• Tidak ada hasil yang ditemukan

IPTEK PADA PERBAIKAN JALAN DESA YANG MEMILIKI SIFAT LICIN TANAH MERAH KUNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IPTEK PADA PERBAIKAN JALAN DESA YANG MEMILIKI SIFAT LICIN TANAH MERAH KUNING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

IPTEK PADA PERBAIKAN JALAN DESA YANG MEMILIKI SIFAT LICIN

TANAH MERAH KUNING

Budi Utomo1, Darma Bakti2, Kasmir Tandjung3 aFakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20152

bFakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20152 cFakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan, 20152

email: budi2@usu.ac.id

Abstract

Wilayah selatan perbatasan Provinsi Sumatera Utara-Aceh merupakan salah satu wilayah yang

paling tertinggal. Karena rendahnya perhatian pemerintah Jarak ke ibu kota Provinsi Aceh yang

jauh (18 jam perjalanan darat). Penduduk wilayah ini mayoritas suku Phak Phak dan Karo.

Pemekaran wilayah sudah selayaknya mendapat respon postif bagi wilayah terdampak. Namun

tidak demikian halnya dengan desa-desa yang letaknya di ujung wilayah. Desa-desa di wilayah

Kabupaten Singkil tidak memiliki kejelasan batas baik secara konvensional maupun secara

administrasi. Hal ini pula yang dihadapi oleh Dusun Lae Rambung yang berada di antara

Kecamatan Singkohor dan Kecamatan Kota Baharu. Masing-masing desa mengklaim namun juga

meragukan status wilayah administrasi dusun ini. Oleh karena keraguan tersebut maka dusun ini

terus ditinggalkan ketika setiap desa merencanakan pembangunan di wilayahnya karena khawatir

dana pembangunan akan tersedot ke wilayah desa tetangganya. Buruknya akses jalan

mengakibatkan biaya transport hasil bumi sangat tinggi. Sifat tanah di wilayah ini yang tergolong

tanah merah dengan kandungan liat yang sangat tinggi menyebabkan jalan menjadi licin dikala

hujan. Untuk mengatasi hal tersebut maka Tim PPM USU membantu dengan melakukan

pengerasan jalan menggunakan pasir batu (sirtu) yang dikombinasi dengan iptek perguruan tinggi

berupa campuran perekat (soil stabilizer) yang berfungsi menghilangkan sifat licin dari tanah

merah sekaligus meningkatakan daya dukung beban jalan.

Keywords: jalan rusak, tanah merah licin, sirtu, perbaikan

1. PENDAHULUAN

Analisis Situasi

Wilayah perbatasan hingga kini menjadi

wilayah tertinggal karena minimnya perhatian

dan jauhnya jarak dari pusat administrasi di

Provinsi. Desa Singkohor yang terletak di

wilayah perbatasan antara Provinsi Sumatera

Utara dan Provinsi Aceh merupakan salah

satu desa yang merasakan dampak tersebut.

Sebagai ilustrasi wilayah ini termasuk

wilayah administrasi Provinsi Aceh, namun

terpaut jarak 14 jam perjalanan darat

(800-900 km) untuk mencapai ibukota provinsinya.

Sementara ke Medan sebagai ibukota Provinsi

Sumatera Utara hanya berjarak < 200 km

yang dapat ditempuh 4-5 jam perjalanan

darat. Lamanya perjalanan disebabkan jalan

yang melewati lereng gunung sehingga

banyak

tikungan

tajam

di

sepanjang

perjalanan.

Oleh

karena

itu

tidak

mengherankan jika hampir seluruh penduduk

di wilayah ini merupakan suku phakphak

yang berasal dari Sumatera Utara di

perbatasan (BPS, 2014).

berkembang.

Pemekaran wilayah sudah selayaknya

mendapat

respon

postif

bagi

wilayah

terdampak. Namun tidak demikian halnya

dengan desa-desa yang letaknya di ujung

wilayah. Desa-desa di wilayah Kabupaten

Singkil tidak memiliki kejelasan batas baik

secara

konvensional

maupun

secara

administrasi. Hasil penelitian Utomo, dkk.

(2015)menunjukkan bahwa hampir seluruh

batas desa belum tertata baik di Kabupaten

Singkil, apalagi untuk wilayah-wilayah yang

letaknya di ujung kabupaten/kecamatan. Hasil

penelitian ke instansi terkait seperti Bappeda,

BPN, Dinas PU kabupaten setempat maupun

Kecamatan Singkohor menunjukkan belum

ada peta batas desa di kebanyakan wilayah

Kabupaten

Singkil.

