• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TANAMAN RAMI (Boehmeria nivea) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TANAMAN RAMI (Boehmeria nivea) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK (IN VITRO)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN TANAMAN RAMI (Boehmeria

nivea) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN

BAHAN ORGANIK (IN VITRO)

THE INFLUENCE OF DEFOLIATION TIME OF RAMIE

(Boehmeria nivea) ON DRY AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY

(IN VITRO)

Lisana Sidqi Alia*, Tidi Dhalika**, Rahmat Hidayat** Universitas Padjadjaran

 

* Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 ** Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

e-mail: lisana.sidqi@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran pada tanggal 16 Februari sampai 15 Maret 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh umur pemotongan tanaman rami yang menghasilkan kecernaan bahan kering dan bahan organik (in vitro) paling tinggi. Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat empat perlakuan yang disusun sebagai berikut: P1= tanaman rami yang dipotong umur 15 hari; P2= tanaman rami yang dipotong umur 30 hari; P3= tanaman rami yang dipotong umur 45 hari; dan P4= tanaman rami yang dipotong umur 60 hari. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa umur pemotongan yang berbeda pada tanaman rami berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tanaman rami yang dipotong umur 45 hari (P3) menghasilkan kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tertinggi, yaitu masing-masing 62,94% dan 51,60%.

kata kunci: kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, tanaman rami, umur pemotongan

ABSTRACT

The research was conducted at Laboratory of Ruminant Nutrition and Feed Chemistry, Faculty of Animal Husbandry Universitas Padjadjaran on February 16th until March 15th 2015.

The objective of this research is to find out the best defoliation time of ramie that produces highest dry and organic matter digestibility (in vitro). The research used experimental methode with Completely Randomized Design. There are four treatments arranged as follows: P1= Ramie which defoliated at 15 days old; P2= Ramie which defoliated at 30 days old; P3= Ramie which defoliated at 45 days old; and P4= Ramie which defoliated at 60 days old. Each treatment were replicated five times. The difference defoliation time of ramie gives significant effect (P<0,05) both on dry and organic matter digestibility. The result of research showed that defoliation time of ramie in 45 days old produce highest dry and organic matter digestibility, respectively 62,94% and 51,60%.

(2)

PENDAHULUAN

Ternak ruminansia memiliki peranan yang sangat penting dalam penyediaan daging dan susu sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Guna mencukupi kebutuhan masyarakat akan produk hasil ternak khususnya ruminansia, maka diperlukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan produktivitasnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan perbaikan pakan. Pakan merupakan hal yang penting dalam menunjang produktivitas ternak dan memberikan sumbangan besar terhadap total pembiayaan dalam usaha ternak.

Pakan utama bagi ternak ruminansia adalah hijauan. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan serat kasar pada hijauan karena adanya mikroba rumen. Penyediaan hijauan yang berkualitas sebagai pakan ternak perlu dilakukan untuk mendukung fungsi rumen sehingga produktivitas ternak dapat dioptimalkan. Penyediaan hijauan sepanjang tahun sebagai makanan ternak di Indonesia masih terkendala oleh beberapa faktor, antara lain penyediaan hijauan pakan yang bersifat fluktuatif. Oleh karena itu diperlukan budidaya jenis-jenis hijauan pakan baru yang dapat tumbuh dan beradaptasi dengan cepat, penanamannya mudah, serta produktivitasnya tinggi pada kondisi lahan marginal. Jenis hijauan tersebut salah satunya adalah tanaman rami (Boehmeria nivea).

Tanaman rami merupakan tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai hijauan pakan ternak karena memiliki kandungan zat makanan yang relatif tinggi. Selama ini, tanaman rami dibudidayakan untuk diambil seratnya sebagai bahan baku tekstil yang berkualitas tinggi. Bagian tanaman rami yang dimanfaatkan untuk industri tekstil adalah kulit batangnya, sementara daunnya dijadikan kompos dan digunakan sebagai pakan ternak. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian daun rami sebagai pakan ternak dalam jumlah tertentu dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup dan produksi susu. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman rami berpotensi sebagai alternatif bahan pakan hijauan untuk ternak ruminansia.

