• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASEAN Financial Integration Kamis, 11 September 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASEAN Financial Integration Kamis, 11 September 2014"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ASEAN Financial Integration

Kamis, 11 September 2014

Pada KTT ASEAN tahun 2007,

negara-negara anggota ASEAN menegaskan komitmen mereka untuk membentuk ASEAN Economic Community (AEC) pada

tahun 2015, dan bertujuan untuk mengubah kawasan ASEAN menjadi kawasan bebas pertukaran barang dan jasa, investasi, tenaga kerja, dan aliran modal.

AEC memiliki 4 (empat) karekteristik utama sebagai berikut:

- (a) single market and production base;

- (b) competitive economic region;

- (c) equitable economic development; dan

- (d) integrated into the global economy.

Merujuk pada AEC Blueprint, ASEAN berusaha untuk

mewujudkan sistem keuangan regional yang terintegrasi secara baik dan bertahap, melalui liberalisasi capital account, pembentukan

inter-linked financial markets di

kawasan, dan penguatan koordinasi kebijakan makroekonomi diantara negara anggota ASEAN.

Sejalan dengan hal tersebut, pada

(2)

tahun 2011 ASEAN Central Bank Governors telah mengadopsi ASEAN Financial Integration

Framework (AFIF) yang berfungsi sebagai general

approach untuk mendukung inisiatif integrasi dan liberalisasi sistem

keuangan ASEAN dalam naungan AEC. Dengan disusunnya AFIF diharapkan kawasan Asia Tenggara telah memiliki semi-integrated

financial market pada tahun 2020.

Diagram 1

Agenda integrasi

keuangan ASEAN mencakup 4 (empat) inisiatif utama, sebagai berikut:

a. Financial Services Liberalization and Banking Integration (FSL)

Pengurangan berbagai batasan (restrictions) pada

perbankan, perusahaan asuransi dan investasi milik negara anggota ASEAN dalam

menyediakan jasa keuangan di negara lain dalam kawasan akan diterapkan secara bertahap. Negara anggota ASEAN nantinya akan bertemu dan mendiskusikan mengenai proses liberalisasi keuangan dengan mempertimbangkan kesiapan perekonomian tiap negara. ASEAN juga akan menentukan bank-bank milik negara anggota ASEAN yang dianggap telah memenuhi

kualifikasi tertentu (Qualified ASEAN Banks-QABs) untuk bisa beroperasi

di seluruh kawasan ASEAN dan mendapat perlakuan yang sama seperti bank domestik.

b. Capital Account Liberalization (CAL)

ASEAN berusaha untuk

meliberalisasi aliran modal dalam kawasan dengan cara mengurangi secara bertahap berbagai batasan (restrictions) pada beragam foreign

exchange transactions, seperti current account (CA), foreign direct investments (FDIs), dan portfolio investments (PIs).

c. Â

(3)

Capital Market Development

ASEAN menekankan pembangunan pasar

modal regional melalui peningkatan kapasitas dan pembangunan infrastruktur jangka panjang untuk mencapai integrasi pasar modal di kawasan. Hal ini akan terwujud melalui harmonisasi beragam peraturan dan regulasi domestik dan infrastruktur pasar.

d. Harmonized Payments and Settlement Systems (PSS)

Integrasi keuangan ASEAN mencakup

harmonisasi Payments and Settlement System di kawasan sebagai salah satu infrastruktur sistem keuangan. Negara-negara anggota ASEAN terus berupaya untuk mengembangkan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang dalam rangka harmonisasi ASEAN-PSS.

Melalui ASEAN Financial

Integration, negara-negara ASEAN berharap untuk memperoleh keuntungan skala ekonomi, pangsa pasar yang lebih besar, serta kerja sama alih teknologi dan informasi dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang kawasan, yaitu pasar

keuangan regional yang kompetitif, pertumbuhan ekonomi regional yang tinggi, geopolitical empowerment, dan kemampuan untuk menghadapi external shocks serta mitigasi

kemungkinan contagion risk.

