• Tidak ada hasil yang ditemukan

VERIFIKASI METODE PENENTUAN KADAR TOTAL SUGAR AS INVERT DALAM TETES TEBU DENGAN METODE LANE EYNON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VERIFIKASI METODE PENENTUAN KADAR TOTAL SUGAR AS INVERT DALAM TETES TEBU DENGAN METODE LANE EYNON"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

VERIFIKASI METODE PENENTUAN KADAR TOTAL SUGAR

AS INVERT DALAM TETES TEBU DENGAN METODE LANE

EYNON

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat

Ahli Madya Sains (A.Md. Si.) Analisis Kimia Program Studi DIII

Analisis Kimia

Disusun oleh:

Taufik Budi Prabawa NIM: 14231046

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

ii

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

VERIFIKASI METODE PENENTUAN KADAR TOTAL SUGAR

AS INVERT DALAM TETES TEBU DENGAN METODE LANE

EYNON

METHOD VERIFICATION OF TOTAL SUGAR AS INVERT

DETERMINATION IN THE MOLASSES USING LANE

EYNON METHOD

Disusun oleh:

Taufik Budi Prabawa NIM: 14231046

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan

kesanggupannya [Q.S. Al-Baqarah:286]

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

[Q.S. Asy-Syarh:6]

Bila engkau tak kuat menahan penatnya belajar, maka engkau harus

kuat menahan perihnya kebodohan

[Imam Syafi’i]

Menjadi manusia yang bermanfaat untuk Agama, Bangsa dan Negara

Perlahan tapi pasti

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Rahmat dan hidayah-Mu yang telah memudahkan dalam menjalani hidup ini, terimakasih ya Allah. Selalu mengasihi dan menyangi muslimin dan muslimat. Aku persembahkan Tugas Akhir ini untuk keluarga tercinta....Bapak Suhardi, Ibu

Suparti, kakakku Harya Laksana, dan Keluarga besar Sadirun.

Tempatku menemukan banyak sekali ilmu dan wawasan, pandangan untuk bekal langkah selanjutnya serta belajar menjadi lebih baik....untukmu almamaterku

Program Studi DIII Analisis Kimia Universitas Islam Indonesia.

Terimakasih untuk Bapak Suhardi beserta keluarga sebagai keluarga yang telah mendoakan penyusun di perantauan ini.

Terimakasih untuk motivasi dan maaf setulusnya atas pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, maupun perasaan yang telah kalian curahkan untuk penyusun dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Jazakumullah khairan:

Keluarga besar DIII Analisis Kimia Universitas Islam Indonesia, dosen-dosen terkhusus Ibu Reni Banowati, staff-staff prodi terkhusus mas Rizal, serta teman-teman angkatan 2014.

Sahabat-sahabat yang saya banggakan semoga kita semua selalu dalam kebaikan, saling support dan bersama sampai surga-Nya.

(8)

viii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Agung Muhammad SAW dan para sahabat yang senantiasa istiqomah menjalankan agama-Nya. Berkat pertolongan dan rahmat Allah SWT penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan dengan judul Verifikasi Metode Penentuan Kadar Total Sugar As Invert (TSAI) dalam Molasses dengan Metode Lane Eynon.

Laporan Praktik Kerja Lapangan ini merupakan salah satu syarat agar dapat memperoleh derajat Ahli Madya (A.Md.Si) Diploma III Analisis Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Selama proses penyusunan laporan ini penyusun telah mendapatkan bantuan dan bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Allwar M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia.

2. Bapak Thorikul Huda, S.Si., M.Sc. selaku Ketua Program Studi D III Analisis Kimia Universitas Islam Indonesia.

3. Ibu Reni Banowati I, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja Lapangan Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan izin, arahan, dan bimbingan atas pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan.

4. Bapak Khoerul Amin selaku Kepala Bagian Quality Assurance di PT. Miwon Indonesia Gresik yang telah memberikan izin penulis melaksanakan Prakrik Kerja Lapangan.

5. Bapak Angga Pratama selaku Kepala Laboratorium yang telah memberikan pengarahan dan membimbing dalam Praktik Kerja Lapangan.

6. Dosen-dosen dan Staff Program Studi D III Analisis Kimia FMIPA UII atas semua bantuan dan ilmu yang telah diberikan.

(9)

ix

7. Seluruh analis dan karyawan laboratorium PT. Miwon Indonesia Gresik yang telah membantu penulis dengan memberikan wawasan, arahan, dan nasihat selama melaksanakan PKL.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, penulis mengharapkan arahan, bimbingan, kritik dan saran yang membangun demi terciptanya laporan yang lebih baik untuk selanjutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun semua pihak yang terkait.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, 15 Januari 2018 Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... v

MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan ... 2 1.4 Manfaat ... 3

BAB II DASAR TEORI... 4

2.1 Gambaran Umum PT. Miwon Indonesia ... 4

2.2 Tetes Tebu ... 5

2.3 Total Sugar as Invert ... 7

2.4 Metode Lane Eynon ... 9

2.5 Verifikasi Metode.. ... 11

2.5.1 Presisi... 12

2.5.2 Akurasi... 14

2.6 Ketidakpastian Pengukuran ... 16

BAB III METODOLOGI ... 18

3.1 Alat ... 18

3.2 Bahan ... 18

3.3 Cara Kerja ... 18

(11)

xi

3.3.2 Preparasi Larutan Contoh TSAI ... 19

3.3.3 Analisa TSAI Metode Lane Eynon ... 19

3.3.4 Penentuan Presisi ... 19

3.3.5 Penentuan Akurasi ... 20

3.3.6 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 TSAI Metode Lane Eynon.. ... 21

4.2 Standarisai Larutan Fehling ... 24

4.3 Penentuan Presisi ... 25

4.4 Penentuan Akurasi ... 26

4.5 Penentuan Estimasi Ketidakpastian ... 27

4.5.1 Cara Kerja ... 27

4.5.2 Rumus ... 28

4.5.3 Diagram Tulang Ikan ... 28

4.5.4 Ketidakpastian Baku ... 29

4.5.5 Ketidakpastian Gabungan ... 30

4.5.6 Ketidakpastian Diperluas ... 32

4.5.7 Kontribusi Ketidakpastian ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran.. ... 34

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Sukrosa ... 8 Gambar 4.1 Reaksi Hidrolisis Glukosa dan Fruktosa ... 23 Gambar 4.2 Diagram Tulang Ikan ... 29

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Tetes Tebu... 7

Tabel 2.2 Tingkat Presisi Berdasarkan Konsentrasi Analit ... 14

Tabel 2.3 Nilai Recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel ... 16

Tabel 4.1 Hasil Standarisasi Larutan Fehling ... 24

Tabel 4.2 Hasil Penentuan Presisi Metode Uji ... 25

Tabel 4.3 Hasil Penentuan Akurasi Metode Uji ... 26

Tabel 4.4 Nilai Ketidakpastian Baku ... 30

Tabel 4.5 Penentuan Ketidakpastian Gabungan ... 31

Tabel 4.6 Hasil Nilai Ketidakpastian Pengukuran ... 32

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pembuatan Reagen Analisa TSAI ... 39

Lampiran 2 Skema Kerja ... 40

Lampiran 3 Tabel TSAI ... 43

Lampiran 4 Perhitungan Faktor Fehling ... 44

Lampiran 5 Perhitungan Parameter Verifikasi ... 45

Lampiran 6 Daftar Ketidakpastian Alat ... 48

Lampiran 7 Perhitungan Ketidakpastian Baku ... 49

(15)

xv

VERIFIKASI METODE PENENTUAN KADAR TOTAL SUGAR

AS INVERT DALAM TETES TEBU DENGAN METODE LANE

EYNON

Program Studi D III Analisis Kimia FMIPA UII Jl. Kaliurang Km 14.5, Yogyakarta 55584

Taufik Budi Prabawa NIM: 14231046

Email : taufikbudip28@gmail.com

INTISARI

Telah dilakukan verifikasi metode penentuan kadar Total Sugar As Invert (TSAI) dalam tetes tebu dengan metode Lane Eynon di Laboratorium Quality

Assurance PT. Miwon Indonesia Gresik. Penentuan ini bertujuan untuk memastikan

kemampuan laboratorium dapat menerapkan standard operating procedure (SOP) No 3133-PL02-118, menjamin mutu hasil uji dan menentukan parameter verifikasi antara lain kecermatan, keseksamaan, serta menentukan nilai estimasi ketidakpastian pengukuran.

Verifikasi metode bertujuan untuk memastikan penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu secara metode Lane Eynon memenuhi persyaratan untuk dilakukan uji rujin di laboratorium. Penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu secara Lane Eynon mengacu berdasarkan AOAC 968.28: Total Sugar in Molasses as Invert

Sugar using Lane Eynon Method. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan presisi

(%RSD) sebesar 0,87 % dan recovery sebesar 92,33 %. Nilai estimasi ketidakpastian pengukuran penentuan TSAI diperoleh sebesar 53,19 ± 0,34 % . Kontribusi nilai ketidakpastian terbesar disumbangkan oleh pengulangan (Repeatability). Berdasarkan data tersebut maka metode ini layak digunakan untuk analisis secara rutin di laboratorium QA PT. Miwon Indonesia.

