• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jakarta, Desember 2015 Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Dr. Ir Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc NIP :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jakarta, Desember 2015 Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Dr. Ir Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc NIP :"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

i

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

karunia-Nya kami diberikan kemudahan sehingga dapat menyusun buku basis data

geospasial kehutanan tahun 2015.

Terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada seluruh walidata lingkup Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sebelumnya; Kementerian Kehutanan) dalam

mendukung pengembangan serta pemutakhiran basis data spasial kehutanan.

Dalam perkembangannya sampai dengan Tahun 2015 terjadi perubahan penanggung

jawab/walidata informasi geospasial di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sehingga penyesuaian dan koordinasi yang lebih solid harus terus dilakukan. Kami sadar

masih banyak kendala dan kekurangan dari kami baik dari segi pengelolaan basis data

spasial kehutanan maupun pelayanannya. Oleh karena itu, masukan dan saran dari semua

pihak demi perbaikan buku ini sangat kami harapkan.

Akhirnya, harapan kami semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Jakarta, Desember 2015

Direktur Inventarisasi dan

Pemantauan Sumber Daya Hutan,

Dr. Ir Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc

NIP : 19620301 199802 1 001

(2)

ii

Pengarah:

Dr.Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc

Penanggung Jawab:

Adriat Halim, S.Hut, MM.Si

Budiharto, S.Si, M.Si

Tim Penyusun:

Ipan Rangga Permana, S.Hut

Haerurrizal, SIP

Dwi Juli Styowati, S.Hut

Mila Soraya, S.Si

Purnomo, SE

Gambar Sampul Buku:

Hasil Pemotretan menggunakan Wahana Pesawat Ultralight Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan di Lido Jawa Barat

Foto diambil pada tanggal 12 Februari 2015 Jam 16:21 WIB

Dipublikasikan Oleh:

Subdirektorat Jaringan Data Spasial Kehutanan

Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Gedung Manggala Wanabakti Blok I Lantai 7

Jl. Jenderal Gatot Subroto , Jakarta 10065

Telepon: (021) 5730335, 5730293

Fax: (021) 5730335

Email:

simontana@dephut.go.id

,

pbdsjds@gmail.com

http://webgis.dephut.go.id/

http://nfms.dephut.go.id/

(3)

iii

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang ...1

B.

Dasar Hukum ...1

C.

Gambaran Umum ...2

D.

Maksud dan Tujuan ...2

E.

Ruang Lingkup ...3

F.

Pengertian/Daftar Istilah ...3

II. PENGELOLAAN BASIS DATA SPASIAL ... 5

A.

Peraturan Perundang-Undangan ...5

1. Undang-Undang ... 5

2. Peraturan Pemerintah ... 7

3. Peraturan Presiden ... 8

4. Peraturan Menteri ... 9

B.

Tugas Pokok dan Fungsi Jaringan Data Spasial Kehutanan ... 14

C.

Fase Pengembangan Basis Data Spasial Kehutanan ... 15

III. INFORMASI BASIS DATA GEOSPASIAL KEHUTANAN ... 17

A.

Kawasan Hutan ... 17

B.

Pemanfaatan Hutan ... 18

C.

Penggunaan Kawasan Hutan / Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan ... 50

D.

Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan ... 67

E.

Penutupan Lahan ... 96

F.

Lahan Kritis... 97

G.

Peta Arahan Pemanfaatan Hutan Produksi Untuk Usaha Pemanfaatan Hutan. ... 98

H.

Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru ... 99

(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.

Tabel Luas Kawasan Hutan Indonesia ... 17

Tabel 2.

Tabel Luas Kawasan Hutan Per Fungsi Hutan Indonesia... 17

Tabel 3.

IUPHHK-HA ... 19

Tabel 4.

IUPHHK-HTI ... 27

Tabel 5.

IUPHHK-HTR ... 38

Tabel 6.

Hutan Kemasyarakatan ... 42

Tabel 7.

Hutan Desa... 46

Tabel 8.

IUPHHK-RE ... 49

Tabel 9.

IUP-Jasa Lingkungan... 50

Tabel 10.

Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan ... 51

Tabel 11.

Data Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Tiap Provinsi .... 67

Tabel 12.

Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan untuk Transmigrasi ... 89

Tabel 13.

Penutupan Lahan Tahun 2014 ... 96

Tabel 14.

Luasan Lahan Kritis Tiap Provinsi Tahun 2013 ... 97

Tabel 15.

Luas Indikatif Arahan Pemanfaatan Hutan Pada Kawasan Hutan Produksi ... 98

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Prosentase Perbandingan luas Kawasan Hutan dan Non Kawasan ...17

Gambar 2.

Prosentase Perbandingan Luas Fungsi Hutan...17

(6)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

(7)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.421/Menhut-II/2006 tanggal

15 Agustus 2006 tentang Fokus-Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan. Pusat

Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan yang kemudian pada Struktur Organisasi

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan berubah menjadi Direktorat Inventarisasi dan

Pemantauan Sumber Daya Hutan sebagai penanggung-jawab pengembangan informasi

sumber daya hutan, harus didukung oleh Jaringan Pengelolaan Data Spasial Kehutanan

yang kuat dan handal. Salah satu pilar kuat untuk mendukung jaringan yang dibangun

adalah keberadaan data, khususnya terkait dengan data geospasial/keruangan tematik

kehutanan yang berkualitas.

Sampai dengan tahun 2015 sudah terhimpun 31 tema data spasial dalam geodatabase,

melalui kegiatan update data tematik (Kawasan Hutan, Pemanfaatan Hutan, Ijin Pinjam

Pakai Kawasan Hutan/Penggunaan Kawasan Hutan, Perubahan Peruntukan Kawasan

Hutan, Kebun Bibit Rakyat, Lahan Kritis, DAS, Keanekaragaman hayati, RKTN, dsb.).

penambahan tema baru, maupun penyempurnaan.

Dalam rangka menciptakan kondisi geodatabase siap menghadapi tuntutan kebutuhan

data dan informasi (khususnya spasial) mendukung pembangunan hutan lestari secara

lebih handal dan berkualitas. kegiatan pada Periode 2011 dikonsentrasikan pada

pengumpulan data spasial semaksimal mungkin dari berbagai sumber, baik dari walidata.

Biro Hukum, maupun unit kerja terkait. Kegiatan selanjutnya dikonsentrasikan pada

pemberdayaan walidata. sehingga secara mandiri dapat mengelola (upload) data yang

menjadi tanggungjawabnya agar lebih berkualitas.

Kebutuhan akan ketersediaan data dan informasi yang handal dan berkualitas sudah

tidak dapat ditunda lagi serta dibutuhkan transparansi data dan informasi dalam

pengelolaan hutan seiring dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang

Keterbukaan Informasi Publik, serta mendukung komitmen pemerintah dalam kebijakan

perubahan iklim, dimana seluruh kegiatan terkait dengan penurunan emisi harus dapat

dilakukan MRV (Measuring. Reporting dan Verification). Pemanfaatan geodatabase juga

akan dioptimalkan dalam mendukung kegiatan ke-planologian.

B. Dasar Hukum

Berbagai peraturan perundangan yang mendasari segera tersusunnya basis data

spasial kehutanan yang tangguh dalam mendukung pembangunan kehutanan lestari

khususnya dan pembangunan lintas sektor pada umunya adalah :

1. Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1997 tentang Kehutanan;

2. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

3. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi

Geospasial Nasional;

4. Peraturan Menteri Kehutanan P. 08/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis

(Renstra) Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014;

(8)

2

5. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 59/Menhut-II/2008 tentang Penunjukan Unit

Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan.

6. Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan No. P.6/VII-SET/2012 Tentang

Rencana Kerja Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Tahun 2013.

7. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 7/Menhut-II/2011 tentang Pelayanan Informasi

Publik di Lingkungan Kementerian Kehutanan.

8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.18/MENLHK-II/2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

C. Gambaran Umum

Dalam konsep pengelolaan data geospasial, Kementerian Kehutanan (Sekarang;

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan walidata sebagai

penanggung jawab data spasial tematik tertentu. Data tersebut kemudian dikelola dalam

format geodatabase berbasis jaringan, sehingga dimungkinkan pengelolaannya dapat

dilakukan langsung oleh walidata secara real time dan online. Pada Tanggal 29 Juli 2010

bertempat di Crown Plaza Hotel Jakarta, telah dilaksanakan Peluncuran WebGIS

Kementerian Kehutanan oleh Menteri Kehutanan. WebGIS Kementerian Kehutanan

merupakan Situs Informasi Geografis/Data Spasial Kehutanan yang dapat diakses oleh

publik dengan alamat situs: http://webgis.dephut.go.id/ dimana datanya didukung dari

basis data spasial kehutanan. Adapun pada Tahun 2012 konsentrasi kegiatan

dititikberatkan pada optimalisasi pengelolaaan basis data spasial kehutanan melalui

berbagai perbaikan kualitas data spasial, pengelolaan yang terintegrasi oleh unit kerja

sebagai walidata di Pusat. UPT (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) serta Dinas Kehutanan

Provinsi maupun unit pengelolaan. pembangunan basis data spasial kehutanan tingkat

provinsi dan unit pengelolaan serta pemanfaatan basis data spasial untuk pembangunan

kehutanan. Mulai tahun 2014, seiring dengan disatukannya organisasi Kementerian

Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup maka mulai disusun matrik walidata /unit

produksi data geospasial di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai dengan

tugas pokok dan fungsi unit kerja yang baru. Mengacu pada Peraturan Prseiden Republik

Indonesia No. 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional, maka harus

segera disusun peraturan menteri yang menunjuk Unit kerja yang melaksanakan

pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penggunaan DG dan IG , Unit kerja yang

melaksanakan penyimpanan, pengamanan dan penyebarluasan DG dan IG , serta pedoman

penyelenggaraan Informasi Geospasial di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

D. Maksud dan Tujuan

Penyusunan buku basis data geospasial kehutanan ini dimaksudkan untuk

memberikan informasi tentang perkembangan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Basis

Data Geospasial Kehutanan. Adapun tujuannya adalah untuk mempublikasikan informasi

basis data spasial kehutanan dalam bentuk buku sehingga pengguna yang dapat

memanfaatkan basis data geospasial kehutanan menjadi semakin luas.

(9)

3

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyusunan buku basis data geospasial kehutanan Tahun 2015 ini

mencakup:

a. Peraturan perundangan terkait pengelolaan basis data geospasial di Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

b. Fase pengelolaan basis data geospasial kehutanan;

c. Informasi tentang kawasan hutan, pemanfaatan hutan meliputi HA,

IUPHHK-HTI, IUPHHK-RE, Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKM), Hutan

Desa (HD), IUP-JL (Jasa Lingkungan), penggunaan kawasan hutan/ijin pinjam pakai

kawasan hutan, perubahan peruntukan kawasan hutan untuk kebun dan transmigrasi,

Penutupan Lahan, Lahan Kritis.

d. Informasi awal matrik walidata/custodian data geospaial Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan.

F. Pengertian/Daftar Istilah

1. Geodatabase

Merupakan bentuk basis data bereferensi keruangan yang tersimpan sedemikian rupa

sehingga dapat dikelola (penambahan, Pengambilan, pemutakhiran) baik secara personal

melalui desktop. atau multi user melalui server (bersifat Web/WebGis) oleh

masing-masing walidatanya merujuk pada kamus data yang sudah dibuat.

2. Wali data

Unit kerja yang bertanggungjawab terhadap pembuatan. pemeliharaan dan

pemutakhiran data tertentu yang dikeluarkannya/dibuatnya sesuai dengan tanggung

jawabnya.

3. Unit Kliring

Salah satu unit kerja pada Simpul Jaringan yang ditunjuk sebagai pelaksana pertukaran

dan penyebarluasan Data Spasial tertentu.

4. Unit Kliring Data Spasial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Unit Kerja pada simpul jaringan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang

merupakan salah satu simpul jaringan data spasial nasional.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.59/Menhut-II/2008 tentang Penunjukan Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan. Direktur

Jenderal Planologi Kehutanan d/h Kepala Badan Planologi Kehutanan telah ditunjuk

sebagai Ketua Unit Kliring Data Spasial.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Penunujukan Unit

Kliring Informasi Geospasial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum terbit,

sehingga sebelum ada peraturan Menteri yang baru, masih berdasar pada Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor P.59/Menhut-II/2008.

(10)

4

5. Data Spasial

Data hasil pengukuran, pencatatan, dan pencitraan terhadap suatu unsur keruangan

yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya

mengacu pada sistem koordinat nasional.

6. Data Geospasial (DG)

Data tentang lokasi geografis, dimensi, atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam,

dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

7. Informasi Geospasial (IG)

Data Geospasial (DG) yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu

dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang

berhubungan dengan ruang kebumian.

8. Simpul Jaringan

Institusi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengumpulan.

pemeliharaan, pemutakhiran, pertukaran, dan penyebarluasan data geospasial dan

Informasi geopasial tertentu.

9. Lahan Kritis

Yang dimaksud dengan “lahan kritis” adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi

sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan

terganggunya keseimbangan ekosistem DAS. Persentase luas lahan kritis adalah

perbandingan antara lahan kritis yang ada dalam DAS dengan luas DAS tersebut.

10. Ekosistem Mangrove

Ekosistem Mangrove adalah kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi

dengan fauna dan mikroorganisme sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada daerah

sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindung

dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan

lingkungan hidup yang berkelanjutan.

11. TSP (Temporary Sample Plots)

TSP (Temporary Sample Plots) adalah Unit Contoh Sementara yang dibuat untuk

mengumpulkan data lapangan berupa parameter-parameter biofisik tegakan hutan

terutama kondisi standing stock kayu saat tertentu (satu kali pengukuran).

12. PSP (Permanent Sample Plots)

PSP (Permanent Sample Plots) adalah Unit Contoh Permanen yang dibuat untuk

mengumpulkan data lapangan berupa parameter-parameter biofisik tegakan hutan

terutama kondisi pertumbuhan tegakan yang akan dilihat kembali setiap 4-5 tahun.

(11)

5

II. PENGELOLAAN BASIS DATA SPASIAL

A. Peraturan Perundang-Undangan

Pelaksanaan tugas Pengelolaan Basis Data Geospasial Kehutanan dilaksanakan

berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang (UU),

Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan Keputusan

Menteri.

1. Undang-Undang

1) Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya.

Pada Pasal 1 yang dimaksud dengan Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur

hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya

alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara

keseluruhan membentuk ekosistem. Dan di ayat (2) disebutkan bahwa konservasi sumber

daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya

dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap

memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

2) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Dalam pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa pengurusan hutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a. bertujuan untuk memperoleh manfaat yang

sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Pada ayat (2) disebutkan

bahwa Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan

penyelenggaraan perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan

pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan.

Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang

menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan (pasal 11 ayat (1)). Perencanaan

kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu, serta

memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah (Pasal 11 ayat (2)).

Perencanaan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a.

meliputi : inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan,

pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan (Pasal 12).

Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi

tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap

(Pasal 13 ayat (1)).

Hasil inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). ayat (2). dan ayat (3)

antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan neraca

sumber daya hutan, penyusunan rencana kehutanan, dan sistem informasi kehutanan

(Pasal 13 ayat (4)).

