• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Report Dhf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case Report Dhf"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

1

CASE REPORT

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE II

Disusun Oleh :

Rashellya Rasyida Rahma 1261050293

Pembimbing : dr. Franky Sientoro , sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 8 MEI 2017 – 22 JULI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TARAKAN

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”. Selama menyelesaikan case report ini, banyak pihak yang membantu penulis. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Franky Sientoro, sp.A., selaku pembimbing case report

2. Segenap staf pembimbing Ilmu Kesehatan Anak RSUD Tarakan Kalimantan Utara

3. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan case report ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan case report ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan case report ini. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih.

Tarakan, 3 Juli 2017

(3)

3

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)/DSS adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. 1

Infeksi virus dengue, merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga decade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit tersebut di berbagai Negara yang dapat menimbulkan kematian sekitar kurang dari 1%. Kejadian luar biasa penyakit telah sering dilaporkan dari berbagai Negara. 2

Di Indonesia sendiri DBD telah menjadi masalah kesehatan selama 47 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kabupaten/kota dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 34 provinsi dan 436 (85%) kabupaten/kota pada tahun 2015. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut dapat disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi. Perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk dan factor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.3

Di Indonesia, DBD pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia, dengan angka kematian (AK) mencapai 41,3%. Sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.3

Terdapat 4 gambaran klinis utama dari penyakit DBD pada anak, yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan terjadinya renjatan (syok). Diagnosis klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium, trombositopenia dan

(4)

4

peningkatan hematokrit. Diagnosis pasti adalah dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus dengue pada penderita. Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam Dengue meliputi pemberian antipretik untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan untuk mencegah renjatan (syok), dan mengatasi perdarahan.1

(5)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah jenis penyakit demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotype virus dengan genus Flavivirus dikenal dengan nama Virus Dengue. 4

2.2Etiologi

Virus dengue termasuk genus flavivirus dari family flaviviridae. Selain virus dengue, virus lain yang termasuk dalam genus ini adalah Jaoanesse Encephalitis Virus (JEV), Yellow Fever Virus (YFV), West Nile Virus (WNY), dan Tickborne Encephalitis Virus (TBEV). Masing-masing virus tersebut memiliki kemiripan dalam struktur antigeniknya sehingga memungkinkan terjadi reaksi silang secara serologic.2

Berdasarkan genomnya yang dimiliki, virus dengue termasuk virus RNA. Genom ini dapat di translasikan langsung menghasilkan satu rantai polipeptida berupa tiga protein structural (capsid=c, pre-membran=prM, dan envelope=e) dan tujuh protein non-struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Selanjutnya, melalui aktivitas berbagai enzim, baik yang berasal dari virus maupun dari sel penjamu polipeptida tersebut membentuk menjadi masing-masing protein. Protein prM yang terdapat pada saat virus belum matur oleh enzim furin yang berasal dari sel penjamu dirubah menjadi protein M sebelum virus tersebut di sekresikan oleh sel penjamu. Proteim M bersama protein C dan E membentuk kapsul dari virus, sedangkan protein nonstructural tidak ikut membentuk struktur virus. 2

Protein NS1 merupakan satu-satunya protein nonstructural yang dapat disekresikan oleh sel penjamu mamalia tapi tidak oleh nyamuk, sehingga dapat ditemukan dalam darah penjamu sebagai antigen NS1. Masing-masing

(6)

6

protein mempunyai peran yang berbeda dalam patogenitas, replikasi virus, dan aktivasi respons imun, baik humoral maupun selular. 2

Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotype virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Masing-masing serotype mempunyai beberapa galur (strain) atau genotype yang berbeda. Serotipe yang dapat ditemukan dan yang paling banyak beredar di suatu Negara atau area geografis tertentu berbeda-beda. Di Indonesia keempat serotype virus dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3 merupakan galur yang paling virulen. 2

Vector nyamuk

Pada saat ini nyamuk Stegomiya aegipty (Aedes aegipty) disebut sebagai spesies cosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia antara 45o lintang utara dan 35o lintang selatan. Nyamuk ini merupakan nyamuk domestic yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit manusia (antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu individu (multiple-bite)

untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Pola hidup seperti ini menyebabkan nyamuk tersebut menjadi vektor yang sangat potensial untuk menularkan virus dengue dari satu individu ke individu lain. Hanya nyamuk betina yang mengigit manusia. Stegomiya albopictus (Aedes albopictus) selain dapat menularkan keempat jenis virus dengue juga merupakan vector untuk 22 spesies arbovirus lain. 2

Penjamu

Saat nyamuk menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke dalam tubuh nyamuk, yaitu dua hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari fase demam. Nyamuk kemudian menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada individu antara lain ditentukan oleh status imun dan factor genetic penjamu. 2

(7)

7

Factor abiotic

Suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui berperan dalam penyebaran penyakit dengue. Perubahan iklim secara global dilaporkan membuat nyamuk mengalami dehidrasi sehingga untuk mempertahankan diri nyamuk akan lebih sering menggigit manusia. Peningkatan curah hujan, terutama saat peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan dilaporkan berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue.

