkungan kota mempunyai pola solid dan void. Dalam pendekatan ini titik awal untuk memahami bentuk kota adalah dengan menganalisa antara hubungan masa bangunan dengan open space. Space adalah medium/ perantara pengalaman

(4)

kota yang memberikan rentetan antara umum, semi umum, dan privatt dan space-space umum memberikan makna simbolis dengan adanya jalan-jalan, tempat berkumpul. Dalam figure-ground teori, menunjukkan bahwa apabila bentuk kota utamanya adalah vertikal yang digambarkan dengam menara-menara, gedung pencakar langit, maka untuk membentuk space kota yang koheren hampir tidak mungkin. Cara termudah untuk mendapatkan void yang positif adalah dengan membuat masa bangunan horizontal, dimana struktur-strukturnya lebih banyak mempunyai cakupan dari pada bidang-bidang sekitarnya, karena space dibentuk oleh masa.

Pada teori ini ada lima tipe void kota dengan tingkat keterbukaan ketertutupan yang berbeda, yang mempunyai peran dalam eksterior kota, yang pertama adalah space untuk jalan masuk (entry fover) seperti jalan lorong/gang sebagai transisi daerah pribadi/privat dengan teritorial umum. Space entry ini dapat merupakan gerbang pribadi yang nyata bentuknya dapat sebagai halaman depan. Lobby ataupun tempat dengan skala intim yang dapat dipakai untuk umum dan pribadi. Kedua adalah ruang terbuka di tengah/void lock bagian dalam seperti lubang tertutup di dalam donat yang berupa space tempat tinggal ataupun tempat-tempat umum yang fungsinya untuk beristirahat, yang ketiga adalah jaringan jalan-jalan dan square. Secara historis square dan jalna ini merupakan ruang yang menyatukan struktur kota. Sebagai perluasan dari rumah dan tempat untuk berkomunikasi maka square dan jalan ini secara tradisional membentuk suatu hierarki tatanan sistematis dari space lokal ke seluruh jaringan kota.

Keempat adalah kebun dan taman-taman

yang merupakan simpul bagi pelestarian alam di kota. taman-taman ini digabungkan menjadi jaringan kota untuk mendorong setting rona dari lingkungan kota yang keras, dan merupakan tempat rekreasi bagi penghuni kota tersebut. Kelima adalah sistem open space linear yang biasanya dihubungkan dengan bentuk-bentuk air, seperti sungai, air terjun dan zona daratan yang digenangi air.

B. Linkage teori

Dalam teori ini sirkulasi adalah merupakan penekanan pada hubungan dan pergerakan, merupakan kontribusi yang signifikan. Menurut Maki, pertalian/linakge secara sederhana adalah merupakan perekat kota. Yakni suatu kegiatan yang menyatukan seluruh lapisan aktivitas dan menghasilkan bentuk fisik dalam kota. Dalam teori ini dibedakan menjadi tiga tipa space kota formal yakni: compositional form, megaform, dan groupform.

Teori linkage yang dapat diterapkan pada daerah kajian ini adalah teori yang ketiga, yakni groupform yang merupakan ciri khas dari bentuk-bentuk spasial kota yang mempunyai kaitan dengan sejarah.

Linkage disini, dibentuk tidak secara langsung tetapi selalu dihubungkan dengan karakteristik-karakteristik fisik skala manusia. Rentetan-rentetan space yang dipertegas oleh bangunan, dinding, pintu gerbang dan juga jalan yang membentuk facade suatu lingkungan perkampungan. Lingkage teori ini dapat digunakan sebagai niat untuk memberikan petunjuk arahan dalam penataan suatu kawasan lingkungan.

C. Place Teori

(5)

space (ruang) yang mempuyai karakter tersendiri. Sejak dulu genius loci atau jiwa dari suatu tempat telah dikenal sebagai sesuatu yang nyata, dimana manusia menghadapi istilah-istilah dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana setiap tempat mempunyai masa lalu, maka iapun selalu dengan masa mendatangnya. Di sini dapat dikatakan, bahwa perkembangan setiap tempat diisi oleh prediksi dan tujuan. Teori tempat ini memberikan pengertian : semakin pentingnya nilai-nilai sosial, budaya, kaitan sejarah di dalam suatu space kota.