Kata Kunci: molasses (tetes tebu), Total Sugar As Invert (TSAI), verifikasi metode uji, metode Lane Eynon.

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Molasses atau di Indonesia lebih dikenal dengan tetes tebu merupakan produk

sampingan dari industri pengolahan gula tebu, produk sampingan yang masih terdapat kadar total gula yang cukup tinggi berkisar 48%-55%. Tetes tebu berbentuk cair kental berwarna coklat memiliki aroma yang manis khas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku etanol, alkohol, pembentuk asam sitrat, gasohol, dan monosodium glutamat (MSG).

PT. Miwon Indonesia adalah salah satu industri MSG yang berlokasi di Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Perusahaan memiliki standar bahan baku molasses dengan kadar total sugar as invert (TSAI) harus tidak kurang dari 48 %, maka setiap bahan baku molasses yang masuk harus diuji dengan penentuan TSAI secara metode Lane Eynon. Pemilihan metode Lane Eynon secara titrasi volumetri ini karena metode ini sederhana dengan hasil yang akurat, cepat, murah, dan aman.

Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisis. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa berperan sebagi agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Sukrosa dihidrolisis akan menghasilkan gula invert (inversi), gula inversi adalah produk dari pemecahan sukorsa menjadi glukosa dan fruktosa. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya. Cara uji gula mengacu pada AOAC 968.28: Total Sugar in Molasses as Invert Sugar using Lane Eynon Method. Sesuai AOAC 968.28 untuk pengukuran TSAI digunakan metode Lane Eynon, yaitu metode volumetri dengan larutan standar kupri terdiri dari dua larutan Fehling A dan Fehling B bereaksi akan mengikat gula reduksi dalam sampel tetes tebu membentuk kupro oksida (Cu2O) (Poedjiadi, 1994).

(17)

2

Metode uji total sugar as invert (TSAI) dalam tetes tebu menjadi uji rutin pada laboratorium PT. Miwon Indonesia. Metode ini merupakan metode baku yang mengacu pada AOAC 968.28 tentang uji gula reduksi (dihitung sebagai gula inversi) secara metode Lane Eynon. Verifikasi metode pengujian bertujuan untuk memastikan, membuktikan ulang dan mengevaluasi metode uji yang digunakan dalam penentuan TSAI pada molasses apakah mempunyai kesesuaian dalam penggunaannya yang dimaksud atau belum. Parameter verifikasi metode meliputi presisi, akurasi dan ketidakpastian pengukuran. Penentuan presisi dilakukan bertujuan untuk mengetahui kedekatan hasil analisis yang diperoleh dari serangkaian pengukuran ulang dari ukuran yang sama, sedangkan penentuan akurasi bertujuan mengetahui ketepatan hasil analisis sesuai kadar sebenarnya, dan penetuan ketidakpastian pengukuran bertujuan memperkirakan kesalahan yang terkait berbagai tahap analisis (Riyanto, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil penentuan kadar total sugar as invert (TSAI) dalam tetes tebu dengan metode Lane Eynon ?

2. Bagaimana hasil verifikasi metode penentuan total sugar as invert (TSAI) dalam tetes tebu metode Lane Eynon dengan parameter presisi, akurasi, dan estimasi ketidakpastian ?

1.3 Tujuan

Tujuan yang diperoleh dari verifikasi metode penentuan kadar total sugar as

invert (TSAI) dalam tetes tebu adalah:

1. Mengetahui kadar TSAI dalam tetes tebu secara kuantitatif.

2. Menentukan nilai parameter verifikasi metode uji kadar TSAI dalam tetes tebu dengan metode Lane Eynon.

(18)

3 1.4 Manfaat

Manfaat dari Praktik Kerja Lapangan ini adalah mengetahui kadar TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon dan hasil verifikasi metode tersebut mampu menghasilkan data yang valid atau sesuai tujuan sehingga dapat digunakan untuk analisis rutin di laboratorium.

(19)

4 BAB II

DASAR TEORI

2.1 Gambaran Umum PT.Miwon Indonesia

PT. Miwon Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri bahan tambahan makanan. PT. Miwon Indonesia didirikan atas joint

venture (kerja sama) antara pengusaha Miwon Co. Ltd Seoul, Korea Selatan dengan

PT. Renajaya dengan status penanaman modal (BKPM) yang dikeluarkan pada tanggal 21 September 1974 di Jalan Perintis Kemerdekaan no.3 kawasan industri Pulo Gedung Jakarta Timur. Tahun 1974 PT. Miwon Indonesia memindahkan pabriknya ke Desa Driyorejo Kabupaten Gresik Jawa Timur, sedangkan kantor pusat tetap berada di Jakarta, jalan Gatot Subroto kav. 27 Jakarta Selatan.

Inspeksi Pajak Mojokerto menetapkan tanggal 1 September 1976 sebagai awal pemasaran produksi (Comercial Production) yang sekaligus sebagai pertanda produksi awal dari PT. Miwon Indonesia. Pada tahun 1978 PT. Miwon Indonesia mendapatkan ijin usaha tetap dari Menteri Peridustrian RI berdasarkan Surat Ijin Usaha Tetap Nomor 47 tahun 1978. Sedangkan pada tahun 1980 mendapatkan ijin perluasan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang meliputi bangunan fisik, peralatan proses, dan kebutuhan lain berdasarkan ijin perluasan Nomor 28 tahun 1980. Produksi PT. Miwon Indonesia telah terdaftar di Direktorat Jendral Hak Cipta, Hak Paten dan Merek Departemen Kehakiman RI dengan nomor 19314, dan di Departemen Agama RI Nomor 390 tahun 1979.

Lokasi perusahaan Jalan Driyorejo Km. 24 Krian Gresik, Kesambenwetan Driyorejo Kabupaten Gresik Jawa Timur kode pos 61177. Lokasi tersebut ±25 Km dari Kota Surabaya dan berdiri di areal tanah seluas 336.000 m2. Berikut titik lokasi PT. Miwon Indonesia.

Sebelah Utara : Jalan raya Driyorejo Sebelah Timur : Pemukiman penduduk Sebelah Selatan : Pemukiman penduduk Sebelah Barat : Sungai Mas

(20)

5

PT. Miwon Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1973 secara konsisten sampai dengan saat memfokuskan diri pada Industri Monosodium Glutamate (MSG) atau di kalangan masyarakat dikenal dengan istilah penyedap rasa. MI-WON adalah salah satu merek dagang perusahaan yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat luas. Loyalitas masyarakat terhadap penyedap rasa MI-WON inilah yang membuat perusahaan tetap dapat bertahan dan terus berkembang, di Indonesia sampai dengan saat ini.

2.2 Tetes Tebu

Molasses atau tetes tebu merupakan produk sampingan dari industri

pengolahan gula tebu atau gula bit yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. Molasses yang hasil dari industri gula tebu di Indonesia dikenal dengan nama tetes tebu. Kandungan sukrosa dalam tetes tebu cukup tinggi, berkisar 30%-40% dengan rata-rata kadar sukrosa dalam tetes tebu adalah 35 % (Toharisma dan Santosa, 1999). Tetes tebu berbentuk cairan kental berwarna cokelat ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku etanol, alkohol, pembentuk asam sitrat, MSG, dan gasohol (Widyanti, 2010).

Tetes tebu didapatkan dari hasil pemisahan dengan kristal gula pada pengolahan gula tebu. Proses pengolahan diawali dengan penggilingan tebu untuk mengeluarkan nira mentah yang berbentuk jus, setelah itu nira mentah akan memasuki proses pemurnian untuk mendapatkan nira jernih dengan cara mengendapkan nira kotor. Nira jernih memasuki proses penguapan yang bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi sampai dengan tingkat jenuhnya. Nira kental hasil dari proses penguapan akan melalui proses pembentukan kristal gula melalui pemasakan, setelah kristal terbentuk dan melalui tahap pendinginan dilakukan pemisahan menggunakan alat pemusing dan penyaring sehingga didapatkan gula mentah dan tetes tebu (Paturau, 1982).

Ada beberapa jenis Molasses yang dibedakan dalam warna, konsistensi, rasa dan konten gula:

(21)

6

Tetes tebu ini didapatkan saat pertama kali jus tebu dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal dan berwarna jernih. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas 1.

2.Dark Molasses (kelas 2)

Tetes tebu ini diperoleh saat proses kristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut juga dengan istilah dark. Tetes tebu ini lebih tebal, gelap dan kurang manis.

