• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PRODUKSI BENIH SUMBER VARIETAS SUKMARAGA DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN RAWA ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PRODUKSI BENIH SUMBER VARIETAS SUKMARAGA DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN RAWA ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PRODUKSI BENIH SUMBER VARIETAS SUKMARAGA DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN RAWA

Bahtiar dan S. Panikkai

Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitser)

ABSTRAK

Benih merupakan faktor penentu utama dalam produksi jagung. Varietas Sukmaraga yang dilepas sejak tahun 2003 mempunyai keunggulan spesifik, yaitu adaptif terhadap lahan masam seperti lahan rawa. Pengembangan sistem perbenihan jagung di Balai Penelitian Tanaman Serealia (BALITSEREAL) mulai dibenahi sejak tahun 2003 sampai sekarang dan terus dikembangkan dengan model kemitraan antara Balitsereal sebagai sumber benih induk dan sumber teknologi produksi benih dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Dinas Pertanian di sentra produksi jagung di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan. Hasil pengembangan sistem produksi benih di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa dari aspek teknologi produksi dapat diterapkan oleh penangkar dengan baik dengan tingkat adaptasi varietas Sukmaraga cukup baik yang ditunjukkan dengan tingkat produksi menghampiri potensinya, yaitu 5 t/ha. Permasalahannya adalah prosesing benih dan pendistribusiannya (non teknis) yang harus mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan pemerintah. Berdasarkan pengalaman tersebut, varietas Sukmaraga mempunyai peluang besar untuk dikembangkan di Kalimantan Selatan apabila semua yang terkait dengan produksi jagung terlibat dalam satu program bersama. Balitsereal sebagai pensuplai benih sumber (BS/FS) dengan jadwal tertentu, BPTP sebagai sumber teknologi budidaya yang terus mengkaji kelayakan pengembangan sukmaraga, BPSB sebagai pengawas kualitas benih, dan Dinas Pertanian sebagai pembina petani (motivator dan fasilitator) yang menjembatani penangkar benih dengan petani secara luas.

Kata Kunci: Lahan rawa, Benih jagung varietas sukmaraga, Model kemitraan

PENDAHULUAN

Kebijakan pemerintah Indonesia tentang pembukaan lahan gambut sejuta hektar di pulau Kalimantan merupaka tantangan dan sekaligus peluang apabila ditemukan teknologi yang adaptif dengan kondisi lahan gambut tersebut. Lahan gambut yang berada pada lingkungan rawa dicirikan dengan kemasaman tanah yang tinggi atau pH rendah dan kekurangan unsur hara makro dan mikro. Gunn et al. (1988) melaporkan bahwa kendala pada lahan sulfat masam adalah sulfat terlarut dengan konsentrasi sangat tinggi yang dapat meracuni tanaman dengan kandungan pH 3,5. Pada kondisi tanah yang demikian terjadi akumulasi Al tinggi yang dijumpai dalam bentuk kation dan hidroksi Al (Soepardi, 1988).

(2)

Pemanfaatan lahan gambut (lahan tercekam abiotik sulfat masam) sebagai upaya ekstensifikasi perjagungan sangat potensial. Menurut Soepardi (1988) bahwa pada lahan tercekam abiotis diperlukan investasi yang cukup mahal untuk memaksimalkan produksi tanaman pangan karena diperlukan pupuk lengkap dan kapur serta pengelolaan sistem pengawetan tanah dan air yang baik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas Arjuna memberi hasil 5,5 t/ha tetapi lahan diberi kapur sebanyak 1,0 t/ha (Sujadi et al. 1988; Kaher, 1992). Dilaporkan juga oleh Nurtirtayani dan Saleh (1998) bahwa varietas Antasena hanya mencapai 3,78 t/ha dilahan sulfat masam.

Selain perbaikan kesuburan tanah dan infrastruktur pendukungnya yang telah menelan biaya milyaran rupiah, perlu pula didukung oleh penyediaan benih yang lebih adaptif terhadap lahan masam. Varietas yang telah teruji tingkat adaptasinya adalah varietas Antasena. Gen-gen varietas Antasena yang mendukung tingkat adaptasinya pada lahan masam terus dikembangkan, dan pada tahun 2003 Balitsereal melepas satu varietas yang merupakan perbaikan dari Antasena (Yasin et at., 2000). Varietas tersebut diberi nama Sukmaraga dengan keunggulan spesifik adalah tingkat adaptasi pada lahan masam lebih baik dengan potensi hasil 6 t/ha pada daerah pengembangan sampai pada ketinggian 800 m dpl (Balitsereal, 2004).