Kualitas hijauan ditentukan oleh jenis tanaman, kesuburan tanah, iklim mikro (cahaya, curah hujan, suhu dan kelembaban), umur pemotongan, pemupukan dan pengolahan tanah. Faktor-faktor tersebut dapat menentukan produksi dan juga kandungan zat makanan dari hijauan. Pemanenan tanaman pakan yang tepat pada interval waktu tertentu merupakan faktor yang penting. Semakin tua umur pemotongan maka semakin tinggi produksi namun berbanding terbalik dengan kualitas nutrisinya (kandungan serat kasar meningkat, protein kasar menurun). Kualitas nutrisi hijauan dapat mempengaruhi tingkat kecernaan pada ternak ruminansia.

(3)

Pengujian kualitas hijauan dapat dilakukan dengan cara mengukur kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan suatu cara untuk menilai kualitas pakan, karena kecernaan suatu pakan menunjukkan seberapa besar pakan dapat dimanfaatkan khususnya oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan, semakin besar zat makanan yang diserap tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur pemotongan tanaman rami (Boehmeria nivea) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro.

MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman rami (Boehmeria nivea L. Gaud) klon Pujon 10. Bagian tanaman yang digunakan daun dan batang yang di panen umur 15, 30, 45, dan 60 hari. Sampel tersebut telah dipotong kira-kira tiga sentimeter dan di jemur sampai kering udara. Sampel yang sudah kering digunakan untuk dianalisis in vitro. Tanaman rami yang digunakan berasal dari Desa Margamulya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Bahan lain yang digunakan adalah cairan rumen domba, saliva buatan, gas karbondioksida (CO2), serta bahan kimia untuk membunuh mikroba rumen pada penelitian kecernaan bahan kering dan bahan organik yaitu larutan HgCl2 jenuh dan HCl-pepsin 10%.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung fermentor, Waterbath, rak tabung fermentor, pompa vakum, stirer, termometer, tabung CO2 dengan selang dan

regulatornya, pH meter, sentrifuge, corong dan wadah untuk menyaring dan menampung reidu, kertas saring Whatman nomor 41, cawan alumunium, tanur listrik, eksikator, timbangan analitik, cawan porselen, kompor listrik (hot plate), tang penjepit, dan label.

2. Metode Penelitian

Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dilakukan menggunakan metode in vitro. Pertama sampel ditimbang masing-masing ± 1 gram untuk setiap unit percobaan dan dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah diberi label. Sebanyak 40 mililiter saliva buatan dan 10 mililiter cairan rumen dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah berisi sampel. Gas CO2 dialirkan kedalam tabung agar tabung dalam keadaan

anaerob. Tabung fermentor dititup menggunakan karet berventilasi dan dimasukkan kedalam

(4)

sekali (in vitro tahap 1). Setelah diikubasi selama 48 jam, ke dalam setiap tabung ditambahkan larutan larutan HgCl2 0,2 mililiter kemudian disentrifugasi dengan kecepatan

4500 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernatant dan residu. Residu yang telah terpisah dengan supernatant tetap berada dalam tabung fermentor, sedangkan supernatant dibuang. Menambahkan 50 mililiter larutan pepsin HCl 10% lalu inkubasi selama 48 jam dalam suasana aerob dan dilakukan pengocokan selama 6 jam sekali (in vitro tahap 2). Setelah 48 jam diinkubasi (in vitro tahap 2) selanjutnya disaring dengan kertas saring

Whatman No. 41 dan membilasnya dengan menggunakan aquades untuk menghilangkan

lendir yang masih tersisa pada residu. Residu dikeringkan dalam oven 1050 Celsius selama 24 jam, lalu dimasukkan dalam eksikator. Sampel ditimbang untuk mengetahui berat akhir bahan kering. Residu dikeringkan dalam tanur listrik dan ditimbang untuk mengetahui kandungan bahan organik sisa pencernaan in vitro. Kecernaan bahan kering dan bahan organik dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

1) Kecernaan Bahan Kering

KcBK (%) = Berat  BK    sampel   g !R BK  residu!BK  Blanko (g) Berat  BK  sampel  (g) x 100 2) Kecernaan Bahan Organik

KcBO (%) = Berat  BO    sampel   g !R BO  residu!BO  Blanko (g)

Berat  BO  sampel  (g) x 100

Keterangan:

KcBK = Kecernaan Bahan Kering KcBO = Kecernaan Bahan Organik BK = Bahan Kering

BO = Bahan Organik

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat 20 unit percobaan. Adapun masing-masing perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

P1 = tanaman rami yang dipotong umur 15 hari P2 = tanaman rami yang dipotong umur 30 hari P3 = tanaman rami yang dipotong umur 45 hari P4 = tanaman rami yang dipotong umur 60 hari

(5)