(12)

6

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang.

Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang. dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal 1).

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah

nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan

Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Penataan ruang berdsarkan wailayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah

nasional. penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota

(Pasal 5 ayat (3)).

4) Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik

Berdasarkan undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi

Publik pada pasal 7 disebutkan bahwa:

a. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi

Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain

informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

b. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat . benar. dan tidak

menyesatkan.

c. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) . Badan Publik

harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk

mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan

mudah.

d. Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang

diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik.

e. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan

politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/ atau pertahanan dan keamanan negara.

f. Dalam rangka memenuhi kewajiban ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik

dapat memanfaatkan sarana dan/ atau media elektronik dan non elektronik.

5) Undang-Undang No. 04 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial

Berdasarkan undang-undang Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial

pada Penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) dilakukan melalui kegiatan: pengumpulan

Data Geospasial (DG); pengolahan DG dan IG; penyimpanan dan pengamanan DG dan IG;

penyebarluasan DG dan IG; dan penggunaan IG.

(13)

7

Pada Pasal 41 disebutkan bahwa Penyebarluasan DG dan IG sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 huruf d merupakan kegiatan pemberian akses, pendistribusian, dan

pertukaran DG dan IG yang dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik dan

media cetak.

Data Geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau

karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di

atas permukaan bumi.

Informasi Geospasial adalah Data Geospasial yang sudah diolah sehingga dapat

digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan,

dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.

Informasi Geospasial Dasar yang selanjutnya disingkat IGD adalah IG yang berisi

tentang objek yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di

muka bumi dan yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama.

Infromasi Geospasial Tematik yang selanjutnya disingkat IGT adalah IG yang

menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang dibuat mengacu pada IGD.

2. Peraturan Pemerintah

1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS

adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

sungainya. yang berfungsi menampung. menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari

curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas daratan.

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbale balik

antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar

terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumber

daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 Tentang

Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

Yang dimaksud dengan Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan.

mempertahankan. dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung.

produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap

terjaga.

Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan

dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan

peruntukannya.

Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak

melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan

hutan.

(14)

8

3) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan

Pada Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan:

Inventarisasi hutan. pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan,

pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan.

Kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) diatas didukung peta kehutanan

dan atau data numerik.

Pada Pasal 5 ayat (1) dsebutkan bahwa inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud

pada Pasal 3 ayat (1) huruf a dilaksankan untuk mengetahui dan memperoleh data dan

informasi tentang sumber daya. potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara

lengkap. Selanjutnya pada Pasal 14 ayat (1) disebutkan bahwa hasil inventarisasi hutan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 dikelola dalam suatu sistem informasi kehutanan.

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2010 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan

Informasi Publik

Pada Pasal 1 dijelaskan bahwa Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan.

disimpan. dikelola. dikirim. dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan

dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik lainnya sesuai dengan undang-undang tentang keterbukaan

informasi publik sertainformasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Pada Pasal 5 dijelaskan bahwa Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.

selanjutnya disingkat PPID, adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang

penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan

Publik.

3. Peraturan Presiden

1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Jaringan

Informasi Geospasial Nasional.

Pada Pasal 1 disebutkan bahwa Jaringan Informasi Geospasial Nasional yang

selanjutnya disebut Jaringan IGN adalah suatu sistem penyelenggaraan pengelolaan IG

secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan serta berdayaguna.

Pada pasal 3; Jaringan IGN berfungsi sebagai sarana berbagi pakai Informasi

Geospasial (IG) dan penyebarluasan Informasi Geospasial (IG). Jaringan IGN terdiri atas

Jaringan IG pusat dan Jaringan IG daerah (Pasal 4).

Jaringan IG pusat sebagaimana dimaksud pada pasal 4 di atas meliputi lembaga tinggi

negara, instansi pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Adapun jaringan IG daerah adalah meliputi Pemerintah Daerah. Jaringan IG

pusat dan Jaringan IG daerah tersebut bertugas sebagai simpul jaringan. Seluruh Simpul

Jaringan diintegrasikan oleh penghubung simpul jaringan.

Simpul Jaringan sebgaimana dimaksud dalam pasal 4 bertugas menyelenggarakan IG

berdasarkan tugas, fungsi dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan

(15)

perundang-9

undangan. Untuk melaksanakan tugas Simpul Jaringan, pimpinan Simpul Jaringan

menetapkan:

a. Unit kerja yang melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan

penggunaan DG dan IG; dan

b. Unit kerja yang melaksanakan penyimpanan, pengamanan, dan penyebarluasan DG

dan IG.

Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas meliputi data hasil

pengumpulan dan pengolahan DG dan IG. Adapun Penyimpanan sebagaimana dimaksud

dalam huruf b meliputi IG yang telah siap untuk disebarluaskan.

Selain melaksanakan penyimpanan, pengamanan, dan penyebarluasan DG dan IG, unit

kerja sebagaimana disebutkan di atas, simpul jaringan juga bertugas (1) melakukan

penyebarluasan IG yang diselenggarakan melalui Jaringan IGN sesuai dengan prosedur

operasional standar dan pedoman teknis penyebarluasan IG; (2) membangun, memelihara,

dan menjamin keberlangsungan sistem akses IG yang diselenggarakan; dan (3) melakukan

koordinasi dengan unit kerja dalam penyimpanan, pengamana, dan penyebarluasan IG

beserta metadatanya.

2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi

Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang selanjutnya disingkat SNPEM

adalah upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan pengelolaan

ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan berdasarkan sumber

daya yang tersedia sebagai bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan

nasional.

4. Peraturan Menteri

1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.59/Menhut-II/2008 Tentang

Penunjukan Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan.

Sesuai dengan Pasal 2, Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan diketuai

Kepala Badan Planologi Kehutanan.

Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan mempunyai tugas :

a. Menyelenggarakan pengumpulan, pemeliharaan dan pemutakhiran data spasial dan

mengintegrasikan hasilnya, serta mengintegrasikan hasil pelaksanaan kegiatan

pembangunan metadata dari setiap pengelola data spasial di lingkungan Departemen

Kehutanan;

b. Menyusun tata kerja pengelolaan Unit Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan ;

c. Melaksanakan penyiapan bahan penyusunan kebijakan teknis di bidang kliring data

spasial bidang kehutanan di lingkungan Departemen Kehutanan;

d. Melaksanakan pemantauan standar-standar yang telah diberlakukan Departemen

Kehutanan dan Standar Nasional Indonesia tentang data spasial di lingkungan

(16)

10

Departemen Kehutanan, serta kebutuhan masyarakat pengguna data spasial bidang

kehutanan;

e. Melaksanakan pertukaran dan penyebarluasan data spasial dan metadata antar

instansi kepada masyarakat.

Unit kerja setingkat Eselon I di lingkungan Departemen Kehutanan bertugas :

a. Melakukan pengelolaan data spasial dan metadata di bidangnya masing-masing;

b. Menyampaikan data spasial dan metadata di bidangnya masing-masing kepada Unit

Kliring Data Spasial Departemen Kehutanan untuk penyebarluasannya melalui

Jaringan Data Spasial Nasional.

2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.02/Menhut-II/2010 Tentang Sistem

Informasi Kehutanan.

Dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa basis data adalah koleksi dari sekumpulan data yang

berhubungan atau terkait satu sama lain, disimpan dan dikontrol bersama dengan suatu

skema atau aturan yang spesifik sesuai denganstruktur yang dibuat.

Sistem Informasi Kehutanan adalah kegiatan pengelolaan data kehutanan yang

meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian serta tata caranya secara

digital.

Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis dan/atau menyebarkan informasi.

Aplikasi Khusus adalah perangkat lunak (program komputer) yang dikembangkan

untuk kepentingan internal dan disesuaikan dengan sistem yang telah ada

.

Adapun maksud penetapan sistem informasi kehutanan sesuai

Pasal 2 ayat (1)

adalah

sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem informasi kehutanan di tingkat nasional serta

sebagai norma, Standar, prosedur dan kriteria dalam penyelenggaraan sistem informasi

kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Pada Pasal 2 ayat (1), tujuan penetapan sistem informasi kehutanan adalah

terlaksananya penyelenggaraan sistem informasi kehutanan secara terkoordinasi dan

terintegrasi sebagai pendukung dalam proses pengambilan keputusan serta peningkatan

pelayanan bagi publik dan dunia usaha di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota serta

unit pengelolaan/kesatuan pengelolaan hutan.

Berdasarkan Pasal 3, ruang lingkup Sistem Informasi Kehutanan meliputi:

a. Jenis data kehutanan, Prosedur Pengelolaan Data Kehutanan serta Informasi

Kehutanan.

b. Dukungan Sumberdaya Manusia dan Teknologi Informasi.

c. Penyelenggaraan Sistem Informasi Kehutanan pada tingkat Nasional, Provinsi,

Kabupaten/Kota danUnit Pengelolaan/Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Pasal 12 ayat (2) Pengelolaan data dilakukan secara terintegrasi dan mencakup :

pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan/pemeliharan, pemutakhiran dan

penyajian.

(17)

11

3) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia nomor : P.07/menhut-II/2011

Tentang Pelayanan Informasi Publik di lingkungan Kementerian Kehutanan.

Mengacu pada Pasal 1 dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini yang dimaksud dengan

Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan dan tanda-tanda yang mengandung

nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat,

didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non

elektronik.

Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,

dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan

penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik

lainnya, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang disingkat PPID adalah pejabat yang

bertanggung jawab dibidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau

pelayanan informasi di badan publik.

Penyedia Informasi Publik adalah Pusat Hubungan Masyarakat dan Unit Pelaksana

Teknis Kementerian Kehutanan yang memberikan pelayanan informasi publik di

lingkungan Kementerian Kehutanan

Sumber informasi adalah lembaga pemerintah atau non pemerintah atau individu yang

memberikan data atau informasi kepada penyedia informasi.

Berdasarkan Pasal 2 menyatakan bahwa azas pelayanan informasi publik di

lingkungan Kementerian Kehutanan adalah:

a. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna

informasi publik. kecuali informasi yang dikecualikan;

b. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas dan rahasia sesuai dengan

Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian

tentang konsekuensi.

Pada Pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan pelayanan informasi publik di lingkungan

Kementerian Kehutanan adalah :

a. Mewujudkan komunikasi dua arah yang harmonis antara penyedia informasi dengan

pemohon dan pengguna informasi kehutanan;

b. Mewujudkan pengintegrasian antara penyedia informasi kehutanan dengan PPID

lingkup Kementerian Kehutanan dalam pelayanan informasi kehutanan kepada publik.

Berdasarkan pasal 9 Informasi publik yang tersedia setiap saat diantaranya meliputi :

a. Rencana dan Kebijakan Kehutanan. antara lain Rencana Pembangunan Jangka Panjang.

Rencana Kerja Tingkat Nasional, Rencana Strategis dan Rencana makro bidang

kehutanan;

b. Kawasan hutan dan konservasi perairan antara lain informasi luas dan penyebaran.

status pengukuhan kawasan. perubahan peruntukan, perubahan fungsi dan pinjam

pakai kawasan hutan;

(18)

12

c. Penutupan hutan, perubahan penutupan hutan, kondisi sosial ekonomi masyarakat

sekitar hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan;

d. Daftar nama dan sebaran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Hutan

Alam (HA) / Hutan Tanaman (HT) / Restorasi Ekosistem (RE), Izin Usaha Pemanfaatan

Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat

(HR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Hasil

Reboisasi (HTHR), Jatah Penebangan Tahunan dan Izin Usaha Wisata Alam;

e. Penggunaan kawasan hutan antara lain untuk pertambangan dan pembangunan

infrastruktur;

f. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), Kesatuan Pengelolaan Hutan

Konservasi (KPHK) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL);

g. Produksi dan peredaran hasil hutan kayu dan bukan kayu;

h. Tata cara permohonan perijinan usaha bidang kehutanan;

i. Kawasan hutan produksi yang belum dibebani hak yang dicadangkan untuk izin usaha

pemanfaatan;

j. Data pelepasan kawasan hutan masing-masing provinsi;

k. Gangguan terhadap kawasan hutan;

l. Rehabilitasi hutan dan lahan;

m. Daerah Aliran Sungai;

n. Perbenihan tanaman hutan;

o. Rencana dan hasil penelitian;

p. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK);

q. Rencana dan hasil pendidikan dan latihan;

r. Kawasan konservasi. keanekaragaman hayati. wisata alam dan jasa lingkungan.

peredaran dan penangkaran tumbuhan dan satwa liar;

s. Pengadaan barang dan jasa;

t. Produk hukum bidang kehutanan;

u. Kerjasama bidang kehutanan;

v. Komitmen internasional;

w. Sertifikasi pengelolaan hutan lestari; dan

x. Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil.

4) Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.

781/Menhut-II/2012 Tentang Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Tahun 2011

Berdasarkan ketentuan pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang

Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Kegiatan Rehabilitasi dilakukan di semua hutan dan

lahan kritis.

Dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu

disusun Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Dalam penyusunan Perencanan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan. perlu ditetapkan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis

Tahun 2011.

(19)

13

5) Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.

511/Menhut-V/2011TentangPenetapanPetaDaerah Aliran Sungai

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 lampiran AA. Pembagian

urusan Pemerintah Bidang Kehutanan pada Angka 41 Sub Bidang Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai. Pemerintah berwenang melaksanakan penyusunan rencana pengelolaan

Daerah Aliran Sungai terpadu. Kemudian berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 85

Tahun 2007, Departemen Kehutanan merupakan salah satu simpul Jaringan Data Spasial

Nasional. Maka dari itu diperlukan adanya peta yang memuat nama. batas dan kode Daerah

Aliran Sungai.

6) Peraturan Menteri Kehutanan P. 18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan

tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi

di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Pasal 6).

Biro Perencanaan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan pembinaan

rencana, program dan anggaran pembangunan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan

rencana, program, anggaran dan pengelolaan kerja sama dalam negeri dan hibah

(Pasal

28).

Biro Hukum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan pembinaan penyusunan

peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja sama, penelaahan pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, penelaahan administrasi perizinan, pengelolaan dokumentasi

hukum dan pelaksanaan advokasi hukum (Pasal 66).

Biro Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan koordinasi,

dan pengelolaan pemberitaan, publikasi, hubungan antar lembaga, dan informasi publik

bidang lingkungan hidup dan kehutanan (Pasal 104).

Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan mempunyai tugas

menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemantapan kawasan

hutan dan penataan lingkungan hidup secara berkelanjutan (Pasal 137).

Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem mempunyai

tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan

konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya (Pasal 267).

Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

peningkatan daya dukung daerah aliran sungai dan hutan lindung (Pasal 390).

Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari mempunyai tugas

menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan hutan

produksi secara lestari (Pasal 390).

Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang

pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan (Pasal 640).

(20)

14

Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan serta pelaksanaan kebijakan,

sinkronisasi kebijakan di bidang sampah, bahan berbahaya beracun dan limbah bahan

berbahaya beracun (Pasal 763).

