• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN DAN PEMASARAN PRODUK PERIKANAN KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN DAN PEMASARAN PRODUK PERIKANAN KOTA MEDAN"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN DAN

PEMASARAN PRODUK PERIKANAN KOTA MEDAN

       

       

BAGIAN ADMINISTRASI SUMBER DAYA ALAM

SEKRETARIAT DAERAH

PEMERINTAH KOTA MEDAN

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab

berbatasan langsung dengan selat malaka di bagian utara, sehingga relatif

dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang

Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis, Kota

Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/ jasa yang relatif besar.

Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana

tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga

secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier

dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat

perdagangan dan keuangan regional/ nasional.

Secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya

akan sumber daya alam seperti Kabupaten Deli Serdang , Labuhan Batu,

Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo,

Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi

mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar,

saling menguntungkan, dan saling memperkuat dengan daerah-daerah

sekitarnya. Disamping itu, sebagai daerah yang terletak di tepi jalur

pelayaran Selat Malaka yang padat, Kota Medan memiliki posisi strategis

sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa,

baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi

geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua

kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan

pusat Kota Medan saat ini. Pelabuhan Belawan di Kecamatan Medan

Belawan merupakan pelabuhan utama yang melayani pelayaran laut

(3)

Potensi perikanan dan hasil laut yang dihasilkan Kota Medan, ditangkap

serta diproses oleh nelayan setempat yang menetap di wilayah pesisir

Kota Medan, yaitu di Kecamatan Medan Belawan, Medan Labuhan dan

Medan Marelan. Pada Tahun 2006, jumlah nelayan adalah 12.399 orang.

Fasilitas pendukung industri perikanan dan hasil laut adalah cold storage

(gudang pendingin), pabrik garam kering, pabrik es, pelabuhan perikanan

dan tempat pelelangan.

Medan memiliki potensi yang besar untuk mengeksploitasi pertumbuhan

permintaan ikan di pasaran regional. Ekspor hasil perikanan dari Medan

sudah menembus pasar Malaysia dan Singapura sejak sekian lama, secara

langsung yaitu melalui Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan,

Medan. I kan-ikan seperti tenggiri, tongkol, kakap, kerapu, udang windu

dan udang karang, cumi-cumi dan lain-lain banyak diekspor ke pasaran

regional melalui pedagang atau pengolah di Medan. Hanya saja keinginan

untuk melakukan ekspor secara langsung ke pasaran regional banyak

mengalami hambatan dan tantangan antara lain:

• Skala produksi yang terbatas terutama untuk jenis-jenis yang layak

ekspor sehingga pelaku pasar sulit untuk mendapatkan volume

yang mencukupi untuk dikirim langsung ke luar negeri

• Pelaku pemasaran (misalnya pedagang ikan Medan) memiliki

ketergantungan yang sangat besar pada agen atau ekportir di

Medan dalam hal keuangan, akses pasar, kepastian

bisnis/ pembayaran

• Tersedianya prasarana perikanan yang terbatas seperti prasarana

pasca panen (cold room/ cold storage), pelabuhan ekspor,

pengangkutan

• Pedagang ikan Medan banyak yang melakukan praktek dagang

(4)

modal, pengetahuan yang terbatas mengenai perbankan

(pembukaan letter of credit) dll.

• Pasar lokal di Medan kadang-kadang memberikan insentif yang

lebih baik untuk jenis-jenis ikan tertentu seperti harga yang lebih

tinggi dibandingkan harga di pasaran ekspor sehingga tidak ada

insentif bagi pedagang untuk melakukan ekspor untuk jenis

tersebut.

• Selain itu banyak faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kondisi

sosiol ekonomi - politik yang kadang - kadang menjadi tantangan

tersendiri dalam mengembangkan ekspor langsung dari Medan

Ancaman terhadap usaha perikanan laut, baik budidaya maupun

penangkapan, menjadi semakin besar karena degradasi lingkungan yang

menyebabkan penurunan stok ikan dan adanya konflik sosial di antara

pengguna sumberdaya ikan (nelayan). Persoalan nyata dalam perikanan

tangkap adalah persaingan antar nelayan di daerah penangkapan ikan,

karena sumberdaya dan daerah operasinya menjadi terbatas, sementara

jumlah unit penangkapan ikan yang beroperasi semakin meningkat.

Pengoperasian trawl yang ilegal masih terdapat di wilayah pesisir,

menyebabkan konflik sosial dengan nelayan tradisional.

Kota Medan lebih memfokuskan pengelolahan produksi dan pemasaran

hasil perikanan pada Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan. PPS

Belawan terletak pada posisi yang cukup strategis, yakni terletak diantara

Perairan Pantai Timur Sumatera (Selat Malaka), Perairan Zona Ekonomi

Ekslusif I ndonesia (ZEEI ) dan Laut Cina Selatan, serta merupakan pintu

masuk bagi kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia.

Pembangunan pelabuhan perikanan diperlukan dalam rangka menunjang

usaha serta pengembangan ekonomi perikanan secara menyeluruh

(5)

maupun hilir, sehingga akan tercapai pemanfaatan sumberdaya perikanan

yang seimbang, merata dan proporsional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :

PER.06/ MEN/ 2007 tanggal 25 Januari 2007, PPS Belawan mempunyai

tugas memfasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan di

wilayahnya, pengawasan dan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk

pelestariannya, dan kelancaran kegiatan kapal perikanan, serta pelayanan

kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.

Dalam melaksanakan tugas pokoknya PPS Belawan mempunyai beberapa

fungsi, yaitu : 1) perencanaan, pembangunan, pengembangan,

pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian serta pendayagunaan

sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. 2). pelayanan teknis kapal

perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan. 3) pelayanan jasa

dan fasilitasi usaha perikanan dan 4) pengembangan dan fasilitasi

penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat perikanan 5) pelaksanaan

fasilitasi publikasi hasil riset, produksi dan pemasaran hasil perikanan. 6)

pelaksanaan pengawasan, penangkapan sumberdaya ikan dan

penanganan, pengolahan, pemasaran serta pengendalian mutu hasil

perikanan dan 7) pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian

data perikanan serta pengolahan sistem informasi

Namun, dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan

perikanan di Kota Medan selama ini, banyak isu-isu mendesak yang perlu

mendapat perhatian, antara lain: pertambahan jumlah penduduk di

wilayah pesisir yang cukup pesat dan memerlukan sumber daya kelautan

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya; masih banyaknya praktek

pemanfaatan sumber daya perikanan yang merusak dan illegal; tidak

(6)

sumber daya; adanya pemahaman yang sempit dalam implementasi

otonomi daerah serta belum lengkapnya peraturan operasional; dan

belum sinerginya pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan

dalam satu kesatuan kebijakan dan perencanaan yang komprehensif.

Kegiatan tangkapan ikan ini sulit dimonitor, misalnya berapa banyak hasil

tangkapan ikan yang didaratkan, begitu pula jenis ikannya. Laporan

maupun data tidak gampang diperoleh. Mereka enggan memberitahu

kepada aparat berwenang tentang data hasil tangkapan yang didaratkan

di dalam tangkahan.

Belum lagi persoalan perikanan darat, dimana potensinya juga belum

termaksimalkan dengan baik. Apakah ini merupakan potensi yang dapat

dikembangkan atau tidak masih terus dibutuhkan kajian yang lebih

mendalam.

Masalah lain sebagai mata rantai aktifitas perikanan adalah masalah

pemasaran. Kebutuhan ikan di kota Medan apakah tecukupi oleh hasil

yang ada, atau bahkan masil surplus sehingga dapat diekspor sampai ke

mancanegara. Regulasi yang seperti apa yang telah diterapkan dan

bagaimana idealnya sebuah reguali tersebut menjadi bahan yang sangat

penting untuk dikaji berikutnya.

Dengan demikian, kegiatan pemasaran adalah sangat penting dalam

semua kegiatan yang menghasilkan barang ataupun jasa. Hasil perikanan

dapat dikelompokkan ke dalam bahan mentah dan barang konsumsi.

Sebagai bahan mentah dapat dibeli oleh pabrik atau usaha pengolahan

untk diolah menjadi barang jadi misalnya ikan kaleng, aneka olahan ikan,

tepung ikan, dsb. Sebagai barang konsumsi akan dibeli oleh konsumen

akhir (household consumer, restaurant, hospital, dll). Produk perikanan

(7)

akan sangat memerlukan startegi pemasaran yang berbeda dengan

produk barang maupun jasa pada umumnya. Apalagi “image” masyarakat

terhadap produk-produk perikanan juga berbeda atau beragam dengan

produk pada umumnya. Berdasarkan pendapat atau pengamatan dari

praktisi pemasaran produk perikanan dan kelautan, bahwa persepsi

masyarakat terhadap produk perikanan dan kelautan antara lain jika

makan ikan alergi, ikan baunya amis, ikan banyak duri, ikan mahal, ikan

rumit memasaknya, ikan hanya bisa atau paling enak digoreng. Karena

image masyarakat terhadap produk perikanan masih demikian

kompleknya, maka diperlukan strategi pemasaran yang dapat merubah

image tersebut, sehingga kendala pemasaran produk perikanan dan

kelautan dapat diatasi.