Peta

batas

masih

mencakup batas antar kecamatan saja. Hal ini

pula yang dihadapi oleh Dusun Lae Rambung.

Dusun ini terletak di ujung perbatasan antara

4 desa yakni Desa Singkohor dan Desa Mukti

Jaya di Kecamatan Singkohor, serta Desa

Mukti Lincir (Transmigrasi D-3) dan Desa

Sumber Mukti (Transmigrasi Km-10) di

Kecamatan Kuta Baharu. Masing-masing desa

(2)

mengklaim namun juga meragukan status

wilayah administrasi dusun ini. Oleh karena

keraguan tersebut maka dusun ini terus

ditinggalkan ketika setiap desa merencanakan

pembangunan di wilayahnya karena khawatir

dana pembangunan akan tersedot ke wilayah

desa tetangganya.

Asal penduduk yang berasal dari suku

pendatang

(Phakphak

dan

Karo)

mengakibatkan jumlah penduduk di wilayah

desa sasaran tergolong sedikit. Namun

demikian Karena luasnya wilayah desa dan

mata pencaharian penduduk yang berkebun

maka jarak antar rumah penduduk juga sangat

jarang.

Akses

jalan

yang

rusak

mengakibatkan keengganan masyarakat untuk

ke pasar kecamatan/keramaian, baik untuk

memasarkan hasil bumi atau berbelanja.

Jalan di dusun ini merupakan jalan

alternatif yang menghubungkan antara Desa

Singkohor dengan Desa Mukti Lincir di

Kabupaten Singkil sekaligus merupakan jalan

alternatif menuju ke Desa Darul Aman

(Transmigrasi A-3) di Kecamatan Longkib

Kota Subulussalam. Karena alasan yang telah

disebutkan di atas maka jalan di wilayah ini

hingga kini sangat memprihatinkan karena

tidak mendapat perhatian pembangunan.

Padahal jalan ini banyak digunakan oleh

masyarakat setempat untuk bepergian dan

mengeluarkan hasil panen masyarakat. Jika

hujan turun praktis jalan sulit dilalui

pengendara roda 2 dan 4 karena jalan masih

berupa tanah kuning-merah yang licin,

berlumpur dan rentan erosi. Mata pencaharian

penduduk umumnya berkebun karet dan

kelapa sawit, hanya sebagian penduduk yang

bertani palawija. Buruknya akses jalan juga

mengakibatkan biaya transport hasil bumi

sangat tinggi. Akibatnya masyarakat harus

menanggung biaya tersebut yang berakibat

pada terpangkasnya harga hasil panennya

yang berakibat pada penurunan pendapatan

masyarakat (Arfianto dan Balahmar, 2014).

2. METODE

Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa terutama yang tinggal dan mencari nafkah di wilayah pedalaman desa ini tentu akses jalan menjadi hal yang amat penting. Luasnya cakupan wilayah serta mahalnya biaya perbaikan jalan/ pengerasan mengakibatkan penduduk harus bersabar menanti datangnya perbaikan jalan. Sementara dari sisi pemerintahan desa sendiri enggan untuk meluangkan dana desanya bagi perbaikan jalan wilayah ini karena ketidak jelasan status

batas administrasi. Permasalahan kerusakan jalan desa ini kiranya menjadi sorotan tim PPM USU untuk dapat memberikan solusi khususnya bagi masyarakat desa agar perekonomiannya segera bangkit. Oleh Karena itu Tim PPM USU menawarkan solusi penyelesaian permasalahan berupa:

1. Untuk dapat memperbaiki jalan desa, masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk membeli pasir batu (sirtu) dan menyewa apalagi membeli alat berat stump walls roller compactor yang harganya mencapai 1 milyar. Oleh Karena itu perlu dukungan dana Non PNBP USU akan dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan ini. Bantuan dana ini akan dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi perbaikan jalan di wilayah ini.

