• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar

Desti Fatayati1 dan Eko Darminto2

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan konseling kelompok realita untuk membantu siswa meningkatkan motivasi belajar. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-experiment berupa one group pre – test post – test design. Subyek dalam penelitian ini adalah tujuh siswa dari kelas X-5 di SMA Negeri 1 Menganti Gresik yang memiliki motivasi belajar tingkat rendah. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket motivasi belajar dengan teknik analisis data yaitu uji tanda Wilcoxon dalam statistik non parametrik. Dari hasil analisis data diperoleh thitung lebih kecil dari ttabel,

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima atau ada peningkatan skor yang signifikan pada tingkat motivasi belajar siswa setelah diberikan konseling kelompok realita.

Kata Kunci : Konseling Kelompok Realita, Motivasi belajar siswa yang rendah.

1 Alumni Prodi BK FIP Unesa 2

(2)

Pendahuluan

Sejak Ujian Nasional (UNAS) ditetapkan sebagai suatu sistem evaluasi kelulusan pada sekolah, banyak siswa yang tidak lulus UNAS karena nilainya tidak memenuhi standar kelulusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Angka ketidaklulusan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sebagai contoh jumlah siswa SMA/MA yang tidak lulus di daerah Surabaya pada Tahun Ajaran 2006/2007 sebanyak 1,93 %, dan pada tahun ajaran 2007/2008 menjadi 3,07 %. Angka ketidaklulusan ini kembali meningkat pada Tahun Ajaran 2008/2009 meningkat menjadi 4,38%, (Suwanto, Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Surabaya).

Penyebab ketidaklulusan ini belum diketahui hingga saat ini, apakah itu semua kesalahan dari guru ketika memberikan pembelajaran, atau karena kesalahan siswa itu sendiri, atau faktor lainnya. Penyebab ini belum dapat diketahui karena banyak siswa yang dianggap cerdas dan berprestasi di sekolah tidak lulus dalam UNAS dan banyak juga siswa yang kurang berprestasi bahkan malas ke sekolah justru mereka yang dinyatakan lulus (Raditya,2009).

Prestasi belajar rendah ini bukan disebabkan oleh adanya hambatan dalam menguasai pelajaran yang diberikan dalam proses belajar. Menurut Gustian (dalam Ramadhan, 2008) seseorang yang memiliki prestasi rendah dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan luar rumah (lingkungan sekolah), lingkungan rumah, maupun dari individu itu sendiri.

Ramadhan (2008) berpendapat bahwa tidak tercapainya prestasi sekolah yang baik juga sangat ditentukan oleh karakteristik anak. Salah satunya adalah penilaian anak terhadap kemampuan yang dimilikinya. Penilaian anak terhadap kemampuannya berpengaruh banyak terhadap pencapaian prestasi sekolah. Anak yang merasa dirinya mampu akan berusaha untuk mendapatkan prestasi sekolah yang baik sesuai dengan penilaian terhadap kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, anak yang menilai dirinya sebagai anak yang tidak mampu atau anak yang bodoh akan menganggap nilai-nilai kurang yang didapatkannya sebagai hal yang sepatutnya dia dapatkan.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kurangnya motivasi belajar. Semakin rendah motivasi belajar seseorang maka semakin rendah pula prestasi yang ia miliki, dan sebaliknya semakin tinggi motivasi belajar seseorang maka ia akan memiliki prestasi yang tinggi pula. Oleh karena itu motivasi dalam kegiatan belajar sangat diperlukan. Motivasi dapat memberikan petunjuk semangat seorang pelajar dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk pada tingkah laku serta sebagai penyeleksi perbuatan belajar mereka (Uno, 2008).

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama Program Pengalaman Lapangan II (PPL II) di SMA Negeri 1 Menganti, ditemukan permasalahan pada siswa kelas X, yaitu banyaknya siswa yang sering datang terlambat ke sekolah, tidak masuk tanpa keterangan,

(3)

kurang semangat dalam mengikuti pelajaran atau tidak konsentrasi, sering membolos dalam mata pelajaran tertentu, dan hal ini membuat para siswa tersebut mengalami penurunan prestasi belajar. Hal ini diperkuat juga oleh pernyataan konselor sekolah kelas X, yaitu banyaknya nilai-nilai akademik siswa yang menurun atau nilai hasil Ujian Tengah Semester (UTS) yang tidak tuntas dan juga yang diikuti dengan turunnya nilai-nilai harian para siswa. Konselor mendapatkan informasi ini dari para wali kelas dan juga berdasarkan nilai siswa pada raport sisipan di semester satu. Menurut konselor hal ini disebabkan oleh rendahnya motivasi belajar yang dimiliki, dan hampir disetiap kelas terdapat 2-3 siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.