Dengan memperhatikan kondisi dan permasalahan yang dihadapi, maka

diperlukan inovasi dan strategi kebijakan dalam pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, mengingat Kota

Medan sebagai kota yang mempunyai garis pantai yang seharusnya

memiliki wawasan kelautan dalam pembangunan Kota Medan

Dari latar belakang diatas dengan semua kondisi saat ini, potensi dan

permasalahan yang ada maka dibutuhkan Penyusunan Kajian Optimalisasi

(8)

2. Maksud dan Tujuan

2.1. Maksud

Maksud dari Penyusunan Kajian Optimalisasi Pengelolaan Dan Pemasaran

Produk Perikanan Kota Medan adalah untuk memudahkan khususnya Kota

Medan untuk mendesign perencanaan kedepan dalam rangka

mengptimalikan Pengelolaan Dan Pemasaran Produk Perikanan Kota

Medan demi meningkatkan kesejahteraan nelayan/ petambak dan

penduduk pesisir pantai..

2.2. Tujuan

Tujuan dari studi ini adalah :

1. Mengkaji sejauhmana peningkatan pengelolahan produksi perikanan

kota medan

2. Mengkaji strategi yang paling optimal dalam pemasaran hasil

perikanan kota medan guna meningkatkan kesejahteraan nelayan/

petambak dan penduduk pesisir pantai

3. MANFAAT

Manfaat dari kegiatan Penyusunan Optimalisasi Pengelolaan Dan

Pemasaran Produk Perikanan Kota Medan adalah untuk meningkatkan

efektivitas pembangunan agar Pengelolaan Dan Pemasaran Produk

Perikanan yang ada dapat optimal dan mampu meningkatkan

kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat nelayan/ petambak dan

penduduk pesisir pantai pada khususnya dan masyarakat kota Medan

(9)

BAB I I

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Undang-Undang Republik I ndonesia No. 22 Tahun 1999 pasal 3, bahwa wilayah provinsi, sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat 1, terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Wilayah pesisir dan pulau dipandang dari segi pembangunan merupakan potensi sumberdaya yang dapat diperbaharui (pulih), terdiri atas : perikanan laut (tangkap, budidaya, dan pascapanen), hutan mangrove, terumbu karang, industri bioteknologi kelautan dan pulau-pulau kecil (Dahuri, 2001). Secara khusus, sumberdaya perikanan tangkap dikelompokkan ke dalam 4 kelompok yakni (Naamin, 1987):

1. Sumberdaya ikan demersal, yaitu jenis ikan hidup di atau dekat perairan.

2. Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berada di permukaan. 3. Sumberdaya pelagis besar, yaitu jenis ikan oseanik yang berada di

permukaan dan sangat jauh dari lepas pantai, seperti tuna dan cakalang.

4. Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya.

(10)

(1) eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut, (2) pengaturan kepentingan administrasi, (3) pengaturan tata ruang, (4) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, dan (5) bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Selanjutnya pasal 10 ayat 3 dijelaskan bahwa kewenangan daerah Kota dan daerah kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi.

(11)

Keadaan sumberdaya perikanan yang bebas dan liar pada tingkatan tertentu dapat dikategorikan sebagai suatu sumberdaya akses terbuka. Sebagai suatu akses terbuka, berarti bahwa sumberdaya perikanan bebas untuk dimanfaatkan oleh setiap orang. Bila industri masih memiliki keuntungan super normal dan merupakan insentif bagi pendatang baru (new entrans) untuk masuk ke dalam industri, maka seseorang dengan modal dan keterampilan yang dimilikinya dapat dengan bebas masuk ke dalam industri tersebut. Namun jika dirasakan usaha perikanan tidak lagi menguntungkan, dia dengan bebas juga dapat keluar dari industri atau kegiatan ini. Pada saat yang sama mereka yang sudah terlebih dahulu ada dalam industri akan memperluas atau meningkatkan usahanya (Clark et al., 1985).

(12)

2.2. Kebijakan Sektor Perikanan Kota Medan

Kota Medan sebagai salah satu Kota besar di wilayah Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan. Saat ini upaya pengkajian stok ikan di perairan Belawan masih sangat terbatas pelaksanaannya. Dinas Kelautan dan Perikanan (2008), bahwa total potensi perikanan Laut Banda mencapai 248.40 ribu ton pertahun, dimana potensi terbesar ikan Pelagis Kecil 132.00 ribu ton pertahun dengan tingkat pemanfaatan 29.6% dan ikan Pelagis Besar 104.12 ribu ton dengan tingkat pemanfaatan 27.6% . Dirjen Perikanan Tangkap (2003) memberikan informasi potensi ikan Pelagis Besar yakni 26.20 ton pertahun. I ni berarti bahwa 25.16% potensi Pelagis Besar di Laut merupakan potensi perikanan di perairan Belawan

(13)

keuntungan, tetapi juga sekaligus menjadi beban dan tanggungjawab daerah dalam pengendalian dan pengelolaannya.

Pembatasan tekonologi alat tangkap, pembatasan jumlah effort dan pengendalian daerah penangkapan ikan merupakan pengendalian secara biologi. Pengendalian secara ekonomi menggunakan peubah ekonomi sebagai instrumen pengendalian upaya penangkapan ikan. Peubah ekonomi yang relevan dalam menunjang pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal meliputi : harga ikan, subsidi BBM, pajak dan biaya izin penangkapan ikan (Nikijuluw, 2002), pengembangan alternatif lapangan kerja nelayan (Pascoe and Mardle, 2001 ; Kjoersgaard and Andersen, 2003), pemberian kredit, pengembangan prasarana pelabuhan perikanan, peningkatan keterampilan nelayan dan pengembangan agribisnis perikanan (Kjoersgaard and Andersen, 2003).

2.3. Aspek Ekonomi Perikanan

Fenomena ekonomi menunjukkan bahwa terdapat beberapa peubah endogen maupun eksogen yang membedakan model ekonomi pertanian dengan ekonomi perikanan, yakni : (1) kepemilikan asset, (2) daerah produksi (penangkapan ikan) yang berbeda, (3) sistem bagi hasil dalam pengaturan upah, dan (4) peubah kebijakan. Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan nelayan untuk memaksimumkan hasil tangkapan ikan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain :

(14)

tangkapan dengan harga yang wajar, dan (5) biaya operasi/ produksi penangkapan ikan (Smith, 1987).

Kepemilikan asset kapal rumahtangga nelayan pada usaha penangkapan ikan adalah analog dengan penguasaan luas areal lahan pada ekonomi rumahtangga petani yang lazim digunakan untuk pemodelan ekonomi rumahtangga petani. Mengingat besarnya tonage (ukuran mesin) kapal berhubungan langsung dengan produktifitas dan produksi tangkapan, maka untuk menduga produksi nelayan, disamping didasarkan atas teknologi alat tangkap dan jumlah kapal, juga ditentukan oleh tonage kapal yang dimiliki (Muhammad, 2002). Kepemilikan asset (kapal) dipengaruhi oleh penerimaan atau pendapatan melaut dan non-melaut, jumlah tenaga kerja dan jumlah sarana produksi (Aryani, 1994 dan Reniati, 1998).

(15)

2.4. Aspek Manajemen Perikanan

Analisis ekonomi dari berbagai alternatif manajemen perikanan telah dicoba dilakukan di Malaysia yang menggunakan model Schaefer. Model kuadratik dari fungsi penangkapan ikan yang digunakan, memasukkan variabel bebas capital intensive dan labor intensive dari berbagai jenis alat penangkapan ikan dari berbagai wilayah perairan. Hasil menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan dengan capital intensive dengan menggunakan teknologi moderen lebih efektif daripada usaha yang menggunakan labor intensive dengan teknologi tradisional. Kebijakan pajak akan membawa ke penggunaan sumberdaya yang kurang optimal, dan kebijakan subsidi akan mempercepat pengurasan sumberdaya ikan. Sementara itu, pembatasan kapal akan memperpanjang potensi sumberdaya ikan dan mampu membawa peningkatan rent ekonomi produksi lestari untuk tujuan peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja (Mustapha, 1984 dalam Soepanto, 1999).

(16)

sesuai target. Selanjutnya terdapat unit penangkapan ikan yang perlu ditambah adalah Jaring I nsang, Trammel Net, Bagan Perahu dan Tonda, sedangkan unit penangkapan ikan dikurangi adalah Pancing Ulur.

Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan multiobjective goal programming model juga dilakukan dengan memasukkan faktor profit maksimum, penyerapan dan keselamatan tenaga kerja, ketersediaan input bagi industri perikanan, pembatasan penangkapan dan dampak industri perikanan terhadap perdagangan ikan non komersil. Faktor-faktor tersebut merupakan tujuan pengelolaan perikanan yang ingin dicapai targetnya (Pascoe and Mardle, 2001; Kjoersgaard and Andersen, 2003). Sementara Rawung (1999) dan I hsan (2000) melakukan penelitian tentang pendugaan potensi sumberdaya (MSY) dengan menggunakan model Schaefer yang dikombinasikan dengan optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan yang menggunakan metode analisis program linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan karang dengan menggunakan enam alat tangkap ikan ternyata efektif untuk digunakan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan masih dibawah tingkat MSY

(17)

Schaefer yang dikombinasikan dengan optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan yang menggunakan metode analisis program linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan karang dengan menggunakan enam alat tangkap ikan ternyata efektif untuk digunakan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan masih dibawah tingkat MSY

2.5. Status perikanan tangkap I ndonesia dari indikator- indikator lainnya

(18)

atau tidak jelas. Lokakarya juga menyarankan agar pengelolaan sebaiknya memperhatikan ekosistem, bukan spesies, serta menggaris bahawi kebutuhan untuk melakukan monitoring stok ikan, habitat, dan ekosistem.

2.6. Masa depan perikanan tangkap I ndonesia dan peran kaw asan perlindungan laut

Dokumen kebijakan DKP meminta seluruh jajarannya untuk berpedoman pada nilai MSY (PCI , 2001b). Hal ini bisa dipahami, namun sayangnya terlepas dari saran kebijakan itu sendiri, DKP masih menggunakan nilai MSY dalam sebutan lain, yaitu ‘potensi perikanan tangkap’ dalam setiap komunikasinya – para investor potensial mungkin tidak menyadari adanya unsur ketidak-pastian dari hasil perhitungan terhadap nilai penduga dan bisa mengartikan bahwa perbedaan antara hasil tangkap tahunan yang ada saat ini dengan penduga nilai MSY sebagai dukungan untuk perluasan investasi dibidang perikanan tangkap.

(19)

Naskah kebijakan yang dikeluarkan oleh DKP sangat jelas menyebutkan tentang status perikanan tangkap I ndonesia. Dalam kondisi stok perikanan tangkap yang sudah menipis dan hampir kolaps, tidak saja di I ndonesia tetapi juga di dunia, maka usaha terus-menerus untuk mengembangkan perikanan tangkap secara tidak terkontrol dan tidak terkelola secara baik, melalui peningkatan produksi yang didorong oleh pemerintah dalam 30 tahun terakhir, jelas merupakan kebijakan yang kurang tepat. Sebagai gantinya, kita memerlukan suatu kebijakan yang betul-betul segar untuk membuktikan terjadinya peningkatan usaha penangkapan secara tidak terkontrol di masa lalu serta untuk membalikkan kondisi over-fishing atau penangkapan berlebih (PCI , 2001b). Naskah kebijakan tersebut selanjutnya menyarankan untuk ‘menciptakan, membangun, dan meningkatkan kesadaran dalam usaha untuk merubah persepsi dan pemikiran masyarakat agar menghentikan pemikiran romantis bahwa sumberdaya laut kita, terutama perikanan, tidak akan pernah habis’ (PCI , 2001a). Terkait dengan hal ini, rencana investasi perikanan tangkap di perairan Papua yang diumumkan baru-baru ini (Jakarta Post, 14 Januari 2004), serta rencana lainnya tentang intensifikasi usaha perikanan tangkap harus dipertimbangkan kembali secara cermat.

(20)

pendek, sehingga menyebabkan gagalnya peluang (dalam jangka sangat pendek) memberikan kontribusi terhadap sasaran DKP secara keseluruhan. Kerugian jangka pendek yang diakibatkan dari pengelolaan restriktif (bidang penangkapan) hampir tidak mungkin bisa ditutupi melalui perluasan budidaya ikan yang memerlukan investasi modal, atau eksplorasi sumberdaya yang masih belum terjamah yang mungkin pada kenyataannya tidak ada, atau kalau ada, tidak menguntungkan secara ekonomis (seperti kasus perikanan tangkap terhadap spesies ikan demersal pada beberapa wilayah penangkapan (Venema, 1996)). Satu-satunya jalan untuk memecahkan kebuntuan ini adalah dengan membangun pemahaman kepada seluruh masyarakat I ndonesia, dan di dalam lingkup DKP bahwa pengembangan perikanan tangkap seharusnya tidak diukur dari gambaran peningkatan produksi yang masih bisa dilakukan, tetapi pada jumlah usaha industri yang menguntungkan secara ekonomi, bisa dipertanggung jawabkan secara sosial dan tidak merusak lingkungan, sehingga bisa menopang penghidupan masyarakat pantai, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.

(21)

konservasi keanekaragaman sumberdaya hayati, kawasan perlindungan laut, KPL, juga banyak dinyatakan sebagai alat pengelolaan perikanan tangkap yang harus diintegrasikan kedalam perencanaan pengelolaan pesisir terpadu (Gell & Roberts, 2002; National Research Council, 2001; Roberts & Hawkins, 2000; Ward, Heinemann & Evans, 2001).

(22)

wilayah sekitarnya.

Mekanisme peningkatan biomas dan ukuran individu ikan-ikan ekonomis penting di dalam kawasan larang-ambil dapat memberikan manfaat bagi perikanan komersial di sekitarnya melalui (Roberts & Hawkins, 2000): (1) penyebaran ikan muda dan dewasa dari dalam kawasan larang-ambil ke wilayah perikanan di sekitarnya, “spill-over”, (2) ekspor telur dan/ atau larva yang bersifat planktonik dari wilayah larang-ambil ke wilayah perikanan di sekitarnya dan (3) mencegah hancurnya perikanan tangkap secara keseluruhan jika pengelolaan perikanan di luar kawasan larang-ambil mengalami kegagalan. Selanjutnya, KPL bisa menjadi alat untuk perlindungan tempat-tempat sensitif, seperti agregasi pemijahan ikan khususnya ikan karang (Johannes, 1998). Keuntungan lain dari KPL dibanding alat pengelolaan perikanan seperti pengaturan usaha, pengaturan kuota dan alat tangkap adalah bahwa pengaruh penutupan wilayah di dalam kawasan bisa menjadi penjelasan yang cukup tajam kepada para pihak, khususnya jika penutupan wilayah tersebut mencakup wilayah pemijahan atau pendederan.

(23)

perikanan yang kita ketahui tidak berkelanjutan, yaitu $15-30 miliar per tahun (Balmford et al. 2004).

Naskah kebijakan yang dikeluarkan oleh DKP menyarankan untuk membuat paling tidak 10% dari total wilayah perairan laut I ndonesia sebagai kawasan perlindungan laut (PCI , 2001a). Akhir-akhir ini, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sudah menunjukkan usaha yang cukup kuat untuk membangun sebuah strategi pembentukan jejaring kawasan perlindungan laut di I ndonesia dan telah membentuk forum terdiri dari institusi pemerintah dan non-pemerintah, disebut Komite Nasional Konservasi Laut I ndonesia (Surat Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil No. SK 43/ P3K/ I I I / 2004). Forum ini terdiri dari tim pengarah dan tim teknis dengan tiga kelompok kerja yang akan memberikan masukan teknis dalam penyusunan draft kebijakan yang difokuskan pada strategi nasional mengenai KPL, pengembangan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, dan penyusunan kebijakan bagi konservasi spesies dan genetik. Tantangan utama yang dihadapi oleh tim teknis pada topik antara strategi nasional kawasan perlindungan laut dengan perikanan yang berkelanjutan adalah memformulasi usulan kebijakan dalam mengembangkan perikanan tangkap yang lebih berkelanjutan melalui jejaring KPL sebagai alat di tingkat nasional dan juga pengelolaan perikanan di tingkat lokal

2.7. Upaya Penangkapan

(24)

(stok) udang dengan tingkat pemanfaatan pada tiap lokasi penangkapan udang adalah sangat penting untuk menjamin sistem usaha perikanan tangkap yang efisien secara berkelanjutan.

Tingkat upaya penangkapan udang di Delta Mahakam dan sekitarnya, jika melebihi potensi lestarinya (maximum sustainable yield), maka terjadi fenomena tangkap lebih (overfishing) yang berakibat pada penurunan hasil tangkapan per satuan upaya (catch per unit effort), yang pada akhirnya akan menurunkan pendapatan. Sebaliknya jika upaya penangkapan udang dibawah potensi lestari (MSY) atau tingkat MEY (maximum economic yield), maka terjadi kondisi yang kurang optimal. Kondisi suboptimal dapat dikatakan mubazir, karena sumberdaya udang di laut pada waktunya jika tidak ditangkap akan mati secara alamiah (natural mortality) atau dicuri oleh nelayan asing.

(25)

Untuk mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan (sustainable fisheries), maka rejim (pola) pemanfaatannya harus segera diubah dari rejim open acces menjadi rejim perikanan tangkap yang bertanggung jawab (responsible fisheries) seperti yang dianjurkan oleh Kode Etik Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code Conduct of Responsible Fisheries, FAO 1995b). Satu diantara unsur dari Kode Etik ini adalah praktek perikanan tangkap secara terkendali (Dahuri 2002).