2. Sifat tanah di wilayah ini yang tergolong tanah merah dengan kandungan liat yang sangat tinggi menyebabkan jalan menjadi licin dikala hujan. Untuk mengatasi hal tersebut maka Tim PPM berencana untuk mengatasi permasalahan ini dengan melakukan pengerasan jalan menggunakan pasir batu (sirtu) yang dikombinasi dengan iptek perguruan tinggi berupa campuran perekat yang berfungsi menghilangkan sifat licin dari tanah merah ini. Hasil penelitian Tandjung, dkk. (2014) menyatakan pencampuran 30% pasir sungai telah dapat mengurangi sifat licin dari tanah liat. Kandungan batu kerikil yang diperoleh dari sungai turut menghasilkan ikatan pada tanah yang licin. Kombinasi pasir dan batu dengan perbandingan 70:30 akan menghasilkan ikatan yang kompak pada tanah dengan kandungan liat yang tinggi. Walau demikian perbandingan 80:20 masih layak digunakan untuk menghilangkan sifat licin dari tanah liat. Selanjutnya Tandjung, dkk (2015) menambahkan untuk menambah kekompakan tanah, penggunaan bahan pengeras jalan tanah (soil stabilizer) perlu diberikan. Penelitian penggunaan soil stabilizer mampu memberikan kekuatan untuk menahan beban hingga 300% dibandingkan tanpa pemberian bahan ini. 3. Kebutuhan sirtu untuk pengerasan jalan

selebar 5 m adalah 6.000m3 atau setara 200 dump truk setiap kilometernya. Ini berarti dengan panjang jalan yang akan diperbaiki sepanjang 5 km maka seharusnya dibutuhkan 30.000 m3 atau setara 1.000 dump truk sirtu. Namun dengan penerapan iptek perguruan tinggi maka penggunaan sirtu dapat dihemat hingga 50% nya. Karena

(3)

kebutuhan perbaikan jalan sepanjang 5 km, maka Tim PPM USU berencana melakukan perbaikan jalan secara terputus-putus. Ini berarti hanya pada jalan-jalan yang rusak dan berpotensi rusak saja yang akan mendapat pengerasan sirtu ini. Penyerakan (penyebaran) dan perataan sirtu di badan jalan akan dilakukan oleh masyarakat desa secara bergotong royong. Ketebalan sirtu diupayakan setipis mungkin untuk menjangkau sejauh mungkin badan jalan yang dapat diakomodir. Diharapkan dengan 200 dump truk (6.000 m3) sirtu akan dapat memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan jalan di wilayah ini. Hal ini diharapkan akan berdampak pada percepatan kemajuan perkembangan wilayah ini.

Tim PPM juga akan melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat agar bersama-sama mensukseskan kegiatan PPM ini. Masyarakat telah menyatakan kesediaannya untuk bergotong royong, baik dalam hal menyebar dan meratakan sirtu ke badan jalan. Dengan kesepakatan kerjasama ini maka Tim PPM USU yakin pendanaan program PPM Non PNBP USU diharapkan dapat mengatasi permasalahan akses jalan desa di wilayah ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah mendapatkan hasil pengumuman

bahwa kegiatan ini telah disetujui untuk

didanai pada program pengabdian pada

masyarakat dari dana yang bersumber dari

dana non PNBP, maka tim pelaksana

melakukan serangkaian persiapan terkait

pelaksanaan program di desa sasaran yakni

Desa

Singkohor

Kecamatan

Singkohor

Kabupaten

Singkil

Provinsi

Aceh.

Selanjutnya

tim

pelaksana

menyiapkan

serangkaian izin desa dan izin LPM terkait

pelaksanaan

program.

Tim

pelaksana

melakukan pertemuan dengan warga dan

aparat

desa

setempat

untuk

menggali

permasalahan lebih dalam agar nantinya saat

pelaksanaan program kendala yang akan

dihadapi

dapat

diprediksi

dan

dapat

diselesaikan.

Hasil

pertemuan

dengan

warga

didapatkan ternyata jalan alternatif yang akan

diperbaiki sebahagian masih berupa jalan

kendaraan roda dua karena kondisi medan

yang berat sehingga tidak memungkinkan

kendaraan

roda

empat

untuk

dapat

melewatinya. Ini berarti selama ini hasil bumi

masih di langsir (di bawa secara estafet)

menggunakan roda dua ke jalan yang

memungkinkan masuknya kendaraan roda

empat.

Gambar 2. Proses pelebaran jalan alternatif

yang selama ini hanya dapat

dilewati kendaraan roda dua agar

dapat dilewati kendaraan roda

empat atau lebih.