2.3 Epidemiologi

DBD telah menjadi masalah kesehatan selama 47 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kabupaten/kota dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 34 provinsi dan 436 (85%) kabupaten/kota pada tahun 2015. 3

Incidence rate (IR) penyakit DBD dari tahun 1968-2015 cenderung terus meningkat. Berdasarkan grafik Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI (2016), terdapat tiga puncak endemic terjadi setiap sepuluh tahunan, yaitu tahun 1988, 1998, dan 2007. Hal ini dapat terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan. Perubahan iklim tersebut dapat mempengaruhi perkembangbiakan vector penyakit, seperti nyamuk Aedes, malaria, dan lainnya. Selain itu, factor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), serta factor pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan mobilitas penduduk yang diiringi oleh peningkatan sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas. 3

Berdasarkan provinsi pada tahun 2015, tiga provinsi yang memiliki incidence rate DBD tertinggi adalah Provinsi Bali, yaitu 208,7 per 100.000 penduduk. Provinsi Kalimantan timur, yaitu 183,12 per 100.000 penduduk, dan provinsi Kalimantan Tenggara dengan IR sebesar 120,08 per 100.000 penduduk. 3

(8)

8

Berdasarkan jenis kelamin, distribusi kasus DBD pada tahun 2012-2015, yaitu presentase penderita laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama untuk terkena DBD, atau dapat dikatakan bahwa kejadian DBD tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. 3

Angka kematian (case fatality rate/CFR) DBD sangat tinggi, yaitu sebesar 41,4% pada awal kasus DBD merebak di Indonesia. Namun, kemudian menurun menjadi 24% pada tahun 1969 sampai sebesar 0,97% pada tahun 2015. Penurunan CFR terserbut mungkin karena tatalaksana penanganan kasus semakin baik dan kewaspadaan dini masyarakat terhadap DBD semakin meningkat. Pada tahun 2015, provinsi dengan CFR DBD tertinggi adalah Gorontolo (6,06%), Maluku (6%) dan papua barat (4,55%). 3

Jumlah kasus KLB DBD yang dilaporkan meningkat dari 1.081 kasus pada tahun 2014 menjadi 8.030 kasus pada tahun 2015. Demikian juga dengan jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari tahun 2014-1015 meningkat, yaitu dari 5 provinsi dan 21 kabupaten pada tahun 2014 menjadi 7 provinsi dan 69 kabupaten pada tahun 2015. 3

2.3Patofisiologi

Secara umum pathogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi berbagai komponen dari respons imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue yaitu sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi system komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktiviasi sel imun tersebut berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin, dan mediator inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue. 2

(9)

9

Respons Imun Humoral

Respons imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan menghasilkan antibodi spesifik terhadap virus dengue. Antibodi spesifik untuk virus dengue terhadap satu serotipe tertentu juga dapat menimbulkan reaksi silang dengan serotipe lain selama enam bulan. Antibodi yang dihasilkan dapat menguntungkan dalam arti melindungi dari terjadinya penyakit, namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi yang berat melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE). 2

Antibodi anti dengue yang dibentuk umumnya berupa imunoglobulin (Ig) G dengan aktivitas yang berbeda. Antibodi terhadap protein E dapat berfungsi baik untuk neutralisasi maupun berperan dalam mekanisme ADE. Antibodi terhadap protein NSI berperan dalam menghancurkan (lisis) sel yang terinfeksi melalui bantuan komplemen (complement dependent lysis). Diketahui bahwa antibodi terhadap protein prM pada virion imatur juga berperan dalam mekanisme ADE.2

Virus dengue mempunyai empat serotipe yang secara antigenik berbeda. Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu dapat menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe bersangkutan (antibodi homotipik). Pada saat yang bersamaan, sebagai bagian dari kekebalan silang (cross

immunity) akan dibentuk antibodi untuk serotipe lain (antibodi

heterotipik).Apabila kemudian terjadi infeksi oleh serotipe yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang bersifat non atau subneutralisasi berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus serotipe yang baru membentuk kompleks imun. Kompleks imun akanberikatan dengan reseptor Fcγ yang banyak terdapat tcrutama pada monosit dan makrofag, sehingga memudahkan virus mcnginfcksi SCI. Virus bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga terjadi viremia. Kompleks imun juga dapat mengaktifkan kaskade sistem komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan permeabilitas vaskular.2

(10)

10

Respons Imun Selular

Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sama dengan respons imun humoral, respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat menguntungkan sehingga tidak menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi hal yang merugikan bagi pejamu. Sel T spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan menimbulkan respons beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro. diketahui bahwa baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue. Dalam menjalankanfungsinya sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin dibanding. kan dengan fungsi menghancurkan sel terinfeksi virus dengue. Sebaliknya, sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibandingkan dengan produksi sitokin. 2

Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe yang berbeda, ternyata sel T memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotipe yang sebelumnya dibandingkan dengan serotipe virus yang baru. Fenomena ini disebut sebagai original antigenic sin. Dengan demikian, fungsi lisis terhadap virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T pada umumnya berperan dalam memacu respons inflamasi dan meningkatkan permeabilitas sel endotel vaskular. 2

Mekanisme Autoimun

Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam pembentukan antibodi spesifik yaitu protein E, prM, dan NS1. Protein yang paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam patogenesis infeksi virus dengue yaitu protein NS1. Antibodi terhadap protein NS1 dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit, sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut setta dapat memacu respons inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh antibodi terhadap protein NS1 dengue ternyata dapat mengekspresikan sitokin, kemokin, dan molekul adhesi.

(11)

11

Selain antibodi terhadap protein NS1, ternyata antibodi terhadap prM juga dapat menyebabkan reaksi autoimun. Autoantibodi terhadap protein prM tersebut dapat bereaksi silang dengan sel endotel. Proses autoimun ini diduga kuat karena terdapat kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan prM dengan komponen tertentu yang terdapat pada sel endotel dan trombosit yang disebut sebagai molecular mimicry. Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen dimaksud, mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan. Akibatnya, pada trombosit terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan perembesan plasma dimana terjadi kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular melalui kapiler yang sudah rusak. Perembesan plasma ini juga dibuktikan dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator perembesan plasma. Perembesan plasma tersebut dapat mengakibatkan peningkatan hematokrit dan pada kasus berat dapat mengakibatkan syok. 2

Peran sitokin dan Mediator Inflamasi Lain

Sitokin merupakan suatu molekul protein dengan fungsi yang sangat beragam dan berperan penting dalam respons imun tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup respons inflamasi, secara umum sitokin mempunyai sifat proinflamasi dan antiinflamasi. Pada keadaan respons fisiologis, terjadi keseimbangan antara kedua jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak dan reaksinya berlebihan, akan merugikan penjamu. 2