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim mempunyai tugas

menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian

perubahan iklim (Pasal 882).

Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan mempunyai

tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan

peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan, penanganan hutan adat, dan kemitraan

lingkungan (Pasal 1005).

Pusat Data dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis dan

evaluasi bimbingan teknis pengelolaan sistem dan teknologi informasi, pengelolaan data

dan informasi, dan koordinasi jaringan informasi, serta sistem informasi layanan

pengadaan barang/jasa secara elektronik bidang lingkungan hidup dan kehutanan (Pasal

1493).

Subdirektorat Jaringan Data Spasial Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi

pelaksanaan bimbingan teknis, dan supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang

jaringan data spasial kehutanan (Pasal 197).

7) Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Nomor:

SK.187/II-Kum/2013 Tentang Tim Pengelola Jaringan Data Spasial Kehutanan.

Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Nomor: SK.187/II-Kum/2013

Tentang Tim Pengelola Jaringan Data Spasial Kehutanan Menunjuk pejabat/pegawai

sebagai anggota Tim Pengelolaan Jaringan Data Spasial Kehutanan, dengan susunan sesuai

walidata di lingkup Kementerian Kehutanan.

Tujuan pembentukan tim pengelolaan jaringan data spasial kehutanan adalah untuk :

(1) Menghasilkan data spasial kehutanan yang terintegrasi dan terkini yang disusun oleh

masing-masing walidata melalui infrastruktur jaringan data spasial (output);

(2) Menyeragamkan penggunaan data dan metode pengolahan data spasial kehutanan

untuk mendukung pengambilan kebijakan dan proses perijinan di Kementerian Kehutanan

(outcome); (3) Percepatan proses perijinan dan pengambilan keputusan di lingkup

Kementerian Kehutanan (impact).

B. Tugas Pokok dan Fungsi Jaringan Data Spasial Kehutanan

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 P.18 MENLHK-II/2015, Subdirektorat

Jaringan Data Spasial Kehutanan menyelenggarakan fungsi:

(21)

15

2. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan jaringan data spasial kehutanan;

3. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria jaringan data

spasial kehutanan;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis jaringan

data spasial kehutanan; dan

5. Supervisi atas pelaksanaan urusan jaringan data spasial kehutanan di daerah.

C. Fase

Pengembangan

Basis Data Spasial Kehutanan

1. Periode sebelum Tahun 2005, Data spasial belum secara optimal digunakan

untuk mendukung kebijakan pembangunan kehutanan karena data yang ada

umumnya belum dalam bentuk digital.

1) Belum tersedia satu jenis data Data dasar yang telah menutup seluruh Indonesia

(RBI/TOP/JOG dan RePPProT);

2) Kualitas peta dasar yang ada beragam, tidak jarang deliniasi suatu kenampakan antar

peta dasar berbeda secara signifikan, sehingga menyulitkan pada saat dilakukan

kompilasi;

3) Data kehutanan sangat dinamis, tersebar, tidak terarsip dengan baik, bahkan sebagian

belum diketahui keberadaanya karena belum dianggap sebagai dokumen penting

(cukup dengan data tabular); dan

4) Penyusunan secara digital belum terintegrasi.

2. Periode Tahun 2006, Kesepakatan bersana antara Departemen Kehutanan dan

Bakosurtanal untuk menjadikan data dasar tematik kehutanan sebagai

satu-satunya acuan atau kerangka dasar pemetaan tematik kehutanan skala 1 :

250.000 (launching Tanggal 26 Juni 2006)

1) Perlu ada data dasar yang seragam sehingga kompilasi data dapat dilakukan dengan

cepat, akurat dan konsisten;

2) Perkembangan teknologi memungkinkan penyediaan alternatif data dasar yang lebih

baik;

3) Telah disusun data dasar skala 1 : 250.000 untuk seluruh Indonesia. validasi dilakukan

oleh Bakosurtanal dan akademisi dari ITB;

4) Telah dilaksanakan distribusi ke eselon I , sosialisasi dan distribusi (bersama staf

Bakosurtanal) secara bertahap juga sudah dilakukan ke BPKH dan Dinas Kehutanan

dan UPT.

3. Periode Tahun 2007, Setelah disyahkannya PDTK skala 1 : 250.000

1) Identifikasi kebutuhan data/informasi spasial masing masing unit kerja terkait di

bawah eselon I lingkup Kementerian Kehutanan (sekitar 80 tema);

2) Pengumpulan dan reposisi data spasial ke PDTK. ada kesulitan karena umumnya

perijinan dipetakan pada skala besar namun sangat minim informasi dasar sebagai

(22)

16

acuan. sehingga banyak dijumpai gap dan overlap;

3) Penelusuran dokumen peta (walidata. Dinas Kehutanan. dsb.);

4) Basis data spasial yang disusun bersama walidata;

5) Pengembangan Aplikasi Webgis Kehutanan.

4. Periode Tahun 2008, Penunjukan Unit Kliring

1) Badan Planologi Kehutanan ditunjuk sebagai Unit Kliring Data Spasial Departemen

Kehutanan;

2) Identifikasi dan pencermatan kembali matrik custodian;

3) Menyelenggarakan pengumpulan. pemeliharaan dan pemutakhiran data spasial dan

mengintegrasikan hasilnya, dari setiap pengelola data spasial di lingkungan

Departemen Kehutanan.

5.

Periode Tahun 2009, Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Planologi

Kehutanan

1) Peningkatan struktur, dari sebagian tupoksi Sub bidang Informasi Geografis (eselon IV)

menjadi tupoksi Subdit Jaringan Data Spasial (eselon III) harus diimbangi dengan

peningkatan kuantitas SDM;

2) Penyederhanaan matriks custodian sehingga lebih realistis;

3) Mengoptimalkan penyusunan basis data spasial dengan memanfaatkan data

pendukung (citra) dan memaksimalkan peran walidata;

4) Upaya untuk meningkatkan kualitas data terus diupayakan;

5) Telah dimanfaatakan untuk analisa dalam penyusunan RKTN, Open Access, Peta

Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru, dan diharapkan kedepan akan lebih banyak

informasi dapat diturunkan dari data spasial yang disusun;

6) Pengembangan dan penerapan Aplikasi Webgis Kehutanan, Peluncuran WebGIS

Kementerian Kehutanan oleh Menteri Kehutanan, Tanggal 29 Juli 2010 di Hotel Crown

Plaza.

6.

Periode Tahun 2015, Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Planologi

Kehutanan dan Tata Lingkungan

1) Adanya penambahan direktorat baru di tubuh Direktorat Jenderal Planologi

Kehutanan dan Tata Lingkungan, memberikan masukan terhadap penambahan data

geospasial yang disususun. Disisi lain, adanya penggabungan 3 direktorat di lingkup

Ditjen Planologi Kehutanan ke dalam Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan,

mengakibatkan berpindahnya tugas dan tanggung jawab penyusunan data

pemanfaatan hutan di Unit kerja lainnya;

2) Review matriks custodian sehingga sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang baru

sesuai organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

3) Menyusun draft pedoman pengelolaan informasi geospasial di Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan diwujudkan dalam bentuk Peraturan

(23)

17

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

4) Telah dimanfaatakan untuk analisa dalam penyusunan RKTN, Open Access, Peta

Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru, dan diharapkan kedepan akan lebih banyak

informasi dapat diturunkan dari data spasial yang disusun;

5) Pengembangan dan penerapan Aplikasi Webgis Kehutanan dan penyempurnaan portal

Indonesia National Forest Monitoring System (NFMS).

III. INFORMASI BASIS DATA GEOSPASIAL KEHUTANAN

A. Kawasan Hutan

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Keputusan MK Nomor

45/PUU-IX/2011 . Amar Putusan halaman 160)

Walidata : Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Direktorat

Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan.