2.8. Tingkat Eksploitasi

Sumberdaya wilayah pesisir dan laut, merupakan sumberdaya yang bersifat open access dan common property, sehingga setiap orang/stakeholder berhak memanfaatkannya dengan tujuan memperoleh economic rent. Pola pemanfaatan yang demikian cenderung mengarah kepada deplesi sumberdaya, sehingga jika tidak ada upaya untuk menjaga kelestariannya seperti konservasi dikhawatirkan terjadi scarcity sumberdaya yang mengarah kepada kepunahan.

Selain itu dampak utama dari sifat yang “open access dan common property” terhadap pemanfaatan dan pengelolaannya adalah :

1 . Kesulitan dalam pengontrolan dan estimasi jumlah stok dari ikan pada setiap musim/ periode karena dipengaruhi oleh faktor biologi dan ekologi dari sumberdaya perikanan sebagai faktor alami (makanan, mangsa dan habitatnya), serta berbagai upaya eksploitasi yang dilakukan manusia (bertujuan memaksimumkan resource rent untuk meningkatkan kesejahteraan) sebagai faktor non alami.

(26)

sumberdaya perikanan bersifat mobile/ fugitive, sehingga risikonya adalah kehilangan sejumlah penangkapan dan risiko-risiko penyerta lainnya.

3 Timbulnya pemanfaatan sumberdaya yang economic overfishing dan biology overfishing. Economic overfishing terjadi jika input (effort) yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan (fishing), melebihi kapasitas produksi, dengan kata lain untuk menangkap ikan dengan jumlah kecil dalam suatu usaha dibutuhkan input yang besar (effort). I mplikasinya adalah hasil tangkapan (catch) yang diperoleh, dan dinilai dengan uang (total revenue) < biaya input yang dikeluarkan (TC). Sedangkan biology overfishing terjadi jika hasil tangkapan telah melebihi potensi lestarinya, sehingga kemampuan ikan bertahan pada keseimbangan produksinya terancam, yang akan mengarah pada kelangkaan (scarcity) sumberdaya perikanan, serta kepunahan beberapa spesies tertentu.

Usaha penangkapan oleh nelayan di perairan Delta Mahakam dan sekitarnya, merupakan usaha yang bersifat komersial (profit oriented) yang lebih menekankan pada besarnya benefit/ keuntungan yang akan diperoleh dari operasionalisasi usaha tersebut. Telaah aspek finansial untuk melihat tingkat keuntungan sangat memegang peranan penting, apakah usaha yang dijalankan nelayan dengan mengandalkan komoditas utama, yaitu udang dan berbagai jenis ikan lainnya layak diteruskan baik dimasa kini maupun mendatang.

Menurut Dwiponggo (1982) dalam Parerung (1996), tingkat pemanfaatan atau pengusahaan sumberdaya perikanan dibagi menjadi empat macam, yaitu :

(27)

merupakan sebagian kecil dari potensinya

2. Pengusahaan yang moderat (sedang), dimana hasil tangkapan merupakan sebagian yang nyata dari potensi, namun penambahan upaya penangkapan masih memungkinkan

3. Pengusahaan yang tinggi, dimana hasil tangkapan sudah mencapai sebesar potensinya, penambahan upaya penangkapan tidak akan menambah hasil tangkapan

4. Pengusahaan yang berlebih (overfishing), dimana terjadi pengurangan dari stok udang/ ikan, karena penangkapan yang tinggi, sehingga hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan akan jauh berkurang.

Ditegaskan pula oleh Purwanto (1986) dalam Parerung (1996), bahwa untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal, dalam waktu yang tak terbatas, maka laju kematian karena penangkapan (tingkat pemanfaatan), perlu dibatasi sampai pada suatu tingkat tertentu. I nduk-induk udang dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk berkembang biak, sehingga mampu menghasilkan anakan dalam jumlah cukup untuk kelestarian. Tingkat eksploitasi atau pemanfaatan yang optimal adalah tingkat pemanfaatan dimana jumlah yang ditangkap, sebanding dengan tambahan jumlah/ kepadatan karena perkembangbiakan dan pertumbuhan serta penyusutan karena kematian alami.

(28)

data (data base)) spasial yang dikomputerisasi dan merupakan alat analisis sistem (Bartlett 1999 dalam Prihatini 2003). Suatu SI G dapat digunakan untuk menyimpan, mengorganisasikan, memanipulasi dan menganalisa data spasial serta segala atributnya dalam suatu sistem perangkat keras dan lunak komputer. SI G dapat mengakomodasi berbagai jenis format dan sistem data secara mudah untuk proses pengambilan keputusan (Burrough 1986; Tomlinson 1987 dalam Prihatini 2003). Dengan demikian SI G dapat menjadi jawaban bagi penyediaan dukungan pengambilan keputusan.

Dasar acuan lainnya yaitu luas sapuan dan hasil tangkapan per satuan luas (catch per unit area/ CPUA), dimana rata-rata hasil tangkapan (dalam bobot atau jumlah) per satuan upaya atau luas adalah indeks kepadatan stok udang (yakni dianggap proporsional dengan kepadatan). I ndeks ini dapat dikonversi ke dalam ukuran absolut biomassa dengan menggunakan metode swept area (luas sapuan). Analisa CPUA berdasarkan strata kedalaman dilakukan atas dasar distribusi kepadatan stok udang, sehingga dapat memisahkan perairan dengan kepadatan tinggi, sedang atau rendah. I nformasi tentang kepadatan stok udang dari hasil dugaan dapat dijadikan dasar untuk penentuan tingkat eksploitasi dalam rangka pengelolaan upaya penangkapan udang yang optimum (Sparre & Venema 1999).

2.9. Optimasi Upaya Penangkapan

(29)

ikan, sehingga terjadi ekstensifikasi usaha secara besarbesaran, dibarengi masuknya pengusaha baru yang tergiur dengan nilai rent yang cukup besar tersebut. Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus memperhatikan aspek sustainability, agar dapat memberikan manfaat yang sama, dimasa yang akan datang yang tidak hanya terfokus pada masalah ekonomi, tetapi juga masalah lain seperti teknis, sosial dam budaya. Tingkat pemanfaatan sumberdaya optimal melalui pendekatan Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY). Pendekatan MSY akan memberikan hasil lestari secara fisik, namun demikian dalam praktek pengelolaan sumberdaya perikanan, tingkat tangkapan MEY akan lebih baik, karena selain memberikan keuntungan secara ekonomi juga memberikan keuntungan secara ekologi, yang dapat mempertahankan diversitas yang besar.

Menurut Monintja (2000) dalam Nurani (2002), kriteria yang digunakan untuk teknologi penangkapan yang secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan adalah hemat biaya dan energi, meningkatkan produksi dan produktivitas, memperhatikan mutu produk, produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar, meningkatkan wirausaha dan investor, meningkatkan devisa dan pengembangan daerah, serta meningkatkan kesejahteraan nelayan.

2.10. Perikanan Yang Berkelanjutan (

Sustainable Fisheries)

(30)

Konsep usaha perikanan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang, pertama kali digunakan oleh Komisi Usaha perikanan dan Lingkungan Dunia (World Commission on Environment and Development) atau The Brundtland Commission pada tahun 1987. Palunsu dalam Hastuti (2001), mengemukakan bahwa usaha perikanan yang berkelanjutan mengandung tiga pengertian yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan masa yang akan datang

2. Tidak melampaui daya dukung ekosistem

3. Mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan menyelaraskan manusia dan usaha perikanan dengan sumberdaya alam.

(31)

Aspek ekologis didasarkan pada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi diwaktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Pandangan ekologis didasarkan pada 3 prinsip utama :

1. Aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia adalah tidak terbatas dan berhadapan dengan ekosistem yang terbatas. Kerusakan lingkungan dan polusi yang ditimbulkannya akan mempengaruhi life support system.

2. Aktivitas ekonomi yang lebih maju seiring dengan pertumbuhan populasi akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya alam dan tingginya produksi limbah (waste) yang dapat merusak lingkungan karena melebihi daya dukung ekosistem.

3. Usaha perikanan yang dilaksanakan dalam jangka panjang akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang irreversible (Rees, 1994).

Pengembangan usaha perikanan bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, memperkecil disparitas kemakmuran antar daerah/ regional, serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang, antara sektor perikanan dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable) (Todaro, 2000).

(32)

pelaksanaan usaha perikanan tidak akan membawa hasil, apabila dalam proses usaha perikanan tersebut tidak mengintegrasikan tiga poin utama, yaitu ekonomi, ekologi dan sosiologi. Karena tujuan pengembangan usaha perikanan berkelanjutan adalah memperbaiki kualitas hidup manusia atas berbagai aspek kehidupan.