Pada inveksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat penyakit. Infeksi yang berat, dalam hal ini DBD (apalagi SSD) ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang sering disebut badai sitokin. Dalam melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan dan saling memperngaruhi satu dengan yang lainnya berupa

(12)

12

kaskade. Dari beberapa penelitian sitokin yang perannya oakung banyak dikemukakan yaitu TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, dan IFN-ϒ.2

Peran Sistem Komplemen

Sistem komplemen diketahui ikut berperan dalam patogenesis infeksi virus dengue. Pada pasien DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar komplemen, sehingga diduga bahwa aktivasi sistem komplemen mempunyai peran dalam patogenesis terjadi penyakit yang bekat. Kompleks imun virus dengue dan antibodi pada infeksi sekunder dapat mengaktivasi sistem komplemen melalui jalur klasik. Protein NS1 dapat mengaktifkan sistem komplemen secara langsung melalui jalur alternative dan apabila berlebihan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. 2

Selain melalui kedua jalur tersebut, ternyata aktivasi komplemen pada infeksi virus dengue juga dapat melalui jalur mannose-binding lectin. Aktivasi komplemen menghasiikan peptida yang mempunyai aktivitas biologik sebagai anafilatoksin yaitu C3a dan C5a. Komplemen C5a menginduksi produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF-a, 1, IL-6, dan IL-8) dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi baik pada neutrofil maupun sel endotel, sehingga peran C5a dalam peningkatan permeabilitas vaskular sangat besar.2

Faktor Pejamu

Beberapa faktor pejamu dilaporkan dapat menjadi faktor risiko untuk terkena infeksi dengue yang berat, antara lain usia, status gizi, faktor genetik, dan penyakit tertentu khususnya penyakit yang berhubungan dengan sistem imun. Anak-anak urnumnya mempunyai perjalanan penyakit yang lebih berat dibandingkan dengan dewasa. Diduga anak mempunyai sistem mikrovaskular yang lebih mudah untuk mengalami peningkatan permeabilitas. Bayi usia 6-12 bulan mempunyai risiko lebih berat, meskipun pada infeksi primer. Hal tersebut diduga melalui mekanisme ADE yang sama dengan infeksi sekunder pada pejamu dengan usia lebih dari satu tahun. Antibodi (IgG) antidengue

(13)

13

yang bersifat nonneutralising ditransfer dari ibu pada saat kehamilan. Faktor genetik sebagai faktor risiko telah banyak diteliti,pada umumnya berhubungan dengan human leucocyte antigen (HLA) tertentu, yang menjadi faktor risiko untuk lebih rentan atau sebaliknya lebih kebal terhadap infeksi virus dengue. 2

2.4Manifestasi klinis

Sering ditemukan pada anak, remaja, dan dewasa setelah melalui masa inkubasi rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Manifestasi klinis virus dengue sangat luas dapat bersifat asimtomatik/tak bergejala, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain (sindrom virus/viral syndrome, undifferentiated fever), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan Expanded dengue syndrome/orgsnopsti (manifestasi klinis yang tidak lazim) 2

Infeksi virus dengue

Asimtomatik Simtomatik

Undiffrentiated Demam Dengue Demam Berdarah Dengue Febrile illness (DD) (DBD) Perembesan plasma

(Viral syndrome)

Dengan perdarahan Tanpa perdarahan Dengan syok Tanpa syok

Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue (WHO, 1977)

Sindrom Virus

Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukan manifestasi klinis berupa demam sederhana yang tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat virus lain. Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau

(14)

14

pada saat penyembuhan. Gejala gangguan saluran nafas dan pencernaan juga sering ditemukan. 2

Sindrom virus akan sembuh sendiri (self limited), namun dikhawatirkan apabila dikemudian hari terkena infeksi yang kedua, manifestasi klinis yang diderita akan lebih berat berupa demam dengue, demam berdarah dengue atau expanded dengue syndrome. 2

Demam Dengue

Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa. Setelah melalui masa inkubasi rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala berupa demam, myalgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik seperti rasa lemah (malaise), anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam pada umumnya timbul mendadak, tinggi (39oC-40oC), terus menerus (pola demam kurva kontinua), bifasik, biasanya berlansung antara 2-7 hari. Pada hari ketiga sakit pada umumnya suhu tubuh turun, namun masih diatas normal, kemudian suhu naik tinggi kembali (pola demam bifasik). Demam disertai myalgia, sakit punggung (karena gejala ini, demam dengue pada masa lalu disebut sebagai breakbone fever), atralgia, muntah, fotofobia (mata seperti silau walau terkena cahaya dengan intensitas rendah) dan nyeri retroorbital pada saat mata digerakan atau ditekan. Gejala lain dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan (diare/konstipasi), nyeri perut, sakit tenggorok, dan depresi. 2

Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau rubeliformis, ruam ini akan segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian orang tua. Pada masa penyembuhan timbul ruam di kaki dan tangan berupa ruam makulopapular dan petekie diselingi bercak-bercak putih (white islands in the sea of red), dapat disertai rasa gatal yang disebut sebagai ruam konvalesens. Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif (≥10 petekie dalam area 2,8x2,8 cm) atau beberapa petekie spontan. Pada beberapa kasus demam dengue dapat terjadi perdarahan massif. 2

(15)

15

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan jumlah leukosit yang normal, namun pada beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam, namun kemudian terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun, dan ini berlangsung selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun (100.000-150.000/mm3), jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3. Peningkatan nilai hematocrit sampai 10% mungkin ditemukan akibat dehidrasi karena demam tinggi, muntah, atau karena asupan cairan yang kurang. Pemeriksaan serum biokimia pada umumnya normal, SGOT, dan SGPT dapat meningkat. 2