Tabel 1. Tabel Luas Kawasan Hutan Indonesia

Luas (dalam ribu) Ha

Kawasan Hutan

dan perairan 126.094

APL 68.691

Gambar 1. Prosentase Perbandingan luas Kawasan Hutan dan Non Kawasan

Tabel 2. Tabel Luas Kawasan Hutan Per Fungsi Hutan Indonesia

No Fungsi Hutan Luas (dalam ribu) Ha 1 KSA-KPA 22.108 2 KSA-KPA Perairan 5.320 3 HL 29.673 4 HPT 26.798 5 HP 29.250 6 HPK 12.942 Jumlah 126.094

Gambar 2. Prosentase Perbandingan Luas Fungsi Hutan

(24)

18

B. Pemanfaatan Hutan

Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga

diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan

tidak mengurangi fungsi utamanya.

Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,

memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta

memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan

masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (PP Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata

Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan

mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak

mengurangi fungsi pokoknya (P.50/Menhut-II/2010 Tentang Tata Cara Pemberian dan

Perluasan Areal Kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan

Alam. IUPHHK Restorasi Ekosistem. Atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan

Produksi)

Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan pada hutan produksi (IUPJL-HP) adalah izin

usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa lingkungan pada hutan produksi yang

telah dibebani izin/hak atau yang belum dibebani izin/hak.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang

sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin untuk memanfaatkan

hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan, pengangkutan, penanaman,

pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam hutan tanaman industri pada hutan

produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI, yang sebelumnya disebut Hak

Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

(HPHTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu

dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan,

penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran (P.12/Menlhk-II/2015).

IUPHHK Restorasi Ekosistem dalam hutan alam (IUPHHK-RE) adalah izin usaha yang

diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang

memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya

melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk

penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna

untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim

dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan

hayati dan ekosistemnya.

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan

Tanaman (IUPHHK-HTR) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil

hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh

perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi

dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

(25)

19

Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan

untuk memberdayakan masyarakat setempat. (Permenhut Nomor. 37/Menhut-II/2007

Tentang Hutan Kemasyarakatan).

Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk

kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. (Permenhut Nomor.

49/Menhut-II/2008 Tentang Hutan Desa).

1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA)

Walidata: Direktorat Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Direktorat Jenderal

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari.

Tabel 3. IUPHHK-HA

Provinsi No. Nama Nomor SK Tanggal SK Luas (Ha)

Aceh 1 PT. Aceh Inti Timber 859/Kpts-VI/1999 12 Oktober 1999 80.804

2 PT. Alas Aceh Perkasa 68/Kpts-II/1991 01 Februari 1991 56.500

3 PT. Lamuri Timber 863/Kpts-VI/1999 12 Oktober 1999 44.400

4 PT. Raja Garuda Mas Lestari Unit II (Eks PT. Bayben Woyla) 851/Kpts-VI/1999 11 Oktober 1999 96.500

5 PT. Trijasa Mas Karya Inti 29/Kpts-II/1991 12 Januari 1991 41.000

6 PT. Wiralanao Ltd. (Periode II) 344/Kpts-II/1995 07 Juli 1995 55.925

375.129

Sumatera Utara 1 PT. Barumun Raya Padang Langkat 585/Menhut-II/2011 11 Oktober 2011 14.800

2 PT. GRUTI (Gunung Raya Utama Timber Industries) 32/Menhut-II/2005 14 Oktober 2005 116.920 3 PT. Inanta Timber & Trading Co. Ltd 106/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 40.610 4 PT. Multi Sibolga Timber (Perpanjangan) SK. 17/Menhut-II/2006 18 Januari 2006 28.670

5 PT. Mulya Karya Jayaco 640/Kpts-II/1999 16 Agustus 1999 47.000

6 PT. Panei Lika Sejahtera SK. 197/Menhut-II/2006 01 Juni 2006 12.460

7 PT. Teluk Nauli 414/Menhut-II/2004 19 Oktober 2004 83.143

343.603

Sumatera Barat 1 PT. Andalas Merapi Timber 82/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 28.840

2 PT. Lumber Corp 550/Kpts-II/1996 11 Oktober 1996 83.330

3 PT. Minas Pagai Lumber Corp 502/Menhut-II/2013 18 Juli 2013 78.000

4 PT. Multikarya Lisun Prima 347/Menhut-II/2011 30 Juni 2011 28.885

5 PT. Salaki Summa Sejahtera SK. 413/Menhut-II/2004 19 Oktober 2004 48.420

238.635

Riau 1 PT. Bhara Induk (d/h Brajatama) 802/Kpts-VI/1999 30 September 1999 47.687

2 PT. Diamond Raya Timber 443/Kpts-II/1998 08 Mei 1998 90.956

3 PT. Hutani Sola Lestari 804/Kpts-VI/1999 06 Oktober 1999 45.990

4 PT. Mutiara Sabuk Khatulistiwa 109/Kpts-II/2000 29 Desember 2000 44.595

(26)

20

6 PT. The Best One Uni Timber (Addendum Pengurangan Luas) SK. 153/Menhut-II/2009 01 April 2009 40.370

308.158

Jambi 1 PT. Pesona Belantara Persada 674/Menhut-II/2010 08 Desember 2010 21.315

2 PT. Putra Duta Indah Wood 269/Menhut-II/2009 13 Mei 2009 34.730

56.045

Sumatera Selatan 1 PT. Bumi Pratama Usaha Jaya 604/Kpts-II/1997 18 September 1997 56.000

56.000

Bengkulu 1 PT. Anugerah Pratama Inspirasi 682/Menhut-II/2009 16 Oktober 2009 33.070

2 PT. Bentara Agra Timber 74/Menhut-II/2002 19 Februari 2002 23.000

56.070

NTB 1 PT. Agro Wahana Bumi 102/Menhut-II/2013 11 Februari 2013 28.644

28.644

NTT 1 PT. Alam Sarana Abadi S.557/Menhut-VI/2010 97.250

97.250

Kalimantan Barat 1 CV. Pangkar Begili 395/Menhut-II/2007 27 Nopember 2001 30.195

2 PT. Batasan SK. 416/Menhut-II/2004 19 Oktober 2004 49.150

3 PT. Benua Indah 847/Kpts-VI/1999 08 Oktober 1998 51.300

4 PT. Bhakti Dwipa Kariza - Add 50/Menhut-II/2012 02 Februari 2012 11.010

5 PT. Bina Ovivipari Semesta SK. 68/Menhut-II/2006 27 Maret 2006 10.100

6 PT. Boma Resources 330/VI/BUHA/2011 33.392

7 PT. Borneo Karunia Mandiri Bupati Sintang No.1002 Th.2001 31 Desember 2001 12.000 8 PT. Bumi Raya Utama Wood Industries (Perpanjangan) SK. 268/Menhut-II/2004 21 Juli 2004 110.500 9

PT. Cahaya Karya Dayaindo (Eks areal HPH a.n. PT. Benua Indah & PT. Barito Pasific Unit I/Maraga Daya Woodworks)