Benih Sukmaraga tersebut perlu ditangani secara baik agar benih yang berkualitas dapat diakses oleh petani. Berangkat dari pemikiran tersebut Balitsereal telah mencoba membangun satu model kemitraan dalam hal penyediaan benih berkualitas dengan instansi terkait di daerah dan pengaturan tentang contract farming dan partnerships (hubungan antara petani dengan pengusaha, baik untuk pengolahan maupun ekspor. Hasilnya menunjukkan bahwa dari aspek teknis dapat diterapkan penangkar, tetapi aspek non teknis yang belum mendukung, sehingga ada keyakinan bahwa jika didukung oleh instansi yang terkait dengan penyediaan benih di daerah maka petani akan mendapatkan benih yang berkualitas dengan harga terjangkau. Oleh karena itu, model dukungan semua instansi yang terkait dalam penyediaan benih perlu dirumuskan agar menjadi program kebersamaan yang arahnya untuk peningkatan produksi jagung dan pendapatan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model kemitraan antara seluruh instansi yang terkait dalam sistem produksi benih varietas Sukmaraga dalam mendukung pengembangan jagung pada lahan rawa di Kalimantan Selatan.

METODOLOGI

Penelitian ini berlangsung beberapa tahun dengan mengamati perkembangan sistem perbenihan yang dibangun oleh Balitsereal bekerjasama dengan Pemerintah Daerah di beberapa provinsi termasuk provinsi Kalimantan Selatan. Model yang dikembangkan adalah membina penangkar benih di wilayah sasaran. Tahun pertama merupakan uji coba dalam skala yang relatif sempit dan dibimbing langsung oleh peneliti untuk setiap kegiatan penting. Pada tahun berikutnya tidak lagi didampingi, tetapi hanya memonitor dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi di lapangan baik aspek teknis maupun non teknik. Luasnya ditingkatkan tergantung dari kemampuan penangkar binaan.

Pembinaan meliputi penerapan teknologi budidaya produksi benih mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, seleksi di lapangan, dan penentuan saat panen

(3)

serta cara prosesing. Hasilnya diserahkan kepada penangkar untuk disebarluaskan kepada petani dengan metode distribusi benih yang dibangun sendiri.

Pengamatan tingkat keberhasilan terhadap beberapa indikator keberhasilan usaha penangkaran diukur dari keberlanjutan usaha, tingkat produksi benih yang dihasilkan, pemasaran dan distribusi serta wilayah sasaran yang terjangkau. Selain itu mekanisme prosedur keterkaitan antara setiap instansi terkait juga diamati sebagai data pendukung analisis. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan fokus bahasan kepada peluang dan tantangan keberlanjutan penangkaran benih.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penangkaran benih sumber varietas Sukmaraga yang dilaksanakan di propinsi Kalimantan Selatan telah berjalan dua tahun. Pada tahun 2004 dilaksanakan dalam luasan yang relatif sempit dengan maksud melatih petani penangkar merasakan tingkat kesulitan dan kemudahannya memproduksi benih dengan teknologi yang dianjurkan. Hasil yang diperoleh dari pembinaan tersebut sangat menggembirakan, yaitu produksi dapat dicapai 6 t/ha kotor, dan setelah diseleksi sisa 4 ton yang jadi benih. Produksi benih tersebut seluruhnya habis terpakai oleh anggota kelompok (Subandi et al. 2004).

Berdasarkan pengalaman tersebut pada tahun berikutnya (2005) kelompok penangkar binaan mengembangkan penangkaran lebih luas lagi yaitu 8 ha dengan menejemen penangkar di bawah binaan/monitor Balitsereal dalam hal penerapan teknologi dan cara dan teknik seleksi di lapangan. Hasilnya dapat mencapai 5 t/ha benih yang siap didistribusikan (Made Jaya Mejana et al. 2005). Namun terkendala dalam hal pelabelan apabila mau dikembangkan di luar kelompok, sementara pihak yang berwewenang memberi jaminan mutu (label) belum terlibat mengawasi dari awal sehingga secara prosedur menyalahi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, benih yang dipersiapkan untuk segera terdistribusi (tidak untuk disimpan lama) banyak yang rusak dan hanya bisa terjual dengan harga jagung kering biasa.