3.BlackstrapMolasses (kelas 3)

Tetes tebu ini diperoleh dari kristalisasi terakhir. Warna black strap ini memang mendekati hitam (coklat tua) sehingga tidak salah jika diberi nama

Blackstrap sesuai dengan warnanya. Tetes tebu jenis ini memiliki warna yang lebih

gelap dan lebih tebal, dan juga cenderung memiliki rasa yang pahit. Tetes tebu

blackstrap adalah jenis yang paling pekat dan mengandung banyak vitamin dan

mineral. Karena alasan tersebut, tetes tebu ini disebut banyak memiliki khasiat untuk kesehatan.

4.Un-sulfured dan sulfured

Tetes tebu yang dilabeli sulfured mengandung dioksida sulfur. Dioksida sulfur berperan sebagai pengawet dan mencegah agar tidak bau. Beberapa jenis sulfur cenderung kurang manis dibandingkan produk un-sulfured.

Tetes tebu mengandung protein atau serat makanan dan dekat dengan tidak ada lemak. Pemanfaatan molasses tidak lepas dari kandungan atau komposisi yang ada dalam tetes tebu. Tetes tebu mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol, asam sitrat, dan campuran kecap. Selama masa penyimpanan tetes tebu tidak akan mengalami banyak perubahan sifat fisis maupun kimia, karena sifat dari tetes tebu itu sendiri mempunyai pH 5,5-6,5 dan berada dalam kondisi pekat sehingga konsentrasi gula dalam tetes tebu cukup tinggi dapat memberikan efek pengawetan pada tetes tebu (Prescott and Dunn,1990). Komponen yang terkandung dalam tetes tebu dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(22)

7 Tabel 2.1. Kandungan Tetes Tebu (Toharisma dan Santosa, 1999) No. Kandungan Kisaran (%) Rata-rata (%)

1 Air 17 - 25 20

2 Senyawa organik

Sakarosa 30 – 40 35

Glukosa 4 – 9 7

Fruktosa 5 – 12 9

Gula reduksi lain 1 – 5 3

Protein kasar 2,5 – 4,5 4 Asam amino 0,3 – 0,5 0,4 3 Senyawa anorganik K2O 4,80 CaO 1,20 MgO 0,98 Na2O 0,10 Fe2O3 0,12 SO3 1,90 Cl 1,80 P2O5 0,6

SiO2 tak larut 0,6

4 Wax, fosfolipid, dan sterol 0,40 5 Vitamin (μ/g)

Biotin (H) 2

Cholin (B4) 8,80

Asam folat (B komplek) 0,35

Niacin (B komplek) 23

Riboflavin (B2) 40

Asam pantothenat (B komplek) 2,50

Pyridoxine (B6) 4

Thiamine (B1) 0,80

2.3 Total Sugar as Invert

Kadar gula pereduksi (reducing sugar) adalah jumlah kadar gula dalam sampel. Gula pereduksi berperan dalam reaksi Maillard yaitu reaksi pencoklatan non-enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein (Khopar, 2003).

(23)

8

Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Analisis gula pereduksi dengan metode Lane Eynon dilakukan secara volumetri dengan titrasi. Metode ini digunakan untuk penentuan gula pereduksi dalam bahan padat atau cair seperti laktosa, glukosa, fruktosa, dan maltosa (Khopar, 2003).

Karbohidrat sebagian bersifat gula pereduksi. Gula pereduksi adalah golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron. Contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi (Lehninger, 1982).

Contoh gula nonpereduksi adalah sukrosa, rafinosa, stakiosa, dan verbakosa. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C-1 pada gugus glukosanya, karena itu laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat nonpereduksi (Lehninger, 1982)

Sukrosa adalah senyawa oligosakarida yang berbentuk cair (sirup). Sukrosa bukan gula mereduksi dan tidak mengalami perubahan putaran yang disebut mutarotasi apabila dilarutkan dalam air. Jika sukrosa dihidrolisa menghasilkan suatu campuran glukosa dan fruktosa, yang disebut gula inversi. Gula inversi adalah perubahan arah dari putaran sinar terpolarisasi oleh campuran hasil hidrolisa. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam. Gula inversi ini tidak dapat berbentuk kristal karena kelarutannya sangat besar (Winarno, 1984). Putaran spesifik dari sukrosa +66,5° sedangkan gula inversi -39,7°. Putaran optik tersebut menghasilkan harga negatif dari jumlah putaran optik glukosa +52,7° dan fruktosa -92,4° (Fessenden dan Fessenden, 1997). Reaksi hidrolisis sukrosa adalah :

C12H22O11 2C6H12O6

sukrosa monosakarida invertase

(24)

9

Kecepatan hidrolisis akan semakin besar dengan meningkatnya keasaman dan tingginya suhu, sedangkan waktu juga dapat menyebabkan perusakan yang semakin besar (Soejardi, 1974). Sukrosa ialah disakarida yang terdiri dari α- D- glukopiranosil dan β-D-fruktofuranosida (Murray et al.,1996). Struktur sukrosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Sukrosa

2.4 Metode Lane Eynon

Penentuan gula dengan metode Lane Eynon adalah dengan cara menitrasi reagen soxhlet (Fehling A dan Fehling B) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan contoh yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane Eynon. Agar diperoleh penentuan yang tepat maka reagen Soxhlet perlu distandarisasi dengan larutan gula standar. Standarisasi ini dikerjakan untuk menentukan besarnya faktor koreksi dalam menggunakan tabel Lane Eynon. Titrasi reagen soxhlet dengan larutan gula akan berakhir apabila warna larutan berubah dari biru menjadi tidak berwarna. Indikator yang digunakan pada cara ini adalah methilen biru (Ermaiza, 2009).

Metode Lane Eynon adalah metode titrasi (volumetri) untuk penentuan gula pereduksi. Penentuan gula reduksi dengan metode ini didasarkan atas pengukuran standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan hilangnya warna indikator

(25)

10

metilen biru. Titik akhir titrasi merupakan jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga (Apriyanto et al., 1989).

Titrasi Lane Eynon digunakan untuk menghitung kadar gula tereduksi. Melalui metode ini dapat diketahui sisa gula reduksi yang terdapat dalam larutan, sehingga dapat dihitung berapa konversi yang diperoleh. Titrasi ini menggunakan indikator metilen biru. Perubahan warna yang terjadi adalah dari biru hingga semua warna biru hilang berganti menjadi kemerahan yang menandakan adanya endapan tembaga oksida. Warna dapat kembali menjadi biru karena teroksidasi oleh udara. Reaksi oksidasi dapat dicegah dengan cara titrasi dilangsungkan dengan mendidihkan larutan yang dititrasi sehingga uap dapat mencegah kontak dengan udara dan mencegah terjadinya oksidasi kembali (Sudarmadji et al., 1997).

Metode ini didasarkan pada sifat aldehid dan keton yang dapat mereduksi larutan alkali, dalam hal ini digunakan tembaga tartrat yang dikenal sebagai larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Larutan Fehling yang digunakan merupakan campuran larutan tembaga (III) sulfat dalam larutan Fehling A dan larutan alkali tartrat dalam larutan Fehling B. Gula reduksi merupakan reduktor kuat sedangkan Cu2+ merupakan oksidator lemah. Gula mereduksi Cu2+ membentuk endapan Cu2O

yang berwarna merah bata. Terbentuknya endapan berwarna merah yaitu kupro oksida (Cu2O), gugus aldehid pada glukosa akan mereduksi ion tembaga (II)

menjadi tembaga (I) oksida. Larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai (Sudarmadji

et al., 1997). Persamaan setengah reaksi untuk larutan Fehling dapat digambarkan

sebagai berikut :

RCHO (gula pereduksi) + 2Cu2+ + 4OH- RCOOH + Cu2O + 2H2O

Metode Lane-Eynon digunakan untuk menentukan dekstrosa, maltose dan gula terkait yang terkandung dalam sirup glukosa dengan cara mereduksi tembaga sulfat (CuSO4) dalam larutan fehling (Junk dan Pancoast, 1980). Dalam pereaksi

fehling ion Cu2+ direduksi menjadi Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O (Poedjiadi, 1994).

(26)

11

Gula reduksi dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol, yang kemudian enediol ini akan bereaksi dengan ion kupri (Fehling A) akan membentuk ion kupro dan campuran asam-asam. Ion kupro dalam suasana basa akan membentuk kupro oksida yang dalam keadaan panas mendidih akan mengendap menjadi endapan kupro oksida (Cu2O) (Mathews et al., 2000)

Faktor yang dipengaruhi metode ini adalah waktu reaksi, suhu, konsentrasi reagen, serta volume titran yang digunakan. Faktor–faktor tersebut penting untuk diperhatikan karena sangat mempengaruhi keakuratan hasil pengujian. Selain itu, metode ini memiliki beberapa kelemahan seperti metodenya rumit dan membutuhkan waktu yang lama, tidak dapat memisahkan jenis gula pereduksi secara spesifik, tidak dapat menentukan konsentrasi gula non-reduksi, serta hasilnya dapat terganggu oleh agen pereduksi lain selain gula pereduksi (Embuscado, 2014).