26 Menhut-II/2012 26 Januari 2012

35.340

10 PT. Duaja Corporation II 90/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 74.860

11 PT. Harapan Kita Utama 803/Kpts-VI/1999 30 September 1999 40.500

12 PT. Kalimantan Satya Kencana 101/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 48.000

13 PT. Kandelia Alam SK. 249/Menhut-II/2008 24 Juni 2008 18.130

14 PT. Karunia Hutan Lestari SK. 315/Menhut-II/2009 29 Mei 2009 40.550

15 PT. Karyarekanan Binabersama SK. 263/Menhut-II/2004 21 Juli 2004 43.810

16 PT. Kawedar Wood Industry SK. 414/Menhut-II/2009 09 Juli 2009 69.050

17 PT. Kusuma Atlas Timber 843/Kpts-II/1992 28 Agustus 1992 135.900

18 PT. Mohairson Pawan Khatulistiwa 216/Menhut-II/2008 09 Juni 2008 48.440

19 PT. Persada S.316/Menhut-VI/BUHA 05 September 2011 63.745

20 PT. Perusda Aneka Usaha S.158/VI-Menhut/2000 20.000

21 PT. Sari Bumi Kusuma SK. 58/Menhut-II/2007 22 Februari 2007 75.200

22 PT. Sewaka Lahan Sentosa SK. 236/Menhut-II/2007 04 Juli 2007 32.180

23 PT. Sinergi Bumi Lestari 559/Menhut-II/2007 22 Maret 2007 12.770

24 PT. Suka Jaya Makmur 106/Kpts-II/2000 29 Desember 2000 171.300

(27)

21

26 PT. Utan Sibau Persada 168/Menhut-II/2012 03 April 2012 73.690

27 PT. Wana Mukti Lestari SK.401/Menhut-II/2012 01 Agustus 2012 46.235

28 PT. Wanakayu Batuputih 266/Kpts-II/2000 25 Agustus 2000 42.500

29 PT. Wanasokan Hasilindo 265/Kpts-II/2000 25 Agustus 2000 49.000

1.473.767

Kalimantan

Tengah 1 Koperasi Mandau Talawang SK. 21/Menhut-II/2005 17 Januari 2005 47.700

2 Koperasi Putra Dayak Jaya 136/Menhut-II/2006 15 Mei 2006 24.610

3 PT. Akhates Plywood (Perpanjangan) SK. 68/Menhut-II/2008 01 April 2008 94.380

4 PT. Amprah Mitra Jaya 521/Menhut-II/2006 30 Nov 2006 77.700

5 PT. Austral Byna (Perpanjangan) SK. 557/Menhut-II/2009 17 September 2009 255.530

6 PT. Barito Putra 27/Kpts-II/2001 09 Februari 2001 42.380

7 PT. Berkat Cahaya Timber 114/Kpts-II/2000 29 Desember 2000 124.950

8 PT. Bina Multi Alam Lestari 595/Menhut-II/2012 29 Oktober 2012 37.642

9 PT. Bumimas Permata Abadi SK. 656/Menhut-II/2009 15 Oktober 2009 47.700

10 PT. Carus Indonesia 94/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 73.281

11 PT. Central Kalimantan Abadi 10/Kpts-II/2000 27 Nopember 2000 40.650

12 PT. Damai Indah Tbr 133/Menhut-II/2006 11 Mei 2006 10.945

13 PT. Dasa Intiga (Perpanjangan II) SK. 440/Menhut-II/2009 29 Juli 2009 131.850

14 PT. Dwima Jaya Utama 267/Menhut-II/2004 01 Juli 2004 127.300

15 PT. East Point Indonesia SK. 307/Menhut-II/2010 17 Mei 2010 50.665

16 PT. Erna Djuliawati (Periode II) 15/Kpts-II/1999 18 Januari 1999 184.206

17 PT. Erythrina Nugraha Megah 72/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 42.762

18 PT. Fitamaya Asmapara 430/Menhut-II/2006 09 Agustus 2006 43.880

19 PT. Fortuna Cipta Sejahtera SK. 132/Menhut-II/2006 11 Mei 2006 53.960

20 PT. Gaung Satya Graha Agrindo 102/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 49.950

21 PT. Graha Sentosa Permai 381/Menhut-II/2005 09 Nopember 2005 44.970

22 PT. Gunung Meranti 941/Kpts-VI/1999 14 Oktober 1999 95.265

23 PT. Hasil Kalimantan Jaya 116/Kpts-II/2000 09 Desember 2000 49.500

24 PT. Hasnur Jaya Utama 28/Kpts-II/2001 09 Februari 2001 38.445

25 PT. Hutan Domas Raya 78/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 99.870

26 PT. Hutan Mulya SK. 265/Menhut-II/2004 21 Juli 2004 52.100

27 PT. Hutanindo Lestari Raya Timber 15/Kpts-II/2001 26 Januari 2001 98.000

28 PT. Indexim Utama Corp. 806/Kpts-VI/1999 30 September 1999 52.480

29 PT. Intrado Jaya Intiga 398/Menhut-II/2005 23 Nopember 2005 51.040

30 PT. Joloy Mosak 227/Menhut-II/2011 22 Desember 2011 15.575

31 PT. Kahayan Terang Abadi 75/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 42.444

32 PT. Karda Traders Ltd. 76/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 98.400

33 PT. Karya Delta Permai SK. 429/Menhut-II/2004 19 Oktober 2004 79.400

34 PT. Kayu Ara Jaya Raya 850/Kpts-VI/1999 11 Oktober 1999 85.210

35 PT. Kayu Tribuana Rama 1002/Kpts VI/1999 14 Oktober 1999 98.765

36 PT. Kayu Waja 81/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 38.450

(28)