Berdasarkan pengalaman tersebut, ada keyakinan bahwa benih jagung varietas Sukmaraga dapat berkembang baik apabila ditangani secara bersama. Artinya semua yang terkait dalam hal penyediaan benih kepada petani di propinsi Kalimantan Selatan melibatkan diri dalam satu program bersama. Sebab kegagalan pada tahun 2005 hanyalah terletak pada faktor koordinasi yang sesungguhnya kalau direncanakan bersama, maka akan memberikan keuntungan semua pihak. Misalnya Dinas Pertanaian Tanaman Pangan dapat lebih dekat dengan petani melalui perantaraan benih yang berkualitas dan sekaligus membantu petani dalam mendorong meningkatkan produksi jagungnya. BPSB mendapatkan kesempatan dalam memperbanyak penangkar yang dapat menghasilkan jagung yang berkualitas, Penangkar binaan dapat memperoleh keuntungan yang memadai, dan petani pengguna dapat mengakses benih yang berkualitas dengan harga terjangkau.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah bahwa yang diberi wewenang untuk mengawasi kemurnian dan kualitas benih untuk digunakan petani adalah BPSB, dan yang diberi tugas untuk membina petani dalam mengembangkan tanaman jagung adalah Dinas Pertanian, kemudian yang diberi tugas untuk memperbanyak benih adalah Balai Benih Induk dan Balai Benih Umum yang ada di masing-masing daerah. Tugas dan tanggung jawab tersebut

(4)

sudah sangat jelas dengan aturannya masing-masing, namun kenyataannya apabila terjun ke lapangan kadang-kadang kordinasi terabaikan, sehingga banyak prosedur yang tidak dilalui. Akibatnya menjadi masalah dan yang korban sesungguhnya adalah petani kita yang belum bisa mengakses benih yang berkualitas dengan harga yang lebih murah.

Berangkat dari pemikiran tersebut Balitsereal sejak tahun 2002 mencoba menjaring kemitraan di beberapa sentra produksi jagung di Indonesia. Hasilnya sangat beragam di propinsi Sulawesi Selatan telah berkembang baik dan bahkan sudah dapat jalan sendiri dan sudah mempunyai pangsa pasar, bukan saja dalam propinsi tetapi telah dapat mengirim ke luar propinsi. Pada tahun 2005 dapat menjual benih sejumlah 20,057 ton (Saenong et al., 2005). Model pembinaan penangkaran yang dikembangkan adalah ketua kelompok penangkar membeli dari kelompoknya kemudian diprosessing dan dipasarkan ke berbagai daerah (Gambar 1).

Propinsi Gorontalo yang dibina penangkarannya mampu menghasilkan benih yang berkualitas tinggi yaitu: kadar air 12 % dan daya kecamba 99 % (Saenong et al., 2005). Namun tidak berkelanjutan karena dua hal, yaitu: (1) petani yang dibina tidak memiliki visi bisnis, sehingga sulit mendapatkan pangsa pasar, sementara pemerintah setempat (Diperta) tidak/belum mengkoordinir dalam hal penyaluran benih yang dihasilkan (Bahtiar et al. 2005), (2) wilayah binaan berubah sistem pertanaman jagungnya dari produksi biji menjadi produksi jagung muda, sehingga sulit dilakukan isolasi di lapangan karena pertanaman jagung beruntun (Bahtiar, 2005). Oleh karena itu usaha penangkaran benih hanya berlangsung dua tahun, dan tahun 2005 tidak lagi memproduksi benih.

Balitsereal

Ketua Klpk Penangkar Binaan Diperta

BPSB

Petani

Petani

Petani

Petani

Petani

Proyek-Proyek Dinas Kelompok Tani

Anggota Penangkar Binaan

Antar pulaukan

Gambar 1. Mekanisme pembinaan penangkaran benih komposit di Provinsi Sulawesi Selatan, 2005.

(5)

Untuk menghidupkan penangkaran di propinsi Gorontalo model pembinaan yang baik dikembangkan adalah melibatkan semua pihak yang terkait dalam hal perbenihan dalam satu program bersama yang saling menguntungkan seperti pada gambar 2.

Kemudian di Nusa Tenggara Barat kinerja penangkaran binaan juga telah menunjukkan keberhasilan yang cukup memadai dan diprediksi bahwa pada masa yang akan datang penyediaan benih komposit dengan model kemitraan yang telah dibangun akan semakin berkembang (Gambar 3). Keragaan kinerja penangkaran benih jagung di empat propinsi binaan Balitsereal secara singkat dapat dilihat dari aspek tingkat keberhasilannya, tingkat produksi dan keberlanjutannya, serta wilayah pangsa pasarnya. Dari empat indikator tersebut penangkaran binaan di propinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat yang memperlihatkan keberhasilan yang cukup memadai, yaitu tngkat produksi benihnya masing-masing mencapai 20 dan 5,72 ton dan semuanya terjual ke berbagai wilayah, baik dalam propinsi maupun luar propinsi yang bersangkutan (Tabel 1).

Balitsereal

Penangkar Binaan

Penyalur benih yang punya fasilitas dan visi

bisnis

Diperta

BPSB

Petani

Petani

Petani

Petani

Petani

Kios-kios Saprodi Kelompok Tani

Penangkar Binaan

Benih Tongkol

Gambar 2. Mekanisme kerjasama pembinaan penangkaran benih jagung komposit di Provinsi Gorontalo, 2005.

(6)

Tabel 1. Wilayah propinsi yang dibina penangkarannya oleh Balitsereal, 2006.

Uraian Wilayah binaan penangkaran benih jagung

Sulsel Gorontalo NTB Kalsel

Tahun Mulai 2002 2003 2004 2004

Tingkat keberhasilan1) Tinggi Rendah Tinggi Sedang Tingkat produksi benih

pada tahun 2004 (t) 20 0,25 5,72 6

Pemasaran Hasil2) Lancar Rendah Lancar Rendah

Wilayah pemasaran Luar/dalam propinsi Anggota kelompok Luar/dalam kabupaten Dalam kelompok 1)

Tinggi : Sampai saat ini masih berproduksi dan pemasaran lancar Sedang : Berjalan tetapi pemasaran tidak lancar

Rendah : Tidak berproduksi lagi karena penangkar tidak mendapat dukungan dari pemda setempat 2) Lancar : Produksi selalu terjual habis

Rendah : Produksi tidak terjual habis

Balitsereal

Ketua Kelompok Penangkar Binaan (PPL)

BPTP NTB Diperta

BPSB

Kios-kios Saprodi

Anggota Kelompok Penangkar (Beberapa Org yang dibina PPL)

Dalam Kelompok (langsung) Kelompok tani

Desa/Kecamatan Lain

Petani

Petani

Petani

Petani

Gambar 3. Mekanisme pembinaan kelompok penangkaran di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

(7)

KESIMPULAN

Penangkaran benih jagung varietas Sukmaraga di propinsi Kalimantan Selatan mempunyai prospek yang sangat baik apabila dapat diwujudkan model kemitraan antara Balitsereal sebagai penyedia benih sumber, komponen teknologi produksi, dan prosessing benih, BPSB sebagai pengawas kualitas dan membantu pengurusan prosedur untuk mendapatkan label, Dinas Pertanian membantu penangkar binaan menyalurkan benih kepada petani di dalam dan luar propinsi, dan Penangkar benih Binaan taat mengikuti dan menerapkan paket teknologi produksi dan prosesing benih sehingga mampu menghasilkan benih yang berkualitas tinggi dan dapat bersaing dengan jagung hibrida terutama dalam penanaman jagung kedua yang pada pertanaman itu petani banyak menggunakan hibrida turunan.

DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Sudjak Saenong, Rahmawati, dan Sania Saenong, 2005. Pengembangan usaha penangkaran benih jagung lamuru dan kelembagaan penunjang yang diperlukan di Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Belum dipublikasi.