2.5 Verifikasi Metode Uji

Metode pengujian yang digunakan di laboratorium kimia analitik harus dievaluasi dan diuji untuk memastikan bahwa metode tersebut mampu menghasilkan data yang valid atau sesuai tujuan, maka metode tersebut harus di validasi atau verifikasi. Validasi dan verifikasi metode sangat diperlukan karena beberapa alasan yaitu validasi atau verifikasi metode merupakan elemen penting dari kontrol kualitas, validasi atau verifikasi membantu memberikan jaminan bahwa pengukuran akan dapat diandalkan. Validasi dan verifikasi metode adalah persyaratan peraturan dalam beberapa bidang.

Menurut ISO 17025 validasi adalah konfirmasi dengan pemeriksaan dan penyediaan bukti obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud yang terpenuhi. Menurut Eurochem (2000) validasi adalah konfirmasi melalui pemeriksaan dan penyediaan bukti obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk penggunaan yang dimaksudkan tertentu terpenuhi. Validasi atau verifikasi metode adalah proses pembentukan karakteristik kinerja dan keterbatasan metode dan identifikasi pengaruh yang mungkin merubah karakteristik ini dan sampai sejauh

(27)

12

mana sekarang juga proses verifikasi bahwa suatu metode cocok untuk tujuan, yaitu digunakan untuk memecahkan analitis tertentu masalah. Beberapa tujuan validasi dan verifikasi metode uji adalah (Riyanto, 2014):

1. Menerima sampel individu sebagai anggota dari populasi yang diteliti. 2. Mengakui sampel pada proses pengukuran.

3. Meminimalkan pertanyaan tentang keaslian sampel. 4. Memberikan kesempatan bagi resampling bila diperlukan.

Organisasi yang mengharuskan validasi metode uji adalah International Standards

Organization (ISO) yaitu ISO 17025, AOAC International (Association of Official Analytical Chemists), ASTM International (American Society for Testing and Materials), ILAC (International Laboratory accreditation Cooperation) (Riyanto,

2014). Menurut Eurochem (2000) beberapa parameter yang harus ditentukan dalam validasi metode adalah presisi dan akurasi

2.5.1 Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukan kedekatan antara nilai hasil pengukuran dari sampel yang homogen pada kondisi normal (sampel yang sama diuji secara berurutan dengan menggunakan alat yang sama). Uji presisi berarti kedekatan antar tiap hasi uji pada suatu pengujian yang sama untuk melihat sebaran diantara nilai benar. Hal ini mencerminkan kesalahan acak yang terjadi dalam sebuah metode. Suatu nilai ketelitian dinyatakan dalam relative standard deviation (% RSD). Besar presentase RSD menyatakan tingkat ketelitian analis, semakin kecil nilai % RSD yang dihasilkan maka semakin tinggi tingkat ketelitiannya (Riyanto, 2014).

Menurut Bievre dan Gunzler (1998), presisi dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability), ketertiruan (reproducibility) dan presisi antara (intermediate precision). Parameter presisi tersebut antara lain (Riyanto, 2014):

1. Keterulangan (repeatability)

Keterulangan adalah ketelitian yang diperoleh dari hasil pengulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, laboratorium, dan dalam interval

(28)

13 pemeriksaan waktu yang singkat. Pemeriksaan keterulangan bertujuan untuk mengetahui konsistensi analit, tingkat kesulitan metode dan kesesuaian metode.

2. Presisi Antara (intermediate precision)

Presisi antara merupakan bagian dari presisi yang dilakukan dengan cara mengulang pemeriksaan terhadap contoh uji dengan alat, waktu, analis yang berbeda, namun dalam laboratorium yang sama.

3. Ketertiruan (reproducibility)

Ketertiruan yaitu ketelitian yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode yang sama, namun dilakukan oleh analis, peralatan, laboratorium dan waktu yang berbeda.

Presisi dengan metode uji ditentukan dengan persamaan :

SD =√∑ (𝑥𝑖−𝑥) 𝑛 𝑖=1 𝑛−1 ... 2.1 % RSD = 𝑆𝐷𝑋 x 100% …………...……… 2.2 Keterangan: SD = Standar deviasi X = Nilai rata-rata

RSD = Relatif Standard Deviation

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan nilai %RSD ≤ 2%. Kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel dan kondisi laboratorium. Nilai RSD atau koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis (Harmita, 2004).

Menurut American Pre-veterinary Medical Assosiation (APVMA) tingkat presisi yang sebaiknya dipenuhi berdasarkan konsentrasi analit yang dianalisis (APVMA, 2004), dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tingkat Presisi Berdasarkan Konsentrasi Analit (APVMA, 2004) Jumlah komponen terukur dalam

(29)

14

X ≥ 10,00% y ≤ 2%

1,00% ≤ x ≤ 10,00% y ≤ 2%

0,10% ≤ x ≤ 1,00% y ≤ 1%

x ≤ 0,10% y ≤ 20%

Uji presisi dilakukan untuk mengetahui kedekatan atau kesesuaian antara hasil uji yang satu dengan yang lainnya pada serangkaian pengujian. Presisi hasil pengukuran digambarkan dalam bentuk persentase Relative Standar Deviation (%RSD). Uji presisi yang dilakukan termasuk jenis uji keterulangan (repeatability) (Riyanto, 2014).

Syarat keberterimaan digunakan persamaan koefisien variasi Horwitz sesuai Association of Analytical Chemist (AOAC, 2005). Sehingga dalam penelitian ini, uji presisi dilakukan dengan membandingkan antara % RSD dengan CV Horwitz. Nilai CV Horwitz merupaka suatu ketetapan yang digunakan untuk menentukan koefisiensi variasi dari data yang diperoleh, dengan persamaan:

CV Horwitz = 21-0,5logC………..…...……….. 2.3

dengan C adalah rata – rata konsentrasi larutan standar dikali 10-6 sebagai konversi dari ppm ke persen. %RSD harus lebih rendah dari 2/3 % CV Horwitz maka metode tersebut dikatakan memiliki presisi yang baik (AOAC, 2012). Presisi dapat pula ditentukan dengan repitabilitas, repitabilitas dikatakan baik jika nilai %RSD < 2/3% CV Horwitz.

2.5.2 Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (Gary, 1994). Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-plasebo recovery) atau metode penambahan (standars addition method). Metode yang digunakan dalam verifikasi metode ini adalah metode penambahan (standars addition method).

(30)

15

Metode penambahan baku (adisi) ini sampel dianalisis sejumlah tertentu analit yang diperiksa analit murni atau standar. Standar yang ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Analit yang ditambahkan dengan konsentrasi tertentu umumnya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan.

Parameter akurasi diukur dengan melakukan pengujian contoh spike yang diperkaya dengan standar. Recovery dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persyaratan untuk recovery adalah tidak boleh lebih dari 80% sampai 120% (Riyanto, 2014). Besarnya persentase recovery dapat dihitung dengan persamaan berikut:

%Recovery = 𝐶1𝐶−𝐶2

3 𝑥 100 %……...….…. 2.4

Keterangan :

C1 = konsentrasi dari analit dalam campuran contoh + sejumlah tertentu analit

C2 = konsentrasi dari analit dalam contoh

C3 = konsentrasi dari analit yang ditambahkan ke dalam contoh

Akurasi merupakan kemampuan metode analisis untuk memperoleh nilai benar setelah dilakukan secara berulang. Nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat metode tersebut (Khan dan Mark,1996). Menurut Harmita rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks (Harmita, 2004), dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai persen recovery berdasarkan nilai konsentrasi sampel (Harmita, 2004)

Analit pada matriks sampel Recovery yang diterima (%)

10 < A ≤ 100 (%) 98-102

1 < A ≤ 10 (%) 97-103

0,1 < A ≤ 1 (%) 95-105

0,001 < A ≤ 0,1 (%) 90-107 100 ppb < A ≤ 1 𝑝𝑝𝑚 80-110

(31)

16

10 ppb < A ≤ 100 𝑝𝑝𝑏 60-115

1 < A ≤ 10 𝑝𝑝𝑏 40-120

2.6 Estimasi Ketidakpastian Pengukuran

Ketidakpastian merupakan suatu rentang nilai hasil pengukuran yang menunjukan suatu nilai benar. Menurut dokumen standar Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi ISO/IEC 17025:2005 diatur persyaratan mengenai ketidakpastian, yaitu dalam butir 5.4.6. Standar itu diatur bahwa laboratorium wajib mempunyai dan menerapkan prosedur untuk mengestimasi ketidakpastian pengukuran. Estimasi ketidakpastian tersebut harus wajar (reasonable) dan didasarkan pada pengetahuan atas unjuk kerja metode, dan harus menggunakan data-data yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya serta data validasi metode.