Dalam proses penganalisaan teori tentang tempat ini, dapat juga menggunakan prinsip-prinsip dari Kevin Lvnch yakni legibility berupa mental map dari kota oleh pemakai jalan. Structure and indentity adalah pola-pola yang koheren dan dapat dikenal dari bangunan, blok-blok dan ruang kota serta imageability adalah persepsi pengguna dan bagaimana pengolahannya.

3.TINJAUAN METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian, yakni mengkaji fenomena dan karakteristik perubahan dan pelestarian dengan mengkaitkan perubahan aspek fisik dan non fisik untuk memperoleh faktor-faktor pengaruh yang bersifat deskriptif dari perubahan bentuk ruang publik di Laweyan Surakarta, maka metoda pendekatan yang digunakan adalah metode observasi jejak fisik (Observing Physical Traces)

Untuk menjelaskan adanya pengaruh perubahan fisik dan non fisik sebagai latar belakang terjadinya perubahan, digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatip yang diperoleh dari interprestasi data dan perhitungan ststistik.

IV. PEMBAHASAN

Perubahan kehidupan sosial budaya masyarakat tidak lepas dari latar belakang sejarah, yakni masyarakat Laweyan yang berstatus sosial saudagar dan buruh. Saat ini perbedaan status social masyarakat masih tampak dengan masih adanya perusahaan batik yang masih menjalankan usaha, dan dengan masih adanya keturunan saudagar yang tinggal di Laweyan.

Dari latar belakang status sosial tersebut menyebabkan manusia ingin dihargai. Naluri inilah yang merupakan pendorong utama dari dalam diri manusia, sehingga terjadi apa yang disebut interaksi sosial. Faktor sosial budaya tersebut oleh pengaruh waktu dan proses alamiah, terjadi perubahan nilai kebudayaan baik perorangan, keluarga maupun masyarakat di Laweyan, yang akan berpengaruh terhadap bangunan dan lingkungan.

4.1. Pengaruh Faktor Sosial

terhadap Pola Tata Lingkungan Bangunan yang mendominasi lingkungan permukiman Laweyan adalah rumah tinggal yang terdiri dari :

Jenis rumah tinggal Jumlah 1. Rumah saudagar / keturun

an dengan pabrik telah mati 2. Rumah saudagar / ketu runan denganpabrik masih hidup

3. Rumah buruh/bekas buruh 4. Rumah pendatang

23%

25%

31% 11% Keberadaan bangunan yang masih rutin/teratur/tidak berubah terutama pada rumah saudagar / keturunan, tidak lepas

(6)

dari pengaruh sosial budaya masyarakat di lingkungan Laweyan saat ini. Pengaruh sosial budaya masyarakat yaitu faktor-faktor sosial terhadap ajegnya bangunan, menurut responden yang diambil sampelnya menyatakan karena factor kehormatan, maka dinding/pagar bangunan dipertahankan. Faktor kehormatan ini dilatarbelakangi oleh masa lalunya sebagai saudagar atau keturunan saudagar. Dari pelapisan sosial antara saudagar-saudagar dan buruh di lingkungan Laweyan menyebabkan penghuninya tetap dihormati, sehingga untuk menunjukkan eksistensinya pagar-pagar bangunan tersebut tetap ajeg.

Untuk membuktikan gejala peta mental tersebut, menurut responden dari penduduk asli Laweyan yang melewati ruang publik, menyatakan pagar/dinding tinggi merupakan tanda rumah saudagar, bahkan penduduk setempat mengenal pemiliknya walaupun penghuninya jarang bergaul dengan masyarakat sekitar.

