• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK BUSMETIK BAPPL STP SERANG, BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK BUSMETIK BAPPL STP SERANG, BANTEN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK BUSMETIK

BAPPL STP SERANG, BANTEN

Andi Fathur R. M, Erni Wahyuni, Gunadi, M. Arya Dheo, Panggi Indrawan S., Rachma Dewi, Ramarsha Hidayatulbaroroh, Wahyu Nur Alifah , Yuni Indah

Lestari Rohma, Zulfitrah

Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Program Studi Teknologi Akuakultur, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Di bawah bimbingan Ibu Ir. Fitri Aryani, MM. dan

Ibu Gusti Aries, A.Pi.,M.Si

I. PENDAHULUAN

Udang vanname atau biasa juga disebut udang vanname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang introduksi. Habitat asli udang ini adalah di perairan pantai dan laut Amerika Latin seperti Meksiko, Nikaragua, dan Puertorico (Amri dan Kanna, 2008).

Pada tahun 1999, beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba membudidayakan udang vanname. Produksi yang dicapai saat itu sungguh luar biasa. Apalagi, produksi udang windu yang saat itu sedang berkembang mengalami penurunan karena serangan penyakit, terutama bercak putih (white spot syndrome virus). Kehadiran udang vanname diakui sebagai penyelamat dunia pertambakan udang Indonesia. (Haliman dan Adijaya, 2005).

Udang vanname sebagai varietas unggul untuk budidaya karena dinilai memiliki beberapa kelebihan antara lain, lebih tahan terhadap serangan penyakit, tumbuh lebih cepat, tahan terhadap fluktasi lingkungan, waktu pemeliharaan relative pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus, tingkat survival rate (SR) atau kehidupan tergolong tinggi dan hemat pakan (Amri dan Kanna, 2008).

Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik atau yang dikenal dengan sebutan “BUSMETIK” merupakan teknologi terapan dalam kegiatan budidaya udang windu atau udang vaname dengan ukuran tambak kecil/mini yang dilapisi plastik. Aplikasi tambak plastik ini sudah lama dikembangkan di wilayah Indonesia seperti pertambakan udang di wilayah pulau Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan, tetapi hingga saat ini pengembangannya masih terbatas.

Latar belakang munculnya teknologi ini disebabkan banyaknya permasalahan yang sering ditemui oleh para petambak udang sehingga menyebabkan kegagalan, antara lain

(2)

penuruan kualitas tanah, penurunan kualitas sumber air akibat pencemaran lingkungan dan timbulnya berbagai jenis penyakit yang menyebabkan menurunnya daya tahan udang pada akhirnya menurunkan produksi. Teknologi BUSMETIK ini dikenalkan oleh BAPPL-STP Serang, yang merupakan instansi pendidikan di bawah Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Berdasarkan uraian tersebut makan laporan praktek keahlian ini dibuat untuk mempelajari “Teknik Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Busmetik, BAPPL STP Serang, Banten”. Dengan harapan dapat dijadikan acuan dalam budidaya udang vaname yang lebih menguntungkan.

II. METODE KERJA

Metode pengumpulan data yang akan diterapkan dalam pelaksanaan praktek keahlian adalah metode observasi dengan mengikuti semua kegiatan yang ada. Data yang dikumpulkan yaitu data primer.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lokasi praktek meliputi pengamatan lokasi budidaya, persiapan pemeliharaan, penebaran benih, monitoring pertumbuhan, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air dan pengendalian hama dan penyakit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pembahasan pada proses budidaya udang vaname menggunakan sistem BUSMETIK antara lain pada tahap budidaya, yang meliputi :

a) Persiapan wadah

 Pengeringan lahan untuk memudahkan pembersihan.

 Pembersihan tambak untuk menghilangkan lumpur dan organisme pengganggu seperti tritip.

 Perbaikan plastik akibat kerusakan dan kebocoran plastik pada siklus sebelumnya.

b) Persiapan media

 Pengisian air dilakukan dengan sedimentasi terlebih dahulu sehingga partikel-partikel dari laut terendap.

 Sterilisasi menggunakan kaporit 60% dengan dosis 60 ppm untuk membunuh semua organisme di dalam media dan sebagai koagulan partikel yang masih

(3)

 Pembentukan air media dilakukan dengan aplikasi probiotik 2 ppm selama 3 hari.

c) Persiapan sarana budidaya yang meliputi kincir dan sumber tenaga listrik (PLN sebagai sumber utama serta genset sebagai sumber cadangan).

d) Biosecuriti yang digunakan sebagai pengaman dari masuknya hama pengganggu yaitu salah satunya CSD sebagai pencegah kepiting masuk.

e) Pemeliharaan

 Seleksi dilakukan sesuai standard benih yang baik.