Tantangan Pembentukan ASEAN Financial Integration

Sebagai sebuah komunitas regional,

ASEAN Economic Community terdiri atas 10 (sepuluh) negara berbeda dengan karakteristik masing-masing. Tiap-tiap negara mempunyai sistem pemerintah, regulasi, mata uang, dan kedaulatan masing-masing. Diagram 2 menggambarkan bahwa tiap-tiap negara anggota ASEAN memiliki setidaknya 7 area yang berbeda di tiap negara. Kondisi ini tentunya berpotensi menghambat terwujudnya konsensus dalam kerangka ASEAN Economic Community.

Salah satu bagian tersulit dari

proses integrasi adalah memperbolehkan negara-negara participating countries untuk menerapkan timetables yang berbeda dengan negara lainnya,

serta mengelola adanya perbedaan measures dalam menerapkan

(4)

tahapan-tahapan proses liberalisasi di masing-masing negara.

Diagram 2

Keberagaman diantara negara

anggota ASEAN merupakan tantangan tersendiri bagi para ASEAN policy makers. Namun proses menuju integrasi keuangan akan terus berlanjut selama ASEAN ingin meningkatkan peranannya dalam perekonomian global. Dalam lingkungan ini, negara dengan perekonomian kecil harus melakukan spesialisasi agar mampu bertahan. Mereka tidak mungkin berambisi untuk dapat menyediakan segala macam jasa kepada seluruh segmen masyarakat di kawasan. Hal inilah yang mendasari keinginan para pemimpin ASEAN untuk menciptakan single market and production base atau dengan kata lain bergabung untuk bersama-sama menghadapi persaingan global.

ASEAN Financial Landscape

Pasar keuangan ASEAN telah

mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama didominasi oleh sektor perbankan. Namun demikian, pencapaian menuju regional banking

integration masih sangat terbatas.

Keberagaman adalah salah satu

krakteristik dari negara-negara anggota ASEAN. Mereka memiliki perbedaan signifikan dalam ukuran/luas wilayah, stage of development, dan struktur industri. Sebagai contoh, Indonesia, negara dengan perekonomian terbesar di kawasan, memiliki luas wilayah 100 kali lebih besar dari Laos. Berkaca dari perbedaan karakteristik perekonomian tiap-tiap negara, beberapa indikator sektor keuangan diantara negara ASEAN (seperti deposit money, bank asset,

stock market capitalization, dan rasio utang/GDP) menunjukkan perbedaan

yang mencolok. Perbedaan ini sangat berkaitan erat dengan perbedaan pada ukuran pasar modal dan pasar obligasi di tiap-tiap negara di kawasan.

(5)

Tantangan terbesar salah satunya

datang dari adanya perbedaan regulasi perbankan diantara negara ASEAN, serta ketimpangan pada banking performance indicators. Pada Diagram 3

digambarkan perbandingan perbedaan regulasi perbankan di ASEAN yang meliputi 6 (enam) area, yaitu 1) Licensing, 2)Transparency, 3)Risk

Management, 4) Empowerment for Prompt Corrective Action, 5) Pengawasan. dan 6) Permodalan. Dari diagram tersebut terlihat bahwa dari 10 negara ASEAN masing-masing negara memiliki

fokus regulasi perbankan yang relatif beragam.

Diagram 3

Comparison of banking regulations

Sumber: Bank Indonesia

Â

Pasar keuangan ASEAN telah cukup berkembang namun

dengan beberapa perbedaan dalam efisiensi, akses, kecepatan, net interest margin, dan terms of depth. Sebagaimana digambarkan dalam Diagram 4 dan 5, beberapa negara pasar keuangannya lebih berkembang dibandingkan negara lainnya di kawasan. Sektor keuangan di ASEAN secara umum dapat dikelompokkan menjadi (i) perbankan; (ii) lembaga keuangan non-bank; dan (iii) capital

market–related financial institutions. Ketiga tipe lembaga keuangan

tersebut beroperasi di semua negara ASEAN5 (Indonesia; Thailand; Malaysia; Singapura; dan Filipina), tetapi tidak di negara-negara BCLMV (Brunei

Darussalam; Kamboja; Laos; Myanmar; dan Vietnam).