Panjang jalan yang harus diperlebar atau

dibuat kembali berkisar 3 km. Tim segera

melakukan

pelebaran

jalan

sekalian

pembentukan

badan

jalan

(membentuk

tempurung terbalik) menggunakan alat berat

berupa motor grader (Gambar 2).

Setelah

dilakukan

pelebaran

jalan

sepanjang 3 km menggunakan motor grader,

maka

pekerjaan

dilanjutkan

melakukan

perbaikan jalan-jalan yang rusak terlebih

dahulu agar dapat dilewati kenderaan dump

truk pengangkut material pasir batu (sirtu).

Perbaikan

ini

dilakukan

menggunakan

excavator (back hue). Badan jalan yang becek

dan tergenang dibuatkan saluran pembuangan

agar air dapat keluar dari badan jalan. Bagi

badan jalan yang berlobang dalam akan

ditimbun oleh material tanah atau sirtu

menggunakan excavator. Pada bagian jalan

tertentu yang terlalu menanjak juga akan

di-perlandai menggunakan excavator yang sama.

Bagi jembatan kayu yang sudah lapuk dan

terlalu kecil untuk dilewati kendaraan roda

empat segera mendapatkan penggantian kayu

dan pelebaran jembatan. Jembatan tetap

dibuat

menggunakan

kayu

mengingat

ketersediaan kayu yang cukup melimpah di

lokasi kegiatan.

Karena pelaksanaan kegiatan jatuh pada

bulan

Oktober-Desember

yang

berarti

berlangsung pada musim hujan, maka

kegiatan terpaksa menunggu hingga cuaca

(4)

benar-benar memungkinkan untuk masuknya

dump truk pembawa material sirtu. Pada saat

musim hujan badan jalan yang masih berupa

tanah merah sangat licin dan menyebabkan

truk mudah terperosok sehingga menyulitkan

kegiatan. Setidaknya diperlukan hari tanpa

hujan selama 1-2 minggu agar badan jalan

benar-benar kering dan dapat dilalui dump

truk.

Setelah cuaca memungkinkan, maka

kegiatan dilanjutkan dengan memasukkan

material sirtu menggunakan dump truk.

Untuk efisiensi dana maka sirtu dipasok dari

sekitar lokasi kegiatan yang mengandung

material pasir batu. Pemanfaatan material

in-situ memungkinkan efisiensi dana sehingga

jumlah sirtu yang semula dianggarkan 200

dump truk dapat dinaikkan menjadi 400 dump

truk. Hal ini sangat membantu dalam

peningkatan panjang jalan yang dapat diberi

sirtu (Gambar 3).

Gambar 3. Proses

pengambilan

dan

pengangkutan sirtu insitu

Pada lokasi yang terletak jauh dari

sumber sirtu sungai, maka pengambilannya

dilakukan dengan menggunakan sirtu insitu

(quarry/sirtu yang diambil dari sekitar lokasi

kegiatan) (Gambar 3). Kelebihan penggunaan

sirtu ini adalah efisiensi jarak, waktu dan

biaya, namun ditinjau dari segi kualitas tidak

sebaik

sirtu

sungai

karena

memiliki

kandungan tanah yang banyak. Sedangkan

bila menggunakan sirtu sungai, kandungan

sirtunya lebih baik dan tidak mengandung

tanah, namun harus diambil dari jarak yang

cukup jauh dan harus mengeluarkan biaya

ekstra karena sirtu dibeli lagi dari pemilik

galian C di pinggir sungai. Ini berarti biaya

yang dikeluarkan menjadi lebih besar dan

berakibat pada berkurangnya pasokan sirtu

bagi jalan desa yang akan diperbaiki. Sebagai

perbandingan harga penggunaan sirtu sungai

berkisar Rp 360.000,-/dump truk, sementara

untuk sirtu insitu adalah Rp 175.000,-/dump

truk. Ini menjadikan pembelian sirtu yang

semula diusulkan dalam proposal adalah 175

dump truk, kini menjadi 400 dump truk.

Walau demikian untuk lokasi yang dekat

dengan jalan raya, tim pelaksana tetap

menggunakan sirtu sungai karena jarak yang

memungkinkan ke galian C terdekat (Gambar

9).

Gambar 4. Penggunaan sirtu sungai pada

jalan yang letaknya dekat dengan jalan raya

dan ke galian C sungai

Setelah penumpukan sirtu selesai, maka

pekerjaan dilanjutkan dengan meratakan

tumpukan sirtu ke badan jalan agar sirtu

tersebar merata di badan jalan. Penyebaran

sirtu ke badan jalan dilakukan menggunakan

motor

grader.

Badan

jalan

dibentuk

membentuk tempurung terbalik agar air hujan

tidak menggenang di tengah jalan, namun

akan mengalir di sisi kanan dan kiri jalan.

Pada dasarnya setelah disebar secara merata

ke badan jalan, badan jalan sudah cukup dapat

dilewati kenderaan roda empat, namun sirtu

yang berada di badan jalan masih rentan,

mudah tererosi oleh air hujan.Selanjutnya

setelah sirtu telah merata secara menyeluruh

ke badan jalan, maka tindakan selanjutnya

adalah pemadatan badan jalan. Pemadatan

badan jalan dilakukan menggunakan alat berat

road compactor machine (Bomag). Dengan

penggunaan Bomag ini maka sirtu akan

memadat mengisi ruang pori tanah dan basir

di badan jalan sehingga badan jalan menjadi

padat dan tidak mudah tererosi oleh air hujan.

(5)

Gambar 5. Proses perataan kembali tumpukan

sirtu oleh dump truk ke badan

jalan menggunakan motor grader

(kiri); pemadatan badan jalan

menggunakan Bomag (motor road

compactor)

Partisipasi

Mitra

dalam

Pelaksanaan

Program

Mitra yang dalam hal ini adalah

kelompok tani di sekitar wilayah terdampak

sangat antusias dalam mengikuti pertemuan

dan kegiatan yang diadakan oleh Tim

Pelaksana PPM. Dalam hal ini Tim Pelaksana

melakukan kegiatan berupa sosialisasi dan

implementasi secara langsung di lapangan.

Mitra yang dalam hal ini masyarakat

asalnya dari masyarakat suku PhakPhak, Karo

Jawa dan Aceh sangat mudah berkomunikasi

dengan Tim Pelaksana PPM. Pada umumnya

masyarakat menyambut baik kegiatan ini.

Masyarakat berharap kegiatan serupa dapat

lebih sering dilakukan di wilayah ini.

Masyarakat mudah dimintai bantuannya

khususnya dalam penyediaan tenaga untuk

membantu kelancaran pekerjaan perbaikan

jalan. Selain itu antusiasme warga juga

ditunjukkan dengan kesediaan warga secara

sukarela untuk menyediakan teh manis

maupun gorengan untuk menyegarkan para

pekerja dan tim pelaksana. Hal ini turut

membantu

memudahkan

kelancaran

pekerjaan perbaikan jalan desa tersebut.

Selain mitra masyarakat dan kelompok tani,

kepala desa juga menyatakan ucapan terima

kasihnya kepada tim pelaksana dan kepada

USU atas perhatian dan bantuannya dalam

keikutsertaan

membangun

perkembangan

Desa Singkohor.

Evaluasi Pelaksanaan dan Keberlanjutan

Program

Selama

kegiatan

berlangsung,

tim

pelaksana membentuk tim pemeliharaan jalan

di kalangan masyarakat sebagai mitra. Hal ini

dimaksudkan untuk memastikan keberlanjutan

program. Jalan yang sudah diperbaiki secara

baik harus dijaga dari kerusakan agar tetap

dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi

kepentingan masyarakat. Oleh karena itu

mitra sebagai tim pemelihara jalan akan aktif

melakukan perbaikan jalan walaupun secara

konvensional

menggunakan

peralatan

seadanya agar kerusakan dapat diperbaiki dan

tidak bertambah parah. Setiap bulan mitra

akan bergotong royong memperbaiki jalan

yang rusak. Jika keadaan menjadi parah, maka

tindakan pemeliharaan jalan menjadi lebih

sering dilakukan terutama pada musim hujan.

Hasil pengamatan tim pelaksana hingga bulan

ke dua setelah kegiatan berakhir, mitra

sebagai tim pemelihara jalan menjalankan

tugasnya dalam gotong royong memelihara

badan jalan yang waktunya jatuh pada hari

minggu.

4. KESIMPULAN

Perkembangan

penduduk

memaksa

masyarakat untuk pindah dan mencari

peruntungan di wilayah perbatasan yang

relatif masih jarang penduduknya. Namun

sarana jalan menjadi faktor pembatas yang

jamak ditemui. Perbaikan jalan desa di Dusun

Lae Rambung, Desa Singkohor Kabupaten

Singkil merupakan salah satu masalah yang

mendesak dipenuhi mengingat masyarakat di

wilayah ini umumnya merupakan penduduk

pendatang dari Provinsi Sumatera Utara.