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis ragam (analysis of variance) dan bila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel & Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan bahan kering merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas pakan. Kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan tingginya zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan maka semakin baik kualitasnya. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur pemotongan tanaman rami terhadap kecernaan bahan kering disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Kecernaan Bahan Kering (KcBK) pada Berbagai Perlakuan

Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 ... % ... 1 58.40 60.48 63.29 55.10 2 57.57 60.09 62.68 55.07 3 57.41 60.19 62.90 55.54 4 57.35 60.44 62.92 55.05 5 57.47 60.44 62.90 55.38 Rataan 57.47 60.33 62.94 55.23

Keterangan Perlakuan : P1= tanaman rami yang dipotong umur 15 hari; P2= tanaman rami yang dipotong umur 30 hari; P3= tanaman rami yang dipotong umur 45 hari; P4= tanaman rami yang dipotong umur 60 hari

Tabel tersebut menunjukkan bahwa perbedaan umur pemotongan tanaman rami menyebabkan bervariasinya nilai kecernaan bahan kering. Rataan kecernaan bahan kering perlakuan berkisar antara 55,23 sampai 62,94%. Data hasil penelitian kemudian dianalisis menggunakan analisis ragam. Berdasarkan hasil analisis ragam, umur pemotongan tanaman rami memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahan kering. Kecernaan bahan kering tertinggi didapat pada umur pemotongan 45 hari sedangkan kecernaan bahan kering terendah didapat pada umur pemotongan 60 hari.

Terjadi peningkatan kecernaan bahan kering pada umur pemotongan 15 hari sampai umur pemotongan 30 hari sebesar 2,86% serta peningkatan kecernaan umur pemotongan 30 hari sampai umur pemotongan 45 hari sebesar 2,61%. Kecernaan bahan kering pada umur pemotongan 60 hari mengalami penurunan sebesar 7.71% dari umur pemotongan 45 hari.

(6)

Peningkatan kecernaan bahan kering tanaman rami pada umur pemotongan 30 dan 45 hari disebabkan karena komposisi zat makanan tanaman rami relatif masih baik. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan serat kasar dan lignin yang masih berada pada batas toleransi untuk ternak ruminansia. Kandungan zat makanan tanaman rami pada berbagai umur pemotongan dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Zulbardi, dkk (1999) batas toleransi lignin untuk ternak ruminansia adalah 7%. Penurunan kecernaan bahan kering tanaman rami pada umur pemotongan 60 hari disebabkan oleh meningkatnya kandungan serat kasar dan lignin serta menurunnya kandungan protein kasar sehingga zat makanan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen sedikit.

Tabel 2. Kandungan Zat makanan Berbagai Umur Pemotongan Tanaman Rami

Umur Pemotongan Kandungan

Protein Kasar Serat Kasar Lignin ---%---

15 hari 32 24 3

30 hari 29 29 4

45 hari 25 40 7

60 hari 21 45 10

Sumber : Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (2014) dalam Sari (2015)

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan maka dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Perlakuan Rataan (%) Signifikasi

4 55.23 a

1 57.64 b

2 60.32 c

3 62.94 d

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering pada umur pemotongan 60 hari berbeda nyata dengan umur pemotongan 15 hari, umur pemotongan 30 hari dan umur pemotongan 45 hari, serta masing-masing perlakuan berbeda nyata. Hasil analisis menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering tertinggi didapat pada P3 (umur pemotongan 45 hari) dan kecernaan bahan kering terendah didapat pada P4 (umur pemotongan 60 hari).

(7)

Kandungan zat makanan dari bahan pakan dapat menentukan nilai kecernaan. Kandungan zat makanan tanaman rami pada umur pada umur 15, 30 dan 45 hari masih relatif baik dan berpengaruh meningkatkan kecernaan bahan kering. Kandungan lignin tanaman rami umur 15, 30 dan 45 hari belum begitu tinggi, yaitu masing-masing sebesar 3, 4, dan 7% dan kandungan protein kasar di atas 25% sehingga tanaman rami dapat dicerna dengan baik. Tanaman rami umur 15 dan 60 menghasilkan kecernaan bahan kering masing masing 57,64% dan 55,23% sedangkan umur pemotongan 30 dan 45 hari menghasilkan kecernaan bahan organik di atas 60% yaitu masing-masing sebesar 60,32% dan 62,94%. Menurut Suparwi (2000) suatu bahan pakan dikatakan fermentable apabila kecernaan bahan keringnya minimun 60%.