Rendahnya motivasi belajar para siswa disebabkan juga karena mereka belum mampu memotivasi diri mereka masing-masing untuk bersaing dengan teman-temannya yang mereka rasa memiliki kemampuan lebih tinggi. Hal ini terlihat dari sikap yang ditunjukkan para siswa tersebut, yaitu malas ketika berada di kelas, tidak konsentrasi, lebih senang bermain HP. Selain rendahnya motivasi belajar, yang menjadi penyebab utama adalah karena mereka belum mampu memikul tanggung jawab secara penuh sebagai seorang pelajar SMA.

Motivasi Belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar orang

tersebut yang dalam hal ini adalah siswa termotivasi atau memiliki semangat untuk belajar. Adanya gejala rendahnya motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa, menyebabkan munculnya kebutuhan untuk meningkatkan motivasi belajar mereka.

Konseling kelompok realita digunakan karena dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari pemecahan masalah yang sedang dihadapi bersama dengan anggota kelompok lainnya, karena dalam konseling ini siswa dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya, para anggota dapat membentuk hubungan yang didalamnya mereka dapat mengembangkan pemahaman, dan kesadaran terhadap dirinya.

Konseling kelompok realita sangat tepat digunakan karena didalamnya terdapat peranan kelompok teman sebaya yang bagi remaja adalah memberikan kesempatan untuk belajar tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengontrol tingkah laku sosial, mengembangkan keterampilan, dan minat yang relevan dengan usianya, dan saling bertukar perasaan dan masalah. Kelompok sebaya yang suasananya hangat, menarik, dan tindak eksploitatif dapat membantu remaja untuk memperoleh pemahaman tentang konsep diri, masalah dan tujuan yang lebih jelas, perasaan berharga, dan perasaan optimis (Dahlan,2007).

Dengan demikian sesuai dengan tujuan penelitian ini, melalui adanya konseling kelompok realita diharapkan siswa mampu meningkatkan motivasi belajarnya.

(4)

Konseling realita yang diperkenalkan oleh William Glasser (dalam Fauzan dan Flurentin, 1994:44) ini memusatkan perhatian konseli terhadap perilaku yang bertanggung jawab, dengan berdasarkan 3-R: realita (reality), tanggung jawab (responsibility), dan benar-salah (righ and wrong). Sehingga, siswa dapat dihadapkan pada kenyataan yang saat ini mereka alami yaitu mereka yang sebagai seorang siswa dan memiliki tanggung jawab atas kegiatan belajar mereka sekaligus melakukan penilaian sendiri apakah yang dilakukan selama ini benar atau salah. Dalam konseling ini konselor atau guru pembimbing bertugas menolong siswa membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya.

Dalam konseling kelompok realita yang terpenting adalah menumbuhkan tanggung jawab (Responsibility) pada seseorang. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab atas perilaku dan pemenuhan kebutuhannya sendiri. Dengan menumbuhkan tanggung jawab kepada siswa maka dengan sendirinya siswa tersebut dapat memotivasi dirinya sendiri. Tanggung jawab yang telah tumbuh akan membuat siswa mengerti dan menyadari apa yang menjadi hak dan apa yang menjadi kewajibannya. Dan dengan adanya tanggung jawab maka seseorang dapat memahami apakah perilaku yang selama ini mereka tunjukkan merugikan orang lain atau tidak. Individu yang bertanggung jawab adalah mereka yang dapat

menyesuaikan diri dan memenuhi kebutuhan pribadi tanpa merugikan atau melanggar hak-hak orang lain, sehingga ia bisa memiliki identitas diri yang sukses.

Dalam pemberian bantuan melalui konseling kelompok pendekatan realita, para siswa yang memiliki Motivasi Belajar rendah diajak untuk belajar menciptakan perilaku yang lebih bertanggung jawab dibandingkan dengan perilaku yang mereka miliki seberlumnya. Dalam konseling ini siswa diajak untuk menciptakan dan mengembangkan keterlibatannya baik dengan konselor maupun anggota kelompok lainnya melalui tahapan-tahapan dalam konseling kelompok realita. Selain itu dalam konseling kelompok realita ini, peneliti berperan sebagai model, menentukan struktur dan batas-batas pertemuan.

