• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masingmasing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masingmasing"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori perdagangan internasional

Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi dari pertukaran tersebut, dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menetukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak (Boediono, 2000:10).

Teori perdagangan diawali oleh teori merkantilisme. Menurut Hamdy (2001 : 24), ide pokok merkantilisme adalah negara atau raja akan kaya atau makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar dari pada impor (X > M). Surplus dari X – M (ekspor netto) diselesaikan dengan pemasukan logam mulia terutama emas dan perak dari luar negeri, karena pada waktu itu logam mulia dipakai sebagai alat pembayaran.

2.1.1.1 Terjadinya perdagangan internasional

Keuntungan dalam perdagangan diperoleh melalui membeli bahan baku yang murah di luar negeri, bahan baku tersebut diolah dan hasilnya dijual kembali keluar negeri dengan harga yang lebih tinggi. Perdagangan luar negeri timbul disebabkan :

1) Harga barang yang berbeda di setiap negara yang ditentukan oleh biaya produksi untuk menghasilkan suatu jenis barang tertentu.

(2)

2) Selera dan pendapatan penduduk suatu negara akan produk luar negeri menimbulkan impor.

Gambar 2.1 Analisa Parsial Perdagangan Internasional Negara A Negara B PA 200 100 100 250 600 DA SA QA 500 QA DMA SXA Ekspor PB 300 200 DB SB 100 600 PA PB Impor 500 SXB DMB QB QB 300 200 100 P SXB DMB DMA SXA Terjadinya Perdagangan Internasional

(3)

Analisa kurva parsial menjelaskan terjadinya perdagangan internasional. Anggapannya adalah terdapat negara A dan B serta satu jenis barang. Harga keseimbangan negara A terjadi pada Rp. 100 per unit. Kurva permintaan impor dan penawaran ekspor adalah DMA dan DXA. Untuk negara B harga keseimbangan terjadi pada harga Rp. 300 per unit. Kurva permintaan impor dan penawaran ekspor adalah DMB dan SXB.

Karena harga keseimbangan di negara A lebih rendah daripada negara B, maka negara A akan mengekspor ke negara B. Harga barang di negara A akan naik (jumlahnya semakin kecil) dan harga di negara B akan turun (jumlahnya semakin besar), sampai terbentuknya harga keseimbangan antar kedua negara, yaitu Rp.200 perunit. Volume ekspor negara A sama dengan volume impor negara B, yaitu sejumlah 500 unit.

2.1.1.2 Manfaat perdagangan internasional

Perdagangan timbul karena salah satu atau kedua pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut. Jadi, motif atau dorongan bagi orang untuk melakukan perdagangan adalah kemungkinan diperolehnya manfaat dari tambahan tersebut. Manfaat ini disebut manfaat dari perdagangan atau gains from trade.

Manfaat dari perdagangan atau gains from trade dapat dijelaskan melalui diagram kotak dari Edgeworth-Bowley pada Gambar 2.2.

(4)

Ada dua konsumen yaitu konsumen 1 dan 2. Masing-masing memiliki dua macam barang, beras (X) dan kain (Y) dengan jumlah tertentu. Keadaan konsumen 1 pada bagian kiri bawah kotak, dengan titik awal O1. Ia memiliki barang X sebanyak O1X1 dan barang Y sebanyak O1Y1. Apabila barang-barang yang dimilikinya tersebut ia konsumsikan semuanya, ia akan memperoleh kurva indiferensi (indifference curve) I1. Konsumen 2 pada bagian kanan atas dari diagram kotak, dengan titik awal O2. ia memiliki barang X sebanyak O2X2 dan barang Y sebanyak O2Y2. Apabila ia mengkosumsikan seluruh barang X dan Y yang dimilikinya ia akan memperoleh tingkat kepuasan yang digambarkan oleh kurva indiferensi I2.

Semakin jauh kurva indiveren dari titik awal (O) maka akan menghasilkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi. Misalnya, pada titik B konsumen 1 bisa

X2 Y1 X1 Y2 O1 C E I”2 I2 I1 I’2 I’1 D B A O2 I”1 Gambar 2.2 Diagram Kotak

(5)

memperoleh tingkat kepuasan yang lebih tinggi (I’1) dibanding dengan sebelumnya (I1). Demikian pula konsumen 2 akan memperoleh tingkat kepuasan yang lebih tinggi (I’2) dibanding sebelumnya (I2). Untuk bergerak dari posisi titik A ke titik B perlu dilakukan pertukaran. Dalam hal ini konsumen 1 harus menawarkan barang Y sebanyak AC untuk ditukarkan dengan barang X sebanyak CB. Kalau konsumen 2 mau menerima tawaran ini, ia tentunya harus mengurangi konsumsinya untuk barang X sebanyak CB dan sebagai gantinya ia memperoleh barang Y sebanyak AC. Kita lihat disini bahwa dibukanya kemungkinan pertukaran antara kedua konsumen bisa menghasilkan pola konsumsi baru yang menguntungkan kedua belah pihak. Kenaikan kepuasan yang ditimbulkan oleh dibukannya kemungkinan pertukaran inilah yang disebut gains from trade.