Lama sakit dan beratnya penyakit bervariasi di antara individu. Masa konvalesens berlangsung singkat dan sembuh segera, namun rasa lemah dan myalgia kadang berlangsung lama. Pada pasien remaja masa penyembuhan dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu yang sering disertai dengan rasa letih dan depresi. Bradikardia dapat ditemukan pada masa konvalesens. Manifestasi perdarahan berat seperti perdarahan saluran cerna, epistaksis massif, hipermenore jarang sekali ditemukan, namun apabila ditemukan dapat merupakan penyebab kematian terutama pada anak besar. Demam dengue dengan manifestasi perdarahan berat harus dibedakan dari demam berdarah dengue. 2

Demam Berdarah Dengue

Manifestesi klinis DBD dimulai dari demam yang tinggi, mendadak, kontinua, kadang bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan (facial flushing), anoreksia, myalgia, dan atralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri di daerah subcostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal infection dan ciliary infection) dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Demam dapat mencapai suhu 40oC dan dapat disertai kejang demam. 2

(16)

16

Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie spontan yang dapat ditemukan pada daerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole. Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang disertai dengan perdarahan ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang ditemukan. Perdarahan berat dapat ditemukan. 2

Ruam makulopapular atau rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal sakit, namun berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang tua. Ruam konvalesens seperti pada demam dengue dapat ditemukan pada masa penyembuhan. Hepatomegaly ditemukan sejak fase demam, dengan pembesaran yang bervariasi antara 2-4cm dibawah arkus kosta. Hepatomegaly tidak disertai dengan icterus dan tidak berhubungan dengan derajat penyakit, namun hepatomegaly lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok (sindrom syok dengue/SSD). 2

Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asistes. Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral decubitus kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering di jumpai. Derajat luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat dipakai untuk menemukan asites dan efusi pleura. Penebalan dinding kandung empedu (gall blader wall thickening) mendahului manifestasi klinis kebocoran plasma lain. Peningkatan nilai hematocrit (≥20% dari data dasar) dan penurunan kadar protein plasma terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya volume intravascular yang akan menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk prognosis. 2

(17)

17

Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue2 1. Fase demam

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secata lisis, artinya suhu tubuh menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupakan gangguan ringan system sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang tidak bermakna sehingga akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan mortalitas yang tinggi.

2. Fase kritis (fase syok)

Fase kritis terjadi saat demam turun (time of fever defervescence), pada saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hopovolemi. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala yang mendahului syok (warning signs). Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari ke 3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala tersebut dapat menetap walau sudah terjadi syok. Kelemahan, pusing, atau hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukosa spontan atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan penting. Hepatomegaly dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit yang cepat dan progresif menjadi dibawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematocrit di atas data dasar merupakan tanda awal pembesaran plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia (≤5.000 sel/mm3)

Peningkatan hematocrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling awal yang sensitif dalam mendeteksi pembesaran plasma yang pada

(18)

18

umumnya berlangsung selama 24-48 jam. Peningkatan hematocrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu pemeriksaan hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan volume intravascular bertambah, sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat mencegah syok hipovolemi.

Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok terkompensasi), namun apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound shock yang menyebabkan asidosis metabolic, ganguan organ progresif, dan koagulasi intravascular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi menyebabkan penurunan hematocrit, dan jumlah leukosit yang semula leukopenia, dapat meningkat sebagai respons stress pada pasien dengan perdarahan hebat. Beberapa pasoen masuk ke fase kriris pembesaran plasma dan kemudia mengalami syok sebelum demam turun, pada pasien tersebut peningkatan hematocrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu, pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat teradi keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau perdarahan hebat, yang dikenal sebagai expanded dengue syndrome.

3. fase penyembuhan (fase konvalesens)

apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam, terjadi reabsorbsi cairan dari ruang extravascular ke dalam ruang intravascular yang berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal meredam status hemodinamik stabil, dan diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa pasien dapat ditemukan ruam konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus umum. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi pada umumnya terjadi pada tahap ini. Hematocrit kembali stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang dureabsorbsi. Jumlah leukosit mulai meningkat

(19)

19

segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih lambat. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura masif dan asites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau fase pemulihan jika cairan intravena diberikan berlebihan.

Sindrom syok dengue

Sindrom syok dengue (SSD) merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai pembesaran plasma. Syok dengue pada umumnya terjadi disekitar penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu pada hari sakit ke 4-5 (rentang hari ke 3-7), dan sering kali didahului oleh tanda bahaya (warning signs). Pasien yang tidak mendapat terapi cairan intravena yang adekuat akan segera mengalami syok. 2

(20)

20 1. Syok terkompensasi

Syok dengue merupakan satu rangkaian proses fisiologis, adanya hipovolemu menyebabkan tubuh melakukan mekanisme konpensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi hipoperfusi pada organ vital. System kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isi sekuncup (stroke volume), laju jantung (heart rate), dan vasokonstriksi perifer. Pada fase ini tekanan darah biasanya belum turun, namun telah terjadi peningkatan laju jantung. Oleh karena itu takikardia yang terjadi pada saat suhu tubuh mulai turun, walaupun tekanan darah belum banyak menurun, harus diwaspadai kemungkinan anak jatuh ke dalam syok. Pada beberapa pasien, khususnya remaja dan dewasa takikardia tidak terjadi. 2

Tahap selanjutnya apabila tekanan plasma terus berlangsung atau pengobatan tidak adekuat, kompensasi dilakukan dengan mempertahankan sirkulasi kea rah organ vital dengan mengurangi sirkulasi ke daerah perifer (vasokonstriksi perifer), secara klinis ditemukan ekstremitas teraba dingin dan lembab, sianosis, kulit tubuh menjadi berbercak-bercak (mottled), pengisian waktu kapiler (CRT) memanjang kebih dari dua detik. Dengan adanya vasokontriksi perifer, terjadi peningkatan resistensi perifer sehingga tekanan diastolic meningkat sedang tekanan sistolik tetap sehingga tekanan nadi (perbedaan tekanan antara sistolik dan diastolic) akan menyempit kurang dari 20 mmHg. 2

Pada tahap ini system pernapasan melakukan kompensasi berupa quite tachypnea (takipnea tanpa peningkatan kerja otot pernapasan). Kompensasi system keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolic namun nilai pH masih normal dengan tekanan karbon dioksida rendah. 2