Untuk langkah selanjutnya anggota kelompok diajak untuk melakukan penilaian atas perilakunya saat ini, apakah benar atau salah, bertanggung jawab atau tidak, merugikan atau tidak. Hal ini dilakukan agar anggota kelompok benar-benar menyadari dengan sendirinya kalau perilaku yang mereka tunjukkan memang tidak bertanggung jawab dan merugikan.

Dalam pemberian bantuan melalui konseling kelompok realita, konselor mengajak siswa yang memiliki Motivasi Belajar rendah untuk terlibat secara langsung dan mengembangkan keterlibatannya dalam tahapan-tahapan konseling. Adapun tahapan-tahapan konseling kelompok realita yang dimaksud yaitu keterlibatan dan penstrukturan kelompok, pemusatan

(5)

pada perilaku (focus on behaviour), pemusatan pada kekinian (focus on present), pembuatan keputusan nilai (Value judgement or behaviour), merencanakan perilaku yang bertanggung jawab, keterikatan (komitmen), tidak memberi maaf atas kegagalan, dan menghilangkan hukuman.

Tidak hanya tahapan-tahapan tersebut yang digunakan, tetapi konselor juga menggunakan teknik-teknik dalam proses konseling ini. Hal ini bertujuan agar proses konseling dapat berjalan dan mengajak siswa agar lebih menyadari perilakunya yang dimilikinya selama ini. Teknik-teknik yang digunakan yaitu bermain peran bersama konseli (role playing), yang dikombinasikan dengan pengembangan keterampilan. Konselor perlu membantu konseli mengembangkan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan – keinginannya dalam cara yang bertanggung jawab. Konselor dapat mengajar konseli tentang berbagai keterampilan seperti perilaku asertif, berpikir rasional, dan membuat rencana. Setelah dicapai pemahaman, siswa akan diajak untuk merencanakan tingkah laku baru. Guru pembimbing tidak akan mendesak mereka untuk membuat sebuah rencana baru sebelum mereka memahami betul tingkah laku mereka saat ini dan bagaimana akibat yang ditimbulkan dari kurangnya Motivasi Belajar yang mereka miliki. Jika siswa telah memahami, barulah rencana baru disusun. Agar siswa benar-benar melakukan rencana yang telah dibuat, maka diperlukan adanya

perjanjian atau komitmen bersama (contract).

Metode

Penelitian ini termasuk penelitian pre – eksperimen dengan pre-test dan post-test design. Metode pengumpulan data yang digunakaberupa angket yaitu angket motivasi belajar yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini adalah 7 siswa kelas X-5 SMA Negeri 1 Menganti yang memiliki tingkat motivasi belajar dalam kategori rendah. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis uji statistik non parametrik dengan uji tanda Wilcoxon.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan angket motivasi belajar pre – test diketahui ada 7 siswa kelas X-5 SMAN 1 Menganti, yang termasuk siswa dengan motivasi belajar rendah karena mereka memiliki skor dengan kategori rendah. Ketujuh siswa ini kemudian dijadikan subjek dalam penelitian dan diberikan perlakuan dengan konseling kelompok realita untuk meningkatkan Motivasi Belajarnya. Perlakuan diberikan dalam 9 kali pertemuan selama kurang lebih 5 minggu. Setelah perlakuan selesai diberikan, maka peneliti melakukan pengukuran kembali (post - test) dengan menggunakan angket yang sama dengan angket pre – test yaitu angket motivasi belajar. Ternyata perlakuan yang diberikan dapat membantu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya hasil skor post-test yang lebih tinggi

(6)

dibandingkan dengan hasil skor pre-test.

Untuk selanjutnya hasil yang diperoleh yaitu skor pre-test dan post-test dianalisis menggunakan uji statistik non parametrik dengan uji bertanda Wilcoxon. Dari analisis ini diperoleh Thitung lebih kecil daripada nilai Ttabel ( 0 < 2). Jika nilai hitung T lebih kecil dari nilai T pada tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor yang sigifikan pada tingkat Motivasi Belajar siswa yang rendah antara sebelum dan sesudah diberikan konseling kelompok realita. Karena ke-7 siswa yang awalnya memiliki skor rendah mengalami perubahan menjadi ada yang memiliki skor sedang dan juga skor tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konseling kelompok realita dapat membantu siswa meningkatkan motivasi belajarnya. Melalui konseling kelompok realita ini anggota kelompok mempunyai pemahaman baru bahwa motivasi belajar mereka termasuk kategori rendah, dan itu berdampak pada perilaku yang tidak bertanggung jawab yang mereka tunjukkan selama ini. Mereka pun menyadari bahwa perilaku yang tidak bertanggung jawab ini tidak mampu menunjang mereka untuk mencapai apa yang telah mereka impikan/inginkan. Dan mereka pun menyadari bahwa perilakunya telah menjadi penghambat dalam proses belajar mereka. Dari pemahaman baru ini, muncullah keinginan dari para anggota kelompok untuk berubah menjadi seseorang yang lebih bertanggung jawab dalam memenuhi segala keinginan mereka dan mencapai

tujuan belajar yang selama ini tertunda. Seperti yang dikatakan Glasser (dalam Darminto, 2007:152-153) bahwa manusia dapat mengubah perasaan, tindakan dan nasib (kehidupannya) sendiri. Namun, itu dapat dilakukan jika manusia telah menerima tanggung jawab dan bersedia mengubah identitasnya.

Pemahaman baru yang dimiliki anggota kelompok dapat membantu mereka untuk meningkatkan motivasi belajar mereka, sehingga pada akhirnya perilaku belajar mereka juga dapat berubah. Dengan kesadaran yang mereka miliki tentang tanggung jawab, maka mereka dapat menghalau segala faktor-faktor yang dapat membuat motivasi belajar mereka menurun dan mengganggu kesungguhan belajar mereka.

Sesuai dengan pernyataan Glasser (dalam Rosjidan : 1994) bahwa sejauh individu bertanggung jawab dalam perbuatannya, sesungguhnya ia telah mencapai identitas sukses dan bermental sehat. Menurut Glasser, bukanlah mental sehat yang menjadikan orang bertanggung jawab, melainkan tanggung jawablah yang menjadikan seseorang bermental sehat.

Selain itu, konseling kelompok realita juga cocok untuk diterapkan pada lingkungan sekolah. Darminto (2007 : 165) menyatakan bahwa “konseling realita dapat diterapkan di dalam lingkungan sekolah untuk menangani berbagai kegagalan atau kesulitan belajar dan meningkatkan prestasi akademik siswa, dengan cara membantu siswa megembangkan identitas berhasil.”

(7)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok realita dapat diterapkan dilingkungan sekolah untuk membantu siswa meningkatkan motivasi belajar. Karena dalam konseling realita motivasi dapat dibangkitkan dengan cara mendorong munculnya rasa tanggung jawab. Selain itu, konseling realita juga mampu membantu siswa untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, menjadi pribadi yang bertanggung jawab, dan mencapai identitas berhasil. Hal ini dapat dicapai dengan adanya komitmen-komitmen yang terbentuk dalam proses konseling dan perencanaan-perencanaan perilaku yang sesuai dengan realita serta kemampuan konseli yang tertulis dalam kontrak perilaku.

Dalam proses penelitian ini juga terdapat beberapa hambatan yaitu tidak adanya instrumen khusus yang dapat digunakan untuk mengukur Motivasi Belajar siswa, sehingga peneliti harus membuatnya sendiri. Sehingga ada kemungkinan bahwa data yang diperoleh belum sempurna. Meskipun terdapat hambatan, namun penelitian ini secara umum dapat berjalan dengan lancar karena adanya bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing. Selain itu, kelancaran proses penelitian ini juga didukung oleh pihak SMA Negeri 1 Menganti Gresik yaitu dengan memberikan waktu dan tempat untuk melaksanakan proses konseling, adanya bantuan dari konselor yang berupa data awal.

Pada akhirnya, peneliti tetap berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik secara praktis maupun teoritis bagi pengembangan ilmu

khususnya ilmu bimbingan dan konseling. Peneliti juga berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan konseling kelompok realita dapat meningkatkan Motivasi Belajar yang rendah pada siswa di kelas X-5 SMA Negeri 1 Menganti Gresik Tahun Pelajaran 2010 - 2011.

Hasil tersebut diperoleh berdasarkan penghitungan dengan uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji bertanda Wilcoxon, Thitung (banyaknya tanda yang lebih sedikit) = 0. Harga T dalam table nilai kritis T dengan α = 0,05 menunjukkan bahwa untuk n = 7, diperoleh Ttabel = 2. sehingga nilai Thitung lebih kecil daripada nilai Ttabel ( 0 < 2). Jika nilai hitung T lebih kecil dari nilai T pada table maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor yang signifikan pada tingkat motivasi belajar siswa yang rendah antara sebelum dan sesudah diberikan konseling kelompok realita.

Dengan selesainya penelitian ini, ada beberapa saran yang perlu disampaikan yaitu: 1) Hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang dapat digunakan dalam meningkatkan pelayanan BK khususnya untuk membantu siswa meningkatkan motivasi belajar, karena sudah terbukti bahwa konseling kelompok realita dapat meningkatkan Motivasi Belajar siswa.

(8)

2) Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. 3) Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa dapat menambah alat pengumpul data misalnya observasi dan wawancara, karena dalam penelitian ini hanya menggunakan angket sebagai alat pengumpul data.

Daftar Rujukan

Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Arya. 2009. Reality Counseling, (online), (http://harryyablog. blogspot.com/2009/03/reality-counseling.html), diakses 24 november 2009

Baraja, Abubakar. 2008. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta : Studia Press.

Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. E-Koeswara, Penerjemah. Bandung : PT Rafika Aditama. Darminto, Eko. 2007. Teori-Teori

Konseling. Surabaya : Unesa University Press.

Dimyati, dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2007. Pikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : PT. Sinar Baru Algesindo. Helabumi, Raditya. 2009. 12 Persen

Lebih Tidak Lulus UN (online), (http://edukasi.kompas.com/read /2009/06/14/07012846/12. diakses pada 30 Maret 2010. Latipun. 2004. Psikologi Konseling.

Malang : UMM Press.

Mudhoki, Faiz. 2008. Konseling realita, (online), (http://faizperjuangan. wordpress.com/2008/04/23/realit

y-therapy/), diakses 24

november 2009.

Nursalim, M dan Suradi. 2002 : Layanan Bimbingan dan Konseling. Surabaya : Unesa University Press.

Nursalim, M dan Retno T.H. 2007. Konseling Kelompok. Surabaya ; Unesa University Press.

Rosjidan. 1994. Modul Pendekatan-Pendekatan Konseling Kelompok. Malang : UMM Press.

Sardiman, AM. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Setiawati, Octa Reni, 2008. Anak underachiever, (online). http://www. kabarindonesia. com/ berita.php?pil=13&jd= Anak Under Achi ever'&dn =20080720204 035#), diakses pada 30 Maret 2010

Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

Sutikno, Sobry. 2008. Peran Guru dalam Membangkitkan Motivasi

Belajar Siswa,

(online).(http://www.bruderfic.o r.id/h-129/peran-guru-dalam-

membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html), diakses pada tanggal 24 November 2009. Tarmidzi, Ramadhan, 2008.

Underachiever, (online), http://tarmizi.wordpress.

com/2008/11/19/underachiever/, diakses pada 3o Maret 2010 Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses perancangan langkah yang dilakukan adalah membuat beberapa desain alternatif (sketsa). Dari beberapa sketsa tersebut, akandipilih beberapa sketsa yang terbaik dan

Sistem akuntansi penggajian Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) di Balai Diklat PUPR Wilayah VII Banjarmasin melibatkan beberapa fungsi, yaitu

Pendidikan Tinggi Islam yang terjadi pada masa sekarang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang telah diputuskan oleh para pemegang kebijakan pada masa lalu, baik oleh

Selain itu, pada RKPD Kabupaten Karawang Tahun 2017 Prioritas Pembangunan juga mengacu pada rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan

The act of running the Program is not restricted, and the output from the Program is covered only if its contents constitute a work based on the Program (independent of having

Berdasarkan hasil analisis evaluasi kinerja pengoperasian angkutan pengumpan (feeder) Trans SARBAGITA TP 02 Kota Denpasar yang meliputi indikator waktu tempuh,

Hasil analisis deskriptif penelitian menunjukkan bahwa pada saat dilakukan penelitian, rata-rata remaja penerima manfaat di Balai Rehabilitasi Sosial Wira Adhi Karya