4.2. Pengaruh Keajegan Ruang Publik dan Ruang Private sebagai unsur Pelestarian Lingkungan Faktor privacy mempengaruhi ajegnya dinding bangunan, hal ini dapat dilihat dari table di bawah ini :

Tidak ing in diganggu orang tak dikenal Ketinggian pagar diperta hankan Total Ya Tidak Penghuni pabrik batik sudah mati 90% 10% 100% Penghuni pabrik batik masih hidup 75% 25% 100%

Lebih dari 60% responden menyatakan faktor tidak ingin diganggu oleh orang tidak dikenal, terutama pencuri, menyebabkan

dipertahankannya ketinggian dinding bangunan. Faktor tidak ingin digganggu oleh orang yang tidak dikenal menurut wawancara dilatarbelakangi oleh keamanan di Laweyan pada waktu majunya usaha batik karena sering terjadi pencurian dan penjiplakan motif batik. Sehingga rumah-rumah saudagar Laweyan mempunyai pembatas yang tinggi. Saat ini dinding ini masih memberi rasa aman bagi penghuninya walaupun usaha batik sudah tidak berjalan .

Ajegnya ketinggian dinding menunjukkan obyek tersebut menonjolkan sifat-sifat yang khas untuk masyarakat. Sebab sifat-sifat tersebut menampilkan makna bagi masyarakat sebagai tanda (symbol) pemilik dan pelindung privacy.

4.3. Elemen Jalan sebagai salah satu unsur Pelestarian Ruang Publik Jalan lingkungan dengan pola irregular pada awal terbentuknya merupakan ruang siai yang berfungsi sebagai penghubung antara rumah saudagar dengan buruh, serta berfungsi untuk mengangkut batik dengan angkutan tradisional, serperti sepeda, kereta kuda. Oleh pengaruh waktu dan perubahan jaman , jalan mempunyai fungsi sebagai tempat untuk sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan bermotor, sehingga jalan yang sekarang berkembang mempunyai fungsi sebagai ruang publik untuk sirkulasi dan interaksi sosial.

Jalan berbentuk koridor dengan karakter yang ada menurut 20 responden yang melewati jalan lingkungan dengan karakter open, balance dan cramped dapat dilihat sebagai beikut :

Pemakai jalan dengan karakter Kesesakan Total Ya Tidak Open 42% 58% 100% Balance 25% 17% 100%

(7)

Cramped 5% 95% 100% Pernyataan tersebut menunjukkan pemakai jalan pada ruang public yang berkarakter balance dan cramped sudah terbiasa menggunakan jalan tersebut sehingga tidak merasakan kesesakan. Kondisi ini menunjukan bahwa latar belakang budaya masyarakat mempengaruhi persepsi. Persepsi tersebut didukung oleh jumlah kendaraan dan pejalan kaki yang lewat .

Dengan demikian pada ruang public berkarakter open yang telah menjadi sirkulasi antar kota saat sekarang menjadi sangat sesak. Untuk ruang publik nerkarakter balance dan cramped yang berfungsi sebagai penghubung antara satu tempat dengan tempat yang lain, yang tidak begitu ramai dengan kecepatan kendaraan dibawah 30 Km/jam karena pola irregular (melengkung) dengan karakter grid tidak memungkinkan kendaraan bermotor melaju dalam kecepatan tinggi.

Kurang dari 60% responden memberikan pernyataan bahwa : jalan bukan sebagai tempat interaksi social masyarakat. Dengan demikian hubungan antar tetangga tidak dilakukan di jalan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan sosial masyarakat di Laweyan tidak menonjol, lebih bersifat individual, berbeda dengan konsep Jawa yang menyebutkan jalan merupakan ruang publik sebagai tempat berinteraksi sosial. 5. KESIMPULAN

Kehidupan masyarakat Laweyan yang mempunyai latar belakang perajin dan saudagar batik membentuk suatu lingkungan permukiman tersendiri di bagian Barat kota Surakarta, yang hingga saat ini masih mempertahankan identitas lingkungan permukiman tradisional, yang mempunyai keunikan pada polanya.

Perkembangan waktu dan perubahan jaman menjadikan kehidupan masyarakat lingkungan Laweyan berubah. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya dan tuntutan kebutuhan. Kekerabatan yang terjalin turun temurun mempengaruhi persepsi masyarakat di lingkungan Laweyan ini, salah satu di antaranya adalah keberadaan dinding sebagai ruang pembatas antara ruang private dan ruang publik masih dipertahankan sebagai simbol / penghuninya.