Titik B hanyalah salah satu kemungkinan dari banyak kemungkinan lain di mana kedua konsumen dapat melakukan transakasi pertukaran dan memperoleh manfaat dari pertukaran. Apabila konsumen 2 tidak bersedia menerima syarat-syarat transaksi yang dicerminkan oleh titik B, maka posisi lain bisa ditawarkan. Semua posisi atau titik yang terletak di dalam daerah yang bergaris antara I1 dan I2 bisa menguntungkan kedua belah pihak.

Titik D adalah posisi yang menunjukkan bahwa konsumen 1 memperoleh semua keuntungan dari pertukaran. Tingkat kepuasan naik dari I1 ke I”1, sedangkan konsumen 2 tidak mengalami perubahan tingkat kepuasan karena tetap berada di I2. Titik E merupakan keadaan yang sebaliknya. Apabila titik-titik persinggungan antara kurva Indiferensi konsumen 1 dan 2 dihubungkan kita akan mendapatkan garis EBD. Garis EBD merupakan jalur kontrak atau kurva kontrak.

(6)

Salah satu titik dari kurva kontrak akan menjadi posisi yang akan disetujui kedua belah pihak untuk suatu pertukaran. Titik mana yang akan terpilih tergantung pada kekuatan penawaran dari kedua belah pihak.

Pembagian manfaat dari perdagangan antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran ditentukan oleh kekuatan masing-masing dalam proses tawar-menawar. Apabila kekuatan ekonomis antara kedua belah pihak tidak seimbang, misalnya negara yang satu mempunyai kekuatan monopoli sedang yang lain tidak maka pembagian manfaat dari pertukaran cenderung untuk tidak seimbang pula.

2.1.2 Teori Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional merupakan hal utama yang harus dilakukan untuk mengetahui kondisi suatu negara. Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB (Herlambang, 2001:16).

PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang ada

(7)

di Indonesia tetapi tidak diikutsertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001:22).

Sukirno (2000:33) mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Dalam penelitian ini PDB diartikan sebagai nilai akhir barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama satu tahun.

PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan

Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar.

1) PDB Harga Berlaku

Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut.

2) PDB Harga Konstan

Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya. Pendapatan nasional pada harga konstan = Pendapatan Nasional riil.

Menurut Mulyono dalam Hanton (2002:27), pendapatan nasional pada harga konstan dapat diperoleh melalui:

(8)

PDB harga konstan = PDB harga berlaku x 100……… (2.1) Indeks harga

Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku dimana Implicit Price Deflator.

Implicit Price Deflator = PDB harga berlaku x 100…………. (2.2) PDB harga konstan

2.1.3 Teori Impor

Secara umum perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sedangkan impor adalah arus kebalikan daripada ekspor yaitu barang dan jasa yang masuk kesuatu negara. Pada hakekatnya perdagangan luar negeri timbul karena tidak ada satu negarapun yang dapat menghasilkan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk.

Dalam perekonomian terbuka selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan dan pemerintah juga ada sektor luar negeri karena penduduk di negara bersangkutan telah melakukan perdagangan dengan negara lain. Suatu negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negeri dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut keluar negeri, sedangkan yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpornya dari luar negeri.

Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan ekspor, dimana semakin besar impor dari satu sisi baik karena berguna untuk menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa untuk kebutuhan penduduk suatu negara, namun disisi lain bisa

(9)

mematikan produk atau jasa sejenis dalam negeri dan yang paling mendasar dapat menguras pendaptan negara yang bersangkutan.