22

38 PT. Maragadaya Wood Work 818/Kpts-II/1992 19 Agustus 1992 64.000

39 PT. Menorah Loggingindo 516/Menhut-II/2005 28 Desember 2005 57.830

40 PT. Meranti Mustika 1001/Kpts-VI/1999 14 Oktober 1999 45.530

41 PT. Mitra Perdana Palangka 397/Menhut-II/2005 23 Nopember 2005 56.000

42 PT. Nusantara Plywood Unit IX 270/Menhut-II/2013 26 April 2013 133.040

43 PT. Pandujaya Gemilang Agung 111/Kpts-II/2000 29 Desember 2000 49.500

44 PT. Pemantang Abaditama 942/Kpts-VI/1999 14 Oktober 1999 49.370

45 PT. Praba Nugraha Technology 939/Kpts-VI/1999 14 Oktober 1999 42.600

46 PT. Rangau Abdinusa SK. 170/Menhut-II/2009 14 April 2009 29.920

47 PT. Rinanda Inti Lestari 103/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 30.160

48 PT. Samudera Rejeki Perkasa 634/Menhut-II/2012 12 Nopember 2012 57.355

49 PT. Sarana Piranti Utama 104/Kpts-II/2001 15 Maret 2001 41.000

50 PT. Sarang Sapta Putra 398/Menhut-II/2006 17 Juli 2006 51.100

51 PT. Sari Bumi Kusuma 201/Kpts-II/1998 27 Februari 1998 208.300

52 PT. Sarmiento Parakantja Timber (Perpanjangan) SK. 266/Menhut-II/2004 21 Juli 2004 216.580

53 PT. Sikatan Wana Raya 107/Kpts-II/2000 29 Desember 2000 49.400

54 PT. Sindo Lumber (Perpanjangan) SK. 297/Menhut-II/2010 05 Mei 2010 36.215

55 PT. Sinergi Hutan Sejati 409/Menhut-II/2004 18 Oktober 2004 68.980

56 PT. Taman Raja Persada SK. 262/Menhut-II/2008 16 Juli 2008 58.500

57 PT. Tingang Karya Mandiri 73/Kpts-II/2000 22 Desember 2000 44.925

58 PT. Trisetia Citagraha 395/Menhut-II/2006 17 Juli 2006 28.200

59 PT. Trisetia Intiga 113/Menhut-II/2006 19 April 2006 67.070

60 PT. Wana Inti Kahuripan Intiga 393/Menhut-II/2005 22 Nopember 2005 92.475

4.190.949

Kalimantan

Selatan 1 PT. Aya Yayang Indonesia 840/Kpts-VI/1999 07 Oktober 1999 87.241

2 PT. Elbana Abadi Jaya SK. 139/Menhut-II/2007 11 April 2007 15.480

3 PT. Inhutani II Unit Pulau Laut (Perpanjangan) SK. 193/Menhut-II/2006 24 Mei 2006 40.950

4 PT. Kodeco Timber Add 770/Menhut-II/2013 01 Nopember 2013 96.430

240.101

Kalimantan

Timur 1 CV. Pari Jaya Makmur SK 98/ Menhut-II/2006 11 April 2006 12.730

2 Koperasi Pondok Pesantren Darussalam 112/Kpts-II/2000 29 Desember 2000 21.690

3 KSU Mayang Putri Prima SK. 103/Menhut-II/2006 11 April 2006 13.110

4 KSU Meranti Tumbuh Indah 204/Menhut-II/2006 08 Juni 2006 15.080

5 KUD Beringin Mulya 845/Kpts-II/1999 07 Oktober 1999 23.635

6 PT. Adimitra Lestari SK. 202/Menhut-II/2008 21 Mei 2008 52.100

7 PT. Aditya Kirana Mandiri 862/Kpts-VI/1999 12 Oktober 1999 42.700

8 PT. Agro City Kaltim SK. 100/Menhut-II/2006 11 April 2006 16.470

9 PT. Amindo Wana Persada 940/Kpts-VI/1999 14 Oktober 1999 43.680

10 PT. Aquila Silva SK. 548/Menhut-II/2009 15 September 2009 55.300

(29)

23

12 PT. Barito Nusantara Indah SK. 42/Menhut-II/2009 09 Februari 2009 94.685

13 PT. Batu Karang Sakti SK 66/Menhut-II/2006 27 Maret 2006 47.540

14 PT. Belayan River Timber SK. 181/Menhut-II/2005 29 Juni 2005 19.736

15 PT. Borneo Karya Indah Mandiri SK. 474/Menhut-II/2006 05 Oktober 2006 50.860

16 PT. Civika Wana Lestari (Eks. PT. Damukti) 843/Kpts-VI/1999 07 Oktober 1999 53.000

17 PT. Daisy Timber 928/Menhut-II/2013 17 Desember 2013 30.170

18 PT. Daya Maju Lestari (d.h. PT. Marimun Timber & Industries) 96/Menhut-II/2012 07 Februari 2012 73.625 19 PT. Dewata Wanatama Lestari (d.h. PT. Darma Putera Wahana

Pratama) 390/Menhut-II/2012 23 Juli 2012

59.805

20 PT. Essam Timber 633/Kpts-II/1992 22 Juni 1992 355.000

21 PT. Greaty Sukses Abadi (Addendum) SK. 634/Menhut-II/2009 07 Oktober 2009 16.865 22 PT. Greaty Sukses Abadi Unit Sungai Telakai 24/Menhut-II/2013 09 Januari 2013 39.190

23 PT. Gunung Gajah Abadi 469/Menhut-II/2012 29 Agustus 2012 74.980

24 PT. Gunung Sidi Sukses Makmur SK. 123/Menhut-II/2010 18 Maret 2010 34.255

25 PT. Hanurata 685/Menhut-II/2013 11 Oktober 2013 86.440

26 PT. Hanurata Coy Ltd. 465/Menhut-II/2009 10 Agustus 2009 108.650

27 PT. Harapan Kaltim Lestari 187/Menhut-II/2006 19 April 2006 44.430

28 PT. Hutani Kalimantan Abadi Permai SK. 323/Menhut-II/2009 29 Mei 2009 35.400

29 PT. Hutan Sumber Alam Abadi 557/Menhut-VI/2011 28 Januari 2011 181.335

30 PT. Inhutani I (Unit Kunyit - Simendurut) 560/Menhut-II/2006 29 Desember 2006 120.760

31 PT. Inhutani I (Unit Labanan) 484/Menhut-II/2006 19 Oktober 2006 138.210

32 PT. Inhutani I (Unit Meraang) 561/Menhut-II/2006 29 Desember 2006 70.700

33 PT. Inhutani I Unit Pangean (Perpanjangan) SK. 45/Menhut-II/2006 02 Maret 2006 50.230 34 PT. Inhutani I Unit Pimping (Perpanjangan) SK. 200/Menhut-II/2006 02 Juni 2006 45.480 35 PT. Inhutani I Unit Sambarata (Perpanjangan) SK. 195/Menhut-II/2006 01 Juni 2006 106.020 36 PT. Inhutani I Unit Segah Hulu (Perpanjangan) SK. 44/Menhut-II/2006 02 Maret 2006 54.230

37 PT. Inhutani II (Eks. PT. Genwood) 158/Kpts-II/1993 07 Oktober 1993 99.100

38 PT. Inhutani II (Malinai - Lelang) 578/Menhut-II/2009 01 Oktober 2009 71.375

39 PT. Inhutani II (Unit Malinau) 664/Menhut-II/2011 24 Nov 2011 29.040

40 PT. Inhutani II Tanah Grogot 109/Kpts-II/1991 21 Februari 1991 63.200

41 PT. Inhutani II (Sub Unit Malinau) 664/Menhut-II/2011 24 Nov 2011 29.040

42 PT. Inhutani II (Sub Unit Sei Tubu) 158/Kpts-II/1994 20 April 1994 99.100

43 PT. Inhutani II (Unit Sei Semamu) 578/Menhut-II/2009 01 Oktober 2009 71.375

44 PT. Intertropic Aditama 161/Menhut-II/2005 07 Juni 2005 46.230

45 PT. Intracawood Manufacturing SK. 103/Menhut-II/2010 05 Maret 2010 199.571

46 PT. ITCI Kartika Utama 160/Menhut-II/2012 27 Maret 2012 173.395

47 PT. ITCI Kayan Hutani (IKANI) 160/Menhut-II/2005 07 Juni 2005 218.375

48 PT. Jaya Timber Trading Ind. Co. 96/Menhut-II/2011 14 Maret 2011 52.200

Gambar

Tabel 1.   Tabel Luas Kawasan Hutan Indonesia
Tabel 3.   IUPHHK-HA
Tabel 4.   IUPHHK-HTI
Tabel 5.   IUPHHK-HTR
+7

Referensi

Dokumen terkait

SEBELAH UTARA JALAN RAYA SEBELAH SELATAN TANAH MILIK AROZATULO HAREFA SEBELAH BARAT JALAN RAYA SEBELAH TIMUR TANAH

Sehingga akuntabilitas yang dimiliki auditor dan etika auditor dapat mempengaruh kualitas audit yang dihasilkan tergantung pada situasi yang dialami oleh seorang

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 39 Peraturan Menteri

Menurut Sudiyono (2001), lemahnya posisi petani dalam pemasaran pertanian disebabkan oleh: (1) bagian pangsa pasar (market share) yang dimiliki petani umumnya sangat

pengendalian intern jg mengalami perubahan dari konsep ketersediaan pengendalian inetern beralih ke konsep proses pencapaian tujuan.. Dg konsep baru tersebut

Ketika saya bilang serius, bukan berarti anda harus menghabiskan 24 jam hidup anda untuk mengurusi bisnis ini (meski tidak sedikit pebisnis internet yang bahkan menghabiskan

Karena nilai chi square hitung lebih besar dari nilai chi square tabel (12,487 > 6,251) dan nilai signifikansi yang lebih kecil dari alpha 0,05 (0,006 < 0,05), maka

Nilai rat-rata pada saat tes siklus pertama dari 25 siswa adalah 6,0 untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik lagi, maka guru kelas V kembali melaksanakan