 Penebaran benur dilakukan dengan menerapkan aklimatisasi suhu dan salinitas.  Pengelolaan pakan (waktu, frekuensi, jenis dan ukuran, dosis, penyimpanan)  Pengelolaan air dilakukan untuk memastikan media tetap dalam kisaran

optimum untuk udang.

 Monitoring pertumbuhan dengan nilai ADG yang telah diukur 0.1-0.3 gram/hari dengan sampling anco dan jala

 Monitoring kesehatan dilakukan dengan pengamatan setiap hari dari tingkah laku dan nafsu makan udang.

f) Pengendalian hama dan penyakit

 Pengendalian hama dilakukan dengan memasang biosecuriti dan mengeluarkannya apabila sudah masuk ke dalam tambak. Contoh hama yang terdapat di tmbak antara lain : kepiitng, tritip, biawak.

 Pengendalian penyakit dilakukan dengan pemberian vitamin untuk meningkatkanimunitas sehingga udang tidak terkena penyakit.

g) Panen dan pasca panen

 Panen sudah dilakukan sesuai standard, namun nilai FCR terlalu tinggi yaitu 1.8- 2.18.

 Pasca panen dilakukan dengan penanganan yang memperhatikan rantai dingin.

Selain tahapan budidaya, beerikut ini diuraikan hasil pertumbuhan selama kegiatan praktek berlangsung :

(4)

Gambar 1. Grafik ABW Modul 1 Petak D

Pada grafik pertambahan berat Modul 1 Petak D, dapat dilihat bahwa udang mengalami pertumbuhan harian 0.01 gr/hari pada awal pemeliharaan. ADG meningkat menjadi 0.1 gr/hari pada DOC 11-16 hari. Udang mengalami peningkatan pertumbuhan pada DOC 16-30 yatitu mencapai >1 gr/hari.

Gambar 2. Grafik ABW Modul 2 Petak B

Gambar 3. Grafik ABW Modul 2 Petak D

Pada grafik pertambahan berat Modul 2 Petak D, dapat dilihat bahwa udang mengalami pertumbuhan yang lambat pada DOC 1-15 yaitu <0.2 gr/ hari dan meningkat

0 5 10 15 20 25 1 6 11 16 A B W (gr am )

DOC (hari ke-)

0 5 10 15 20 25 1 5 11 16 21 25 30 A B W (gr am )

DOC (hari ke-)

0 5 10 15 20 25 1 7 15 20 24 29 A B W (gr am )

(5)

Perbedaan pertumbuhan ini disebabkan karena kadar ammonia dan CO2 petak B lebih tinggi. Selain itu target ADG petak B pada awal masa pemeliharaan lebih rendah dari target ADG petak D sehingga pakan yang diberikan pun lebih sedikit persentasenya.

Pada 15 hari pertama setelah penebaran, pertumbuhan lambat dengan nilai Lambatnya pertumbuhan tersebut disebabkan oleh masa adaptasi udang pada lingkungan baru yaitu peralihan dari lingkungan hatchery ke lingkungan tambak. Hal ini dapat dilihat pada Modul 1 Petak D, Modul 2 Petak B, Modul 2 Petak D.

Gambar 4. Grafik ABW Modul 2 Petak C

Pada grafik pertambahan berat Modul 2 Petak C, dapat dilihat bahwa udang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat pada DOC 45-84 dengan nilai ADG mencapai 0.4 gr/hari, namun mengalami perlambatan pada DOC 56-66 dengan nilai ADG menurun hingga nilai 0.12 gr/hari.

Gambar 5. Grafik ABW Modul 4 Petak A

Pada grafik pertambahan berat Modul 4 Petak A, dapat dilihat bahwa udang mengalami peningkatan yang signifikan yaitu ADG 0.1-0.3 gr/hari dengan percepatan pada DOC 66-96. Namun pertambahan berat melambat pada DOC 96.