Dalam melakukan kegiatan impor diperlukan suatu tata cara impor agar kegiatan perdagangan internasional tersebut dapat berjalan dengan lancar. Tata cara atau prosedur pelaksanaan impor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Importir menempatkan order (pesanan) kepada eksportir diluar negeri (A-B) 2) Importir membuka letter of credit untuk dan atas nama eksportir di luar

negeri melalui bank diluar negeri (opening bank) (A-F)

3) Bank menyelenggarakan pembukaan L/C untuk ekportir melalui korespondennya di negara eksportir (F-G)

4) Shipping Documents diterima oleh bank di dalam negeri dari korespondennya di luar negeri (G-F)

5) Bank di dalam negeri mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik oleh eksportir dan yang dikirimkan dengan shipping documents, dan kemudian menyerahkan shipping documents kepada importir (F-A)

6) Importir menyerahkan bill of lading kepada Maskapai Pelayaran (atau agentnya) yang menyangkut barang-barang itu untuk ditukarkan dengan DO (Delivery Order) (A-C)

7) Importir menyelesaikan bea-bea masuk dengan pabean (A-D)

8) Importir mengambil barang-barang dari maskapai pelayaran setelah semua formalitas impor terpenuhi (A-C)

9) Importir mengajukan Claims (ganti rugi) kepada eksportir / kepada Maskapai Asuransi, dalam hal kedapatan kerusakan atau kekurangan (A-E dan A-B)

(10)

10) Melunasi wesel pada hari jatuh temponya, kalau hal itu belum diselesaikan sebelumnya dengan bank (A-F)

Gambar 2.1 Tata Cara atau Prosedur Pelaksanaan Impor

Sumber : Hutabarat (1995 : 162)

Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:

1) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta barang tidak tahan lama.

Supplier Seller Bank luar negeri Luar negeri Dalam negeri Bank dalam negeri Importir Bayer Pabean Asuransi Maskapai Pelayaran A B C D E F G 1 2 3 4 5 6 8 7 9 10

(11)

2) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan perlengkapan.

3) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri.

2.1.3.1 Hubungan Antara Impor Barang Konsumsi Dengan PDB

Impor barang konsumsi merupakan pembelian barang-barang yang belum dapat dihasilkan di negeri sendiri atau untuk nemutupi tambahan permintaan yang belum mampu dicukupi oleh produksi dalam negeri. Impor barang konsumsi tidak dapat diolah kembali oleh perusahaan, sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi PDB.

Perekonomian empat sektor atau perekonomian terbuka, mengenal dua aliran baru dalam sirkulasi aliran penadapatan (Sukrino, 2000 : 377) yaitu (i) aliran pendapatan yang diterima dari mengekspor yang merupakan tambahan kepada aliran pendapatan dan (ii) aliran pengeluaran untuk membeli barang yang diimpor dari negara-negara lain. Ekspor akan meningkatkan pendapatan nasional, sedangkan impor menurunkan pendapatan nasional. Jadi hubungan antara impor barang konsumsi dengan PDB adalah negatif.

2.1.3.2 Hubungan Antara Impor Barang Modal, Bahan Baku Dan Barang Penolong Dengan PDB

Menurut Sadono (Sukrino, 2000 : 107) Investasi atau pembentukan modal atau penanaman modal meliputi pengeluaran/perbelanjaan sebagai berikut :

(12)

1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan

2. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan lainnya.

3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual dengan membeli, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.

Jumlah dari ketiga jenis komponen invesatsi tersebut dinamakan investasi bruto yang akan menambah kemampuan memproduksi dalam perekonomian.

Dengan kata lain apabila suatu negara membeli atau mengimpor barang modal, bahan baku dan barang penolong dari luar negeri secara tidak langsung akan meningkatkan investasi di negara tersebut. Bila investasi meningkat maka PDB juga akan meningkat karena investasi akan menambah kemampuan produksi suatu negara. Jadi Impor barang modal, bahan baku dan barang penolong mempunyai hubungan yang searah dengan PDB.

2.1.4 Krisis Moneter

Menurut Effendi (2000 : 99) krisis moneter adalah gejala ekonomi yang menyebabkan penurunan kondisi perekonomian suatu negara yang terjadi dalam kurun waktu singkat atau mendadak. Beberapa faktor penyebab krisis moneter di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 adalah :

(13)

a. Kurs rupiah dan hutang luar negeri

Indonesia tidak terlepas dari adanya hutang luar negeri yang di miliki baik oleh pemerintah maupun pengusaha swasta. Menyebabkan kurs Rupiah melemah terhadap US Dollar. Ini terjadi karena hutang itu telah jatuh tempo untuk dibayar. Terutama hutang swasta para pengusaha Indonesia.

b. Inflasi dan suku bunga

Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Inflasi yang terjadi di Indonesia termasuk inflasi menengah yaitu inflasi yang ditandai dengan kenaikan harga-harga umum yang cukup besar. Biasanya double digit atau triple digit. Sebab terjadinya inflasi di Indonesia termasuk dalam cost push invlation. Yaitu inflasi yang disebabkan karena kenaikan ongkos kerja serta turunnya produksi.

c. Lemahnya sumber daya manusia

Lemahnya sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang bankrut di sektor perbankan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia menyebabkan timbul ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah sehingga terjadilah kerusuhan-kerusuhan yang menyebabkan semakin turunnya stabilitas negara Indonesia.

(14)

d. Stabilitas negara yang kurang stabil

Keadaan suatu negara merupakan salah satu syarat bagi penanaman modal oleh para investor terutama yang berasal dari luar negeri. Jika keadaan suatu negara tidak menentu dengan keamanan yang kurang stabil akan sulit untuk dapat menarik minat atau perhatian para investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut. Hal ini lah yang terjadi di Indonesia, kerusuhan pada bulan Mei 1998 berdampak sangat luas pada perekonomian Indonesia terutama larinya para investor sehingga perekonomian Indonesia tidak mampu untuk bangkit dengan mengandalkan investasi yang bertambah.

2.1.4.1 Hubungan krisis moneter dengan PDB

Krisis moneter yang diawali pertengahan tahun 1997 telah berpengaruh kehampir seluruh sektor yang mengalami pukulan yang paling berat adalah sektor yang tergolong modern (industri, konstruksi dan keuangan). Keterpurukan dalam bidang industri menyebabkan banyak pekerja yang di PHK, sehingga jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan menjadi meningkat (Effendi, 1999 : 199-200).

Krisis moneter akan membawa dampak yang buruk kepada masyarakat dan pertumbuhan perekonomian serta keseluruhan harga-harga barang yang naik membuat daya beli masyarakat menjadi menurun. Daya beli masyarakat yang menurun menyebabkan pendapatan yang diterima perusahaan berkurang. Pendapatan yang berkurang dari perusahaan-perusahaan di suatu negara

(15)

meyebabkan PDB di negara tersebut berkurang. Jadi antara krisis moneter dan PDB mempunyai hubungan yang negatif.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Wahyuningsasi (2003), dengan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Pendapatan Nasional dan Indeks Harga Barang Impor Terhadap Nilai Impor Bahan Baku dan Penolong Indonesia Periode 1987-2001” membahas mengenai

pengaruh pendapatan nasional dan indeks harga barang impor secara parsial dan serempak terhadap nilai impor bahan baku dan penolong Indonesia. Persamaan regresinya:

Ln Y = -14,786+2,254LnX1-0,242LnX2.

Dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu t tes dan F tes, diperoleh hasil: pengaruh pendapatan nasional terhadap nilai impor bahan baku penolong Indonesia nyata dan positif dengan t hitung (10,193)  t tabel (1,782). Pengujian terhadap indeks harga barang impor tidak berpengaruh nyata dan negatif terhadap nilai impor bahan baku dan penolong dengan t hitung (1,824)  t tabel (1,782). Uji serempak menunjukan bahwa pendapatan nasional dan indeks harga barang impor berpengaruh nyata terhadap nilai impor bahan baku dan penolong Indonesia dengan F hitung (131,813)  F tabel (3,89). Selanjutnya koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,956 yang artinya 95,6 persen variasi/perubahan nilai impor bahan baku dan penolong Indonesia dipengaruhi oleh variasi pendapatan nasional dan indeks harga barang impor, sedangkan sisanya sebesar 4,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan kedalam model.

(16)

Terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan variabel impor bahan baku dan barang penolong Indonesia, perbedaannya adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan impor bahan baku dan barang penolong Indonesia sebagai variabel terikat, namun pada pada penelitian ini sebagai variabel bebas. Perbedaan lainnya terletak pada periode tahun yang digunakan.

Hanton (2002), dengan penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Produk

Domestik Bruto, kurs dollar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap Impor Total Di Indonesia 1983-1998” memperoleh hasil sebagai berikut:

Ln Impor = -11,80784+2,3064 ln PDB–0,7585 ln kurs+0,2912 ln inflasi. Dengan menggunakan data 16 tahun dan pengolahan dengan bantuan program TSP mendapatkan hasil bahwa secara individu PDB dan tingkat inflasi dalam negeri berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai impor total Indonesia dengan koefisien regresi masing-masing sebesar positif 2,3; 0,76; 0,29. Ini berarti jika PDB naik sebesar 1 persen maka nilai impor total Indonesia akan meningkat sebesar 2,3 persen. Untuk kurs dollar Amerika Serikat secara individu berpengaruh nyata negatif terhadap nilai impor total Indonesia dengan koefisien regresinya sebesar 0,76, ini berarti jika kurs dollar Amerika Serikat meningkat sebesar 1 persen maka nilai impor total Indonesia akan turun sebesar 0,76 persen, sedangkan tingkat inflasi secara individu berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai impor Indonesia dengan koefisien regresi sebesar 0,29, ini berarti jika inflasi meingkat sebesar 1 persen maka nilai impor total Indonesia akan naik sebesar 0,29 persen. Besarnya pengaruh PDB, kurs dollar Amerika Serikat dan tingkat

(17)

inflasi terhadap nilai impor Indonesia secara serempak adalah 95,58 persen, ini berarti bahwa 95,58 persen variasi dalam variabel bebas dipengaruhi oleh PDB, kurs dollar Amerika Serikat dan tingkat inflasi dalam negeri secara bersama-sama dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

Terdapat persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama mempergunakan produk domestik bruto dan impor Indonesia menjadi salah satu variabelnya. Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mempergunakan PDB Indonesia sebagai variabel bebas, namun pada penelitian ini PDB Indonesia sebagai variabel terikat. Perbedaan lainnya terletak pada periode tahun.

Lestari (2006), dengan penelitannya yang berjudul “Analisis Pengaruh

Ekspor, Investasi Asing dan Utang Luar Negeri Terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 1989-2005” memperoleh hasil sebagai berikut.

Persamaan regresi linear berganda (distributed log model) dengan program SPSS 11.5 : LnY=165933,9 + 3,121LnX1 + 1,222 LnX2 + 0,603 LnX3 dengan R2 0,947 F hitung 71,811 sig 0,000.

Hasil yang diperoleh dari anaisis yang dilakukan bahwa secara simultan ekspor, investasi asing dan utang luar negeri berpengaruh signifikan terhadap PDB Indonesia periode 1989-2005. secara parsial ekspor, inbestasi asing berpengaruh signifikan terhadap PDB Indonesia priode 1989-2005, sedangkan utang luar negeri tidak berpengaruh. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,947 artinya 94,7 persen variasi PDB Indonesia periode 1989-2005 ditentukan oleh variasi ekspor total, investasi asing tahun sebelumnya dan utang luar negeri tahun

(18)

sebelumnya sedangkan sisanya 5,3 persen ditentukan oleh faktor lain yang tidak dimasukan dalam model.

Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan PDB sebagai variabel terikat, perbedaannya terletak pada penggunaan variabel bebas ekspor total, investasi asing, dan utang luar negeri, namun pada penelitian ini menggunakan variabel bebas volume impor barang konsumsi, barang modal, bahan baku dan barang penolong.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan pokok masalah dan landasan teori yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai berikut.

1) Diduga, bahwa volume impor barang konsumsi, barang modal, bahan baku dan barang penolong sebelum dan setelah krisis moneter secara serempak berpengaruh signifikan terhadap nilai PDB Indonesia periode 1993-2005. 2) Diduga, bahwa volume impor, barang modal, bahan baku dan barang

penolong sebelum dan setelah krisis moneter secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB Indonesia periode 1993-2005, sedangkan volume impor barang konsumsi sebelum dan setelah krisis moneter berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PDB Indonesia periode 1993-2005.

3) Diduga, bahwa volume impor bahan baku dan barang penolong merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap PDB Indonesia 1993-2005.

Gambar

Gambar 2.1 Analisa Parsial Perdagangan Internasional   Negara A  Negara B PA 200 100 100  250 600 DA SA QA  500 Q A DMA SXA Ekspor P B  300  200  D B SB  100  600  P A PB  Impor 500 S XB D MB QB  Q B  300  200  100 P S XB D MB  DS XA
Gambar 2.2 Diagram Kotak
Gambar 2.1  Tata Cara atau Prosedur Pelaksanaan Impor

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel bebasnya juga menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB), dan inflasi dalam negeri serta

1) Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestik bruto terhadap utang luar negeri dan hubungan kausalitas antara investasi dengan pertumbuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif tidak signifikan yang disebabkan nilai utang perusahaan tidak didominasi kurs valuta asing sedangkan

Ekspor selalu meningktakan surplus atau menurunkan deficit neraca perdagangan, sebaliknya menurunnya nilai ekspor mengakibatkan defisit atau menurunnya surplus neraca

Diperkuat lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Swendra et al., (2016), yang berjudul pengaruh produk domestik regional bruto dan tingkat pengangguran

1) Liquidity Ratio, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar utang lancarnya secara tepat waktu. Rasio dapat mengetahui utang lancar atau utang jangka

a) Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut sekaligus membatasi investasi yang