Diagram 4

(6)

Sumber: Global Financial Development Report (2014)

Â

Perbankan sejauh ini merupakan lembaga keuangan yang

paling signifikan di ASEAN. Secara keseluruhan, perbankan menguasai lebih dari 80 persen aset dalam sistem keuangan di negara-negara ASEAN. Meskipun negara-negara ASEAN5 telah mengambil langkah-langkah untuk membuka industri perbankan masing-masing, namun hingga kini cross-border banking dan cross-border penetration di dalam kawasan ASEAN masih sangat minim. Sistem perbankan di ASEAN5, khususnya Indonesia masih sangat jauh dari proses integrasi.

Â

Diagram 5

Sumber: Global Financial Development Report (2014)

Hingga tahun 2010, tidak ada

satupun bank komersial di ASEAN yang memiliki cabang atau perwakilan di seluruh negara anggota ASEAN. Tiga bank ASEAN terbesar di kawasan (Maybank of Malaysia, Bangkok Bank of Thailand, dan United Overseas Bank of

Singapore) kini telah beroperasi di tujuh negara anggota ASEAN. Di lain

pihak, global commercial banks telah memiliki peranan besar di kawasan. Standard Chartered Bank memiliki cabang di tujuh negara ASEAN dan kantor perwakilan di tiga negara. Citibank dan HSBC juga memiliki cabang di tujuh negara ASEAN.

Liberalisasi sistem perbankan di

ASEAN saja kiranya tidak cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan dari sebuah integrasi sektor keuangan dikarenakan perbankan ASEAN masih belum mampu memenuhi tingkatan standar yang sama dibandingkan dengan bank-bank asing dari luar kawasan yang lebih dahulu melakukan penetrasi ke negara-negara ASEAN.

(7)

Diagram 6

Chinn-Ito Financial Openness Index, 20121

Kondisi

serupa juga dialami oleh lembaga keuangan non-bank. Sebagai contoh, proporsi nilai transaksi portfolio investments di intra kawasan ASEAN

dibandingkan nilai total investasi di ASEAN masih sangat rendah.

Pada

Diagram 6 digambarkan derajat financial oppennes dari negara-negara

anggota ASEAN yang disusun berdasarkan indeks yang dikembangkan oleh Menzie D. Chinn dan Hiro Ito (2008)2 dengan menggunakan data IMF's Annual

Report on Exchange Arrangements and Exchange Restrictions (AREAER). Pada diagram tersebut ditunjukkan bahwa hanya Singapura dan Kamboja yang memiliki derajat keterbukaan bernilai positif, yang mana hal tersebut mengindikasikan level of cross-border capital transactions di negara tersebut.

Belajar

dari krisis keuangan tahun 1998, negara-negara ASEAN bersama RRT, Jepang, dan Korea Selatan (ASEAN+3) mengambil inisiatif untuk membentuk Chiang Mai

Initiative sebagai bentuk kerja sama dalam mengatasi masalah likuiditas

jangka pendek yang sewaktu-waktu bisa melanda kawasan. Dalam perkembangannya, Chiang Mai Initiative telah mendorong terbentuknya ASEAN+3 Bond Market

Initiative (ABMI) dan ASEAN+3 Capital Market Development (ACMD),

yang mana keduanya secara langsung mendukung adanya integrasi keuangan di kawasan Asia Tenggara, serta pembentukan ASEAN Integration Monitoring Office (sebelumnya Macroeconomic and Finance Surveillance Office) dengan tujuan untuk meningkatkan surveillance capacity kawasan serta memonitor proses regional economic integration.

ASEAN Financial Integration in the Light of Recent European Experiences

Integrasi keuangan dan moneter

(8)

merupakan komponen yang menonjol dalam ASEAN Economic Community (AEC) blueprint. Para pemimpin ASEAN telah berkerja keras untuk meletakkan dasar bagi freer

flow of capital serta integrasi pasar modal di kawasan. Namun demikian,

integrasi keuangan regional bukanlah pekerjaan yang mudah, banyak manfaat yang akan diperoleh dan tentu saja banyak resiko yang akan dihadapi.