Pemberian cairan yang adekuat pada umumnya akan memberikan prognosis yang baik. Bila keadaan kritis luput daru

(21)

21

pengamatan sehingga pengobatan tidak diberikan dengan cepat den tepat, maka pasien akan jatuh ke dalam stok dekompensasi. 2

2. Syok dekompensasi

Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan system kardiovaskular telah gagal, pada keadaan ini tekanan sistolik dan diastolic telah menurun, disebut syok hipotensif. Selanjutnya apabila pasien terlambat berobat atau pemberian pengobatan tidak adekuat akan terjadi profound shock yang ditandai dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur, sianosis makin jelas terlihat. 2

Expanded dengue syndrome

Expanded dengue syndrome merupakan sebutan untuk kasus infeksi dengue dengan manifestasi yang tidak lazim/jarang yang dilaporkan dari berbagai Negara termasuk Indonesia, manifestasi tersebut berupa keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak, maupun jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue dengan atau tidak ditemukannya tanda kebocoran plasma. Manifestasi yang jarang ini terutama disebabkan kondisi syok yang berkepanjangan dan berkelanjutan menjadi gagal organ atau pasien dengan komorbiditas atau ko-infeksi. Maka dapat disimpulkan bahwa EDS dapat berupa penyulit infeksi dengue dan manifestasi klinis yang tidak lazim. Penyulit dengue dapat berupa kelebihan cairan (fluid overload) dan gangguan elektrolit, sedangkan yang termasuk manifestasi klinis yang tidak lazim adalah ensefalopati dengue atau ensefalitis, perdarahan hebat (massive bleeding), infeksi ganda (dual infection), kelainan ginjal, dan miokarditis. 2

(22)

22

Kliasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue5

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat Gejala

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.


Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.

Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

2.5Diagnosis 2,5

Berdasarkan petunjuk klinis, dibuat kriteria diagnosis klinis, yang terdiri atas kriteria diagnosis klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), demam berdarah dengue dengan syok (SSD), dan expanded dengue syndrome (EDS).

Diagnosis klinis demam dengue :

 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik

 Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif

 Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital

 Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah

 Leukopenia <4.000/mm3

 Trombositopenia <100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakan

(23)

23 Diagnosis klinis demam berdarah dengue :

 Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)

 Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif

 Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital

 Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah

 Hepatomegaly

 Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala: o Peningkatan nilai hematocrit, > 20% dari pemeriksaan awal atau

dari data populasi menurut umur o Ditemukan adanya efusi pleura, asites o Hipoalbuminemia, hipoproteinemia

 Trombositopenia <100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti pembesaran plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakan

diagnosis DBD

Warning sign pada pasien DBD

 Klinis :

o Demam turun tetapi keadaan anak memburuk o Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen

o Muntah yang menetap o Letargi, gelisah o Perdarahan mukosa o Pembesaran hati o Akumulasi cairan o Oliguria

(24)

24

 Laboratorium

o Peningkatan kadar hematocrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit

o Hematocrit awal tinggi

Tanda dan gejala syok terkompensasi

 Takikardia

 Takipnea

 Tekanan nadi (perbedaan antara sistolik dan diastolic) <20mmHg

 Waktu pengisian kapiler (CRT) >2 detik

 Kulit dingin

 Produksi urin menurun <1ml/kgBB/jam

 Anak gelisah

Tanda dan gejala syok dekompensasi

 Takikardia

 Hipotensi (sistolik dan diastolic turun)

 Nadi cepat dan kecil

 Pernapasan kusmaull atau hiperpne

 Sianosis

 Kulit lembab dan dingin

(25)

25

Expanded dengue syndrome

Memenuhi kriteria DD atau DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi virus dengue atau dengan manifestasi klinis yang tidak biasa, seperti tanda dan gejala :

 Kelebihan cairan

 Gangguan elektrolit

 Ensefalopati

 Ensefalitis

 Perdarahan hebat

 Gagal ginjal akut

 Haemolytic uremic syndrome

 Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, pericarditis

 Infeksi ganda Pemeriksaan penunjang

1. Isolasi virus

Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya tersedia di beberapa laboratorium besaryang terutama dilakukan untuk tujuan penelitian, sehingga tidak tersedia di laboratorium komersial. Isolasi virus hanya bias dilakukan pada enam hari pertama demam. 2

2. Deteksi asam nukleat virus

Genome virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat (ribonucleic acid/RNA) dapat dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Metode pemeriksaan bisa berupa nested-PCR, one-step multiplex RT-PCR, real-time RT-PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan ini hanya tersedia di laboratorium yang memiliki peratalan biologi molekuler dan petugas

(26)

26

laboratoriu yang handal. Memberikan hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari pertama demam. Biaya pemeriksaan tergolong mahal. 2 3. Deteksi antigen virus dengue

Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu glikoprotein yang di produksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya. 2

4. Deteksi respons imun serum/uji serologi serum imun2 Pemeriksaan respons imun serum berupa :

 Haemaglutination inhibition test (uji HI)

Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan yang sensitive namun kurang spesifik dan memerlukan dua sediaan serum akut dan konvalesens, sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakan diagnosis dini.

 Complement fixation test (CFT)

Tidak banyak dipakai secara luas untuk tujuan menegakan diagnosis, sulit untuk dilakukan dan memerlukan petugas yang terlatih.

 Neutralization test (uji neutralisasi)

Merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dan spesifik, metode yang paling sering dipakai adalah plaque reduction neutralization test (PRNT). Pemeriksaan ini mahal, perlu waktu, secara teknik cukup rumit, oleh karena itu jarang dilakukan di laboratorium klinik. Sangat berguna untuk penelitian pembuatan dan efikasi vaksin.

 Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti dengue

Immunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan

(27)

27

tidak terdeteksi setelah Sembilan puluh hari. Pada infeksi dengue primer, igG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetic NS-1 antigen virus dengue dan IgG serta IgM anti dengue merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan untuk membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder

5. Analisis parameter hematologi2

Parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematocrit, dan jumlah trombosit sangat penting dan merupakan bagian dari diagnosis klinis demam berdarah dengue

 Pada awal fase demam hitung leukosit dapat berupa normal atau dengan oeningkatan neutrophil, selanjutnya diikuti oenurunan jumlah leukosit dan neutrophil, yang mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit (<5.000 sel/mm3) dan rasio antara neutrophil dan limfosit (neutrophil < limfosit) berguna dalam memprediksi masa kritis perembesan plasma. Sering kali ditemukan limfositosis relative dengan peningkatan limfosit atipik pada akhir fase demam dan saat masuk ke fase konvalesens. Perubahan ini juga dapat terlihat pada DD.

 Pada awal fase demam jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh penurunan. Trombositopenia dibawah 100.000/μL dapat ditemukan pada DD, namun selalu ditemukan pada DBD. Penurunan trombosit yang mendadak dibawah 100.000/μL terjadi pada akhir fase demam memasuki fase kritis atau saat penurunan suhu. Trombositopenia pada umumnya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai delapan, dan sering mendahului peningkatan hematocrit. Jumlah trombosit berhubungan dengan derajat penyakit DBD. Disamping itu terjadi gangguan fungsi

(28)

28

trombosit (trombositopati). Perubahan ini berlangsung singkat dan kembali normal selama fase penyembuhan.

 Pada awal demam nilai hematocrit masih normal. Peningkatan ringan pada umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia dan muntah. Peningkatan hematocrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma. Trombositopeni dibawah 100.000/μL dan peningkatan hematocrit lebih dari 20% merupakan bagian dari diagnosis klinis DBD. Harus diperhatikan bahwa nilai hematocrit dapat diakibatkan oleh penggantian cairan dan adanya perdarahan.

2.6Tatalaksana

Demam berdarah dengue tanpa syok5 Anak dirawat di rumah sakit

 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare

 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan

 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

o Berikan hanya larutan isotomik seperti Ringer laktat/asetat o Kebutuhan cairan parenteral

Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematocrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam

o Apabila terjadi penurunan hematocrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

(29)

29

 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksama sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi (compensated shock)

Demam berdarah dengue dengan syok5

 Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.

 Berikan 20ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya

 Jika tidak menunjukan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20ml/kgBB/jam maksimal 30ml/kgBB/24jam

 Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematocrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfuse darah/komponen

 Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium

 Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit

Tanda-tanda penyembuhan 2

 Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi napas stabil

 Suhu badan normal

 Tidak dijumpai perdarahan baik eksternal maupun internal

 Nafsu makan membaik

 Tidak dijumpai muntah maupun nyeri perut

 Volume urin cukup

 Kadar hematokrit stabil pada kadar basal

(30)

30

Kriteria pulang rawat 2

 Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik

 Nafsu makan membaik

 Perbaikan klinis yang jelas

 Jumlah urin cukup

 Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi

 Tidak. tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau asites

 Jumlah trombosit Apabila masih rendah namun

klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya idiopatik trombositopenia purpura = ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5 hari.

(31)

31

STATUS PASIEN ANAK

Nama Mahasiswa : Rashellya Rasyida Rahma

NIM : 1261050293

Dokter Pembimbing : dr.Franky Sientoro, Sp.A

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R Alamat : Kusuma Bangasa

Umur : 13 tahun Suku : Jawa

Pekerjaan : - Tanggal Masuk : 1 Juni 2017

Status perkawinan : - Tanggal keluar : 6 Juni 2017

Agama : Islam Ruang : Anggrek B

Tanggal pemeriksaan : 6 Juni 2017 B. ANAMNESA

Keluhan Utama : Demam

Keluhan Tambahan : menggigil, mual, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang:

 Pasien anak laki-laki, datang ke IGD RSUD Tarakan bersama ibu dan ayahnya dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasa mendadak tinggi dan dirasakan terus menerus sepanjang hari namun suhu tidak diukur. Demam juga disertai menggigil dan mual tapi tidak ada muntah. Sebelumnya pasien sudah diberi paracetamol oleh ibu pasien, demam berkurang sekitar satu jam tapi kemudian tinggi kembali. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati dan nyeri pada otot dan sendi. Pasien belum BAB selama 2 hari. Pasien merasa lemas dan tidak nafsu makan sejak sakit.

 Alergi : Tidak ada alergi obat maupun makanan  Nafsu makan : Menurun

(32)

32 Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat keluhan yang sama disangkal

 Riwayat Asma dan Alergi udara, makanan maupun obat-obatan disangkal Riwayat Penyakit dalam Keluarga

 Riwayat angota keluarga mengalami keluhan yang sama disangkal

 Riwayat alergi dalam keluarga disangkal.

Lingkungan tempat tinggal : Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan adiknya. Lingkungan tempat tinggal pasien padat penduduk dan di rumah pasien mandi menggunakan bak mandi yang terbuka

C. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

Glasgow Coma Scale : E4M6V5 Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 112 x/menit

Pernafasan : 20 x / menit

Suhu : 36,70C

Gizi : Cukup ( BB : 38 kg / TB : 148 cm )

Kulit : Warna sawo matang, ruam kulit (-)

Turgor : Baik

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

Kuku : Tidak ada sianosis

Pemeriksaan Regional : Status Generalis

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak terdapat petekie, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill

(33)

33

b.Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm, edema palpebra -/-

 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-), sekret (-/-)

 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)

 Mulut : Mukosa kering (-), sianosis (-), coated tounge (-), koplik sign (-)

 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah

c. Pemeriksaan Leher

a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa

b)Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi trakea

d.Pemeriksaan Toraks Jantung

a) Inspeksi : Tampak iktus kordis di ICS V garis midklavikula sinistra b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat di ICS V garis midklavikula

sinistra

c) Perkusi : Batas kiri : ICS V garis midklavikula sinistra Batas kanan : ICS IV garis parasternal dekstra

d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Paru

a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi otot-otot pernapasan (-)

b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

(34)