Perbaikan

jalan

desa

ini

kini

telah

menyebabkan akses hasil produksi menjadi

mudah karena masyarakat dapat menjual hasil

buminya sebih mudah. Hasil PPM ini

meningkatkan perkembangan pemukiman di

wilayah akses jalan yang diperbaiki yang

berdampak pada semakin ramainya penduduk

di wilayah ini. Jalan yang semula mati kini

hidup dan dilalui masyarakat siang dan

malam. Masyarakat sangat senang dengan

kegiatan ini dan berharap perhatian serupa

tidak hanya datang dari pemerintah daerah,

namun juga dari perguruan tinggi. Pemerintah

kecamatan dan desa setempat juga sangat

(6)

berterima kasih atas bantuan USU sebagai

perguruan tinggi yang memiliki perhatian

pada masyarakat terisolir khususnya di Desa

Singkohor ini.

5. REFERENSI

Arfianto AEW dan Balahmar ARU.2014.

Pemberdayaan Masyarakat dalam

Pembangunan

Ekonomi

Desa.JKMP 2:1 1-93.

Badollahi A. 2013. Menuju Pembangunan

Desa 2015-2019. Arah Kebijakan

Nasional

dan

Strategi

Pengembangan Wilayah Pedesaan.

http://media.kompasiana.com/buk

u/2014/10/31/menuju-

pembangunan-desa-2015-2019-684013.html

[BPS] Badan Pusat Statistik Aceh. 2014.

Kabupaten Singkil dalam Angka

tahun

2014.Seri

Publikasi

Tahunan BPS Kabupaten Singkil

Provinsi Aceh.

Tandjung

K,

EH.

Kardhinata,

M.

Sembiring. 2014. Berbagai macam

campuran pasir batu terhadap

kemampuan menghilangkan sifat

licin jalan tanah merah. [tidak

dipublikasikan].

Tandjung K, I. Harahap, P. Hutabarat.

2015. Penggunaan berbagai dosis

soil

stabilizer

terhadap

daya

dukung beban jalan tanah. Jurnal

Akademia 2:25-31.

Tractor Supply Co. 2016.Tractor Parts

http://www.tractorsupply.com/en/s

tore/countylinereg%3B-rear-blade-5-ft (tanggalakses 25 April 2016).

Utomo B, CP. Manalu, A. Dalimunthe.

2015. Pengelolaan batas administrasi

di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi

Gambar

Gambar 2.   Proses  pelebaran  jalan  alternatif  yang  selama  ini  hanya  dapat  dilewati  kendaraan  roda  dua  agar  dapat  dilewati  kendaraan  roda  empat atau lebih
Gambar  4.  Penggunaan  sirtu  sungai  pada  jalan  yang  letaknya  dekat  dengan  jalan  raya  dan ke galian C sungai
Gambar 5. Proses perataan kembali tumpukan  sirtu  oleh  dump  truk  ke  badan  jalan  menggunakan  motor  grader  (kiri);  pemadatan  badan  jalan  menggunakan Bomag (motor road  compactor)

Referensi

Dokumen terkait

Satu- satunya jalan untuk memecahkan kebuntuan ini adalah dengan membangun pemahaman kepada seluruh masyarakat I ndonesia, dan di dalam lingkup DKP bahwa pengembangan

aegypti L , Aedes albopictus dan Culex sp quinquefasciatus berbeda habitat, morfologi dan anatomi sehingga perlu penelitian pengaruh pemberian ekstrak biji alpukat

Dari beberapa hal diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa perlu adanya suatu fasilitas kesehatan publik komersial sebagai wadah pelayanan kesehatan yang bermutu,

Christa Melissa Silitonga “Survei Petani Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Tentang Pengendalian Hama Di Kecamatan.. Simanindo, Kabupaten Samosir” di bawah

[r]

Dalam pembuatan webgis pemetaan trayek angkot dan fasilitas sosial di Kecamatan Rangkasbitung didapatkan hasil bahwa dari banyaknya rute trayek angkutan kota di

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Organisasi dan

hanya boleh dilakukan kepada penabung sendiri, atau kepada orang.. yang dikuasakan oleh