Pengalaman integrasi Uni Eropa

(UE) menunjukkan bahwa masyarakat Eropa menginginkan integrasi pasar modal dapat memberikan manfaat sebagaimana yang didapat dari trade integration. Oleh karenanya, integrasi keuangan di Eropa didorong melalui deregulasi pasar keuangan. UE menyusun arah kebijakan

baru pada sistem perbankan yang memperbolehkan bank-bank di Eropa untuk beroperasi di negara mana saja dalam naungan UE, liberalisasi pasar modal, dan pemberlakuan mata uang Euro.

Menurut Ulrich Volz (2013)3,

proses dan mekanisme integrasi keuangan di Eropa memiliki kontribusi terhadap krisis yang terjadi saat ini. Penggunaan mata uang tunggal Euro telah memicu anjloknya nilai real interest rates di negara-negara periphery,

dan mendorong adanya capital flights dari negara utama, seperti Jerman dan Perancis menuju ke negara periphery semacam Yunani dan Irlandia. Hal tersebut sama halnya dengan ketika terjadi aliran modal masuk dalam jumlah yang sangat besar (capital inflow bonanzas) dan tiba-tiba berhenti secara

mendadak atau justru berbalik keluar (capital flight) pada saat terjadi

krisis keuangan global yang dipicu oleh kejatuhan Lehman Brothers melanda kawasan Eropa. Meskipun pasar keuangan Eurozone telah terintegrasi, UE tidak memiliki financial regulator dan macroeconomic co-ordination yang kuat pada tingkat kawasan.

Ulrich Volz (2013) berpendapat

bahwa regulasi pasar keuangan yang ketat dapat menghindari terjadinya krisis dibandingkan dengan regulasi longgar yang diterapkan beberapa negara seperti Irlandia dan Siprus. Jadi, krisis yang melanda Eropa lebih disebabkan karena regulasi yang lemah dan rendahnya koordinasi pada tingkat kawasan. Untuk mengatasi krisis, kiranya perlu dibentuk regional crisis resolution mechanism dan regional financial regulator yang berfungsi mengawasi perbankan

di kawasan, serta pembentukan sovereign default mechanism dalam Eurozone.

ASEAN dapat belajar dari krisis

yang terjadi di Eropa melalui 3 (tiga) pertanyaan berikut

1.   Seberapa

jauh tingkat liberalisasi keuangan yang akan diterapkan?

Semakin tinggi tingkat integrasi keuangan belum tentu

lebih baik, karena perekonomian ASEAN yang kecil bisa saja menderita kerugian

(9)

yang besar karena adanya sudden stops dan capital flight. Oleh karena itu, capital control  dan

regulasi macroprudential yang tepat dapat menjadi alat kebijakan untuk menghadapi resiko ini, dan tidak lupa liberalisasi keuangan harus disesuaikan dengan kesiapan dari masing-masing perekonomian.

2.   Bagaimana

bentuk arsitektur keuangan regional yang dibutuhkan guna menjamin stabilitas dalam kawasan ASEAN?

Pengalamanan Eropa menunjukkan bahwa integrasi

keuangan regional pada tingkatan tertentu membutuhkan pula keberadaan regional supervisory yang kuat. Otoritas regional sangat dibutuhkan guna menjaga

stabilitas keuangan di kawasan, tidak cukup hanya berupa kolaborasi diantara Financial Services Authority (FSA) masing-masing negara. Untuk saat ini, ASEAN bisa

dikatakan masih sangat jauh dari proses integrasi keuangan yang telah dilakukan UE. Maka dari itu perlu dilihat kembali dampak dan manfaat yang dapat didapat dari penyatuan pasar keuangan di ASEAN serta bagaiman bentuk arsitektur yang tepat bagi kawasan ASEAN di masa mendatang.

3.   Bagaimana

bentuk sistem perbankan regional yang ingin dikembangkan di ASEAN?