Ruang public pada lingkungan Laweyan merupakan jalan lingkungan yang digunakan sebagai sirkulasi mempunyai makna sebagai tempat berkomunikasi visual antara manusia dan bangunan yang berdiri secara kokoh di kedua sisinya. Sebagai tempat berkomunikasi visul jalan yang menjadi sutu public area dapat mmbuktukan secara nyata merupakan salah satu peninggalan sejarah masyarakat pada masanya dan menggambarkan keadaan penghuni pada saat itu.

Dengan melihat keberadaan ruang public pada saat sekarang dapat disimpulkan bahwa hanya terjadi sedikit perubahan pada penggunaannya, untuk itu guna melestarikan ruang publik pada lingkungan Laweyan perlu pengaturan dan arahan dalam penggunaan dan pengembangannya pada masa berikutnya.

6. REKOMENDASI

Lingkungan permukiman Laweyan sebagai kawasan lama yang mempunyai keunikan dan salah satu kawasan lama yang mempunyai banyak peninggalan fisik yang secara langsung berpengaruh terhadap identitas kota Surakarta. Untuk menjaga kelestarian lingkungannya dan mendukung konservasi, diperlukan

(8)

pengarahan dalam pengaturan pengembangan ruang publik.

Untuk itu hal-hal yang perlu dicermati sebagai upaya pengembangan nya antara lain :

a. Bentuk dan karakter ruang publik lingkungan yang unik tetap dipertahankan untuk mendukung keterjalinan masa lalu, masa kini, dan masa dating.

b. Identitas/style Laweyan sebaiknya tetap dipertahankan guna kesinam bungan masa datang.

c. Perlu didukung usaha-usaha pelestarian yang timbul dari penghuninya, dengan menumbuhkan kembali kegiatan usahanya, agar peninggalan kawasan tetap terjaga. d. Dalam proses rencana konservasi dan

pengembangan lingkungan, penambahan komponen fisik sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan seksama, agar penghuni tidak merasa asing dan aneh tentang lingkungannya,

7. DAFTAR PUSTAKA

Alexander,Christopher, A New Theory of Urban Design, Oxford University Press, 1997.

Bagoes, Wiryomartono (1995),Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Masri,Singarimbun (1998), Metode penelitian Survei, LP3ES, Jakarta

Raoport,Amos (1969), House Form and Culture, prentice Hall. Inc. Ronald,Arya (1988), Manusia dan

Rumah Jawa, Juta, Yogyakarta. Rossi,Aldo (1982), The Architecture of

The City , MIT Press.

Shirvani, Hamid (1995), Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold.

Roger, Trancik, Finding Lost Space, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1986

Biodata Penulis :

Danarti Karsono, S1 Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (1985), S2 Magister Teknik Arsitektur Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (1996),dan dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tunas Pembangunan Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Metode perhitungan zakat dengan metode self assesment oleh pembayar zakat memungkinkan suatu kekeliruan dalam penilaian harta kekayaan yang dikenakan wajib zakat dalam

Ya, salah satu cara mencegah timbulnya bencana alam adalah dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk merangsang pengetahuan dan kesadaran masyara- kat akan arti

Pemberdayaan masyarakat terutama dibidang peningkatan ekonomi melalui kegiatan koperasi simpat pinjam, usaha kecil dan menengah (UKM) Perencanaan dan penerapan sistem

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai koefisien gesek kinetis biji kacang hijau ( Phaseolus raditus, Linn ) terhadap berbagai jenis material plat logam

Adapun yang menjadi latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah pemikiran Murtadha Muthahhari tentang manusia berbeda dengan pemikiran pada filsuf lain

Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang disebutkan oleh pasien dan orang tua pasien yaitu demam yang timbul mendadak tinggi selama 3 hari dan dirasa terus menerus serta

beberapa indikasi interaksi antara jumlah sarang biawak Komodo dan sarang burung Gosong-kaki-merah, sebagaimana diketahui bahwa Loh Lawi merupakan lembah dengan jumlah sarang

Pada bagian ini akan dijelaskan persyaratan yang harus dipenuhi calon mahasiswa peserta magang serta rincian tugas peserta magang dalam mengikuti program magang serta