Ketidakpastian pengukuran terdiri dari banyak komponen. Beberapa komponen dapat dievaluasi dari ditribusi statistik hasil seri pengukuran dan dapat ditandai dengan standar deviasi. Komponen lain dapat dicirikan oleh standar penyimpangan, dievaluasi dengan cara diasumsikan mengikuti probabilitas distribusi berdasarkan pengalaman atau informasi lainnya. Terdapat dua komponen ketidakpastian yakni tipe A ketidakpastian berdasarkan pekerjaan eksperimental dan dihitung dari rangkaian berulang. Tipe B yakni ketidakpastian berdasarkan informasi atau data yang dapat dipercaya. Perhitungan estimasi ketidakpastian pengukuran dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa data pengukuran akurat serta memberikan hasil yang valid (Riyanto, 2014).

Ketidakpastian berkaitan dengan konsep umum keraguan. Ketidakpastian tidak menyiratkan keraguan tentang validasi pengukuran, sebaliknya pengetahuan tentang ketidakpastian berarti meningkatkan keyakinan terhadap validitas dari hasil pengukuran. Prakteknya, ketidakpastian hasil mungkin timbul dari berbagai sumber kemungkinan, termasuk definisi lengkap seperti contoh, pengambilan sampel, efek matriks dan gangguan, kondisi lingkungan, ketidakpastian massa dan volumetrik peralatan, nilai acuan, perkiraan dan asumsi yang tergabung dalam metode

(32)

17 pengukuran dan prosedur, serta variasi acak (Riyanto, 2014). Tahapan-tahapan menentukan ketidakpastian (Eurochem, 2000), yaitu:

1. Skema kerja.

2. Menentukan formula atau rumus. 3. Menentukan diagram tulang ikan. 4. Menentukan ketidakpastian baku. 5. Menentukan ketidakpastian gabungan. 6. Menentukan ketidakpastian diperluas.

(33)

18 BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam menentukan kadar TSAI dalam tetes tebu menggunakan metode Lane Eynon adalah gelas beaker 100 mL, spatula, neraca analitik, botol akuades, pipet ukur 10 mL, labu ukur 250 mL, waterbath, stopwacth, pipet volume 4 ml, pipet volume 5 mL, erlenmeyer, corong, buret 50 mL, kompor listrik, statif, batu didih, pipet tetes, dan penutup erlenmeyer.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam menentukan kadar TSAI dalam tetes tebu menggunakan metode Lane Eynon adalah akuades, larutan Fehling A, larutan Fehling B, larutan EDTA 4 %, larutan NaOH 4 N, larutan NaOH 1 N, larutan HCl pekat 37 %, larutan HCl 1:1 (v/v), indikator phenolphtelain ( PP) 1 % (w/v), indikator metilen blue (MB) 1 %.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Standarisasi Larutan Fehling

Sebanyak 9,5 g sukrosa dilarutkan dengan 100 mL air suling dalam labu ukur 1 Liter, ditambah 5 mL HCl 37 % dan didiamkan selama 24 jam. Larutan ditambah 3 tetes indikator PP dan ditambah NaOH 1N sambil digoyang sampai berubah warna merah, ditambahkan 2 tetes HCl 37 % hingga warna merah muda hilang. Larutan ditepatkan dengan air suling sampai tanda tera. Sebanyak 50 mL larutan standar 1 dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditepatkan dengan air suling sampai tanda batas (larutan standar yang mengandung gula invert 2 mg/mL). Masing-masing 5 mL larutan Fehling A dan larutan Fehling B dimasukkan ke dalam erlenmeyer beserta 3 butir batu didih, dititrasi 15 mL larutan standar dari buret. Larutan didihkan diatas hotplate selama 2 menit, setelah mendidih ditambah

(34)

19

4 tetes indikator metilen blue dan dilanjutkan titrasi sampai terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi endapan merah bata dalam waktu 1 menit.

3.3.2 Preparasi Larutan Contoh TSAI

Sebanyak 1,25 g sampel tetes tebu dilarutkan 100 mL air suling dalam labu ukur 250 mL. Sebanyak 10 mL larutan HCl 1:1 ditambahkan dan larutan dipanaskan dalam waterbath suhu 60°C selama 15 menit. Larutan didinginkan dengan cara ditempatkan pada air yang mengalir. Sebanyak 2-3 tetes indikator PP ditambahkan dan NaOH 4 N sambil digoyangkan sampai merah, ditambahkan 4 mL EDTA 4%, ditepatkan dengan air suling sampai tanda batas dan digojog sampai homogen (larutan ini memiliki konsentrasi 0,5 g sampel/100mL).

3.3.3 Penentuan TSAI Metode Lane Eynon

Sebanyak 5 mL masing-masing larutan Fehling A dan Fehling B dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan larutan contoh sebanyak 15 mL dari buret. Batu didih ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan larutan dididihkan di atas

hotplate. Setelah larutan mendidih ditambahkan 4 tetes indikator metilen blue dan

dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi endapan merah bata dalam waktu 1 menit.

3.3.4 Penentuan Presisi

Sebanyak 7 buah erlenmeyer disiapkan, dipipet 5 mL masing-masing larutan Fehling A dan Fehling B dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan contoh sebanyak 15 mL dari buret. Batu didih ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan didihkan di atas hotplate. Larutan yang telah mendidih ditambahkan 4 tetes indikator metilen blue. Titrasi dilanjutkan sampai terbentuk endapan berwarna merah bata dalam 1 menit dan dicatat volume titrasi. Prosedur diulangi sebanyak 7 kali dengan larutan contoh sama.

(35)

20 3.3.5 Penentuan Akurasi

Sebanyak 1,25 g sampel tetes tebu ditambahkan standar glukosa sebanyak sehingga diperoleh kadar target 6 %; 8 %; dan 10 %, kemudian dilarutkan 100 mL dengan air suling dalam labu ukur 250 mL. Sebanyak 2-3 tetes indikator PP dan ditambahkan NaOH 4 N sambil digoyangkan sampai timbul warna merah. Larutan ditambah 4 mL EDTA 4 % dan ditepatkan dengan air suling sampai tanda batas dan digojog sampai homogen. Sebanyak 5 mL Fehling A dan Fehling B dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan contoh sebanyak 15 mL dari buret. Batu didih disiapkan ke dalam erlenmeyer dan didihkan di atas hotplate. Larutan yang telah mendidih ditambahkan 4 tetes indikator metilen blue. Titrasi dilanjutkan sampai terjadi perbubahan warna dari warna biru menjadi endapan merah bata dalam waktu 1 menit dan dicatat volume titrasi.

3.3.6 Penentuan Estimasi Ketidakpastian Pengukuran

Penentuan estimasi ketidakpastian dilakukan dengan cara menghitung nilai ketidakpastian baku, ketidakpastian gabungan, dan ketidakpastian diperluas dari masing-masing faktor yang mempengaruhi nilai ketidakpastian.

(36)

21 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.4 Penentuan TSAI Metode Lane Eynon

Total sugar as invert (TSAI) dapat diartikan jumlah gula sebagai inversi

ialah jumlah semua gula yang ada di dalam suatu larutan yang dihitung sebagai gula reduksi setelah larutan tersebut diinversi dengan asam. Kandungan tetes tebu terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa merupakan yang terbesar. Sukrosa bersifat non pereduksi, dengan demikian sukrosa dihirolisis dengan katalis asam anorganik (asam klorida) dan asam organik (asam tartrat) menghasilkan produk gula inversi (glukosa dan fruktosa) (Suwarno et al., 2015). Produk hasil pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan perbandingan 1:1 jumlahnya disebut gula reduksi (Lestari et al., 2011). Jumlah gula reduksi menjadi lebih banyak berasal dari sukrosa dan dari gula reduksi asal.

Tetes tebu sebagai bahan baku utama PT. Miwon Indonesia harus melewati rangkaian uji kadar gula reduksi. Standar bahan baku tetes tebu digunakan minimal sebesar 48 % kadar gula, sebab besar kadar gula dalam bahan baku tetes tebu akan mempengaruhi banyaknya hasil produksi MSG. Uji kadar gula dalam bahan baku tetes tebu yang dilakukan oleh PT. Miwon menggunakan metode uji sesuai AOAC 968.28 Total Sugar in Molasses as Invert Sugar using Lane Eynon Method.