Beberapa pendapat menyatakan bahwa melakukan

liberalisasi cross-border banking services akan meningkatkan efisiensi

dan mengurangi biaya perbankan di ASEAN, akan tetapi terdapat pula kekhawatiran bahwa deregulasi perbankan akan menimbulkan sistem perbankan yang kompleks di kawasan, serta berpotensi melahirkan lembaga perbankan yang termasuk kriteria “too big to fail― and “too big to rescue―. Bank-bank yang termasuk kriteria

tersebut tentunya akan menjadi ancaman besar yang beresiko terhadap stabilitas keuangan kawasan.

Preconditions

for ASEAN Integration

Teori

liberalisasi keuangan dan pengalaman beberapa emerging economies mendorong tiap negara anggota ASEAN untuk menyiapkan diri guna meminimalkan dampak buruk dari external shock pada perekonomian mereka dengan cara membangun pasar keuangan domestik dan meningkatkan efisiensi serta stabilitas pasar sebelum

memutuskan bergabung dalam integrasi keuangan kawasan. Kose, Prasad, and Taylor (2009)4 menjelaskan sebuah negara harus memenuhi sejumlah threshold

conditions tertentu jika mereka ingin memperoleh manfaat dari integrasi keuangan di kawasan.

(10)

Menurut

studi Asian Development Bank (2013)5, beberapa threshold

conditions yang harus dipenuhi diantaranya, pasar keuangan yang well-developed, kelembagaan yang kuat dan efisien, good governance, kebijakan

makroekonomi yang prudent dan kuat, serta integrasi perdagangan. Asian

Development Bank (ADB) menemukan bahwa beberapa negara ASEAN masih berada di bawah ambang batas threshold conditions dimaksud. Namun demikian,

bukan berarti negara-negara tersebut harus menunda keterlibatannya dalam proses integrasi di ASEAN.

Â

Crisis Prevention and Resolution Mechanism

Pengalaman krisis keuangan global

2008-2009 menggarisbawahi sejumlah potensi resiko dan kerugian dari kebijakan deregulasi sistem keuangan dan liberalisasi pasar keuangan yang premature di negara-negara berkembang. Hal ini mendorong adanya tekanan mengenai reformasi sistem keuangan, kelembagaan, dan regulasi baik pada tatanan global maupun regional.

Dibandingkan dengan kawasan

lainnya, ASEAN mampu menghadapi external financial shocks secara lebih baik. Sejalan dengan hal tersebut, kiranya para policymakers ASEAN mempertimbangkan hal-hal, sebagai berikut:

1.   Memperkuat

ASEAN‑wide safety net untuk mendukung likuiditas

sebagai komplemen dari Chiang Mai Initiative Multilateralization;

2.   Melakukan

reformasi sektor keuangan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing negara anggota ASEAN;

(11)

3.   Meningkatkan

sistem penilaian dan pengelolaan resiko pada lembaga keuangan;

4.   Membangun

ASEAN‑wide early warning system;

5.   Melakukan

harmonisasi regulasi dan sistem keuangan diantara negara anggota ASEAN;

6.  Â

Mengembangkan

kerangka kerja tentang cross-border resolution bagi lembaga keuangan di kawasan;

7.   Membentuk

sejumlah lembaga regional guna mendukung proses integrasi regional.

Penutup

Sektor perbankan di ASEAN harus

mampu meningkatkan efektivitas, daya saing, dan kapasitasnya, beroperasi sesuai standar internasional dan melakukan penetrasi regional. Namun demikian, alih-alih menjadi perbankan yang go international, ASEAN untuk saat ini dirasa

lebih membutuhkan sektor perbankan yang mampu berperan dalam real economy, dimana perbankan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan dan aktivitas ekonomi masyarakat ASEAN, serta memfasilitasi arus perdagangan dan investasi. Selain itu, inisiatif integrasi keuangan ASEAN harus juga mampu mengatasi beberapa

masalah yang dihadapi sebagian negara ASEAN dalam membangun sektor keuangannya.