Tanaman rami yang dipotong umur 15 hari memiliki nilai kecernaan yang lebih rendah dibandingkan dengan umur 30 dan 45 hari. Tanaman rami umur 15 hari memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, yaitu 32% dan serat kasar yang relatif rendah yaitu 24%. Protein pada tanaman akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi amonia sedangkan pencernaan serat kasar dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang/volatile fatty

acid (VFA). Protein pada tanaman rami umur 15 mudah didegradasi oleh mikroba di dalam

rumen menjadi N-amonia, sedangkan produksi VFA yang dihasilkan sedikit karena kandungan serat kasar yang relatif rendah. Menurut Iman dkk. (2008) mudahnya protein yang didegradasi di rumen bila tidak diimbangi dengan produksi asam lemak terbang/volatile fatty

acid (VFA), maka N-amonia tidak dapat dimanfaatkan dalam pembentukan protein mikroba.

N-amonia yang tidak dimanfaatkan selebihnya dibuang melalui urine dan bila dalam jumlah besar akan terjadi penimbunan gas dan dikhawatirkan ternak mengalami bloat (kembung perut), rumen tidak berfungsi normal. Lebih parahnya lagi N-amonia akan masuk ke aliran darah yang menyebabkan ternak keracunan, kemudian mengalami kematian. Perbedaan sifat ini menyebabkan N-amonia hasil degradasi protein ampas tahu diduga tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk sintesis protein mikroba. Menurut Dewhurst dkk. (2000) agar sintesa protein mikroba berjalan maksimal, maka jumlah kedua prekursor tersebut harus dalam kondisi dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan sinkronisasi agar puncak produksi N-NH3 dan VFA dalam waktu yang bersamaan.

Tanaman rami umur 60 hari mempunyai kandungan serat kasar dan lignin yang tinggi sehingga menghasilkan kecernaan yang rendah. Lignin merupakan salah satu faktor pembatas kecernaan. Lignin akan sulit didegradasi oleh mikroba rumen sehingga dapat menurunkan

(8)

daya cerna. Pada umur pemotongan 60 hari kandungan lignin tanaman rami sebesar 10% (Sari, 2015), sudah melebihi batas toleransi lignin untuk ternak ruminansia.

Pada umur pemotongan 60 hari tanaman rami mengalami penurunan kecernaan bahan kering, hal ini disebabkan oleh menurunnya kualitas zat makanan tanaman rami (protein kasar menurun, serat kasar dan lignin meningkat) sesuai dengan pendapat Tillman dkk. (1998) bahwa serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar dicerna bila mengandung lignin. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik. Kadar lignin tanaman bertambah dengan bertambahnya umur tanaman, sehingga daya cerna semakin rendah dengan bertambahnya lignifikasi.Hal yang sama dikemukakan oleh Anggorodi (1994) bahwa pada umumnya, hijauan yang mengandung lignin akan sulit dicerna karena lignin adalah bagian serat yang paling tahan terhadap serangan mikroorganisme sehingga sedikit sekali yang dapat dicerna. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa kecernaan bahan kering tanaman rami yang paling tinggi adalah pada umur pemotongan 45 hari.

2. Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik berhubungan dengan kecernaan bahan kering karena bahan organik merupakan bahan kering tanpa zat anorganik. Bahan organik terdiri dari protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN. Penurunan kecernaan bahan kering akan menyebabkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya (Sutardi, 1981). Rataan kecernaan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan kecernaan bahan organik tanaman rami berkisar antara 39.60 sampai 51.60%. Secara berurutan rataan kecernaan bahan organik dari yang terendah sampai tertinggi adalah P4 = 39.60% ; P1 = 42.05% ; P2 = 45.51% ; dan P3 = 51.60%.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan organik dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur pemotongan tanaman berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan organik tanaman rami. Kecernaan bahan organik terendah didapat pada umur pemotongan 60 hari dan kecernaan bahan organik tertinggi didapat pada umur pemotongan 45 hari.