Dari aspek sosiologi, bahwa usaha perikanan berkelanjutan lebih ditekankan pada pemberdayaan organisasi sosial masyarakat, yang ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah kepada keberlanjutan. Pendekatan partisipatif masyarakat dalam usaha perikanan, dilakukan dengan menciptakan kesadaran masyarakat pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penghargaan terhadap bentuk kelembagaan, dan organisasi sosial masyarakat sebagai satu sistem kontrol, terhadap jalannya usaha perikanan, pengembangan nilai-nilai masyarakat tradisional, yang mengandung keutamaan dan kearifan, serta meningkatkan kemandirian masyarakat dalam berorganisasi (Seragaldin, 1994).

Kriteria yang dijadikan dalam kaitannya dengan keberlanjutan usaha perikanan menurut Monintja (2002) adalah :

1. Menerapkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan 2. Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang

diperbolehkan (JTB / Total Allowed Catch) 3. Kegiatan usaha menguntungkan

4. I nvestasi rendah

5. Penggunaan bahan bakar minyak rendah

6. Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

(33)

perikanan haruslah ditinjau secara bio-technico-socioeconomic approach. Hal ini berarti pengembangan suatu alat tangkap dalam usaha perikanan harus mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu :

1. Ditinjau dari aspek biologi, alat tangkap tersebut tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya ikan/ udang

2. Ditinjau dari aspek teknis, alat tangkap harus efektif untuk dioperasikan

3. Ditinjau dari aspek sosial, alat tangkap tersebut harus dapat diterima oleh seluruh masyarakat nelayan

4. Ditinjau dari aspek ekonomi, alat tangkap tersebut dalam usaha perikanan dinilai menguntungkan Pada usaha perikanan yang berkelanjutan, sumberdaya perikanan pada suatu wilayah perairan pada periode waktu tertentu cenderung mengalami perubahan. Perubahan ini selain disebabkan oleh faktor alami, juga oleh faktor non alami. Faktor alami meliputi perubahan fisik lingkungan suatu perairan, keterbatasan makanan dan sumber hara lainnya serta predator, sedangkan faktor non alami ditimbulkan oleh kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yang tidak terkendali.

2.11 Teori Pengembangan Produk

(34)

Pendapat dari Pearce dan Robinson (1997) yang menyatakan bahwa pengembangan produk seringkali digunakan untuk memperpanjang “daur hidup produk” yang sudah ada, atau untuk memanfaatkan reputasi ataupun merk favorit. Pemikirannya adalah menarik pelanggan yang puas untuk membeli produk baru sebagai akibat pengalaman positif mereka dengan produk sebelumnya.

Langkah dan sasaran dalam upaya pengembangan produk disajikan pada tabel 1 berikut :

Tabel 1

Pengembangan Produk

No. Langkah- langkah Sasaran

1. Mengembangkan Atribut Baru

- Adaptasi (gagasan lain, pengembangan) - Modifikasi (mengubah bentuk, rupa, ukuran) - Memperbesar (lebih tahan)

- Memperkecil (lebih ringan) - Penataan kembali (pola lain)

- Kombinasi (daya pikat, mencampur, meramu, rakitan).

2. Mengembangkan

Beragam tingkat mutu

- Segmen pasar-pasar sasaran (Dalam Negeri, Ekspor)

3. Mengembangkan model

dan ukuran lain.

- “Primary Product” dirubah menjadi “Ready to Eat”.

- Mudah disajikan - Ukuran fleksibel

(35)

Keterkaitan pengembangan produk baru dan strategi pemasaran yang berorientasi eksport atau lokal melalui beberapa tahapan dan langkah-langkah kegiatan disajikan tabel 2 berikut.

Tabel 2.

Proses Pengembangan Produk Baru dan Strategi Pemasaran

No. Tahapan- Tahapan Langkah- Langkah Kegiatan

1. Penggalian gagasan - Sumber internal, pelanggan, pesaing. - Distributor, pemasok dan lain-lain. 2. Penyaringan gagasan - Menyeleksi gagasan, analisa biaya. 3. Pengembangan dan

pengujian konsep

- Pengembangan konsep. - Pengujian konsep. 4. Pengembangan strategi

pemasaran

- Pasar sasaran dan pemosisian produk, sasaran penjualan, laba.

5. Analisis bisnis - Tinjauan ulang penjualan, biaya dan proyeksi laba.

6. Pengembangan produk - Produk fisik, prototype produk, pengujian fungsional.

7. Uji pemasaran - Uji pasar standard

- Uji pasar dengan simulasi.

(36)

Dari tabel 2 diatas dapat dijelaskan masing-masing tahapan sebagai berikut :

a. Tahap Penggalian Gagasan

Penggalian gagasan harus secara sistematis; sebagai sumber gagasan dapat berasal dari internal (penelitian), pelanggan (informasi pelanggan), pesaing (mengamati produk pesaing), distributor, pemasok, masalah konsumen dan kemungkinan produk baru.

b. Tahap Penyaringan Gagasan

Untuk dapat mengenali yang baik dan mengesampingkan yang jelek sedini mungkin, sehingga gagasan yang dapat terseleksi benar-benar dapat lebih dikembangkan.

c. Tahap Pengembangan dan Pengujian Konsep

Diambil contoh produk pengembangan dengan berbagai ukuran, bentuk, kemasan. Dilanjutkan dengan pengujian konsep dengan cara mengkonsumsi, fleksibel, mudah penyajian, lebih praktis dan lain-lain.

d. Tahap Pengembangan Strategi Pemasaran

Ada 3 sasaran yang harus diperhatikan pada tahap pengembangan strategi pemasaran :

i. Pasar sasaran adalah rumah tangga yang mengkonsumsi produk baru.

ii. Harga produk yang ditawarkan dengan berbagai bentuk, rupa, kemasan maupun ukuran.

(37)

e. Tahap Analisis Bisnis

Kegiatan Analisis Bisnis merupakan peninjauan ulang daripada penjualan, perhitungan biaya yang dikeluarkan dan proyeksi laba yang diharapkan dari produk baru untuk mengetahui apakah faktor-faktor ini akan memenuhi syarat.

f. Tahap Pengembangan Produk

Pengembangan produk dapat berupa perubahan bentuk fisi, prototype produk. Produk dapat mencirikan produk lama namun secara fisik dan kemasan merupakan produk baru yang dapat dimodifikasi ke segmen pasar sekarang.

g. Tahap Uji Pemasaran

Kegiatan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji pasar standard (pemosisian, iklan, distribusi, penetapan harga, merek); uji pasar terkendali (pengiriman ke toko, berpartisipasi mengendalikan rak); uji pasar dengan simulasi maupun uji pasar produk bisnis.

h. Tahap Komersialisasi

Pada tahap komersialisasi, produk baru perusahaan harus memutuskan waktu perkenalan. Waktu perkenalan produk baru harus tepat tempat, tepat waktu, tepat harga dan promosi. Perusahaan besar cara memperkenalkan dalam waktu singkat dan cepat keseluruh dunia untuk menghindari tiruan dan memantapkan posisi pasar sebelum pesaing dapat bereaksi.

(38)

Daur hidup produk diperpanjang merupakan strategi pemasaran dari manajemen perusahaan; setelah meluncurkan produk baru diharapkan produknya menikmati kehidupan yang panjang dan menyenangkan; artinya produk dapat dijual dalam waktu relatif lama dengan meraih laba yang memuaskan untuk menutup semua jerih payah dan resiko yang ditanggung. Dalam hal ini perjalanan penjualan dan laba suatu produk dalam masa hidupnya itulah yang disebut “Daur Hidup Produk”.

Dalam masa “Daur Hidup Produk” terdapat lima tahapan berbeda (Philip Kotler – Gary Armstrong, 1997) yaitu :

a. Tahapan Pengembangan Produk

Pada tahapan ini perusahaan mulai menemukan dan mengembangkan gagasan produk baru; selama pengembangan produk, penjualan nol dan biaya investasi perusahaan menumpuk. b. Tahapan I ntroduksi

Adalah periode pertumbuhan penjualan yang lambat ketika produk diperkenalkan di pasar. Laba belum diperoleh dalam tahap ini karena pengeluaran besar untuk memperkenalkan produk.

c. Tahapan Pertumbuhan

Merupakan tahap/ periode penerimaan pasar dan peningkatan laba yang pesat dan ditandai dengan cepat meningkatnya penjualan. d. Tahapan Menjadi Dewasa

(39)

2.12. Teori Pemasaran

Di dalam falsafah pemasaran, secara teoritis ada lima konsep pemasaran yang perlu dikemukakan. (Philip Kotler – Gary Armstrong, 1997). Kelima konsep pemasaran yang dimaksudkan adalah :

1. Konsep Produksi

Dalam konsep produksi, manajemen percaya bahwa pelangganan akan menyukai produk yang tersedia dan harganya terjangkau. Konsep ini bermanfaat pada dua tipe situasi yaitu pada “situasi pertama”, terjadi kalau permintaan akan produk lebih dari penawaran. Dalam hal ini manajemen segera mencari jalan untuk meningkatkan produksi. “Situasi kedua”, terjadi kalau biaya produksi terlalu tinggi dan perbaikan produktifitasnya diperlukan untuk menurunkannya.