Krisis

keuangan Eropa menunjukkan bahwa keberadaan pengawasan oleh otoritas nasional dan integrasi pasar keuangan adalah hal yang tak terpisahkan. Integrasi keuangan regional mensyaratkan negara anggota ASEAN untuk memberikan kekuasaannya dari otoritas nasional kepada otoritas kawasan guna menjaga stabilitas keuangan kawasan, yang mana hal ini tentunya membutuhkan komitmen politik bersama dari tiap-tiap

anggota ASEAN.

(12)

ASEAN

harus menjamin setidaknya empat preconditions yang telah disepakati oleh bank sentral negara-negara anggota ASEAN dapat terpenuhi,

1.  Â

Harmonisasi regulasi;

2.  Â

Pembangunan infrastruktur keuangan regional;

3.  Â

Pendampingan terhadap pembangunan perbankan di negara BCLMV;

4.  Â

Penetapan kriteria bagi Qualified ASEAN Banks (QABs)

yang memiliki ijin untuk beroperasi di seluruh negara anggota ASEAN.

Pelonggaran capital control harus diimbangi dengan

pembuatan kebijakan macroprudential yang tepat. Terutama bagi negara-negara BCLMV yang sektor keuangannya relatif tertinggal, liberalisasi sektor keuangan harus dilakukan

secara smooth dan gradually. Dengan adanya financial

development gap di kawasan ASEAN, kiranya penerapan double-track of the banking integration adalah hal yang memungkinkan. Faster track untuk negara ASEAN5 dan Slow track untuk negara BCLMV.

ASEAN Banking

Integration Framework (ABIF)

harus mencakup pendirian otoritas regional yang berkuasa penuh untuk melakukan supervisi terhadap bank-bank QABs, yang mana otoritas tersebut harus memiliki landasan hukum dan institutional framework yang jelas. Lembaga

regional surveillance and monitoring harus diperkuat untuk menghadapi

adanya ancaman contagion risk, diantaranya dengan memperkuat kelembagaan dan keberadaan ASEAN Integration Monitoring Office (AIMO) dan Chiang Mai Initiative Mechanism (CMIM).

Â

Referensi

(13)

1 Sumber diolah dari http://web.pdx.edu/~ito/Chinn-Ito_website.htm

2Menzie D. Chinn dan Hiro Ito (2008), A New Measure of Financial Openness, Â Journal of Comparative Policy Analysis, Vol. 10, September 2008

3Ulrich Volz (2013), ASEAN Financial Integration in

the Light of Recent European Experience, Journal of Southeast Asian Economies, Vol. 30/2 Agustus 2013

4M. Ayhan Kose, Eswar S. Prasad, and Ashley Taylor

(2009), Thresholds in the Process of International Financial Integration, NBER Working Paper Series. No. 14916

5Asian Development Bank (2013), The road to ASEAN

financial integration: A combined study on assessing the financial landscape and formulating milestones for monetary and financial integration in ASEAN, Mandaluyong City, Filipina

Â

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Proses bimbingan sekolah untuk praktikan secara langsung maupun tidak langung dilakukan oleh guru pamong, koordinator guru pamong, kepala sekolah, dosen pembimbing, dan

Mūsų mokslinio tiriamojo darbo tikslas – išvys- tyti informacinės sistemos funkcijas, kad būtų galima prognozuoti elektros sąnaudas išmaniojo būsto sistemoje ir

koordinat pada sebuah citra digital, menyimpan informasi mengenai intensitas cahaya  warna • Grafika Komputer memproses data menjadi citra,.. proses penggambaran pada

Bahan alami seperti pati termoplastik sebagai bahan pembuat plastik biodegradabel mempunyai beberapa kelemahan antara lain sifat mekanik yang rendah, tidak tahan terhadap

Informasi fisik, dapat diartikan susunan yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan tenaga pelaksanya yang secara bersama-sama salingmendukung untuk

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI APLIKASI PEMBELAJ ARAN BAHASA J AWA BERBASIS MOBILE DENGAN MENGGUNAKAN.. J 2ME

1) Wawancara Terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

Faktor kesulitan informan untuk berhenti merokok adalah diri sendiri (tidak ada keinginan yang kuat dari dalam), lingkungan, teman sebaya, orang yang menjadi panutan,