0 5 10 15 20 25 45 56 66 76 84 A B W (gr am )

DOC (hari ke-)

0 5 10 15 20 25 44 54 66 76 86 96 105 A B W (gr am )

(6)

Gambar 5. Grafik ABW Modul 4 Petak B dan D

Pada grafik pertambahan berat Modul 4 Petak B dan D, dapat dilihat bahwa pada di awal pemeliharaan grafik pertumbuhan berhimpit. Hal ini karena pemeliharaan pada Modul 4 Petak D adalah hasil progress dari Modul 4 Petak B pada DOC 58. Pada awalnya pertumbuhan udang pada Petak D lebih cepat, dengan ADG 0.22 pada Petak D dan 0.15 pada Petak B. Pertumbuhan yang lebih cepat disebabkan karena media baru yang lebih kondusif bagi pertumbuhan udang sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Namun, pertumbuhan selanjutnya kurang stabil. Sedangkan pada Petak B memiliki berat rata-rata yang lebih tinggi pada akhir pemeliharaan dengan selisih berat mencapai 2.65 gram.

Kegiatan monitoring ini sesuai dengan pendapat Farchan (2006), monitoring pertumbuhan adalah pengamatan terhadap udang untuk mengetahui pertumbuhannya dalam petakan tambak secara individu, populasi dan biomass yang dilakukan secara periodik. Pengamatan perumbuhan dilakukan dengan pengambilan contoh (sample) dan pemeriksaan udang di ancho (feeding try) atau dilakukan penjalaan (jala tebar).

Monitoring pertumbuhan ini dilakukan setiap 10 hari sekali dengan cara sampling jala pada umur pemeliharaan udang lebih dari 45 hari. Hal ini karena pada udang umur dibawah 45 hari masih sensitif sehingga apabila dilakukan sampling jala akan meningkatkan resiko mortalitas. Selain itu, ukuran udang masih lebih kecil sehingga sulit tertangkap jala dengan mesh size 2,5 cm. Oleh karena itu, maka sampling dilakukan menggunakan ancho dengan jarak sampling dilakukan setiap 5 hari sekali. Sampling udang dilakukan pada pagi hari hal ini mempunyai tujuan agar udang tidak mengalami stress dan mengalami moulting.

Hal tersebut sesuai dengan Farchan (2006) bahwa monitoring pertumbuhan adalah pengamatan terhadap udang untuk mengetahui pertumbuhannya dalam petakan tambak secara individu, populasi dan biomass yang dilakukan secara periodik. Pengamatan

0 5 10 15 20 25 45 54 67 78 88 98 A B W (gr am )

(7)

ancho (feeding try) atau dilakukan penjalaan (jala tebar). Sehingga dari kegiatan monitoring tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan udang pada petak pemeliharaan termasuk lambat.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil praktek teknik pembesaran udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan sistem BUSMETIK di BAPPL STP Serang, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Teknik pembesaran udang vaname di tambak BUSMETIK meliputi:

h) Persiapan wadah dimulai dari pengeringan lahan, pembersihan tambak, pembilasan dan penambalan.

i) Persiapan media yang meliputi pengisian air, pemasangan kincir, sterilisasi, dan aplikasi probiotik.

j) Pemeliharaan yang meliputi seleksi benur, penebaran benur, pengelolaan pakan, pengelolaan air, monitoring pertumbuhan, monitoring kesehatan.

k) Pengendalian hama dan penyakit. l) Panen dan pasca panen.

2. Monitoring kualitas air

 Suhu berkisar antara 29-33 0

C dengan nilai optimum 28-30 0C sehingga suhu media pemeliharaan kurang optimum bagi udang.

 Salinitas pada Modul 2 berkisar antara 29-33 ppt dan Modul 4 19-27 ppt dengan nilai optimum 15-30 ppt sehingga salinitas Modul 2 kurang optimum bagi udang sedangkan pada Modul 4 optimul untuk udang.

 pH berkisar antara 6-8 dengan nilai optimum 7.5-8.5 sehingga pH media pemeliharaan kurang optimum bagi udang.

 Kecerahan berkisar antara 14-33 cm dengan nilai optimum 40 cm sehingga suhu media pemeliharaan tidak optimum bagi udang.

 Alkalinitas berkisar antara 135-320 ppm dengan nilai optimum 80-120 ppm sehingga alkalinitas media pemeliharaan kurang optimum bagi udang.

 DO adalah <4 ppm dengan nilai optimum 4-10 ppm sehingga DO media pemeliharaan tidak optimum bagi udang.

 Amonia berkisar antara 0.5-2.7 ppm dengan nilai optimum <0.1 ppm sehingga kadar amonia media pemeliharaan tidak optimum bagi udang.