Pengambilan sampel tetes tebu dilakukan pada saat tangki truk sampel tiba di PT. Miwon Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali secara acak pada satu tangki truk. Sampel dijadikan satu wadah dan dilakukan pengadukan sampai homogen. Langkah-langkah yang dilakukan analisis berupa standarisasi larutan Fehling dengan penentuan faktor Fehling, pengujian sampel dengan penentuan gula reduksi yang dihitung sebagai gula inversi, dan pengujian parameter verifikasi metode uji (presisi, akurasi dan ketidakpastian pengukuran)

Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan melarutkan 1,25 gram ke dalam labu ukur 250 mL dengan akuades 100 mL dan ditambahkan 10 mL HCl 1:1 yang bertujuan untuk menghidrolisis sukrosa yang ada dalam larutan tetes tebu. Larutan tersebut kemudian dipanaskan ke dalam waterbath pada suhu 60°C selama

(37)

22

15 menit untuk mempercepat hidrolisis, digunakan suhu 60°C karena suhu optimum dalam reaksi hidrolisis adalah ±70°C (Suwarno et al., 2015). Larutan bersifat asam karena penambahan HCl berlebih, maka larutan dinetralkan dengan larutan NaOH dan dibantu indikator PP ditandai dengan larutan berubah warna menjadi merah muda. Penambahan EDTA bertujuan mengikat Ca dan membentuk kompleks yang stabil. Kalsium sebagai pengotor dalam tetes tebu akan membentuk senyawa komplek dengan gula reduksi, sehingga sifat pereduksi akan hilang (Dunsmore et al., 1980). Reaksi yang terjadi penambahan EDTA (H4Y) adalah :

Ca2+(s) + H4Y(aq) CaH2Y(aq) + 2H+(aq)

Penentuan TSAI metode Lane Eynon dilakukan dengan cara larutan sampel menitrasi campuran larutan Fehling A dan larutan Fehling B. Larutan Fehling A (CuSO4 dalam air) sebagai oksidator yang akan tereduksi oleh gula, dalam pereaksi

ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+. Larutan Fehling B (larutan garam kalium-natrium tartrat dalam air) sebagai agen pengikat gula pereduksi dan larutan suasana basa oleh NaOH, ion Cu+ yang akan diendapkan sebagai Cu2O sebagai titik akhir

titrasi ditandai terbentuknya merah bata (Wibraham dan Matta, 1992).Pada titik akhir titrasi akan diamati bahwa warna biru dari larutan akan hilang dan warna larutan kembali merah dengan adanya endapan merah bata, hal tersebut terjadi karena Cu2+ yang ada pada reagen Fehling telah habis direduksi maka gula yang ditambahkan berlebih ketika titrasi digunakan untuk mereduksi metilen biru yang mana metilen biru dalam keadaan tereduksi adalah tidak berwarna (Kumar et al., 2012).

Tetes tebu mengandung sukrosa dalam jumlah cukup dominan, disamping glukosa dan fruktosa. Perhitungan TSAI menggunakan tabel konversi volume titrasi dengan mg gula reduksi dalam 100 mL titran yang dibutuhkan untuk mereduksi 10 mL larutan Fehling, maka keberadaan sukrosa dalam 100 mL dalam larutan sampel diubah menjadi gula inversi (glukosa dan fruktosa) agar semua gula terukur dapat mereduksi 10 mL reagen Fehling. Berikut reaksi hirolisis sukrosa (glukosa dan fruktosa) yang terjadi pada Gambar 4.1.

(38)

23 Gambar 4.1 Reaksi Hidrolisis Glukosa Dan Fruktosa (Fessenden dan

Fessenden, 1997)

Pereaksi Fehling bersifat mereduksi, akan tetapi juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Larutan Fehling A adalah CuSO4 dalam air berfungsi sebagai agen

pengoksidasi yang akan tereduksi oleh gugus aldehid dalam gula. Fehling B adalah larutan garam potasium sodium tartat tetrahidrat dan NaOH dalam air. Gula reduksi bereaksi dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol, selanjutnya enediol bereaksi dengan ion kupri terdapat pada larutan Fehling B akan membentuk ion kupro dalam suasana basa dalam keadaan panas mendidih akan mengendap

CH2OH H H H OH OH OH CH2OH COO -CH2OH OH H H H OH CuSO4.H2O (Fehling) OH

+

Cu2O Endapan merah bata OH

-Glukosa Asam Glukonat

OH H H OH CH2OH H H H OH OH OH CH2OH O CH2OH OH H H H OH OH

+

Cu2O Endapan merah bata CuSO4.H2O (Fehling) OH

-Fruktosa Asam Fruktonat

C O

CHOH COH

(39)

24

terbentuk kupro oksida (Cu2O). Endapan kupro oksida ini menunjukkan gula

reduksi yang terikat oleh pereaksi larutan Fehling dalam sampel molasses.

3.5 Standarisasi Larutan Fehling

Standarisasi larutan fehling dilakukan untuk mengetahui nilai faktor fehling yang digunakan tersebut. Standarisasi larutan fehling digunakan standar gula invert yaitu sukrosa. Standar gula yang digunakan sukrosa untuk menguji kemampuan larutan fehling yang akan digunakan, karena sifat sukrosa tidak dapat mereduksi dalam analisa dan setelah dihidrolisa sukrosa tersebut akan terpecah membentuk glukosa dan fruktosa yang akan bereaksi dengan fehling. Standarisasi larutan fehling menggunakan standar gula invert adalah sukrosa sebesar 9,5 gram (99,5 %). Hasil standarisasi larutan fehling dapat dilihat tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Standarisasi Larutan Fehling Pengulangan Massa Sukrosa

(mg) Volume Titrasi (mL) Faktor Fehling 1 9512,5 25,61 1,001 2 9522,1 25,52 1,005 3 9518,6 25,77 0,995 Rata-rata 25,63 1,000

Berdasarkan Tabel 4.1 rata – rata volume titrasi standarisasi larutan Fehling 3 kali pengulangan yaitu 25,63 mL. Volume rata-rata yang diperoleh mendekati nilai 25,64 dan faktor Fehling yang diperoleh 1 menunjukkan larutan Fehling tersebut relevan. Nilai 25,64 ialah volume larutan standar gula invert 2 mg/mL yang diperlukan untuk menitrasi 10 mL larutan Fehling jika konsentrasi larutan Fehling tepat.

3.6 Penentuan Presisi

Uji presisi dilakukan untuk mengetahui kedekatan dan kesesuaian antara hasil uji yang satu dengan yang lainnya pada serangkaian penngujian. Presisi hasil pengukuran digambarkan dalam bentuk presentase relative rtandar deviation

(40)

25

(%RSD). Uji presisi yang dilakukan termasuk jenis uji keterulangan (Repeatability). Uji keterulangan (repeatability) adalah ketelitian yang diperoleh dari hasil pengulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, laboratorium, dan dalam interval waktu yang singkat. Pemeriksaan keterulangan bertujuan untuk mengetahui konsistensi analit, tingkat kesulitan metode dan kesesuaian metode (Riyanto, 2015).

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan nilai %RSD  2 % (Riyanto, 2014). Kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel dan kondisi laboratorium. Hasil uji presisi untuk sampel molasses dapat dilihat dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penentuan Presisi Metode Uji

Pengulangan Massa Sampel (mg) Volume Titrasi (mL) Konversi Volume Titrasi (mg/100 mL) Kadar Ҳ (%) Ҳ-X' (Ҳ-X')2 1 1252 19,2 264,50 52,82 -0,39 0,14 2 1252 19,0 267,00 53,31 0,12 0,02 3 1252 19,1 265,75 53,06 -0,13 0,02 4 1252 18,8 270,00 53,91 0,72 0,53 5 1252 19,3 263,25 52,57 -0,63 0,39 6 1252 18,9 268,50 53,61 0,42 0,18 7 1252 19,1 265,75 53,06 -0,13 0,02 Rata-rata (X') 53,19 Σ 1,28 SD 0,46 %RSD 0,87 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui nilai relative standar deviation (%RSD) sebesar 0,87 %. Hasil ini menunjukkan bahwa metode uji yang digunakan pada penentuan TSAI dalam sampel tetes tebu memiliki ketelitian yang baik karena memenuhi syarat nilai %RSD yang diterima yaitu  2 %. Nilai presisi dapat

(41)

26

memberikan informasi bahwa metode ini dapat digunakan sebagai metode rutin laboratorium.

3.7 Penentuan Akurasi

Akurasi diartikan sebagai kedekatan hasil analisis terhadap nilai sebenarnya atau seberapa jauh hasil menyimpang dari harga yang sebenarnya (standar). Uji ini sangat baik dilakukan bila menggunakan certified refrence material (CRM). Penetapan akurasi pada pengujian dilakukan dengan cara uji perolehan kembali (recovery) karena tidak tersedia CRM. Analit yang ditambahkan ke dalam matriks contoh adalah sebesar 5,99 %, 8,07 %, dan 10,01 % dari rata-rata kadar sampel yaitu 53,19 %. Nilai recovery yang mendekati 100 % menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai sebenarnya. Hasil uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Penentuan Akurasi Metode Uji

m. Std glukos a (g) Kadar Targe t (%) m. Sampe l (mg) Kadar Sampe l (%) v. Titra n (mL) Konvers i v.titrasi (mg/100 mL) Kada r total (%) % Recover y 0,0756 5,99 1254,8 53,19 17,1 296,4 59,053 97,88 0,1019 8,07 1255,9 16,6 305,2 60,753 93,72 0,1261 10,01 1252,7 16,3 310,6 61,986 87,87 Rata-rata 92,33

Keterangan : m. Std = Massa standar v = Volume

m = Massa

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata persen perolehan kembali dari ketiga variasi penambahan standar ini menunjukkan tingkat akurasi yang memenuhi syarat keberterimaan, yaitu 80 % sampai 110 % (Riyanto, 2014). Nilai persen perolehan kembali yang baik adalah yang mendekati 100 %.

(42)

27

Hasil pengujian tidak tepat 100 % yang berarti menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan terhadap hasil yang sebenarnya.

Penentuan akurasi metode biasanya terdapat kesalahan-kesalahan yang menyebabkan nilai akurasi yang diperoleh kecil atau tidak tepat 100%, kesalahan ini disebabkan karena adanya kesalahan personal seperti pemipetan dan kesalahan sistematis seperti peralatan atau pereaksi yang digunakan. Akan tetapi, kesalahan sistematik pada prinsipnya dapat diidentifikasi dan diperkecil.

3.8 Penentuan Estimasi Ketidakpastian

Estimasi nilai ketidakpastian pengukuran bertujuan untuk mengetahui dan memastikan bahwa hasil penentuan total gula reduksi dalam tetes tebu metode Lane Eynon di Laboratorium PT. Miwon Indonesia Gresik dapat dipertanggungjawabkan dengan metode yang digunakan dapat memberikan hasil yang valid. Perhitungan nilai ketidakpastian pengukuran ditentukan dari parameter sumber-sumber kesalahan yang digambar dalam diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan akan memberikan informasi sumber–sumber yang mempengaruhi ketidakpastian dalam penentuan TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon. Penentuan ketidakpastian pengukuran ini dapat ditentukan dengan beberapa langkah.

3.8.1 Cara Kerja

Langkah pertama, menentukan prosedur kerja pengujian. Suatu pengujian pasti memiliki prosedur kerja yang mana akan menunjang segala tindakan yang dilakukan dalam uji tersebut. Prosedur kerja yang dilakukan pada pengujian ini dapat dilihat dalam prosedur analisis sampel dengan titrasi volumetri metode Lane Eynon.

3.8.2 Rumus

Langkah kedua, penentuan ketidakpastian dari penentuan TSAI dalam tetes tebu dengan metode Lane Eynon yang didasarkan pada penggunaan rumus:

%TSAI = M.a X 25,64

V.b

X

250

(43)

28

Keterangan :

M.a = Massa gula reduksi yang dikonversi dari volume titrasi menggunakan Tabel Lane Eynon (mg/100mL) – Tabel gula inversi untuk 10 mL larutan Fehling

V.b = Volume titrasi standarisasi larutan fehling (mL)

250 = Volume total larutan yang dibuat dalam labu ukur (mL)

25,64 = Volume larutan standar gula invert 2 mg/mL yang diperlukan untuk menitrasi 10 mL larutan Fehling jika konsentrasi larutan Fehling tepat (mL) m.b = Massa sampel tetes tebu (mg)

3.8.3 Diagram Tulang Ikan

Langkah ketiga, rumus penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu dengan metode Lane Eynon tersebut juga digunakan untuk pembuatan diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan berfungsi untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut (Gaspersz, 1998). Diagram tulang ikan hasil analisis kadar TSAI dalam tetes tebu disajikan dalam Gambar 4.2.

Massa Sampel Faktor Fehling Buret 50 mL Kalibrasi Kalibrasi F. muai Pipet 5 mL F. muai F. muai Kalibrasi Kalibrasi

(44)

29 Gambar 4.2 Diagram Tulang Ikan

3.8.4 Ketidakpastian Baku

Langkah keempat adalah penentuan ketidakpastian baku. Ketidakpastian baku berasal dari faktor-faktor pokok yang teridentifikasi melalui diagram tulang ikan. Ketidakpastian baku dari penentuan TSAI dalam tetes tebu dengan metode Lane Eynon terdiri dari ketidakpastian konsentrasi, ketidakpastian massa, ketidakpastian volume, ketidakpastian pengulangan (presisi), ketidakpastian

%Recovery (akurasi), dan ketidakpastian kemurnian. Hasil perhitungan

ketidakpastian baku pada penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Nilai Ketidakpastian Baku

Sumber Ketidakpastian Ketidakpastian Baku

Volume titrasi sampel Buret (50 mL)

- Faktor muai 0,0116 mL

- kalibrasi 0,0433 mL

% TSAI

Volume Titrasi Sampel F. muai Kalibrasi Repeatability Neraca Kalibrasi Labu ukur 1 L F. muai Kalibrasi

(45)

30 Massa sampel Neraca - Kalibrasi 0,0004 gram Labu ukur (250 mL) - Faktor muai 0,1516 mL - Kalibrasi 0,0866 mL Faktor fehling 1. Buret (50 mL) - Faktor muai 0,0155 mL - Kalibrasi 0,0433 mL 2. Pipet ukur (5 mL) - Faktor muai 0,0030 mL - Kalibrasi 0,0289 mL 3. Neraca - Kalibrasi 0,0004 gram 4. Labu ukur (1 L) - Faktor muai 0,0303 mL - Kalibrasi 0,1443 mL Repeatability 0,1746 3.8.5 Ketidakpastian Gabungan

Langkah yang kelima yaitu penentuan ketidakpastian gabungan yang dapat dihitung melalui pembagian masing-masing ketidakpastian yang telah diperoleh dengan masing-masing nilai yang telah diketahui melalui proses pengujian dan dikuadratkan. Selanjutnya hasil pembagian dan pengkuadratan masing-masing nilai tersebut dijumlahkan dan diakar. Penentuan ketidakpastian gabungan dapat dilihat berdasarkan Tabel 4.5.

(46)

31 Sumber

Ketidakpastian Nilai (x) Satuan µ (x') µ (x'/x)

Volume titrasi sampel 19,06 mL 0,0448 0,002350

Massa sampel 1,25 g 0,0004 0,000320

Labu ukur 250 mL 0,1746 0,000698

Volume titrasi fehling 25,633 mL 0,0059 0,000230

Repeatability 1 - 0,1701 0,174600

Berdasarkan data pada Tabel 4.5 tersebut kemudian diolah ke dalam persamaan ketidakpastian gabungan.

Ug(I) = √

(µ (v.titrasi sampelv.titrasi sampel )2+ (µc (m.sampel)m.sampel )2+ (µc (labu ukur)labu ukur )2 + (µ𝑐 (faktor fehling)v.titrasi fehling )2+ (µc (repeatability)repeatability )2

= √ (0,0448 mL19,06 mL)2+ (0,0004 g1,25 g )2+ (0,1746 mL250 mL )2 + (0,0059 𝑚𝐿25,633 𝑚𝐿)2+ (0,17011 )2 = √(0,002350) 2+ (0,000320)2+ (0,000698)2 + (0,000230)2+ (0,174600)2 = 0,175 % Keterangan: μ(G) = ketidakpastian gabungan

Konsentrasi rata-rata kadar TSAI dalam sampel tetes tebu sebesar 53,19 % dengan menggunakan persamaan tersebut, maka diperoleh nilai ketidakpastian gabungan sebesar 0,175 %.

(47)

32 3.8.6 Ketidakpastian Diperluas

Langkah keenam, penentuan ketidakpastian diperluas diperoleh dengan mengalikan nilai ketidakpastian gabungan yang telah diperoleh dengan faktor cakupan, faktor cakupan yang digunakan adalah k = 1,96 dengan menggunakan selang kepercayaan 95%.

U = μG x K...………..……...……….…… 4.3 U = k x Ug

U = 1,96 x 0,175 % U = 0,34 %

Nilai ketidakpastian diperluas diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.3 yaitu sebesar 0,34 %. Ukuran ketidakpastian ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan yang terjadi atau untuk memenuhi kemungkinan yang memadai bahwa nilai hasil uji berada dalam rentang yang diberikan oleh ketidakpastian. Kadar TSAI dalam tetes tebu yang dianalisis dilaboratorium PT. Miwon Indonesia Gresik dengan sampel tetes tebu tanggal 26 Mei 2017 mengandung TSAI sebesar 53,19 %. Hasil nilai ketidakpastian kadar TSAI dalam molasses disajikan dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Nilai Ketidakpastian Pengukuran Sampel Kadar TSAI Estimasi

ketidakpastian Hasil analisis

Molasses 53,19 % 0,34 % 53,19 ± 0,34 %

3.8.7 Kontribusi Ketidakpastian

Langkah yang ketujuh, digunakan untuk mencari penyumbang sumber ketidakpastian terbesar dari beberapa deskripsi yang telah diketahui, sehingga dapat diperoleh ketidakpastian yang menyumbangkan ketidakpastian terbesar dalam analisis TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon. Data olahan untuk menentukan sumber-sumber ketidakpastian terbesar disajikan dalam Tabel 4.7.

(48)

33 Tabel 4.7 Kontribusi Ketidakpsatian Pengukuran

Ketidakpastian Asal Ketidakpastian relatif

Jumlah Kontribusi (%)

Volume titrasi sampel 2,35 x 10−3 1,32

Massa sampel 3,20 x 10−4 0,18

Labu ukur 6,98 x 10−4 0,39

Faktor fehling 2,30 x 10−4 0,13

Repeatability 1,746 x 10−1 97,98

Σ 0,1782 100

Tabel 4.7 menunjukkan besarnya tingkat kesalahan yang terjadi dalam penentuan kadar TSAI pada tetes tebu dengan metode Lane Eynon. Nilai konstribusi 97,98 % pada pengulangan (Repeatability) menunjukkan kontribusi penyumbang ketidakpastian terbesar. Hal ini dipengaruhi dari nilai standar deviasi dalam penentuan presisi, dikarenakan kesalahan dalam pembacaan volume titrasi pada buret analis menentukan titik akhir titrasi secara tepat.

BAB V

(49)

34 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian verifikasi metode penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon bertempat praktik kerja lapangan PT. Miwon Indonesia dapat disimpulkan bahwa::

1. Kadar TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon sebesar 53,19 % telah memenuhi standar bahan baku yang diterima PT. Miwon Indonesia sebesar 48 % – 55 %.

2. Hasil verifikasi metode penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon diperoleh nilai presisi (%RSD) sebesar 0,87 % telah memenuhi kriteria seksama, nilai akurasi (%Recovery) sebesar 92,33 % telah memenuhi syarat keberterimaan, dan nilai estimasi ketidakpastian sebesar 53,19 ± 0,34 % adalah wajar (reasonable), Metode uji telah memenuhi persyaratan uji parameter verifikasi sehingga dapat digunakan secara rutin di laboratorium.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan pengukuran parameter verifikasi seperti presisi antara, robustness, limit deteksi, dan reprodusibility.

(50)

35

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, A., Fardiaz, D., Puspitasari N.L., dan Sedarnawati, 1989, Analisa

Pangan, IPB – Press, Bogor.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC), 2005, Official Method

of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, 18th Edition, Virginia. USA.

Association of Official Analytical Chemist (AOAC), 2012, Guidelines for

Standard Method Performance Requirements. 19th Edition. Gaithersburg. Maryland.

Australian Pesticides and Veterinary Medicines Authority (APVMA)., 2004,

Guidelines For The Validation Of Analytical Methods For Active Constituent, Agricultural And Veterinary Chemical Product.

Kingston: Australian Pesticides and Veterinary Medicines Authority (APVMA).

Bievre, P., dan Gunzler, H., 1998, Eurachem Guidance Document. The Fitness for

Purpose of Analytical Methods, a Laboratory Guide to Method Validation and Related Topics. London: Laboratory of the Government Chemists.

Dunsmore, A., Mellet, P., & Wolff, M., 1980, Some Factors Affecting The Lane

and Eynon Titration Method for Determining Reducing Sugars in Sugars Products, Proceedings of The South African Sugar Technologists

Association, p.72-76.

Embuscado, M. E., 2014, Functionalizing Carbohydrates For Food Applications, DEStech Publication. Inc, Pennsylvania.

Ermaiza, 2009, Pengaruh Dua Jenis Polisakarida dalam Biji Alpukat (Persea americana mill) terhadap Kandungan Sirup Glukosa melalui Proses Hidrolisis dengan HCl 3%, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. .

Eurachem Cuide CG 4, 2000, Quantifying Uncertainty in Analiytical

Measurement. UK Departement of Trade and Industry as Part of The National Measurement System Valid Analytical Measurement (VAM) Progremme.

Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1997, Dasar-dasatr Kimia Organik, Bina Aksara, Jakarta.

(51)

36 Gary, C. D., 1994, Analytical Chemistry (5th edition). New York: John Wiley &

Sons Inc.

Gaspersz, V., 1998, Statistical Process Control. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Jurnal Majalah Ilmu, Kefarmasian, Departemen Farmasi: FMIPA UI, Jakarta.

Junk, W.R., dan Pancoast, H.M., 1980, Handbook of Sugar, Westport-Connecticut: The Avi Publishing Company.

Khan, S., dan Mark A.J., 1996, Laboratory Statistic (3edition), Missouri: Mosby Year Book, Inc.

Khopar, 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI – Press, Jakarta.

Kumar, C. S., Mythily, R., & Chandraju, S., 2012, Estimation of Sugars by Acid Hydrolysis of Paddy Husk by Standard Methods, Journal of Chemical and

Pharmaceutical Research,

Lehninger, A. L., 1982, Dasar – Dasar Biokimia Jilid 1, Suhartono MT. Penerjemah, Jakarta : Erlangga.

Lestari, P. P., Ma’sum, Z., & Mustikaningrum, L., 2011, Verifikasi Metode Uji Total Reducing Sugar Icumsa GS.4, Jurnal Teknik Kimia UNITRI, Malang.

Mathews, C. K., Van Holde, K. E., and Ahrn, K. G., 2000, Biochemistry, 3rd Ed., Addison – Wesley, Pub. Comp., San Fransisco, 374-375.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W., 2009, Biokimia Harper (27 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Paturau, J. M., 1982, By Product Of Cane Sugar Industry, Elsevier Scientific Publishing Co, Amsterdam Winddhloz.

Prescott, S.C., & Dunn, C.G., 1990, Industrial Microbiology, thirth edition, Mc Graw Hill Book Company.Inc, Newyork.

Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta: UI-Press.

(52)

37 Standard International IEC/ISO 17025:2005, 2005, Persyaratan Umum

Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Edisi

Kedua, Komite Akreditasi Nasional (KAN), Jakarta.

Soejardi, 1974, Penentuan Kadar Gula Reduksi, Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta.

Sudarmadji, B., Bambang, H., dan Suhardi, 1997, Analisa Bahan Makanan Dan

Pertanian, Yogyakarta: Liberty.

Suwarno., Ratnani, R. D., & Hartati, I., 2015, Proses Pembuatan Gula Invert Dari Sukrosa Dengan Katalis Asam Sitrat, Asam Tartrat dan Asam Klorida,

Jurnal Ilmiah Momentum, Universitas Wahid Hasyim, Semarang.

Toharisma, A., dan Santosa, H., 1999, Mutu Bahan Baku Dan Preparasi Medium

Fermentasi Pelatihan Teknologi Alkohol, Pusat Penelitian Perkebunan

Indonesia, Pasuruan.

Widyanti, E. M., 2010, Produksi Sitrat dari Substrat Molase Pada Pengaruh Penambahan VCO (Virgin Coconut Oil) Terhadap Produktivitas Aspergillusniger ITBCC L74 Terimobilisasi, Tesis Magister Teknik Kimia, Universitas Dipenegoro: Semarang.

Wilbraham, A. C., dan Matta, M. S., 1992, Pengantar Kimia Organik dan Hayati, ITB, Bandung.

(53)

38

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Sukrosa
Diagram  tulang  ikan  berfungsi  untuk  membantu  mengidentifikasi  akar  penyebab  suatu masalah dan membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut  (Gaspersz, 1998)
Tabel 4.4 Nilai Ketidakpastian Baku
Tabel TSAI

Referensi

Dokumen terkait

Keterangan empiris yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah akurasi dan presisi metode kolorimetri dengan pereaksi aluminium klorida untuk penetapan kadar flavonoid total

Telah dilakukan verifikasi metode analisis penentuan logam berat merkuri pada produk rajungan kaleng di Laboratarium Balai Pengujian Mutu Hasil Perikanan Kelas A

Atribut  metode spektrofotometri  UV­Vis antara  lain  memiliki akuasi,  presisi dan  batas  deteksi. ..

Validasi metode analisis penentuan kadar asam humat menggunakan spektrofomometer ultra violet dengan beberapa parameter uji akurasi, presisi, batas deteksi dan batas

Validasi metode analisis penentuan kadar asam humat menggunakan spektrofomometer ultra violet dengan beberapa parameter uji akurasi, presisi, batas deteksi dan batas

Manfaat dari penelitian yang telah dilakukan yaitu dapat memberi informasi mengenai hasil verifikasi metode dan penentuan kadar sulfur dioksida (SO 2 ) dalam udara ambien

Berdasarkan semua parameter yang diujikan yaitu linearitas, akurasi, presisi, limit deteksi, dan limit kuantitasi, metode penentuan logam kadmium (Cd) dalam air limbah

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengujian verifikasi metode penetapan kadar Asam Salisilat dengan parameter akurasi dan presisi dalam plasma darah secara LC MS/MS