2. Konsep Produk

Suatu gagasan bahwa konsumen akan menyukai produk yang mempunyai mutu terbaik; kinerja terbaik; dan sifat mempunyai mutu terbaik; kinerja terbaik; dan sifat paling inovatif. Manajemen harus terus menerus melakukan perbaikan produk (kemasan, bentuk, rupa, gaya, ukuran).

3. Konsep Penjualan

(40)

mendapatkan penjualan jangka pendek, sedikit perhatian mengenai siapa yang membeli atau mengapa membeli.

4. Konsep Pemasaran

Konsep pemasaran ini manajemen ingin mencapai sasaran tergantung kepada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan penyampaian kepuasan yang didambakan lebih efektif dan efisien dari pada pesaing. Konsep ini mempunyai perspektif dari luar ke dalam; perhatian dan fokus kepada pelanggan; mengkoordinasikan kepada semua aktivitas pemasaran yang mempengaruhi pelanggan. Kemudian memperoleh laba dengan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan berdasarkan pada nilai bagi dan kepuasan pelanggan. Dengan konsep pemasaran ini perusahaan menghasilkan apa yang diinginkan oleh konsumen, sehingga memuaskan konsumen dan memperoleh laba.

2.13. Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran produk baru diupayakan dapat dilaksanakan dengan cepat dan singkat keseluruh segmen pasar sasaran. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan posisi pasar, sebelum pesaing dapat bereaksi. (Philip Kotler Gary Armstrong, 1997). Pola ini dilaksanakan oleh perusahaan Colgate – Palmolive maupun Pampers – Phoses yang memperkenalkan produk baru “ke pasar dunia” dalam waktu satu bulan setelah peluncuran di Amerika Serikat. Pada saat ini merupakan tantangan bagi perusahaan dalam penempatan harga terutama dalam menghadapi pesaingnya.

(41)

1. Memutuskan strategi harga premium, pada posisi ini menghasilkan produk bermutu tinggi dan menetapkan harga paling tinggi (Rolex). 2. Memutuskan Strategi Nilai Baik; pada posisi ini menghasilkan produk

bermutu tinggi tetapi menetapkan harga rendah.

3. Memutuskan Strategi Harga Tinggi; pada posisi ini produk dengan mutu rendah dengan menetapkan harga tinggi.

4. Memutuskan strategi Ekonomi; pada posisi ini produk bermutu rendah dan menetapkan harga rendah.

Dalam kaitannya pengembangan produk perikanan melalui modifikasi produk beberapa pertimbangan pemosisian harga yang telah ditetapkan atau diteliti kemungkinan ada hubungannya antara penetapan harga dengan volume penjualan. Apabila harga dan volume penjualan terjadi keeratan hubungan yang “positif” menunjukkan bahwa penetapan harga cukup berhasil untuk memasarkan produk baru; berarti konsumen merasa puas dengan kondisi produk sesuai harga yang dibayarkan.

2.14. Ramalan Prospek Pemasaran

(42)

Secara umum metoda untuk membuat ramalan pemasaran adalah : a) Berdasarkan Pendapat Para Eksekutif

Metode terbaik untuk melaksanakan ramalan eksekuti adalah dengan mengumpulkan para anggota eksekutif melalui rapat kerja; dimana para anggota memberikan ramalan yang diperoleh dengan caranya sendiri-sendiri. Didalam rapat akan timbul ide-ide baru; dan dengan demikian dimungkinkan akan membuat adjustment terhadap nilai ramalan yang mungkin over estimate atau under estimate.

b) Menggunakan beberapa tenaga penjual.

Metoda ini hampir sama dengan cara pertama; dimana dengan metoda ini terdiri dari para anggota yang langsung melakukan penjualan yang harus membuat ramalan pemasaran.

c) Metode langsung konsumen.

Metoda ini dilaksanakan dengan menanyakan langsung kepada para masyarakat pembeli yang dipilih secara acak ( random ) mengenai apakah ingin membeli jenis barang yang akan diramalkan pada waktu yang akan datang.

d) Metode statistik.

(43)
(44)

BAB I I I

GAMBARAN KOTA MEDAN

Kondisi perekonomian suatu daerah dapat menjadi cerminan bagaimana tumbuh dan berkembangnya daerah tersebut khususnya dari perspektif ekonomi dan dapat pula menjadi cerminan tingkat kebutuhan daerah tersebut akan berbagai hal dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan sebuah analisis ekonomi makro kota Medan sebagai salah satu dasar pertimbangan bagaimana kebutuhan masyarakat kota Medan dimasa yang akan datang khususnya terhadap keberadaan sebuah Pasar I nduk untuk memenuhi kebutuhan akan sayur-mayur, buah-buahan bahkan rempah-rempah dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti pertumbuhan penduduk, luar wilayah kota Medan, trend pendapatan perkapita, tingkat pendidikan dan kesehatan yang semakin membaik dan sebagainya. Oleh karena itu bab ini menjadi penting untuk analisis-analisis yang akan dilakukan di bab-bab berikutnya.

1. Geografis Kota Medan

(45)

Secara geografis Kota Medan terletak diantara : 2º .27’ - 2º .47’ Lintang Utara dan 98º .35’ - 98º .44’ Bujur Timur. Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar atau 265,10 Km2 atau sama dengan 3,6% dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, selain memiliki modal dasar pembangunan dengan kota jumlah penduduk dan letak geografis serta peranan regional yang relatif terus berkembang semakin besar dan strategis, Kota Medan juga memiliki keterbatasan ruang.

Luas Kota Medan dapat dikatakan relatif kecil dibandingkan dengan luasan beberapa kota besar lainnya secara regional/ nasional. Keterbatasan ruang lebih dirasakan karena bentuk wilayah administratif Kota Medan yang sangat ramping di tengah, sehingga secara alami dapat menjadi tantangan penghambat pengembangan perkotaan ke wilayah utara, khususnya di bidang penyediaan sarana prasarana kota. Kondisi tersebut juga menyebabkan cenderung kurang seimbang dan terintegrasinya ruang kota di Bagian Utara dengan Bagian Selatan. Namun demikian, sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga Kota Metropolitan terbesar di I ndonesia, Kota Medan memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/ internasional di kawasan barat I ndonesia, dengan dukungan faktor – faktor dominan yang dimilikinya.

Secara administratif Kota Medan berbatasan dengan : • Sebelah Utara

• Sebelah Timur • Sebelah Selatan • Sebelah Barat

: berbatasan dengan Selat Malaka

(46)

Berdasarkan batas-batas administratif kota tersebut di atas, maka walaupun luas wilayah Kota Medan relatif kecil, tetapi Kota Medan dikelilingi lingkungan regional dengan basis ekonomi Sumber Daya Alam (SDA) yang relatif besar dan beragam.

Kondisi klimatologi Kota Medan menurut Stasiun BMG Sampali suhu minimum berkisar antara 23,30 C – 24,10 C dan suhu maksimum berkisar antara 31,00 C – 31,10 C. Kelembaban udara Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 – 58 persen. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0.48 m/ detik, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya adalah 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2003 rata-rata per

bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 299,5 mm.

(47)

Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Kelurahan Lingkungan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 2.068 1.458 1.119 905 552 584 298 901 584 1.281 1.544 1.316 533 682 776 409 799 2.084 3.667 2.382 2.625 7,80 5,50 4,22 3,41 2,08 2,20 1,12 3,40 2,20 4,83 5,82 4,96 2,01 2,57 2,93 1,54 3,01 7,86 13,83 8,99 9,90 9 6 7 6 12 12 6 5 6 6 6 7 7 6 11 9 7 6 6 5 6 75 81 77 82 172 146 66 46 64 63 88 88 69 98 128 128 95 105 99 88 143

26.510 100.00 151 2.001

Sumber : Pemerintah Kota Medan

Berdasarkan ketentuan perundang – undangan, administrasi Kota Medan dipimpin oleh Walikota/ Wakil Walikota yang dipilih secara langsung. Kota Medan saat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan.

2. Demografi Kota Medan

2.1. Kondisi Demografis

(48)

semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran tersebut adalah perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan kemajuan secara sosial ekonomi. Disisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang semakin memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Tabel 3.2. Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2005 -2008

Indikator Tahun

2005 2006 2007 2008 a)

[1] [2] [3] [4] [5]

Jumlah Penduduk (jiwa) 2.036.185 2.067.288 2.083.156 2.102.105

Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 1,50 1,53 0,77 0,91

Luas Wilayah (KM2) 265,10 265,10 265,10 265,10

Kepadatan Penduduk per-km2 7.681 7.798 7.858 7.929

Sumber : BPS Kota Medan Keterangan : a) Angka Sementara

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas diperoleh informasi bahwa ada peningkatan jumlah penduduk Kota Medan dari 2.036.185 jiwa pada tahun 2005 menjadi 2.067.288 jiwa pada tahun 2006, 2.083.156 jiwa pada tahun 2007 dan terus bertambah menjadi 2.102.105 jiwa pada tahun 2008. Laju pertumbuhan berkisar 1.5% pada tahun 2005 dan tahun 2006, 0,77% pada tahun 2007 dan 0,91% pada tahun 2008. Walaupun meningkat namun tidak terlalu mencolok, bahkan laju pertumbuhan penduduk cenderung menunjukkan trend penurunan sejak tahun 2008. Diketahui, faktor alami yang mempengaruhi peningkatan laju pertambahan penduduk adalah tingkat kelahiran, kematian, dan arus urbanisasi. Oleh karenanya, upaya-upaya pengendalian kelahiran melalui program Keluarga Berencana (KB) terus dipertahankan untuk menekan angka kelahiran.

(49)

jiwa/ km2 pada tahun 2006, 7.858 jiwa/ km2 pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 menjadi 7.929 jiwa/ km2. Tingkat kepadatan tersebut relatif tinggi, sehingga termasuk salah satu permasalahan yang harus diantisipasi. Apalagi dengan semakin menyempitnya luas lahan yang ada sehingga berpeluang terjadi ketidakseimbangan antara daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada. Kombinasi antara kepadatan, commuters (penglaju), para pencari kerja dan peran Pemerintah Kota Medan sebagai pusat pelayanan regional menyebabkan tuntutan akan pelayanan dasar menjadi meningkat.

Disamping itu, adanya fenomena penglaju di Kota Medan menyebabkan jumlah penduduk pada siang hari lebih banyak, yaitu sekitar 2,5 juta jiwa dibandingkan jumlah penduduk pada malam hari diperkirakan sebesar 2,1 juta jiwa. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa penyebab utama fenomena penglaju di Kota Medan karena adanya pandangan bahwa (1) bekerja di kota lebih bergengsi, (2) lebih mudah mencari pekerjaan di kota, (3) tidak ada lagi yang dapat dikerjakan (diolah) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Besarnya dorongan untuk menjadi penglaju tentunya berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan.

(50)

upaya peningkatan kesejahteraan semakin meningkat. Adanya anggapan mengenai jumlah anggota keluarga yang tidak besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan, mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) cenderung mengikuti konsep Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Bahkan sebagian PUS baru memilih untuk menunda kelahiran dengan berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan psikologis lainnya.

2.2. Komposisi Penduduk

Sebagai salah satu faktor penting dalam pembangunan, maka komposisi penduduk Kota Medan berpengaruh terhadap formulasi kebijakan pembangunan kota, baik menjadi subjek maupun objek pembangunan. Keterkaitan komposisi penduduk dengan upaya-upaya pembangunan kota yang dilaksanakan, didasarkan kepada kebutuhan pelayanan yang harus disediakan kepada masing-masing kelompok usia penduduk, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan bahkan pelayanan kesejahteraan sosial ekonomi lainnya.

(51)

Tabel 3. 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Medan Tahun 2008a)

 

Golongan Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah

Jiwa Persen Jiwa Persen Jiwa Persen

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

0 – 4 84.810 8,16 91.367 8,60 176.177 8,38

5 – 9 92.185 8,87 95.124 8,95 187.309 8,91

10 –14 93.039 8,95 100.949 9,50 193.988 9,23

15 –19 111.233 10,70 101.109 9,52 212.342 10,10

20 – 24 117.217 11,27 122.707 11,55 239.924 11,41

25 – 29 100.014 9,62 104.256 9,81 204.270 9,72

30 – 34 84.210 8,10 71.636 6,74 155.846 7,41

35 – 39 74.973 7,21 87.525 8,24 162.498 7,73

40 – 44 76.490 7,36 77.476 7,29 153.966 7,32

45 – 49 57.116 5,49 51.494 4,85 108.610 5,17

50 – 54 47.039 4,52 52.619 4,95 99.658 4,74

55 – 59 35.710 3,43 38.265 3,60 73.975 3,52

60 – 64 26.999 2,60 23.025 2,17 50.024 2,38

65 + 38.672 3,72 44.846 4,22 83.518 3,97

Jumlah 1.039.707 100,00 1.062.398 100,00 2.102.105 100,00

Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka sementara penduduk pertengahan tahun 2008

Pada kelompok usia anak-anak dan remaja, kebijakan dan program pembangunan kota yang ditempuh selama ini diarahkan pada peningkatan status gizi anak, pengendalian tingkat kenakalan anak dan remaja, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Upaya ini terus dilakukan untuk mempersiapkan masa depan anak-anak dan remaja guna mendukung terbentuknya sumber daya manusia yang semakin berkualitas.

(52)

tanggungan berkisar 44, atau sekitar setiap 44 orang ditanggung oleh 100 orang produktif.

Jumlah penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan 2,1 juta jiwa lebih, dan diproyeksikan mencapai 2,139 juta jiwa pada tahun 2010, ditambah beban arus penglaju akan menjadi beban pembangunan yang harus ditangani secara terpadu dan komprehensif. Di samping itu sangat diperlukan pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah.

Berdasarkan jumlah, struktur, distribusi serta kondisi sosial ekonomi, beberapa masalah pokok kependudukan dapat disajikan sebagai berikut :

1. Kecenderungan adanya penurunan fluktuasi laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006, tahun 2007 dan tahun 2008.

2. Kecenderungan peningkatan arus ulang alik ke Kota Medan yang berimplikasi kepada pemenuhan fasilitas sosial yang dibutuhkan. 3. Masalah kemiskinan, tenaga kerja dan permasalahan sosial lain

yang dipengaruhi oleh iklim perekonomian nasional dan global. 4. Penyediaan pelayanan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar

lainnya termasuk sarana dan prasarana permukiman.

3. Kondisi Ekonomi

(53)

bagi formulasi kebijakan, program, dan kegiatan-kegiatan teknis operasional dalam pembangunan kota pada masa yang akan datang.

Penyajian indikator makro kinerja pembangunan kota tersebut didasarkan juga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yang secara eksplisit mewajibkan pengelolaan anggaran mengacu kepada keberhasilan dan prestasi kinerja. Berdasarkan hal tersebut, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan kota, tidak hanya harus dapat memberikan argumentasi input yang digunakan, juga menguraikan output, outcome, benefit dan impact yang dihasilkan, sebagai tolok ukur kinerja dalam pembangunan kota.

Berdasarkan hal tersebut maka penyajian, indikator kinerja pembangunan kota tahun 2008 ini, diharapkan dapat memberikan gambaran secara makro berbagai hasil, manfaat dan dampak pembangunan kota yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan berserta seluruh stakeholder yang terlibat, baik unsur masyarakat, swasta, pers, kaum profesional dan komponen pembangunan kota lainnya selama tahun 2008.

 

3.1. I ndikator Makro Pembangunan Kota

I ndikator kinerja makro pembangunan kota yang digunakan dalam mengukur capaian pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan kota selama tahun 2008 dikelompokkan menjadi 2 (dua) bidang yaitu :

1. I ndikator Kinerja Makro pembangunan kota untuk bidang ekonomi 2. I ndikator Kinerja Makro pembagunan kota untuk bidang

kesejahteraan rakyat

(54)

(PDRB) Kota Medan merupakan jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan (nilai barang dan jasa akhir dikurangi biaya untuk menghasilkannya atau disebut biaya antara) oleh unit-unit produksi yang berada di wilayah Kota Medan, dalam jangka waktu satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam sembilan lapangan usaha, yaitu :

1. Pertanian, yang terdiri dari tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan;

2. Pertambangan dan penggalian; 3. I ndustri pengolahan;

4. Listrik, gas dan air bersih; 5. Konstruksi;

6. Perdagangan, hotel dan restoran/ rumah makan; 7. Transportasi dan komunikasi;

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan

9. Jasa kemasyarakatan termasuk jasa pelayanan pemerintah dan jasa perorangan.

(55)

penurunan) PDRB harga konstan suatu tahun, dibandingkan dengan PDRB harga konstan tahun sebelumnya.

I nformasi turunan dari PDRB selain pertumbuhan ekonomi adalah PDRB perkapita dan struktur ekonomi. PDRB perkapita dihitung dengan cara membagi jumlah PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Angka PDRB perkapita memperlihatkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk, yang mengindikasikan gambaran tingkat kemakmuran penduduk.

Sedangkan struktur ekonomi menunjukkan pengelompokan PDRB menurut unit-unit produksi utama yaitu primer, sekunder dan tertier. I ndikator kinerja makro lain yang berkaitan dengan perekonomian adalah tingkat inflasi, ekspor dan impor. Melalui indikator ekonomi ini diperoleh gambaran keberhasilan atau hasil kinerja pembangunan kota, dalam mewujudkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat.

(56)

Tabel 3. 4. I ndikator Kinerja Makro Bidang Ekonomi

Aspek Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB Kota Medan

Jumlah seluruh nilai tambah bruto yang ditimbulkan/dihasilkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya di wilayah Medan.

Nilai Tambah Bruto (NTB)

Nilai produksi atau nilai output dari barang dan jasa yang dihasilkan dikurangi biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Komponen NTB terdiri dari : faktor pendapatan, penyusutan modal tetap dan pajak tak langsung netto.

PDRB atas dasar harga berlaku

Jumlah seluruh nilai tambah bruto yang dihasilkannya pada setiap tahun, yang penilaiannya dilakukan berdasarkan harga pada tahun berjalan.

PDRB atas dasar harga konstan

Jumlah seluruh nilai tambah bruto yang dihasilkannya pada setiap tahun dengan penilaian berdasarkan suatu harga pada tahun tertentu (tahun dasar). Untuk saat ini digunakan tahun dasar 2000.

Distribusi PDRB menurut sektor/lapangan usaha

Perbandingan antara NTB suatu sektor terhadap total NTB, yang juga dapat menggambarkan struktur ekonomi atau peranan suatu sektor terhadap perekonomian wilayah.

Pertumbuhan Ekonomi Nilai yang menunjukkan pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan.

PDRB Perkapita

Nilai PDRB dibagi dengan jumlah penduduk, yang menggambarkan nilai PDRB per jiwa

Inflasi Inflasi Gambaran kecenderungan umum

tentang perkembangan harga barang

Ekspor-Impor

Batasan tentang ekspor-impor Kota Medan

Arus barang keluar dan masuk secara administratif melewati wilayah kepabeanan baik melalui Bandara Polonia maupun Pelabuhan Laut Belawan

(57)

Tabel 3.5. I ndikator Kinerja Bidang Makro Kesejahteraan Rakyat

Aspek

Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

Kependudukan Pertumbuhan Penduduk

Menunjukkan perubahan secara persentase penduduk akhir tahun tertentu dibanding dengan tahun sebelumnya. Perhitungan ini biasanya dilakukan dengan metode eksponensial

Pendidikan

Angka Partisipasi Kasar (APK)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah siswa pada level pendidikan tertentu dengan penduduk pada level pendidikan tertentu dikalikan 100 %.

Misal : APK SD-MI adalah banyaknya murid yang sekolah SD-MI dibagi jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun dikalikan 100

Angka Partisipasi Murni (APM)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah siswa pada level pendidikan tertentu yang berusia pada level sekolah tertentu dengan penduduk usia pada level pendidikan tertentu dikalikan 100 %.

Misal : APM SD-MI adalah banyaknya murid yang sekolah SD-MI dengan usia 7-12 tahun dibagi jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun dikalikan 100 %

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk usia level pendidikan tertentu yang masih sekolah dengan penduduk pada usia level pendidikan tertentu dikalikan 100 %.

Misal : APS 7-12 tahun adalah banyaknya penduduk usia 7-12 tahun yand masih sekolah dibagi jumlah penduduk usia sekolah 7-12 tahun dikalikan 100 %

Angka Melek Huruf

Menunjukkan besarnya persentase penduduk 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis.

Ketenagakerjaan

Angkatan Kerja Penduduk berusia 15 tahun keatas yang bekerja atau mencari pekerjaan.

Bukan Angkatan Kerja

Penduduk usia 15 tahun ke atas yang sedang sekolah, mengurus rumahtangga, pensiunan atau sudah tidak mampu melakukan pekerjaan karena tua, sakit dan cacat.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Persentase penduduk aktif secara ekonomi (bekerja atau mencari kerja) atau angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja (15 tahun keatas)

Tingkat

Pengangguran Terbuka

Persentase penduduk yang mencari kerja terhadap angkatan kerja.

Kesehatan

Tingkat Kelahiran Bayi

Menunjukkan banyaknya bayi lahir hidup pada setiap 1.000 kelahiran

Tingkat Kematian Bayi

(58)

Aspek

Indikator Kinerja Makro

Nama Indikator Keterangan Indikator

[1] [2] [3]

Angka Harapan Hidup

Menunjukkan perkiraan rata-rata lama hidup yang dapat dicapai penduduk.

Indikator Pembangunan Manusia

Indeks Pengetahuan

Indeks yang ditunjukkan dengan indikator berupa rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas.

Indeks

Kelangsungan Hidup

Indeks yang dinyatakan dengan indikator berupa angka harapan hidup

Indeks Daya Beli Indeks yang dinyatakan dengan indikator berupa rata-rata penge-luaran perkapita yang telah disesuaikan.

3.2. I ndikator Ekonomi Makro

Kegiatan ekonomi daerah sangat terkait dengan kemampuan setiap orang atau siapapun untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraannya, baik kemampuan untuk berproduksi maupun mengkonsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Mengingat keterkaitan yang begitu tinggi antara kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan baik kemampuan untuk berproduksi atau mengkonsumsi berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan, maka aspek ekonomi secara umum dijadikan salah satu ukuran penting untuk menilai kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

(59)

digunakan adalah : Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB), PDRB Perkapita, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan ekspor-impor, dan lain lain.

Sebagai ukuran makro yang sangat luas dimanfaatkan dalam analisis ekonomi pembangunan, evaluasi dengan menggunakan indikator ekonomi ini sekaligus sangat membantu untuk mengamati apakah kebijakan-kebijakan pembangunan kota dalam bidang ekonomi yang selama ini diterapkan telah sesuai atau belum, efektif atau tidak, ketika disepadankan dengan rencana-rencana ekonomi yang telah ditetapkan, sehingga menggambarkan kemajuan dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagaimana diharapkan.

3.2.1. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) Atas Harga Berlaku

Selama periode 2005-2008, perkembangan perekonomian Kota Medan, cenderung tumbuh secara positip ditandai oleh peningkatan PDRB atas harga berlaku masing-masing Rp 42,79 triliun tahun 2005, Rp 48,85 triliun tahun 2006, Rp 55,46 triliun tahun 2007 dan Rp 64,42 triliun tahun 2008, atau meningkat rata-rata sebesar 14,62% / tahun. Bila diamati lebih jauh, peningkatan PDRB (ADHB) tahun 2008 merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir, yaitu mencapai 16,16% .

Tabel 3.6. Produk Domestik Regional Bruto Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 – 2008 (milyar Rp.)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a)

[1] [2] [3] [4] [5]

1. Pertanian 1.306,92 1.427,43 1.580,64 1.864,27

2. Pertambangan dan Penggalian 2,60 3,28 3,09 2,89

3. Industri Pengolahan 7.094,92 7.960,60 9.029,33 10.253,01

(60)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a)

[1] [2] [3] [4] [5]

5. Konstruksi 3.502,80 4.795,79 5.420,08 6.195,96

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 11.271,82 12.692,84 14.106,44 15.086,21

7. Transportasi dan Telekomunikasi 7.979,78 9.164,62 10.548,09 14.284,59

8. Keuangan dan Jasa Perusahaan 6.063,88 6.550,50 7.833,88 8.899,82

9. Jasa-jasa 4.652,21 5.152,23 5.893,30 6.630,65

PDRB 42.792,45 48.849,95 55.455,58 64.421,79

Sumber : BPS Kota Medan

Keterangan : a) Angka Sementara

Berdasarkan Tabel 3.6 diketahui bahwa selama tahun 2008, kondisi perekonomian daerah mengalami peningkatan pada berbagai sektor/ lapangan usaha. Kontribusi terbesar diperoleh dari subsektor transportasi dan telekomunikasi (35,2% ), disusul subsektor I ndustri pengolahan (13,3% ), subsektor Keuangan dan jasa perusahaan (12.8% ). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perekonomian Kota Medan digerakkan oleh seluruh kelompok sektor yaitu primer, sekunder dan tersier secara simultan.

3.2.2. Struktur Ekonomi

(61)

mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi.

Tabel 3. 7. Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2008

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 a)

[1] [2] [3] [4] [5]

I. Primer 3,06 2,93 2,86 2,

Gambar

Tabel 1
Tabel 2.
Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan
Tabel 3.2.  Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2005 -2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem layanan informasi kesehatan “alodokter.com” meliputi pemilihan para dokter sebagai mitra yang memberikan

3. Pengembangan Kompetensi dan Mata Pelajaran kurikulum 2013 Pada KTSP, tiap mata pelajaran memiliki beberapa Pokok Bahasan. Pada tiap pokok bahasan ini ditentukan Standar

Melalui pembelajaran multikultural, subyek belajar dapat mencapai kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan diskriminasi. Dengan kata lain, sekolah mempunyai variabel yang

Mengingat betapa pentingnya proses adaptasi peserta didik baru di lingkungan MAN Kota Palangka Raya, maka pihak madrasah sebagai penyelenggara pendidikan yang memfasilitasi

Pasien  yang  suspek  atau  kasus  TB  melalui  pertanyaan   penyaringan  harus   dipisahkan  dari  pasien  lain,  dan  diminta   menunggu  di  ruang  terpisah

Asupan makan berkurang secara drastis (kekurusan), maka tubuh akan menyimpulkan bahwa tubuh dalam keadaan tidak sehat untuk hamil dan mempengaruhi proses ovulasi,

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, selanjutnya disebut sebagai UU Pemda, dalam Pasal 251 Menteri Dalam Negeri dan Gubernur sebagai wakil dari Pemerintah

micrura revealed a trend in LFS which was different from the remaining two systems (Fig. ) of life table data in