34

e. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-) b)Auskultasi : Bising usus (+) normal

c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok epigastrium (+)

d)Palpasi : Supel, hepar teraba 2 jari dibawah arkus kosta, nyeri tekan epigastrium (+)

f. Pemeriksaan Ekstremitas

 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)

 Akral hangat (+/+), edema (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah D. RESUME

Pasien anak, laki-laki, datang ke IGD RSUD Tarakan bersama orang tuanya dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Panas dirasakan terus menerus sepanjang hari. Sebelumnya pasien sudah sudah diberi paracetamol oleh ibu pasien, namun keluhan tidak berkurang. Pasien juga mengeluh mual tapi tidak sampai muntah. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati serta nyeri pada otot dan sendi. Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan yang sama dengan pasien di sangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 112 x/menit, pernafasan 20 x / menit dan 36,70C. Pada pemeriksaan mata, konjungtiva tidak anemis, tidak ditemukan edem palpebra, telinga, hidung, tenggorokan dalam batas normal, KGB tidak ditemukan membesar. Pemeriksaan thoraks dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen, nyeri ketok dan nyeri tekan epigastrium positif, hepar teraba 2 jari dibawah arcus kosta, tidak ditemukan asites pada pemeriksaan. Pemeriksaan kulit tampak normal, tidak ditemukan ruam kemerahan maupun ikterik.

(35)

35

Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 6 Juni 2017 )

Jenis Hasil Nilai rujukan Satuan

HEMATOLOGI Leukosit 8,8 4.5 – 14.5 10^3/ul Eritrosit 5,5 4.0 – 5.2 10^6/uL Hemoglobin 13,3 11.5 – 15.5 g/dL Hematokrit 37,7 35 – 45 % MCV 68,5 76 – 96 U MCH 24,2 27 – 31 Pcg MCHC 35,3 33.0 – 37.0 g/dL Trombosit 104 150 – 400 10^3/ul Netrofil 28,5 50 – 70 % Limfosit 54,9 25 – 40 % Monosit 16,6 2 – 8 % Eosinofil - 2 – 4 % Basofil - 0 – 1 %

(36)

36

E. DIAGNOSA & DIAGNOSA BANDING

DIAGNOSA KLINIS : Demam berdarah dengue grade II perbaikan

DIAGNOSA BANDING : Demam dengue

Leptospirosis

F. TERAPI :

Diet : Tinggi kalori tinggi protein IVFD : RL 16 tpm makro

MM : Oral: Paracetamol tab 3 x 1 tab

2.8. PROGNOSIS

 Ad Vitam : Ad Bonam

 Ad Sanationum : Ad Bonam

(37)

37 FOLLOW UP Tanggal S O A P 1 Juni 2017 demam (+), mual (+), nyeri ulu hati (+), nyeri otot dan sendi (+), nafsu makan menurun, BAB (-) BAK sedikit, lemah (+) KU : TSS Kes: Composmentis TD : 102/60 Nadi:112 x/mnt RR: 25 x/mnt Suhu: 39,6⁰C Mata : CA (-/-), edema palpebra (-/-) Tenggorokan : faring hiperemis (-) Thorax: auskultasi BND vesikuler Abdomen: supel, datar, BU (+), NT (+) regio epigastrum dan hipkondrika dextra, hepar teraba membesar Ekstremitas: hangat +/+/+/+ oedem -/-/-/- CRT <2 detik Integumen : ruam (-), turgor baik Laboratorium : leukosit 4,6 , eritrosit 5,07, HB 12,4 , HT 34,9 , trombosit 100 , limfosit 27,2 Observasi febris h-3 ec viral infection dd demam berdarah dengue Diet: TKTP IVFD: RL 24 tpm makro Injeksi: ranitidine ½ amp / 12 jam

Oral: paracetamol syr 2½ cth / 4 jam

(38)

38 2 Juni 2017 demam (-), mual (+), nyeri perut (+), sakit kepala (+), nyeri otot dan sendi (+) nafsu makan menurun, BAB (-) BAK sedikit, lemah (+) KU : TSS Kes: Composmentis TD : 130/90 Nadi:120 x/mnt RR: 20 x/mnt Suhu: 36,7⁰C Thorax: auskultasi BND vesikuler Mata : CA (+/+), edema palpebra (-/-) Tenggorokan : faring hiperemis (-) Thorax: auskultasi BND vesikuler Abdomen: supel, datar, BU (+), NT (+) region epigastrum dan hipkondrika dextra, hepar teraba membesar Ekstremitas: hangat +/+/+/+ oedem -/-/-/- CRT <2 detik Integumen : ruam (-), turgor baik Observasi febris h-4 ec viral infection dd demam berdarah dengue grande II Diet: TKTP IVFD: RL 24 tpm makro Injeksi: ranitidine ½ amp / 12 jam

Oral: paracetamol syr 2½ cth / 4 jam

(39)

39 3 Juni 2017 demam (-), mual (+), nyeri perut (+), sakit kepala (+), nyeri otot dan sendi (+) nafsu makan menurun, BAB (+) BAK (+), lemah (+) KU : TSS Kes: Composmentis TD : 130/90 Nadi:110 x/mnt RR: 18 x/mnt Suhu: 37,3⁰C Thorax: auskultasi BND vesikuler Mata : CA (+/+), edema palpebra (-/-) Tenggorokan : faring hiperemis (-) Thorax: auskultasi BND vesikuler Abdomen: supel, datar, BU (+), NT (+) regio epigastrum dan hipkondrika dextra, hepar teraba membesar Ekstremitas: hangat +/+/+/+ oedem -/-/-/- CRT <2 detik Integumen : ruam (-), turgor baik Observasi febris h-5 ec viral infection dd demam berdarah dengue Diet: TKTP IVFD: RL 24 tpm makro Injeksi: ranitidine ½ amp / 12 jam

Oral: paracetamol syr 2½ cth / 4 jam

(40)

40 4 Juni 2017 nyeri perut (+), demam (-), mual (-), sakit kepala (+), nafsu makan membaik, BAB (+) BAK (+), lemah (+) KU : TSS Kes: Composmentis TD : 120/90 Nadi:110 x/mnt RR: 20 x/mnt Suhu: 36,7⁰C Mata : CA (+/+, edema palpebra (-/-) Tenggorokan : faring hiperemis (-) Thorax: auskultasi BND vesikuler Abdomen: supel, datar, BU (+), NT (+) regio epigastrum, hipkondrika dextra et sinistra, lumbal destra. hepar teraba membesar Ekstremitas: hangat +/+/+/+ oedem -/-/-/- CRT <2 detik Integumen : ruam (-), turgor baik Laboratorium : leukosit 8,7 , eritrosit 6,42, HB 15,6 , HT 43,2 , trombosit 62 , limfosit 30,2 Demam berdarah dengue grade II Diet: TKTP IVFD: RL 24 tpm makro Injeksi: ranitidine 1 amp / 12 jam

Oral: paracetamol syr 2½ cth / 4 jam

(41)

41 5 Juni 2017 nyeri perut (+) KU : TSS Kes: Composmentis TD : 120/90 Nadi:110 x/mnt RR: 20 x/mnt Suhu: 36,5⁰C Mata : CA (-/-), edema palpebra (-/-) Tenggorokan : faring hiperemis (-) Thorax: auskultasi BND vesikuler Abdomen: supel, datar, BU (+), NT (+) regio epigastrum, hepar teraba membesar Ekstremitas: hangat +/+/+/+ oedem -/-/-/- CRT <2 detik Integumen : ruam (-), turgor baik Demam berdarah dengue grade II Diet: TKTP IVFD: RL 24 tpm makro Injeksi: ranitidine 1 amp / 12 jam

Oral: paracetamol tab 3x1 tab k/p

(42)

42 6 Juni 2017 nyeri perut berkurang, nafsu makan baik, BAB

BAK tidak ada keluhan KU : TSS Kes: Composmentis TD : 120/70 Nadi:112 x/mnt RR: 20 x/mnt Suhu: 36,7⁰C Mata : CA (-/-), edema palpebra (-/-) Tenggorokan : faring hiperemis (-) Thorax: auskultasi BND vesikuler Abdomen: supel, datar, BU (+), NT (+) regio epigastrum, hepar teraba membesar 2 jari dibawah arcus koste Ekstremitas: hangat +/+/+/+ oedem -/-/-/- CRT <2 detik Integumen : ruam (-), turgor baik Laboratorium : leukosit 8,8 , eritrosit 5,5, HB 13,3 , HT 37,7 , trombosit 104 , limfosit 54,9 Demam berdarah dengue grade II Diet: TKTP IVFD: RL 16 tpm makro Oral: paracetamol tab 3x1 tab k/p

(43)

43

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang disebutkan oleh pasien dan orang tua pasien yaitu demam yang timbul mendadak tinggi selama 3 hari dan dirasa terus menerus serta adanya nyeri kepala dan nyeri pada sendi dan adanya anggota keluarga lain yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien sudah mendukung pada kemungkinan infeksi virus dengue. Ditambah adanya hasil dari pemeriksaan fisik berupa ditemukannya konjungtiva anemis, hepatomegaly dan pada pemeriksaan laboratorium juga ditemukan adanya peningkatan nilai trombosit yang hampir mencapai angka 20% (19,2%) dan adanya trombositopenia mencapai angka 62.000, penulis merasa cukup untuk menegakan diagnosis demam berdarah dengue menurut kriteria diagnosis klinis demam berdarah dengue.

Tatalaksana pada pasien DBD bersifat simtomatik dan suportif, terapi suportif berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama dalam tatalaksana DBD untuk mencegah terjadinya syok. Pada penatalaksanaan diberikan cairan 24 tpm saat pasien dalam fase demam dan diturunkan menjadi 16 tpm saat sudah terjadi penurunan hematokrit. Pada pustaka dikatakan dapat diberikan cairan rumatan sebesar 5ml/kgBB/jam selama terjadi peningkatan nilai hematokrit dan diturunkan bertahap mengikuti penurunan kadar hematokrit. Untuk mengatasi demam dapat diberikan antipiretik (paracetamol 10-15mg/kgBB/kali) interval 4-6 jam jika suhu >38oC. Pada pasien ini terapi yang diberikan sudah sesuai dengan anjuran terapi menurut pustaka.

Apabila jumlah trombosit masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya

(44)

44

apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5 hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 – 31.

2. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Hindra Irawan Satari, penyunting. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Jakarta : IDAI. 2008. H. 155-156

3. InfoDatin. Situasi DBD. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kessehatan Republik Indonesia 2016

4. Hadinegoro SI. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: DEPKES RI. 2004

5. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, World Health Organization, Jakarta, Indonesia. 2009

Referensi

Dokumen terkait

Move adalah fasilitas untuk memindahkan obyek atau sekumpulan obyek dari suatu tempat ke tempt yang lain pada area

dengan prosedur yang telah direncanakan, walaupun terjadi beberapa hambatan saat kegiatan berlangsung. Uji keefektifan layanan bimbingan kelompok dengan teknik

Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan 0, 1, 2, 4 Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa lama penyimpanan 0, 1, 2, 4 minggu tidak berpengaruh

Penilaian yang dilakukan oleh wali kelas di Sma Muhammadiyah 2 Yogyakarta juga masih menggunakan cara manual dan mengalami sedikit kesulitan dalam menginformasikanya.hal

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan bilangan peroksida pada saat penggorengan kedua dan ketiga baik pada minyak goreng curah

Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi konsolidasian pada saat terjadinya; pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat atau memberi manfaat ekonomis di

Berdasarkan hasil penelitian yang saya peroleh bahwa kiai, ustad dan para santri pondok Pesantren Nurul Athfal telah melaksanakan salat di awal waktu, mereka