(8)

 Karbondioksida berkisar antara 40-120 ppm dengan nilai optimum 10-60 ppm sehingga karbondioksida media pemeliharaan tidak optimum bagi udang.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Machludin dan Abdul Mansyur. Pertumbuhan Plankton pada Aplikasi Probiotik

dalam Pemeliharaan Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) di Bak Terkontrol.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Hal 261-269.

Amri, Khairul dan Iskandar Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname secara Intensif, Semi

Intensif, dan Tradisional. Jakarta: Gramedia.

Budiarti, T, dkk. Produksi Udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Biocrete

dengan Padat Tebar Berbeda.Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2) 2005. Hal 109-113.

Effendi, Hefni. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Smber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Effendi, I. dan Wayan O. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Farchan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vaname. Serang: BAPPL Sekolah Tinggi Perikanan.

Gunarto, dkk. Budidaya Udang vaname Pola Intensif dengan Sistem Bioglok di Tambak. Jurnal Riset Akuakultur Vol.7 No 3. Tahun 2012. Hal 393-405.

Haliman, R.W dan D. Adijaya S. 2005. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.

Irianto, Agus. 2003. Probiotik Akuakultur.Yogyakarta: GAdjah Mada University Press.

Jory, Darryl and Tomas Cabrera. 2003. Aquaculture Farming Aquatic Animal dand Plants :

Marine Shrimp. Australia: Fishing News Books a Blackwell Publishing company.

Kharisma, Adnan dan Abdul Manan. Kelimpahan Bakteri Vibrio sp. pada Air Pembesaran

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai Deteksi Dini Serangan Penyakit Vibriosis. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No.2, November 2012. Hal 129-134.

Komarawidjaja, Wage. Pengaruh Aplikasi Konsorsium Mikroba Penitrifikasi terhadap

Konsentrasi Amonia (NH3) pada Air Tambak. Jurnal Teknologi Lingkungan

P3TL-BPPT. 2010 4(2). Hal 62-67.

Kordi, Ghufran dan Andi Baso Tanjung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya

(9)

Purwanta, Wahyu dan Mayrina Firdayati. Pengaruh Aplikasi Mikroba Probiotik pada

Kualitas Kimiawi Perairan Tambak Udang. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3,

Januari 2002 : 61-65.

Rachmatun, Suyanto dan Enny Purbani. 2009. Panduan Budidaya Udang Windu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rahayu, Haeru, dkk.2010. Busmetik : Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik. Serang: BAPPL STP Press.

Sudarsono, A. Hermawan dan Sudjiharno. 2004.Analisa Usaha Pemebenihan Ikan Skala

Menengah. Lampung: Balai Budidayalaut Lampung.

Suwoyo, Hidayat Suryanto dan Markus Mangampa. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi

Berbeda pad Pemeliharaan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Prosiding Forum

Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal 239-248.

Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Gramedia.

Widanarni, dkk. Aplikasi probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik melalui Pakan pada Udang

Vaname (Litopenaeus vannamei) yang diinfeksi bakteri Vibrio harveyi. Jurnal

Gambar

Gambar 1. Grafik ABW Modul 1 Petak D
Gambar 5. Grafik ABW Modul 4 Petak A
Gambar 5. Grafik ABW Modul 4 Petak B dan D

Referensi

Dokumen terkait

Pemuda sebagai penggerak kegiatan perekonomian dapat menjadikan bidang kewiarausahaan sebagai wadah tempat mengasah kegiatan entrepreneurship yang hal ini banyak dilakukan

Sedangkan rumusan kompetensi sikap sosial yaitu, “Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran,

Jaringan infrastruktur hijau menurut Benedict dan McMahon (2006) adalah sistem kawasan alami dan ruang terbuka yang saling terkait dan menjaga nilai ekosistem, menjaga

Dan orang yang paling mulia diantara kita juga adalah orang yang paling bertakwa, walaupun manusia terkadang merasa, sekali lagi merasa, ketika mereka kaya memiliki

Hasil total nilai koefisien aliran permukaan berdasarkan intepretasi foto udara yaitu sebesar 47,21 % pada tahun 1992 dan 54,15 % pada tahun 1999, karena pada

Penelitian dengan uji t bahwa variabel aset, jaminan dan persepsi suku bunga pinjaman perbankan secara signifikan berpengaruh parsial terhadap keputusan kredit

SAAT ANDA MELAKUKAN PENAWARAN,KAMI NYATAKAN BAHWA ANDA TELAH MELAKUKAN PENGECEKAN KONDISI FISIK,LOKASI UNIT SERTA DOKUMEN Daftar lot ini hanya sebagai panduan tidak

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS