• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori perdagangan internasional

Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain, baik mengenai barang-barang maupun jasa-jasa (Sobri, 2001 : 2). Subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, pengusaha ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan yang menurut total ekspor dan impor suatu negara secara keseluruhan.

2.1.1.1 Terjadinya perdagangan internasional

Berdagang dengan negara lain kemungkinan dapat memperoleh keuntungan, yakni dapat membeli barang yang harganya lebih rendah dan mungkin dapat menjual keluar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi. Perdagangan luar negeri timbul di sebabkan oleh :

1) Harga barang yang berbeda di setiap negara yang ditentukan oleh biaya produksi untuk menghasilkan suatu jenis barang tertentu.

2) Selara dan pendapatan penduduk suatu negara akan produk luar negeri menimbulkan impor. Permintaan akan suatu barang ditentukan oleh pendapatan. Jika pendapatan naik, maka pembelian barang dan jasa baik dari dalam negeri maupun impor dapat mengalami kenaikan.

(2)

Analisa kurva parsial menjelaskan terjadinya perdagangan internasional. Anggapannya adalah terdapat negara A, negara B serta satu jenis barang. Harga keseimbangan negara A terjadi pada PA. Untuk negara B, harga keseimbangan terjadi pada harga PB. Permintaan dan penawaran suatu barang di negara A ditunjukkan dengan kurva DA dan SA. Sedangkan permintaan dan penawaran suatu barang di negara B ditunjukkan dengan kurva DB dan SB

Suatu ketika, di negara A mengalami kenaikan jumlah permintaan terhadap barang X, maka kenaikan tersebut menggeser kurva permintaan ke kanan atas dari DA menjadi DA1. Karena jumlah barang X yang ditawarkan tidak mengalami perubahan, maka kelebihan permintaan tersebut akan mendorong terjadinya kenaikan harga barang X dari PA menjadi PA1. Sedangkan pada saat yang bersamaan di negara B terjadi kelebihan jumlah produksi barang X, namun jumlah permintaan terhadap barang tersebut tidak mengalami perubahan, sehingga kelebihan produksi tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran kurva penawaran ke kanan bawah dari SB ke SB1. Hal ini menyebabkan harga barang X turun dari PB ke PB1.

Untuk mengantisipasi agar harga barang X di negara A tidak semakin tinggi dan di negara B tidak semakin merosot, maka negara A dan B sepakat untuk melakukan kerjasama perdagangan yaitu dengan jalan negara B mengekspor kelebihan produksinya ke negara A. Sehingga harga barang di negara B akan naik (jumlahnya semakin kecil) dan harga di negara A akan semakin turun (jumlahnya semakin besar). Adapun gambaran diatas dapat digambarkan melalui

(3)

Gambar 2.1 Kurva Parsial Perdagangan Internasional Sumber : Tambunan, 2000 D1A DA SA 0 P1A PA Q P DB SB 0 P1B PB Q P S1B 0 P1A P1B Q P PAB

Negara A Negara B Perdagangan Internasional

SA

SB

DA DB

(4)

2.1.1.2 Manfaat Perdagangan Internasional

Perdagangan yang dilakukan oleh dua negara dapat memberikan keuntungan yang di sebut dengan gains from trade

Gambar 2.2

Diagram Kotak Edgeworth - Bowley

Sumber : Boediono, 2001:12

Dua konsumen memiliki dua macam barang (X) dan (Y) dengan jumlah tertentu. Konsumen 1 memiliki barang X1 dan Y1, konsumen 2 memiliki barang X2 dan Y2. Indefference curve 11 dan 12 adalah tingkat kepuasan konsumen, jika

mengkonsumsi semua barang yang dimilikinya (titik A). Titik B menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi (1'1) dan (1'2). Dalam hal ini konsumen 1 harus menawarkan barang Y sebanyak AC dan ditukarkan dengan barang X sebanyak CB. Jika konsumen 2 mau melakukan pertukaran maka harus mengorbankan konsumsi barang X sebanyak CB, dan sebagai gantinya konsumen 2 mendapatkan barang Y sebanyak AC.

O1 X1 X2 Y1 Y2 O2 A B A D A E 11 12 1" 1 1" 2 C 1' 2 1' 1

(5)

Pertukaran antara kedua konsumen bisa menghasilkan pola konsumsi baru yang menguntungkan bagi kedua pihak. Kenaikan kepuasan yang ditimbulkan oleh pertukaran di sebut gain from trade. Jalur EBD yang terdiri dari persinggungan antara kurva indeferens konsumen 1 dan 2 di sebut jalur kontrak atau kurva kontrak. Salah satu titik akan menjadi posisi yang akan disetujui oleh kedua pihak untuk suatu kontrak.

2.1.2 Teori impor

Impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (BPS, 2002:59) Besarnya impor suatu negara dipengaruhi oleh kesanggupan barang-barang yang diproduksi oleh negara-negara untuk bersaing dangan barang dan jasa produksi domestik. Bila barang dan jasa produksi luar negeri lebih baik mutunya atau harganya lebih murah, maka akan adanya kecenderungan untuk mengimpor (Herlambang, 2001:267).

Barang yang di impor harus dalam keadaan baru kecuali mendapat izin dari Depperindag atau lembaga pemerintahan non departemen. Memasukkan barang ke daerah pabean Indonesia untuk tujuan impor wajib mepergunakan Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) atau Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan membayar bea masuk atau dikenakan cukai impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut indikator ekonomi Badan Pusat Statistik Indonesia, impor sendiri dalam jenis dan golongannya dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

(6)

1. Barang-barang konsumsi yang meliputi makanan dan minuman, bahan bakar dan pelumas, alat angkut, barang tahan lama, barang setengah tahan lama, serta barang tahan lama.

2. Bahan baku dan penolong. 3. Barang modal.

Besarnya impor yang dilakukan suatu negara dipengaruhi oleh kesanggupan barang yang di produksi di negara lain dan mampu untuk bersaing dengan barang-barang dan jasa produksi domestik (Herlambang 2001; 267). Apabila barang di luar negeri mutunya lebih baikdan harga yang lebih murah maka terdapat kecenderungan untuk melakukan impor.

2.1.3 Teori Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP) sering dipakai sebagai ukuran kesejahteraan dari suatu negara, karena PDB adalah total pendapatan yang dihasilkan di dalam suatu negara, termasuk pendapatan orang asing yang bekerja di dalam suatu negara. GDP mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah negara (domestik) tanpa membedakan kepemilikan/ kewarganegaraan pada suatu tahun tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain pendapatannya tidak dimasukkan dalam perhitungan GDP. Sebagai gambaran GDP Indonesia mencerminkan barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia baik oleh Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia tetapi tidak mengikutsertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001: 22).

(7)

GDP mengukur aliran uang dalam perekonomian yang dapat dihitung dengan 3 pendekatan sebagai berikut:

1) Pendekatan produksi (Production approach)

Pendekatan produksi diperoleh dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produktif yang ada dalam perekonomian, yang dikelompokkan menjadi beberapa sektor, yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; perusahaan listrik; gas dan air bersih; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; perdagangan; hotel dan restoran; bank dan lembaga keuangan lainnya; pemilikan rumah; administrasi pemerintah dan pertahanan; dan jasa-jasa lainnya.

2) Pendekatan pendapatan (Income approach)

Pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan nilai pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional.

3) Perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir dari unit-unit ekonomi, yaitu rumah tangga berupa konsumsi (C), perusahaan berupa investasi (I) dan pemerintah (G). Pendekatan ini digambarkan dalam persamaan berikut.

Y= C + I + G (untuk perekonomian tertutup) atau Y= C + I + G + (X-M) (untuk perekonomian terbuka).

Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur menurut PDB atas dasar harga berlaku dan harga konstan. Mengukur hanya dengan menggunakan

(8)

harga berlaku dapat menyesatkan, sebab sepanjang hasil perhitungan menunjukkan bahwa pendapatan nasional tahun sekarang lebih besar dari tahun lalu, kemudian disimpulkan bahwa perekonomian negara tersebut mengalami perkembangan dan kemajuan yang berarti. Kesimpulan ini bisa saja keliru, sebab kenaikan pendapatan nasional tahun sekarang bisa saja terjadi karena naiknya produksi nasional secara riil, adanya kenaikan harga-harga dan kombinasi dari keduanya (Deliarnov, 1995: 60).

PDB juga bisa meningkat karena kenaikan harga atau karena kenaikan jumlah barang. Nilai ini disebut sebagai PDB atas harga berlaku atau nominal yang menunjukkan nilai dari barang dan jasa berdasarkan harga pasar tahun berjalan. PDB berlaku tidak dapat mencerminkan kesejahteraan ekonomi yang sesungguhnya, karena tidak menunjukkan ketersediaan barang dan jasa secara nyata yang dibutuhkan oleh konsumen, perusahaan maupun pemerintah.

2.1.3.1 Hubungan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan Impor

Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan ekspor. Kalau ekspor dapat dikatakan sebagai faktor ”injeksi”, maka impor merupakan ”kebocoran” dalam pendapatan nasional. Artinya, makin besar impor makin banyak uang negara yang ”lari” ke luar negeri. Berbeda dengan ekspor, jumlah impor ditentukan oleh kesanggupan atau kemampuan dalam menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Kalau kemampuan rendah, jumlah impor akan naik. Selain itu, yang paling menentukan jumlah impor adalah kemampuan masyarakat dalam membeli barang-barang hasil buatan luar negeri,

(9)

yang berarti impor tergantung dari tingkat pendapatan nasional itu sendiri (Deliarnov, 1995:20).

Menurut perkiraan empiris di beberapa negara, impor suatu negara tergantung secara positif pada tingkat pendapatan nasional yang nyata. Hubungan positif ini mempunyai dua penjelasan. Pertama, bahwa impor sering kali digunakan sebagai masukan untuk menghasilkan barang dan jasa-jasa yang merupakan produk nasional; Kedua, bahwa impor mengikuti perkembangan nyata secara keseluruhan atau ”penyerapan” dalam perekonomian.

Makin tinggi tingkat pendapatan nasional, serta makin rendah kemampuan dalam menghasilkan barang-barang tersebut, makin tinggi impor dan makin banyak terdapat ”kebocoran” dalam pendapatan nasional. Jadi, terdapat hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya ditentukan oleh ”kecendrungan mengimpor” (marginal propencity to import atau MPM atau m).

Menurut Deliarnov (1995:204) secara sederhana yang dimaksud dengan kecenderungan mengimpor adalah perbandingan antara pertambahan impor dengan pertambahan dalam pendapatan nasional. Hubungan antara pendapatan nasional (yang didekati dengan PDB) dengan impor secara matematis sebagai berikut. M = M0 + mY ... (2.1) Dimana : m = m ...(2.2) Y Keterangan: M = jumlah impor

(10)

m = marginal propencity to import Y = pendapatan nasional

m = pertambahan impor

Y = pertambahan dalam pendapatan nasional

Hubungan antara pendapatan nasional dan impor terdapat kaitan yang erat. Makin besar pendapatan nasional, makin besar impor yang ditentukan oleh

marginal propencity to import yang positif.

2.1.4 Teori Kurs Valuta Asing

Sebagaimana diketahui bahwa setiap negara mempunyai sistem moneter dan nilai mata uang yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. Untuk memperlancar perdagangan antar negara, suatu negara memerlukan sejumlah mata uang asing yang harus ditukar dengan mata uang itu sendiri. Mata uang asing pada suatu harga disebut tingkat nilai tukar (kurs). Kurs adalah perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Dalam kenyataannya sering terdapat perbedaan tingkat kurs untuk suatu valuta asing. Perbedaan ini timbul karena beberapa hal yaitu (Tambunan, 2000:138) :

a) Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para pedagang valuta asing/bank.

b) Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan waktu pembayaran. c) Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs

1) Faktor Ekonomi

a) Pendapatan Masyarakat

(11)

yang menyebabkan harga mata uang sendiri turun karena harga valuta asing cenderung naik, begitu pula sebaliknya. Jika pertumbuhan pendapatan masyarakat turun maka impor akan berkurang sehingga permintaan akan valuta asing ini akan menyebabkan turunnya nilai kurs dan nilai mata uang sendiri akan naik.

b) Harga

Dengan adanya inflasi, akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun. Hal ini akan menyebabkan permintaan terhadap valuta asing naik. Begitu juga sebaliknya jika terjadi deflasi akan menyebabkan permintaan valuta asing juga akan turun.

c) Tingkat Bunga

Adanya tingkat bunga dalam negeri yang rendah sehungga aliran modal asing (luar negeri) lebih besar dan mengakibatkan kurs valuta asing akan turun (mata uang sendiri akan naik terhadap valuta asing).

d) Kebijaksanaan Pemerintah

Adanya kebijaksanaan pemerintah dalam menaikan pengeluaran dalam negerinya, menyebabkan naiknya impor. Dilain pihak, permintaan valuta asing akan naik dan mata uang sendiri akan mengalami penurunan (depresiasi).

2) Faktor Non Ekonomi

Adanya kekacauan yang terjadi di dalam negeri (misalnya perang) sehingga masyarakat panik dan menyebabkan larinya dana keluar negeri (Capital Flight) yang mana pada akhirnya kurs valuta asing akan naik.

(12)

2.1.4.1 Sistem Kurs Valuta Asing

Valas atau foreign exchange (forex) atau foreign currency diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral atau Bank Indonesia (Hamdy, 2004:24).

Mata uang asing yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional di sebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan terhadap mata uang lainnya. Soft

currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran

dan satuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresi atau penurunan terhadap mata uang lainnya (Hamdy, 2004:24). Penetapan Sistem Kurs Valuta Asing :

Berdasarkan perkembangan Sistem Moneter Internasional sejak berlakunya Bretton Woods System pada tahun 1947, pada umumnya di kenal tiga macam sistem penetapan kurs valas atau forex rate:

1) Sistem Kurs Tetap atau Stabil (Fixed Exchange Rate System)

Berdasarkan Articles of Agreement yang tentang IMF atau yang di kenal dengan Bretton Woods Sistem yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Maret 1947 hingga 15 Agustus 1971 (Dekrit Nixon).

(13)

2) Floating Exchange Rate

Floating Exchange Rate adalah sistem kurs mengambang yang ditetapkan

melalui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas. 3) Pegged Exchange Rate System

Sistem nilai tukar ini ditetapkan dengan cara mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan nilai tukar mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu.

2.1.4.2 Hubungan Kurs Valuta Asing Dengan Impor

Hukum permintaan menjelaskan sifat perkara di antara permintaan suatu barang dengan harganya, hukum perintaan pada hakekatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak jumlah barang yang di minta atas barang tersebut, dan sebaliknya apabila semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit jumlah barang yang di minta, dengan asumsi cateris paribus (Sukirno, 2000;76). Harga yang di maksud adalah kurs valuta asing, sedangkan permintaan adalah jumlah impor dari negara yang bersangkutan. Jadi kurs Dollar memiliki hubungan yang negatif terhadap impor.

Menurut Nopirin (2004), turunnya harga dari barang impor akan mengakibatkan permintaannya yang meningkat. Meningkatnya permintaan akan mengakibatkan jumlah impor meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa antara kurs dengan volume impor memiliki hubungan yang negatif

(14)

2.1.5 Teori Inflasi

Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus sepanjang waktu (Nanga 2000 : 241).

3 (TIGA) hal penting yang ditekankan dalam pengertian inflasi sebagai berikut : 1) Adanya kecenderungan harga-harga, yang berarti bisa saja tingkat harga

yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi meningkat.

2) Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

3) Bahwa tingkat harga yang dimaksud di sini adalah tingkat harga umum yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

Tingkat inflasi adalah persentase perubahan di dalam tingkat harga. Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi, Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain :

1) Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Indeks)

Adalah suatu indeks harga yang mengukur biaya sekelompok barang-barang dan jasa-jasa di pasar yang dibeli untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari.

(15)

2) Indeks Harga Produsen (Producer Price Indeks)

Adalah suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials), produk antara (intermediate produk) dan peralatan modal dan mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaan.

3) GNP Deflator

Adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100. GNP riil adalah adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian yang diperoleh ketika output dinilai dengan harga tahun dasar (base year) atau disebut GNP tahun dasar. Sedangkan GNP nominal adalah GNP yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku. Indeks ini merupakan indeks harga yang secara luas digunakan sebagai basis untuk mengukur inflasi.

Berdasarkan intensitasnya, Boediono (2001 : 156) menggolongkan inflasi menjadi 4, yaitu sebagai berikut.

1) Inflasi ringan (dibawah 10 persen setahun). 2) Infasi sedang (antara 10-30 persen setahun). 3) Inflasi berat antara (30-100 persen setahun). 4) Hiperinflasi (di atas 100 persen setahun).

Berdasarkan asal inflasi, Boediono (2001 : 158) menggolongkan inflasi menjadi 2 yaitu sebagai berikut.

(16)

1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) misalnya timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, karena panenan yang gagal, dan lain-lain.

2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang terjadi karena kenaikan harga-harga di negara-negara langganan berdagang.

2.1.5.1 Hubungan Inflasi Dengan Impor

Tingkat inflasi yang terjadi di dalam suatu negara akan sangat mempengaruhi impor negara tersebut. Apabila barang-barang dari luar negeri mutunya lebih baik, dan harganya lebih murah daripada barang-barang yang sama dihasilkan di dalam negeri, maka akan terdapat kecenderungan bahwa negara tersebut akan mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri (Sukirno, 2002; 383). Selain itu, inflasi juga menyebabkan turunnya nilai suatu mata uang, hal ini membuat masyarakat enggan untuk melakukan saving, sehingga masyarakat cenderung untuk membelanjakan uangnya daripada untuk menabung,salah satunya untuk membeli barang impor, yaitu kendaraan bermotor dari Amerika Serikat.

Kenaikan harga-harga menyebabkan barang-barang yang diproduksikan di negara itu tidak dapat bersaing dengan barang yang sama dipasaran luar negeri. Oleh sebab itu ekspor negara tersebut akan turun dan tidak berkembang. Sebaliknya kenaikan harga-harga dalam negeri menyebabkan barang-barang dari negara lain menjadi relatif lebih murah dan ini akan mempercepat pertambahan

(17)

akan menyebabkan impor menjadi lebih besar dari ekspor. Apabila cadangan devisa negara itu cukup besar, kelebihan impor ini dapat dibayar dari cadangan itu. Tetapi apabila cadangan devisa tidak cukup besar, pemerintah akan berusaha untuk mengurangi impor dengan menaikkan pajak impor dan membatasi jumlah barang yang diimpor. Tindakan ini akan menimbulkan kenaikan harga-harga lebih lanjut. Jadi inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor dan berpengaruh positif terhadap nilai impor.

2.1.6 Krisis Moneter

Menurut Effendi (2000) faktor penyebab krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997 adalah :

1) Kurs Rupiah dan hutang luar negeri.

Hutang luar negeri pemerintah dan swasta menyebabkan rupiah melemah terhadap Dollar Amerika, hal ini terjadi karena hutang telah jatuh tempo untuk di bayar, sehingga permintaan akan Dollar Amerika naik dan rupiah turun.

2) Inflasi dan suku bunga.

Inflasi indonesia merupakan push inflation yaitu inflasi yang disebabkan karena kenaikan ongkos kerja dan turunnya produksi. Penurunan dalam penawaran total merupakan akibat dari kenaikan harga bahan baku, sebab sebagian bahan baku berasal dari luar negeri yang menyebabkan bahan baku menjadi mahal akibat melonjaknya nilai rupiah terhadap dollar Amerika.

Tingkat suku bunga yang dinaikan oleh pemerintah bertujuan untuk menekan laju inflasi yang ditandai dengan naiknya harga secara umum. Semakin

(18)

banyaknya uang yang beredar di masyarakat menyebabkan nilai uang turun, dan menaikan suku bunga bertujuan untuk menarik jumlah uang yang beredar.

3) Stabilitas negara.

Keadaan negara yang stabil baik dari kondisi perekonomian dan politik dapat meningkatkan pula tingkat keamanan dalam negeri. Krisis yang terjadi di Indonesia memperlihatkan rendahnya stabilitas negara, hal ini terjadi pada tahun 1998 di mana terjadinya kerusuhan nasional, yang berakibat menurunnya tingkat keamanan. Kondisi ini memberikan dampak luas terhadap investasi ekonomi, di mana para investor menarik modalnya akibat dari menurunya rasa aman untuk berinvestasi di Indonesia.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Desy Christyawati (2004), dengan penelitian yang berjudul “Analisis

Pengaruh Kurs Yen, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Tingkat Inflasi Terhadap Volume Impor Kendaraan Bermotor Indonesia Dari Jepang Tahun 1987-2002”

membahas mengenai analisis pengaruh kurs yen, produk domestik bruto dan tingkat inflasi secara parsial dan serempak terhadap volume impor kendaraan bermotor. Persamaan regresinya:

Y = 40,738 - 0,596X1- 2,288X2 + 1,380X3 + ui

Dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu ”t” test dan ”F” test, diperoleh hasil pengaruh kurs yen terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Jepang berpengaruh nyata dan negatif dengan t hitung (-1,612)  t tabel (-1,356). Pengujian terhadap produk domestik bruto tidak berpengaruh nyata

(19)

(1,356). Sedangkan tingkat inflasi berpengaruh nyata dan positif terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dengan t hitung (3,786)  t tabel (1,356). Uji serempak menunjukan bahwa kurs yen, produk domestik bruto dan tingkat inflasi berpengaruh nyata terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Jepang dengan F hitung (12,749)  F tabel (2,61). Selanjutnya koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,761 yang artinya 76,1 persen variasi/perubahan volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Jepang dipengaruhi oleh variasi kurs yen, produk domestik bruto dan tingkat inflasi, sedangkan sisanya sebesar 23,9 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan kedalam model.

Terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel bebasnya juga menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB), dan inflasi dalam negeri serta menggunakan teknik analisis linier berganda dan analisis koefisien determinasi. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebas, dimana pada penelitian ini variabel bebasnya kurs dollar Amerika Serikat dan krisis moneter, sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti kurs yen, dan pada variabel terikatnya, dimana pada penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Jepang. Kurun waktu yang digunakan, pada penelitian sebelumnya adalah 1987-2002, sedangkan pada penelitian ini menggunakan tahun tahun 1996-2005.

(20)

Hanton (2002), berjudul “Pengaruh Produk Domestik Bruto, kurs dollar

Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap Impor Total Di Indonesia 1983-1998” memperoleh hasil sebagai berikut:

Ln Impor = -11,80784+2,3064 ln PDB–0,7585 ln kurs+0,2912 ln inflasi. Dengan menggunakan data 16 tahun dan pengolahan dengan bantuan program TSP mendapatkan hasil bahwa secara individu PDB dan tingkat inflasi dalam negeri berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai impor total Indonesia dengan koefisien regresi masing-masing sebesar positif 2,3; 0,76; 0,29. Ini berarti jika PDB naik sebesar 1 persen maka nilai impor total Indonesia akan meningkat sebesar 2,3 persen. Untuk kurs dollar Amerika Serikat secara individu berpengaruh nyata negatif terhadap nilai impor total Indonesia dengan koefisien regresinya sebesar 0,76, ini berarti jika kurs dollar Amerika Serikat meningkat sebesar 1 persen maka nilai impor total Indonesia akan turun sebesar 0,76 persen. Sedangkan tingkat inflasi secara individu berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai impor Indonesia dengan koefisien regresi sebesar 0,29, ini berarti jika inflasi meingkat sebesar 1 persen maka nilai impor total Indonesia akan naik sebesar 0,29 persen. Besarnya pengaruh PDB, kurs dollar Amerika Serikat dan tingkat inflasi terhadap nilai impor Indonesia secara serempak adalah 95,58 persen, ini berarti bahwa 95,58 persen variasi dalam variabel bebas dipengaruhi oleh PDB, kurs dollar Amerika Serikat dan tingkat inflasi dalam negeri secara bersama-sama dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.

(21)

Amerika Serikat dan inflasi dalam negeri serta menggunakan teknik analisis koefisien determinasi. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel terikatnya, dimana pada penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya adalah volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan impor secara totalitas. Kurun waktu yang digunakan, pada penelitian sebelumnya adalah 1983-1998, sedangkan pada penelitian ini menggunakan tahun tahun 1996-2005.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan pokok masalah dan landasan teori yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai berikut.

1) Diduga bahwa Produk Domestik Bruto (PDB), kurs dollar Amerika Serikat dan inflasi dalam negeri sebelum dan sesudah krisis moneter secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1996-2005.

2) Diduga bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi dalam negeri berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1996-2005. Sedangkan, kurs dollar Amerika Serikat dan krisis moneter berpengaruh negatif secara parsial terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1996-2005.

3) Diduga bahwa variasi perubahan Produk Domestik Bruto (PDB), kurs dollar Amerika Serikat dan inflasi dalam negeri sebelum dan sesudah krisis

(22)

moneter berpengaruh besar terhadap variasi perubahan volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1996-2005. 4) Diduga bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan variabel yang

berpengaruh paling dominan terhadap volume impor kendaraan bermotor Indonesia dari Amerika Serikat tahun 1996-2005.

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Parsial Perdagangan Internasional  Sumber : Tambunan, 2000 D1ADA S A0 P1APA Q P  D B S B0 P1BPB Q P S1B  0 P1AP1B Q P PAB

Referensi

Dokumen terkait

Target dan realisasi kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis BPKP sampai dengan Triwulan II tahun 2017 sebagai berikut:.. Tanret Per T r lwulan

Aplikasi Game ini dinamakan Game Asah Otak yang meliputi Game Tebak Kata, Game Susun Angka, Game Tic Tac Toe, Game Ular Tangga, Game Pasangan Gambar dan Game 10 Detik..

Penampilan Beberapa Genotip Jagung Protein Mutu Tinggi (QPM) pada Lahan Kering dan Lahan Sawah.. Badan Penelitian

Analisis mikrobiologi penting dalam menentukan keamanan dan kualitas dari suatu makanan, oleh sebab itu pada penelitian ini dimaksudkan untuk menilai keberadaan bakteri dalam

Namun demikian perbedaan pengukuran antara Leopold dan HPHT tetap terjadi, dengan nilai perbedaan sebesar 0,202, nilai ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran dengan metode

membandingkan publikasi ilmiah internasional Indonesia dalam 27 bidang dan 264 subbidang ilmu di atas dengan data serupa dari lima negara ASEAN yang termaju dalam penelitian,

Percepatan oksidasi lemak pindang dengan asap cair pada hari ke-2 yakni 0,20 lebih rendah dibandingkan dengan pindang tanpa asap cair yakni 1.62 Produksi angka peroksida pada

Sudikan (2001:5) ngandharake kabudayan lokal yaiku wujud kagiyatan-kagiyatan panguripan saka warga kang wis dadi bageyane masyarakat kang kasusun luwih saka