(9)

Tabel 4. Rataan Kecernaan Bahan Organik (KcBO) pada Berbagai Perlakuan Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 P4 ... % ... 1 40.60 46.44 50.38 40.11 2 42.25 44.75 51.39 39.08 3 42.04 45.32 51.75 39.55 4 41.82 45.99 51.97 40.17 5 42.09 45.03 52.52 39.09 Rataan 42.05 45.51 51.60 39.60

Keterangan Perlakuan : P1= tanaman rami yang dipotong umur 15 hari; P2= tanaman rami yang dipotong umur 30 hari; P3= tanaman rami yang dipotong umur 45 hari; P4= tanaman rami yang dipotong umur 60 hari

Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Peningkatan kecernaan bahan organik selalu diiringi dengan meningkatnya kecernaan bahan kering pakan karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan mempengaruhi juga kecernaan bahan organik (Sutardi, 1981). Terjadi peningkatan kecernaan bahan kering sampai pada umur pemotongan 45 hari, dan mengalami penurunan pada umur pemotongan 60 hari. Hasil yang sama juga didapat pada kecernaan bahan organik.

Peningkatan kecernaan bahan organik tanaman rami dari umur pemotongan 15 sampai 45 hari disebabkan kandungan zat makanan yang relatif baik dengan kadar lignin yang masih rendah. Pada umur pemotongan 15, 30 dan 45 hari ketersediaan zat makanan tanaman rami masih relatif baik yang ditandai dengan kandungan protein kasar di atas 25%, serat kasar di bawah 40% dan kandungan lignin di bawah 7% (Tabel 2). Pada umur pemotongan 60 hari, tanaman rami mengalami penurunan kualitas zat makanan yang ditandai dengan meningkatnya serat kasar dan lignin serta menurunnya kandungan protein kasar. Hal ini menyebabkan nilai kecernaan bahan organik menurun. Penurunan kecernaan bahan organik pada umur pemotongan 60 hari, selain karena meningkatnya kandungan lignin dan serat kasar tanaman rami, juga disebabkan adanya silika. Silika merupakan komponen abu (bahan anorganik) sehingga secara komposisi akan menurunkan kecernaan bahan organik.

Perbedaan nilai kecernaan bahan organik antar perlakuan diuji menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 5.

(10)

Tabel 5. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Perlakuan Rataan (%) Signifikasi

4 39.60 a

1 41.76 b

2 45.51 c

3 51.60 d

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda nyata terhadap kecernaan bahan organik. Rataan hasil analisis menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik tertinggi didapat pada umur pemotongan 45 hari (P3) dan kecernaan bahan organik terendah didapat pada umur pemotongan 60 hari (P4).

Bahan organik dalam hijauan pakan terdiri dari protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Serat kasar dibutuhkan oleh ternak ruminansia untuk mendukung fungsi rumen. Ketersediaan zat makanan, khususnya kandungan serat kasar pada tanaman rami yang dipotong umur 45 hari cukup tinggi dengan kandungan lignin yang relatif rendah. Tanaman rami pada umur pemotongan 45 hari memiliki kecernaan bahan organik tertiggi karena ketersediaan zat makanan yang relatif baik. Sebaliknya, pada umur pemotongan 60 hari, tanaman rami mengalami penurunan kualitas zat makanan (menurunnya nilai protein kasar, serta meningkatnya serat kasar dan lignin). Lignin merupakan faktor pembatas kecernaan. Kandungan lignin tanaman rami pada umur pemotongan 60 hari meningkat dari 7% (tanaman rami umur 45 hari) menjadi 10% sehingga menyebabkan menurunnya kecernaan bahan organik. Kecernaan bahan organik pada umur 60 hari lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan bahan organik pada umur pemotongan 15 dan 30 hari. Selain itu rendahnya kecernaan bahan organik pada umur pemotongan 60 hari disebabkan oleh kandungan silika pada tanaman rami. Menurut Muir dkk. (2003) kecernaan bahan organik berhubungan dengan komposisi kimia hijauan yaitu N, abu, ekstrak eter, dinding sel, ADF, ADL, dan silika dimana bertambahnya persentase dinding sel, ADL, silika, dan ekstrak eter akan menurunkan Kecernaan bahan organik.

Sama halnya dengan kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik tanaman rami meningkat dari umur pemotongan 15 hari sampai umur pemotongan 45 hari dan mengalami penurunan pada umur pemotongan 60 hari. Penurunan kecernaan bahan organik ini disebabkan oleh meningkatnya serat kasar, lignin serta silika pada tanaman rami seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Menigkatnya umur pemotongan ini menyebabkan

(11)

terjadinya lignifikasi. Lignin bersama-sama selulosa dan hemiselulosa membentuk komponen yang disebut ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa, yang sangat sulit dicerna oleh mikroba rumen sehingga menurunkan daya cerna (Tillman dkk., 1998) .

Kecernaan bahan organik lebih rendah daripada kecernaan bahan kering karena bahan kering terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik (abu). Selisih antara nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan komponen bahan anorganik yang tidak terhitung. Tanaman rami memiliki kandungan abu yang cukup tinggi yaitu 20,50% (Despal dan Permana, 2008) sehingga secara komposisi akan menurunkan nilai kecernaan bahan organik. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa umur pemotongan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik tanaman rami (Boehmeria nivea). Kecernaan bahan kering dan bahan organik tanaman rami tertinggi didapat pada umur pemotongan 45 hari, yaitu masing-masing 62,94% dan 51,60%.

SARAN

Umur pemotongan tanaman rami sebagai pakan ternak yang disarankan adalah pada umur pemotongan 45 hari karena memiliki nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada umur 45 hari tanaman rami memiliki ketersediaan zat makanan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta.

Despal dan I.G. Permana 2008. Penggunaan berbagai teknik preservasi untuk optimalisasi

pemanfaatan daun rami sebagai hijauan sumber protein dalam ransum kambing peranakan etawah. Laporan penelitian kemajuan hibah bersaing.

Dewhurst, R.J., D.R. Davies, and R.J. Merry. 2000. Microbial protein supply from the rumen.

J. Anim. Feed Sci. Tech. 85 (1/2) 1-21.

Iman, H., Atun B. dan Budi A. 2008. Pengaruh Penundaan Pemberian Ampas Tahu pada

Domba yang Diberi Rumput Gajah terhadap Konsumsi dan Kecernaan. Jurnal Ilmu

Ternak Vol. 8 No. 1, 1-6.

Muir, J.P., W.R. Ocumpaugh, and J.C. Read. 2003. Spring forage yield and nutritive value of

(12)

McDougall, E. I. 1948. Studies on ruminant saliva1. Composition and output of sheep’s saliva. Biochem. J. 43: 99-109.

Sari, Suryanah. 2015. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Produktivitas Rami

(Boehmeria Nivea [L.] Gaud) Sebagai Tanaman Pakan Ternak Ruminansia. Thesis.

Universitas Padjadjaran.

Suparwi. 2000. Pengaruh Minyak Kelapa dan Kembang Sepatu (Hibricus rosasinensis)

terhadap Kecernaan Ransum dan Jumlah Protozoa. Animal Production Vol 2 No. 2 hal

53-59.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan

Biometrik. Cetakan ke-2. Gramedia. Pusaka Utama, Jakarta.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan ternak . Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tilley, JMA, and RA Terry. 1963. A two stage technique for in vitro digestin of forage crops. J. British Grassland Society. 18. 108-111.

Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta.

Zulbardi, M., Tatit Sugiarti, N. Hidayati dan Abdurrays Ambar Karto. 1999. Peluang

Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu untuk Penggemukan Sapi Potong di Lahan Kering. Jurnal Wartoza Vol 8 No. 2. Balai Penenlitian Ternak, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Rataan Kecernaan Bahan Kering (KcBK)  pada Berbagai Perlakuan
Tabel 4. Rataan Kecernaan Bahan Organik (KcBO)  pada Berbagai Perlakuan  Ulangan  Perlakuan  P1  P2  P3  P4  .....................................

Referensi

Dokumen terkait

Kapitalist modernite için temel süreksizlik ve özgün nitelikler olarak düĢünülen kapitalist üretim toplumu, endüstri toplumu ve ulus-devlet toplumuna karĢılık, demokratik

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh budidaya tanaman kentang terhadap serangan lalat pengorok daun dan

Pemberian motivasi sangat penting untuk dilakukan agar karyawan dalam berkerja dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan yang secara langsung akan dampak pula terhadap

Dalam penamaan faktor yang terbentuk, apabila sulit untuk untuk menentukan penamaan faktor, maka penamaan faktor dapat menggunakan salah satu variabel dalam faktor

In the previous study of cerebellar vermis, patients were found to have a positive correlation between the size of the vermis and the size of the temporal lobe, with both of

Dilakukan Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa ” memiliki pengertian bahwa suatu rencana dalam suatu kegiatan untuk bertindak dan mencapai tujuan pada suatu

Aspek filosofis sajrone antologi geguritan iki yaiku arupa kawicaksanan Jawa. Geguritan- geguritane Ardini ditulis kanthi nyurasa filosofis banget. Antologi geguritan LILW iki

Pembatasan terhadap masalah dalam penelitian tersebut adalah analisa dan penelitian yang dilakukan untuk menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya kerugian pada