Bahtiar, 2005. Prospek agribisnis jagung muda dalam peningkatan pendapatan masyarakat: Studi Kasus di Propinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Balitsereal, 2004. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Edisi III. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Gunn, R.H., J. A. Beatle., R.E. Reid., R.H.M. Van De Graff., 1988. Australian Soil and Land Survey Handbook. Guidelines for Conducting Surveys. Inkata press. Melbourne. P. 249

Kaher. A., 1992. Beberapa Peluang Budidaya Tanaman Pangan pada Lahan Pasang Surut. Risalah Seminar. Volume I. Balittan Sukarami. Padang. p. 48

Nurtitayani dan M. Saleh., 1998. Varietas Unggul dan Galur Harapan Jagung di Lahan Pasang Surut Sulfat Masam. Prosiding. Seminar Nasional Penelitian Menunjang Akselarasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balittra Banjarbaru. p. 211.

Saenong, S., M.S. Lalu, Syafruddin, Y. Sinuseng, J. Tandiabang, Rahmawati, N.Riany, F. Koes, dan Suwardi, 2004. Sistem perbenihan untuk mendukung penyebarluasan varietas jagung unggul nasional. Laporan Akhir Penelitian Balitsereal, Maros.

(8)

Saenong, Bahtiar, Margaretha, Y.Tandiabang, R.Arief, Rahmawati, A.Tenrirawe, S.Saenong, Syafrudin, A. Najamuddin, Y. Sinuseng, F. Koes, dan Suwardi, 2005. Pembentukan dan pemantapan produksi benih berkualitas mendukung industri benih berbasis komunal. Laoran Akhir. Balai Penelaitian Tanaman Serealia. 99 hal.

Soepardi. G., 1988. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah IPB. Bogor. p.270-340-

Subandi, 2004. Peran inovasi dalam produksi jagung nasional. Makalah disampaikan pada Seminar Inovasi Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor, 5 Agustus 2004.

Sujadi. M., J. Sri Adiningsih., dan I.P.G. Wijaya Adhi., 1988. Pengelolaan Lahan Masam untuk Tanaman Pangan. Risalah Simposium II Penelitian Tanaman Pangan. Buku II. Puslitbangtan Bogor. p. 383

Yasin. HG. M., Nurtirtayani., dan Firdaus Kasim., 2000. Karakter Famili Superior Jagung Untuk Lahan Sulfat Masam. Laporan Kelti Pemuliaan dan Plasma Nutfah. BALITJAS– Maros

Gambar

Gambar 1. Mekanisme pembinaan penangkaran benih komposit di Provinsi                     Sulawesi Selatan, 2005
Gambar 2. Mekanisme kerjasama pembinaan penangkaran benih jagung                    komposit di Provinsi Gorontalo, 2005
Gambar 3.  Mekanisme pembinaan kelompok penangkaran di Provinsi Nusa                    Tenggara Barat

Referensi

Dokumen terkait

Benih yang digunakan dalam penelitian ini merupakan benih jagung varietas lokal IR yang pada umumnya lebih rentan terhadap serangan patogen, sehingga penurunan intensitas

Hasil penelitian pada lahan masam di Nunukan, Kalimantan Utara menunjukan adanya dua calon varietas yang dapat direkomendasikan sebagai benih alternatif untuk

Tingkat kejadian penyakit layu Stewart pada benih dan respon beberapa varietas jagung terhadap infeksi Pantoea stewartii subsp.. Penyakit layu stewart merupakan

Badan Litbang Pertanian telah berupaya melakukan pelepasan varietas unggul baru (VUB) untuk komoditas pangan seperti padi gogo, kedelai, dan jagung tahan naungan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan produksi tanaman jagung di Indonesia yaitu dengan cara menanam benih bermutu dari varietas unggul dan

Benih sumber dari tiga varietas jagung lokal Sumenep berasal dari Kecamatan Guluk-guluk, Manding dan Talango serta dilakukan penanaman untuk seleksi dan pengujian

Hasil penelitian pada lahan masam di Nunukan, Kalimantan Utara menunjukan adanya dua calon varietas yang dapat direkomendasikan sebagai benih alternatif untuk

Benih BS yang dihasilkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Balitsereal dan Balitkabi merupakan suatu media pembawa teknologi varietas kepada petani,